Sie sind auf Seite 1von 134

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG

INKONTINENSIA URIN TERHADAP PRAKTIK


PERAWATAN INKONTINENSIA URIN DI RSU
KABUPATEN TANGERANG

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

OLEH :
WALIDATUL LAILI MARDLIYAH
NIM: 109104000051

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/ 2013 M
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 Keperawatan di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Juli2013
Jakarta, Juli 2013

Walidatul Laili Mardliyah

ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
SCHOOL OF NURSING
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF
JAKARTA

Undergraduate Thesis, July 2013

Walidatul Laili Mardliyah, NIM: 109104000051

Correlation between Nurses Knowledge of Urinary Incontinence and


Nursing Practice of Urinary Incontinence in RSU Kabupaten Tangerang

xviii + 87 pages + 11 tables + 3 schemes + 11 attachments

ABSTRACT

Urinary incontinence is consider as serious clinical problem and causes significant


disability and dependence. The prevalence of urinary incontinence both in the
world and in Indonesia ranges from 4%-32.2%. Nurses as health professionals
have an important role in handling this problem. However, the main challenge in
the implementation of urinary incontinence care is the level of nurses knowledge
about urinary incontinence management. It occurs because knowledge is basic
domain in practice changes.
The purpose of this study was to determine the correlation between nurses
knowledge about urinary incontinence and nursing practice of urinary
incontinence in RSU Kabupaten Tangerang. This research was an analytical
quantitative research with cross sectional design at = 0.05 level. Data collection
was conducted on 46 respondents using questionnaires. The result of this study
showed that there is a correlation between knowledge and practice of urinary
incontinence (p = 0.035, r = 0.311).
The result is expected to be a consideration for health agencies to be able to give
guidance to increase knowledge, awareness, and responsibilities of nursing staffs
in dealing with urinary incontinence during the treatment process in order to
minimize complications from urinary incontinence and improve the health status
of patients in hospitals.

Keywords: Knowledge, Practice, Nurse, Urinary Incontinence

Reference : 44 (years 1996-2013)

iii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, Juli 2013

Walidatul Laili Mardliyah, NIM: 109104000051

Hubungan Pengetahuan Perawat tentang Inkontinensia Urin terhadap


Praktik Perawatan Inkontinensia Urin di RSU Kabupaten Tangerang

xviii + 87 halaman + 11 tabel + 3 skema + 11 lampiran

ABSTRAK

Inkontinensia urin merupakan masalah klinis yang cukup besar serta


menyebabkan kecacatan dan ketergantungan secara signifikan. Prevalensi
inkontinensia urin baik di dunia maupun di Indonesia berkisar antara 4%-32.2%.
Perawat sebagai tenaga kesehatan mempunyai peran penting dalam menangani
masalah tersebut. Namun, tantangan utama dalam pelaksanaan perawatan
inkontinensia adalah tingkat pengetahuan perawat tentang praktik penatalaksanaan
inkontinensia urin. Hal ini karena pengetahuan merupakan domain yang mendasar
dalam perubahan praktik.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan
perawat tentang inkontinensia urin terhadap praktik perawatan inkontinensia urin
pada pasien di RSU Kabupaten Tangerang. Penelitian ini merupakan penelitian
analitik kuantitatif dengan desain cross sectional dengan = 0.05. Pengambilan
data dilakukan pada 46 responden dengan menggunakan kuisioner. Hasil analisis
didapatkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan praktik perawatan
inkontinensia urin (p = 0.035, r = 0.311).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi instansi
kesehatan agar dapat melakukan pembinaan guna meningkatkan pengetahuan
serta kesadaran dan tanggung jawab staf perawat dalam menangani masalah
inkontinensia urin selama proses perawatan sebagai guna meminimalisir
komplikasi akibat inkontinensia urin dan meningkatkan derajat kesehatan pasien
di rumah sakit.

Kata kunci: Pengetahuan, Praktik, Perawat, Inkontinensia Urin


Referensi : 44 (tahun 1996-2013)

iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG


INKONTINENSIA URIN TERHADAP PRAKTIK
PERAWATAN INKONTINENSIA URIN
DI RSU KABUPATEN TANGERANG

Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi


Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun Oleh:
Walidatul Laili Mardliyah
NIM: 109104000051

Pembimbing I Pembimbing II

Nia Damiati, S.Kp, M.SN Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc


NIP. 19790114 200501 2007 NIP. 19790210 200501 2002

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H/2013 M

v
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan judul

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG


INKONTINENSIA URIN TERHADAP PRAKTIK
PERAWATAN INKONTINENSIA URIN
DI RSU KABUPATEN TANGERANG

Telah disusun dan dipertahankan dihadapan penguji oleh :

