Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Pengertian
1. Kwashiorkor adalah sindrom klinis akibat dari defisiensi protein berat dan masukan
kalori tidak cukup. Akibat defisiensi protein dan mineral dapat menimbulkan tanda
dan gejala seperti tinggi dan berat badan tidak sesuai dengan anak seusianya dari
kekurangan masukan atau dari kehilangan yang berlebihan atau kenaikan angka
metabolik yang disebabkan oleh infeksi kronik. Walaupun penambahan tinggi dan
berat dipercepat dengan pengobatan, ukuran ini tidak akan pernah sama dengan tinggi
dan berat badan anak yang secara tetap bergizi baik (Behrman et all, 2000)
2. Kwashiorkor juga di sebut sebagai defisiensi protein yang disertai defisiensi nutrien
lainnya yang biasa dijumpai pada bayi masa disapih dan anak prasekolah (balita)
(Ngastiyah, 1997)
Epidemiologi
Kwashiorkor paling sering terjadi di negara yang belum berkembang atau masih dalam
garis kemiskinan. Negara-negara yang paling sering terdeteksi penyakit ini adalah negara-
negara di benua Afrika. Kwashiorkor cenderung terjadi di negara-negara dimana serat dan
makanan digunakan untuk menyapih bayi (misalnya umbi jalar, singkong, beras, kentang, dan
pisang) sedikit mengandung protein dan sangat banyak mengandung zat tepung, misalnya di
pedesaan Afrika, kepulauan Karibia, kepulauan Pasifik, Amerika Tengah, Amerika Selatan,
Asia Selatan, dan Asia Tenggara.
Biasanya, kwashiorkor lebih banyak menyerang bayi dan balita pada usia enam bulan
sampai tiga tahun. Usia paling rawan terkena defisiensi ini adalah dua tahun. Pada usia itu
berlangsung masa peralihan dari ASI ke pengganti ASI atau makanan sapihan.
Klasifikasi
Klasifikasi MEP ditetapkan dengan perbandingan berat badan terhadap umur anak sebagai
berikut:
a. Berat badan 60-80% standar tanpa edema : gizi kurang (MEP ringan)
b. Berat badan 60-80% standar dengan edema : kwashiorkor (MEP berat)
c. Berat badan <60% standar tanpa edema : marasmus (MEP berat)
d. Berat badan <60% standar dengan edema : marasmik kwashiorkor
Etiologi
Kwashiorkor terjadi karena adanya defisiensi protein pada anak karena kandungan
karbohidrat makanan tersebut tinggi, tapi mutu dan kandungan proteinnya sangat rendah.
Faktor yang paling mungkin adalah menyusui, ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak
adekuat atau tidak seimbang. Selain makanan yang tidak mengandung protein, penyakit
kwahiorkor juga dapat ditimbulkan karena gangguan penyerapan protein, misalnyapada
keadaan diare kronik, kehilangan protein secara tidak normal pada proteinuria (nefrosis),
infeksi, pendarahan atau luka-luka bakar serta kegagalan melakukan sintesis protein pada
penyakit hati yang kronis. Kompertemen protein visceral akan mengalami deplesi yang lebih
parah pada kwashiorkor. Kompartemen protein visceral yang nyata pada kwashiorkor akan
menimbulkan hipoalbuminemia sehingga terjadi edema yang menyeluruh atau edema
dependen.
Faktor yang dapat menyebabkan inadekuatnya intake protein antara lain sebagai berikut:
a. Pola makan
Protein (asam amino) sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang.
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak akan berperan
penting terhadap terjadinya Kwashiorkor, terutama pada masa peralihan ASI ke
makanan pengganti ASI.
b. Faktor sosial
Negara dengan tingkat penduduk tinggi, keadaan sosial dan politik yang tidak
stabil, atau adanya pantangan untuk makan-makanan tertentu dapat menyebabkan
terjadinya Kwashiorkor.
c. Faktor ekonomi
Penghasilan yang rendah tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan berakibat pada
keseimbangan nutrisi anak yang tidak terpenuhi.
d. Faktor infeksi dan penyakit lain
Infeksi dan MEP saling berhubungan. Infeksi dapat memperburuk keadaan gizi
MEP akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi. Misalnya gangguan
penyerapan protein karena diare.
Manifestasi Klinik
Pada awalnya, bukti klinis awal malnutrisi protein tidak jelas tetapi meliputi letargi, apatis,
atau iritabilitas. Hal ini dapat mengakibatkan pertumbuhan tidak cukup, kurang stamina,
kehilangan jaringan muskular, bertambahnya kerentanan terhadap infeksi dan udem. Salah
satu manifestasi yang paling serius dan konstan adalah imunodefisiensi sekunder. Misalnya,
campak dapat memperburuk dan mematikan pada anak malnutrisi. Pada anak dapat terjadi
anoreksia, kekenduran jaringan subkutan, dan kehilangan tonus otot. Hati membesar dapat
terjadi awal atau lambat serta sering terjadi infiltrasi lemak. Udem biasanya terjadi di awal,
penurunan berat badan yang dapat dilihat pada muka dan tungkai. Aliran plasma ginjal, angka
filtrasi glomerulus, dan fungsi tubuler ginjal menurun.
Manifestasi klinis yang lain adalah dermatitis. Penggelapan kulit tampak pada daerah yang
teriritasi tetapi tidak ada pada daerah yang terpapar sinar matahari.penyebaran rambut jarang
dan tipis serta kehilangan sifat elastisitasnya. Pada anak yang berambut hitam, dispigmentasi
menyebabkan warna merah atau abu-abu seperti coretan pada rambut (hipokromtrichia).
Rambut menjadi kasar pada fase kronik. Anak juga mengalami anoreksi, muntah, dan diare
terus menerus. Otot menjadi lemah, tipis dan atrofi, tetapi kadang-kadang mungkin ada
kelebihan lemak subkutan. Perubahan mental terutama iritabilitas dan apati sering terjadi.
Patofisiologi
Pada defisiensi protein murnitidak terjadi katabolisme jaringan yang sangan berlebihan
karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori dalam dietnya. Kelainan yang
mencolok adalah gangguan metabolik dan perubahan sel yang menyebabkan edema dan
lemak dalam hati. Kekurangan protein dalam diet akan terjadi karena kekurangan berbagai
asam amino esensial dalam serum yang diperlukan untuk sintesis dang metabolisme yang
akan disalurkan ke jaringan otot. Semakin asam amino berkurang dalam serum ini akan
menyebabkan kurangnya produksi albumin oleh hepar yang kemudian berakibat edema.
Lemak dalam hati terjadi karena gangguan pembentukan beta-lipoprotein sehingga transport
lemak dari hati terganggu dan berakibat terjadinya penimbunan lemak dalam hati.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada anak dengan Kwashiorkor yaitu:
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Pemeriksaan air kemih menunjukan peningkatan ekresi hidroksiprolin dan adanya
amino asidulla.
3. Pada biopsi hati ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis, nekrosis, dan
infiltrasi sel mononuklear. Pada perlemakan berat hampir semua sel hati
mengandung vakoul lemak yang besar.
4. Pemeriksaan autopsi penderita Kwashiorkor menunjukan kelainan pada hampir
semua organ tubuh, seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi
vilus usus, atrofi sitem limfoid, dan atrofi kelenjar timus.
Penatalaksanaan
Dalam mengatasi kwashiorkor adalah dengan memberikan makanan bergizi secara
bertahap. Bila bayi menderita kwashiorkor, maka bayi tersebut diberi susu yang diencerkan.
Secara bertahap keenceran susu dikurangi, sehingga suatu saat mencapai konsistensi normal
seperti susu biasanya. Jika anak sudah besar, bisa mulai dengan makanan encer, kemudian
makanan lunak (bubur) dan bila keadaan membaik, maka baru diberikan makanan padat
biasa. Dalam melaksanakan hal ini selalu diberikan pengobatan sesuai dengan penyakit yang
diderita. Bila keadaan kesehatan dan gizi sudah mencapai normal, perlu diteruskan dengan
imunisasi. Makanan yang dihidangkan diet tinggi kalori, protein, cairan, vitamin, dan
mineral. Bila diperlukan dilakukan pemberian cairan dan elektrolit.
Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah anak terkena Kwashiorkor adalah
mencukupi kebutuhan protein yang lengkap dengan mengkonsumsi sumber protein yang
dikombinasikan antara sumber protein hewani dan sumber protein nabati sehingga saling
melengkapi jumlah protein yang harus dikonsumsi bayi setiap hari. Hal ini bergantung pada
umur, berat badan, jenis kelamin, mutu protein yang dikonsumsi serta keadaan tertentu.
Umumnya tingkat kebutuhan protein anak dalam keadaan sehat normal membutuhkan
sekitar 40-60 gram protein tiap hari. Ada pula ahli yang menyebutkan konsumsi protein
1gr/kgBB perhari. Anak diterapkan diet yang seimbang dengan cukup karbohidrat, cukup
lemak, dan protein untuk mencegah terjadinya Kwashiorkor.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Identitas Pasien.
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan; keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat peri
natal (tahap prenatal, tahap intranatal, tahap post natal), riwayat penyakit keluarga,
pengkajian psikososial, pengkajian lingkungan rumah dan komunitas, riwayat nutrisi,
dan riwayat pertumbuhan perkembangan.
3. Pemeriksaan Fisik; penampilan umum, pengukuran antopometri, otot, kontrol sistem
saraf, sistem gastrointestinal, sistem kardiovaskular, kelainan darah dan sumsum
tulang, pankreas dan kelenjar lain.
4. Pemeriksaan Penunjang
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan yang
tidak adekuat, anoreksia, dan diare.
Kriteria Hasil: kebutuhan nutrisi klien adekuat.
Intervensi:
a. Kaji antropometri
b. Kaji pola makan klien.
c. Berikan intake makanan tinggi protein, kalori, mineral, dan vitamin.
d. Timbang berat badan.
e. Tingkat pemberian ASI dengan pemasukan nutrisi yang adekuat pada ibu.
f. Kolaborasi dengan ahli gizi.
Rasional:
a. Untuk menentukan berat badan. Osteometri dan resiko berat berlemak, kurus.
b. Untuk mengetahui kebiasaan makan klien.
c. Untuk mempertahankan berat badan, kebutuhan memenuhi metabolik dan
meningkatkan penyembuhan.
d. Untuk menentukan diet dan mengetahui keefektifan terapi.
e. Pemberian ASI yang adekuat mempengaruhi kebutuhan nutrisi anak dan
pemasukan nutrisi pada ibu dapat meningkatkan produksi ASI ibu.
f. Untuk merencanakan masukan nutrisi dan cairan.