Walidatul Laili Mardliyah


NIM: 109104000051

Pembimbing I Pembimbing II

Nia Damiati, S.Kp, M.SN Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc


NIP. 19790114 200501 2007 NIP. 19790210 200501 2002

Penguji I Penguji II

Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep Nia Damiati, S.Kp, M.SN


NIP. 19700122 200801 2005 NIP. 19790114 200501 2007

Penguji III

Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc


NIP. 19790210 200501 2002

vi
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi dengan judul

HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG


INKONTINENSIA URIN TERHADAP PRAKTIK
PERAWATAN INKONTINENSIA URIN DI RSU KABUPATEN
TANGERANG

Telah disusun dan dipertahankan dihadapan penguji oleh :

Walidatul Laili Mardliyah


NIM: 109104000051

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, M.KM

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. DR(hc). dr. Muhammad Kamil Tadjuddin, Sp. And

vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : WALIDATUL LAILI MARDLIYAH

Tempat, tanggal Lahir : Lamongan, 19 Mei 1991

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Dsn Pengaron RT/RW 01/01 Pengumbulanadi


Tikung Lamongan 62281

HP : +6285730913411

E-mail : walida.elkaaf@gmail.com

Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/

Program Studi Ilmu Keperawatan

PENDIDIKAN

1. TK Kartini Pengumbulanadi 1996-1997

2. Sekolah Dasar Negeri Pengumbulanadi II Tikung 1997-2003

3. MTsM 01 Pondok Modern Paciran 2003-2006

4. MAM 02 Pondok Modern Paciran 2006-2009

5. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2009-sekarang

viii
PERSEMBAHAN

SO VERILY, WITH THE HARDSHIP, THERE IS RELIEF


VERILY, WITH THE HARDSHIP, THERE IS RELIEF

(QS Al-Insyirah:5-6)

Sesungguhnya perjuangan tidak pernah merugi


tiap peluhnya akan menjadi mutiara
air matanya menjadi cahaya
lelahnya penembus dosa
dan... gugurnya bernilai syurga
Bismillah.

Skripsi ini aku persembahkan untuk:

Ibu, motivator terhebat di jagad raya ini. Alhamdulillah, bisa terlahir dari
rahimmu. Alhamdulillah, menikmati pelukan dan ciumanmu.
Alhamdulillah, hati selalu merasa rindu ketika tak bersamamu. My life is for
you, Mom
Bapak, laki-laki pertama yang kucinta, yang hingga detik ini pun engkau masih
tetap menjadi satu-satunya di hatiku. Tak pernah mencintai laki-laki secinta
ini. Terima kasih untuk semuanya, youre the greatest man who I ever
knew. Love you more and more
Adikku, I dont know what must I say, I think nothing to say, you`re the
naughtiest one who I ever knew, but youre the only one who I have.
Being better my brotha... I love you
Semua orang yang mendoakan aku dalam sholatnya tanpa aku ketahui.
Terima kasih, semoga apapun doa kebaikan untukku dari kalian, akan
berlaku untuk kalian, Aamiin Yaa Rabb.....

ix
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan Pengetahuan
Perawat Tentang Inkontinensia Urin Terhadap Praktik Perawatan
Inkontinensia Urin di RSU Kabupaten Tangerang.

Skripsi ini disusun sebagaimana untuk memenuhi salah satu syarat guna
mencapai gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep) UIN Jakarta serta menerapkan dan
mengembangkan teori-teori yang penulis peroleh selama kuliah.

Penulis telah berusaha untuk menyajikan suatu tulisan ilmiah yang rapi
dan sistematik sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Penulis menyadari bahwa
penyajian skripsi ini jauh dari sempurna. Hal ini disebabkan masih terbatasnya
pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan penulis dalam melihat fakta,
memecahkan masalah yang ada, serta mengeluarkan gagasan ataupun saran-saran.
Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang berguna untuk menyempurnakan
skripsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka dan rasa terima kasih.

Sesungguhnya banyak pihak yang telah memberikan dorongan dan


bantuan yang tak terhingga nilainya hingga skripsi ini dapat penulis selesaikan
tepat pada waktunya. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. DR (hc). Dr. Muhammad Kamil Tajuddin, Sp. And., selaku dekan
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, M.KM, selaku Ketua Program Studi dan
Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep, M.Sc, selaku Sekretaris Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Nia Damiati, S.Kp, M.SN, dan Ibu Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc,
selaku Dosen Pembimbing, terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau
yang telah meluangkan waktu serta memberi arahan dan bimbingan
dengan sabar kepada penulis selama proses pembuatan skripsi ini.
4. Ibu Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep, Ibu Nia Damiati, S.Kp, M.SN, dan Ibu
Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc, selaku Dosen Penguji Skripsi, terima
kasih sebesar-besarnya atas saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini.
5. Ibu Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB, selaku Dosen Pembimbing
Akademik, terima kasih sebesar-besarnya untuk beliau yang telah
membimbing, menjadi tempat curhat, dan memberi motivasi selama 4
tahun duduk di bangku kuliah.

x
6. Segenap Staf Pengajar dan karyawan di lingkungan Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya
kepada saya selama duduk di bangku kuliah.
7. Segenap Jajaran Staf dan Karyawan Akademik serta Perpustakaan
Fakultas yang telah banyak membantu dalam pengadaan referensi-
referensi sebagai bahan rujukan skripsi.
8. Staff karyawan RSU Kabupaten Tangerang yang telah memberikan
kesempatan pada peneliti untuk melakukan penelitian.
9. Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa penuh selama
proses perkuliahan, tanpa beasiswa tersebut saya belum tentu bisa
menikmati indahnya nikmat kuliah gratis.
10. Orang tuaku, Bpk. Murtadlo Wahyudi dan Ibu Suni yang telah mendidik,
mencurahkan semua kasih sayang tiada tara, mendoakan keberhasilan
penulis, serta memberikan bantuan baik moril maupun materiil kepada
penulis selama proses menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa, Adikku, Gilang
Aminuddin dan seluruh keluargaku yang selalu memberikan semangat
tanpa pamrih.
11. Teman-teman FKIK 2007-2012, PSIK 2009, CSS MoRA 2009, BEM
FKIK, BEMJ-IK, PIM Lovers, Sahabat-sahabat terbaikku, Cime, Nuyung,
Dhea, Inggar, Rusmanto, Ummi, Eva, Dila, Leli, Luluk, Vina, Omi, Zizah,
Iqbal Nurmansyah, Badra, Indri, yang berjalan dan berjuang bersama,
memberi inspirasi, menghibur, memberi masukan, dan mengundang tawa
saya selama menyelesaikan skripsi ini, serta semua pihak yang telah
mendoakan selama proses pembuatan skripsi ini.

Pada akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh
dari sempurna, namun penulis harapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
yang memerlukannya.

Jakarta, Juli 2013

Walidatul Laili Mardliyah

xi
DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul ................................................................................................. i
Pernyataan Keaslian Karya .............................................................................. ii
Abstract ............................................................................................................ iii
Abstrak ............................................................................................................. iv
Pernyataan Persetujuan .................................................................................... v
Lembar Pengesahan ......................................................................................... vi
Daftar Riwayat Hidup ...................................................................................... viii
Lembar Persembahan ....................................................................................... ix
Kata Pengantar ................................................................................................. x
Daftar Isi .......................................................................................................... xii
Daftar Singkatan .............................................................................................. xv
Daftar Tabel ..................................................................................................... xvi
Daftar Bagan .................................................................................................... xvii
Daftar Lampiran ............................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 6
C. Pertanyaan Penelitian ..................................................................... 7
D. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
E. Manfaat Penelitian ........................................................................ 8
F. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Inkontinensia Urin ........................................................................ 10
1. Definisi Inkontinensia Urin ...................................................... 10
2. Etiologi Inkontinensia Urin ....................................................... 11
3. Tipe-tipe Inkontinensia Urin .................................................... 15

xii
4. Dampak Inkontinensia Urin ..................................................... 17
B. Peran dan Fungsi Perawat terhadap Inkontinensia Urin ............... 18
1. Definisi Perawat ....................................................................... 18
2. Peran dan Fungsi Perawat terhadap Inkontinensia Urin .......... 19
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Perawatan
Inkontinensia Urin ........................................................................ 20
D. Pengetahuan Perawat tentang Inkontinensia Urin ........................ 25
1. Definisi Pengetahuan ............................................................... 25
2. Pengetahuan Perawat tentang Inkontinensia Urin .................... 28
E. Praktik Perawatan Inkontinensia Urin ........................................... 29
1. Definisi Praktik ........................................................................ 29
2. Praktik Perawatan Inkontinensia Urin ...................................... 30
F. Kerangka Teori ............................................................................. 35

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN


HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep .......................................................................... 36
B. Definisi Operasional ..................................................................... 37
C. Hipotesis ....................................................................................... 39

BAB IV METODE PENELITIAN


A. Desain Penelitian .......................................................................... 40
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 40
C. Populasi dan Sampel ...................................................................... 41
D. Instrumen Penelitian ..................................................................... 44
E. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas .............................................. 46
F. Langkah-langkah Pengumpulan Data ........................................... 49
G. Etika Penelitian ............................................................................. 51
H. Pengolahan data ............................................................................ 52
I. Analisis Data ................................................................................. 53
J. Penyajian Data ............................................................................... 55

xiii
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Profil RSU Kabupaten Tangerang ................................................ 56
B. Hasil Preliminary Analysis ........................................................... 61
C. Hasil Analisis Univariat ................................................................ 62
D. Hasil Analisis Bivariat .................................................................. 66

BAB VI PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat ......................................................................... 68
B. Analisis Bivariat ........................................................................... 80
C. Keterbatasan Penelitian ................................................................. 84

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan ................................................................................... 85
B. Saran ............................................................................................. 86
Daftar Pustaka
Lampiran

xiv
DAFTAR SINGKATAN

UIN : Universitas Islam Negeri


RSU : Rumah Sakit Umum
RSUPN : Rumah Sakit Umum Pusat Negara
NOBLE : National Overactive Bladder Evaluation
PUSAKA : Pusat Santunan Keluarga
RN : Registered Nurse
ICS : International Continence Society
DIAPPERS : Delirium/confusional state, Infectionurinary
(symptomatic), Atrophic urethritis/vaginitis,
Pharmaceuticals, Psychological, Excessive urine
output, Restricted mobility, dan Stool impaction
WHO : World Health Organization
AHCPR : Agency for Health Care Policy and Research
CI : Confidence Interval
TT : Tempat Tidur
SDK : Sekolah Djuru Rawat
PPK-BLUD : Pola Pengelola Keuangan Badan Layanan Umum
Daerah
GKM : Gugus Kendali Mutu
CT-Scan : Computed Temography Scan
USG : Ultrasonografi
EEG : Elektroensefalogram
EKG : Elektrokardiogram
VIP : Very Important Person
ICU : Intensive Care Unit
NICU : Neonatal Intensive Care Unit
AC : Air Conditioner

xv
DAFTAR TABEL

Halaman
3.1 Definisi Operasional 37
4.1 Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi Versi de Vaus 55
5.1 Rekapitulasi Kegiatan Pelatihan, Kursus, serta Simposium 61
oleh Instalasi Diklat RSU Kabupaten Tangerang Tahun 2012
5.2 Hasil Uji Normalitas Data 62
5.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin di 63
Ruang Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang Mei
2013
5.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia di Ruang 63
Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang Mei 2013
5.5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan di 64
Ruang Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang Mei
2013
5.6 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama Kerja di 64
Ruang Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang Mei
2013
5.7 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan di 65
Ruang Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang Mei
2013
5.8 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Praktik di Ruang 66
Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang Mei 2013
5.9 Korelasi Pengetahuan dan Praktik Perawatan Inkontinensia 66
Urin di Ruang Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten
Tangerang Mei 2013

xvi
DAFTAR BAGAN

Halaman
2.1 Kerangka model Henderson tentang pengetahuan, praktik, 24
keyakinan, dan sikap terkait inkontiensia urin
2.2 Kerangka Teori 35
3.1 Kerangka Konsep 36

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumen Perizinan


Lampiran 2. Informed Consent
Lampiran 3. Kuisioner
Lampiran 4. Denah RSU Kabupaten Tangerang
Lampiran 5. Susunan Organisasi RSU Kabupaten Tangerang
Lampiran 6. Fasilitas Rawat Inap RSU Kabupaten Tangerang
Lampiran 7. Hasil Uji Normalitas
Lampiran 8. Hasil Olahan SPSS Uji Validitas dan Reliabilitas
Lampiran 9. Hasil Olahan SPSS Univariat
Lampiran 10. Hasil Olahan SPSS Bivariat
Lampiran 11. Rekapitulasi Jawaban Responden

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Inkontinensia urin merupakan masalah klinis yang cukup besar serta

menyebabkan kecacatan dan ketergantungan secara signifikan (Henderson, 1996).

Inkontinensia urin didefinisikan sebagai ketidakmampuan otot sfingter eksternal

sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urin (Kozier, 2004). Meskipun

prevalensi inkontinensia urin lebih sering terjadi pada lansia, kehilangan urin bisa

juga terjadi pada orang dewasa dari segala usia (Henderson, 1996).

National Overactive Bladder Evaluation (NOBLE), program yang meneliti

inkontinensia urin pada 5204 orang dewasa di Amerika Serikat memperkirakan

jumlah perempuan di Negara tersebut yang mengalami inkontinensia urin sebesar

14,8%, sepertiga di antaranya merupakan inkontinensia urin tipe campuran 34,4%

(Stewart et al. 2001, dalam Yuliana, 2011). Adapun survei tentang kejadian

inkontinensia urin yang dilakukan di negera-negara Asia dengan total populasi

5506 orang menunjukkan hasil yang bervariasi, di mana prevalensi terbesar

terdapat di Thailand sebesar 17% dan terkecil di China dan Singapura sebesar 4%,

sedangkan Indonesia sebesar 5%. Adanya perbedaan prevalensi ini dimungkinkan

karena alasan budaya dan sosial, di mana masyarakat Asia memiliki rasa malu

yang lebih tinggi dalam mengungkapkan inkontinensia dibanding masyarakat

Amerika (Diokno, 2003). Namun, peneliti juga belum menemukan penelitian

tentang rasa malu pada masyarakat Asia yang dimungkinkan bisa menyebabkan

inkontinensia urin.

1
2

Di Indonesia, survei inkontinensia urin dilakukan oleh Divisi Geriatri

Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo pada 208 orang

usia lanjut di lingkungan Pusat Santunan Keluarga (PUSAKA) di Jakarta pada

tahun 2002. Survei ini menghasilkan angka kejadian inkontinensia urin tipe stres

sebesar 32,2%. Sedangkan survei yang dilakukan di poliklinik Geriatri RSUPN

Dr.Cipto Mangunkusumo (2003) terhadap 179 pasien Geriatri didapatkan angka

kejadian inkontinensia urin tipe stres pada lakilaki sebesar 20,5% dan pada

perempuan sebesar 32,5%. Adapun survei inkontinensia urin yang dilakukan oleh

Departemen Urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dan RSU

Dr.Soetomo tahun 2008 terhadap 793 penderita, prevalensi inkontinensia urin

pada pria 3,02% sedangkan pada wanita 6,79%. Hal ini menunjukkan bahwa

prevalensi inkontinensia urin pada wanita lebih tinggi daripada pria (Yuliana,

2011).

Inkontinensia masih dianggap sebagai suatu yang tabu untuk dibicarakan

atau diakui untuk masyarakat Indonesia. Orang yang mengalami inkontinensia

merasa tidak senang, tidak bermartabat, dan bahkan sangat memalukan. Pasien

dengan inkontinensia urin juga memiliki kualitas hidup yang lebih rendah di

setiap domain (fungsi fisik, fungsi peran, fungsi sosial, kesehatan mental, persepsi

kesehatan, dan nyeri). Selain itu, inkontinensia urin dapat menyebabkan pasien

membatasi aktivitas sosial dan kemasyarakatan. Orang yang mengalami

inkontinensia menunjukkan suatu rentang emosi mencakup peningkatan depresi,

iritabilitas, cemas, dan perasaan tidak berdaya (Booker, 2009). Sedangkan dari

segi ekonomi, biaya terkait konsekuensi inkontinensia urin diperkirakan

mencapai $16.3 miliar per tahun. Sedangkan untuk biaya perawatannya, jumlah
3

yang dibutuhkan berkisar antara $860 sampai $960 per bulan (Doughty, 2006).

Oleh karena itu, kasus ini memerlukan perhatian intensif dari perawat untuk

menjadi prioritas intervensi dan praktik keperawatan.

Intervensi yang efektif dapat menyelesaikan masalah inkontinensia urin.

Petugas kesehatan, khususnya perawat mempunyai peran penting dalam

menangani masalah tersebut. Namun, tantangan utama dalam pelaksanaan

perawatan inkontinensia adalah tingkat pengetahuan perawat tentang penilaian

dan pengobatan inkontinensia urin (Saxer et al, 2008). Hal ini karena pengetahuan

merupakan domain terendah dalam perubahan sikap maupun praktik. Sikap dan

praktik yang tidak didasari oleh pengetahuan yang adekuat tidak akan bertahan

lama pada kehidupan seseorang, sedangkan pengetahuan yang adekuat jika tidak

diimbangi oleh praktik yang berkesinambungan juga tidak akan mempunyai

makna yang berarti bagi kehidupan (Notoatmodjo, 2007). Pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa pengetahuan dan praktik merupakan komponen penting yang

harus dimiliki perawat dalam menangani masalah inkontinensia urin pada pasien

di rumah sakit.

Henderson (1996) mengembangkan suatu model dimana terdapat saling

keterkaitan antara pengetahuan, praktik, kepercayaan, dan sikap terkait

inkontinensia urin. Di sisi lain, model Henderson & Kashka (2000, dalam Saxer et

al, 2008) juga menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan terhadap sikap

perawat, serta antara sikap perawat terhadap praktik perawatan inkontinensia urin.

Sementara itu, penelitian yang dilakukan Saxer et al (2008) menunjukkan bahwa

ada hubungan antara pengetahuan dan praktik, khususnya dalam hal mengatur

kebiasaan minum dan eksresi serta mengkaji dan menggali informasi tentang
4

inkontinensia urin. Hasil penelitian ini memberi kesan bahwa praktik perawatan

inkontinensia urin bisa diperbaiki dengan pengetahuan yang baik dan sikap yang

positif dari perawat.

Berkaitan dengan pengetahuan dan praktik perawatan inkontinensia urin,

hasil penelitian Henderson (1996) menunjukkan bahwa hubungan antara

pengetahuan dan praktik itu sangat kuat dengan nilai p=0.033 (<0.05). Sementara

itu, hasil penelitian Zurcher et al (2011) menunjukkan bahwa prevalensi perawat

yang mengenali dan menyelesaikan masalah inkontinensia urin di ruang

perawatan akut masih sangat minimal, yaitu sebesar 24,4 %. Adapun hasil

penelitian Saxer et al (2008) menunjukkan bahwa dari segi pengetahuan, 96-98%

dari Registered Nurses (RN) menjawab dengan benar pada tiga item pernyataan

berikut: Inkontinensia urin dapat lebih sering terjadi pada saat bersin, batuk dan

berjalan; Stroke dapat menyebabkan inkontinensia; Toilet training dapat

memperbaiki inkontinensia pada pasien. Sedangkan sekitar 85% RN tidak tahu

jawaban yang tepat untuk pernyataan: Perempuan lebih sering mengalami

inkontinensia daripada laki-laki; Lebih dari 80% penduduk di panti jompo

menderita inkontinensia urin. Dalam hal praktik, 91.5% RN dilaporkan menjawab

selalu melakukan pengkajian terhadap kebiasaan minum dan ekskresi pasien,

35% RN dilaporkan tidak pernah memberikan informasi terkait inkontinensia

urin kepada pasien, 40% RN dilaporkan tidak pernah mendokumentasikan

seberapa banyak pasien kehilangan urin dalam periode inkontinensia, dan 92%

RN dilaporkan menjawab selalu memberikan bantuan kepada pasien, misalnya

untuk menuju toilet.


5

Dari data di atas, beberapa perawat mungkin masih tidak menganggap

perawatan inkontinensia urin sebagai bagian dari kewajiban mereka. Mereka

hanya memiliki pengetahuan minimal terkait pengkajian dan manajemen

inkontinensia urin. Oleh karena itu, pengkajian terhadap pengetahuan perawat dan

praktik perawatan inkontinensia urin sangat penting dilakukan sehingga nantinya

perawat bisa mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang adekuat tentang

perawatan pasien dengan inkontinensia urin.

Rumah Sakit Umum (RSU) Kabupaten Tangerang merupakan rumah sakit

rujukan utama di Kabupaten Tangerang. Kunjungan pertahun di rumah sakit ini

diperkirakan mencapai 20.000 pasien. Sementara itu, berdasarkan data yang

diperoleh dari Bidang Pelayanan Keperawatan RSU Kabupaten Tangerang per

Mei 2013, distribusi jumlah perawat yang merawat pasien di RSU Kabupaten

Tangerang sebanyak 363 perawat, 121 di antaranya merupakan perawat di Ruang

Rawat Inap Dewasa. Ruang Rawat Inap Dewasa ini merupakan ruangan dimana

pasiennya merupakan orang dewasa dengan berbagai macam gangguan penyakit.

Berdasarkan wawancara dengan perawat, inkontinensia urin merupakan salah satu

masalah yang seringkali ditemukan di sini. Namun, Bidang Pendidikan dan

Pelatihan rumah sakit ini mengaku belum pernah melakukan survei pencatatan

jumlah prevalensi inkontinensia urin secara detail.

Di samping itu, berdasarkan hasil observasi dan wawancara terhadap

beberapa perawat selama praklinik, peneliti mendapatkan bahwa pengetahuan

perawat tentang inkontinensia urin cukup baik. Sedangkan dalam praktik

perawatannya, perawat biasanya mengkaji adanya inkontinensia urin, namun

selanjutnya perawat hanya memakaikan under pad atau kateter saja dan hanya
6

mendokumentasikan intake dan output cairan. Pemberian informasi dan dukungan

toileting terhadap pasien dengan inkontinensia urin masih sangat jarang

dilakukan, bahkan tidak pernah. Hal ini memberi kesan bahwa perawat

membutuhkan pengetahuan yang lebih luas sehingga dapat memberikan asuhan

keperawatan yang lebih baik.

Peran perawat dalam menangani masalah inkontinensia urin ini merupakan

hal yang sangat penting karena banyak sekali dampak negatif yang diakibatkan

oleh inkontinensia urin. Namun, saat ini masih jarang ditemukan adanya seminar-

seminar atau pelatihan-pelatihan yang spesifik membahas praktik perawatan

inkontinensia urin. Selain itu, peneliti juga belum menemukan hasil penelitian

yang spesifik membahas pengetahuan dan praktik perawatan inkontinensia urin di

Indonesia.

Dari latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam

terkait hubungan pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin terhadap praktik

perawatan inkontinensia urin di RSU Kabupaten Tangerang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan dari latar belakang di atas, peneliti menyimpulkan

bahwa inkontinensia urin merupakan masalah klinis yang cukup besar dan

membutuhkan tatalaksana yang baik. Inkontinensia urin bisa menyebabkan

kecacatan dan ketergantungan secara signifikan (Henderson, 1996). Prevalensi

inkontinensia cukup tinggi baik di dunia maupun di Indonesia. Di Amerika

Serikat, prevalensi inkontinensia urin sebesar 14,8% , sedangkan di Asia berkisar

antara 4% - 17 % (Stewart et al. 2001, dalam Yuliana, 2011; Diokno, 2003).

Sedangkan di Indonesia, prevalensinya berkisar antara 14.74%-32.2% (Yuliana,


7

2011). Inkontinensia urin ini dapat menyebabkan pasien membatasi aktivitas

sosial dan kemasyarakatan. Orang yang mengalami inkontinensia menunjukkan

suatu rentang emosi mencakup peningkatan depresi, iritabilitas, cemas, dan

perasaan tidak berdaya (Booker, 2009). Di sisi lain, beberapa penelitian

menunjukkan bahwa pengetahuan dan praktik keperawatan inkontinensia urin

sangat diperlukan untuk meningkatkan status kesehatan mereka (Henderson,

1996; Saxer et al, 2008; Zurcher et al, 2011). Sementara itu, peneliti belum

menemukan hasil penelitian tentang pengetahuan dan praktik perawatan

inkontinensia di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti lebih dalam

terkait hubungan pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin terhadap praktik

perawatan inkontinensia urin di RSU Kabupaten Tangerang.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran karakteristik perawat di RSU Kabupaten Tangerang?

2. Bagaimana pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin?

3. Bagaimana praktik perawatan inkontinensia urin pada pasien di RSU

Kabupaten Tangerang?

4. Bagaimana hubungan pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin

terhadap praktik perawatan inkontinensia urin di RSU Kabupaten Tangerang?

D. Tujuan Penelituan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan perawat tentang

inkontinensia urin terhadap praktik perawatan inkontinensia urin di RSU

Kabupaten Tangerang.
8

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran karakteristik perawat di RSU Kabupaten

Tangerang

b. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan perawat tentang inkontinensia

urin

c. Untuk mengetahui gambaran praktik perawatan inkontinensia urin pada

pasien di RSU Kabupaten Tangerang

d. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan perawat tentang inkontinensia

urin terhadap praktik perawatan inkontinensia urin di RSU Kabupaten

Tangerang

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Perawat

Penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan serta kesadaran dan tanggung

jawab perawat dalam menangani masalah inkontinensia urin selama proses

perawatan.

2. Bagi Rumah Sakit

Penulisan penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi bagi pihak rumah

sakit untuk melakukan pembinaan guna meningkatkan pengetahuan serta

kesadaran dan tanggung jawab staf perawat dalam menangani masalah

inkontinensia urin pada pasien selama proses perawatan di rumah sakit.

3. Bagi Perkembangan Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu

pengetahuan dalam bidang pendidikan keperawatan, khususnya Keperawatan

Medikal Bedah mengenai pentingnya pengetahuan tentang inkontinensia urin


9

untuk meningkatkan kualitas praktik perawatan inkontinensia urin pada

pasien. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi landasan dalam

pengembangan evidence based ilmu keperawatan, khususnya mengenai

praktik penatalaksanaan inkontinensia urin pada pasien.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah yang bertujuan

untuk mengetahui hubungan pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin

terhadap praktik perawatan inkontinensia urin di RSU Kabupaten Tangerang.

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik kuantitatif dengan desain studi cross

sectional. Metode pengambilan data dengan menyebarkan kuisioner yang terdiri

dari data demografi dan Urinary Incontinence Scales yang dibuat oleh Henderson

(1996). Subjek yang diteliti adalah perawat di Ruang Rawat Inap Dewasa RSU

Kabupaten Tangerang. Waktu penelitian berkisar dari April sampai Mei 2013.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Inkontinensia Urin

1. Definisi Inkontinensia Urin

Menurut Pranaka (2009), inkontinensia urin adalah pengeluaran

urin tanpa disadari serta dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sering

sehingga mengakibatkan masalah/gangguan kesehatan atau sosial.

Menurut Lewis et al. (2011), inkontinensia urin merupakan eliminasi urin

dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi di luar keinginan.

Sedangkan menurut Saxer et al (2008), inkontinensia urin didefinisikan

oleh International Continence Society (ICS) sebagai keluhan atas

kebocoran urin yang tidak disadari. Selain itu, Mauk (2010) juga

mendefinisikan inkontinensia urin sebagai pengeluaran urin yang tidak

disengaja dan merupakan masalah kesehatan umum yang bisa

menyebabkan kecacatan dan penurunan kualitas hidup. Meskipun

inkontinensia urin ini umumnya terjadi pada lansia, namun hal ini juga

bisa terjadi pada orang dewasa dari segala usia (Henderson, 1996).

Dari beberapa pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa

inkontinensia adalah suatu kondisi pengeluaran/kebocoran urin tanpa

disadari, tidak terkendali, terjadi di luar keinginan, dalam jumlah dan

frekuensi yang cukup sering, serta bisa menyebabkan kecacatan dan

penurunan kualitas hidup.

10
11

2. Etiologi Inkontinensia Urin

Menurut Doughty (2006), penyebab inkontinensia urin biasa

disebut dengan singkatan DIAPPERS yang merupakan kependekan dari

Delirium/confusional state, Infectionurinary (symptomatic), Atrophic

urethritis/vaginitis, Pharmaceuticals, Psychological, Excessive urine

output, Restricted mobility, dan Stool impaction.

a. Delirium

Seseorang dikatakan delirium jika terjadi gangguan status mental

atau penurunan kesadaran secara situasional yang disebabkan karena

penggunaan obat, alkohol, atau reaksi anastesia paska operasi.

Kondisi seperti ini bisa menyebabkan seseorang menjadi

inkontinensia urin (Doughty, 2006).

b. Infeksi saluran kemih

Infeksi traktus urinarius yang simptomatik seperti sistitis dan

urethritis dapat menyebabkan iritasi kandung kemih sehingga timbul

frekuensi, disuria, dan urgensi yang mengakibatkan seseorang tidak

mampu mencapai toilet untuk berkemih (Doughty, 2006).

c. Atrofi vagina atau urethra

Atrofi vagina atau urethra merupakan salah satu perbahan yang

terjadi pada lansia. Pada kondisi ini, jaringan vagina atau urethra

menjadi tipis, mudah teriritasi, dan mudah rusak sehingga

menyebabkan timbulnya gejala rasa terbakar pada uretra, disuria,


12

infeksi traktus urinarius berulang, dispareunia, urgensi, dan

inkontinensia (Doughty, 2006).

d. Psikologis

Proses psikologis yang menyebabkan timbulnya inkontinensia belum

pernah diteliti secara detail. Namun, depresi dan kecemasan yang

disebabkan karena operasi mayor, diagnosa penyakit kronis, atau

hospitalisasi yang lama diyakini dapat memicu terjadinya

inkontinensia urin. Mekanisme ini biasanya merupakan kombinasi

dari bladder overactivity dan relaksasi sfingter uretra yang tidak

tepat (Doughty, 2006).

e. Farmakologis

Doughty (2006) mengungkapkan bahwa obat-obatan yang sering

dihubungkan dengan inkontinensia, di antaranya:

1) Obat-obatan diuretik akan meningkatkan pembebanan urin di

kandung kemih sehingga bila seseorang tidak dapat menemukan

toilet pada waktunya akan timbul inkontinensia urgensi.

2) Agen antikolinergik dan sedatif dapat menyebabkan timbulnya

atonia sehingga timbul retensi urin kronis yang berujung pada

inkontinensia overflow.

3) Sedatif, seperti benzodiazepin juga dapat berakumulasi dan

menyebabkan konfusi dan inkontinensia sekunder, terutama

pada lansia.
13

4) Alkohol, mempunyai efek serupa dengan benzodiazepin,

mengganggu mobilitas dan menimbulkan diuresis.

5) Calcium-channel blockers untuk hipertensi dapat menyebabkan

berkurangnya tonus sfingter uretra eksternal dan gangguan

kontraktilitas otot polos kandung kemih sehingga menstimulasi

timbulnya inkontinensia stres. Obat ini juga dapat menyebabkan

edema perifer, yang menimbulkan nokturia.

6) Agen -adrenergik yang sering ditemukan pada obat influenza

akan meningkatkan tahanan outlet dan menyebabkan kesulitan

berkemih, sebaliknya obat-obatan ini sering bermanfaat dalam

mengobati beberapa kasus inkontinensia stres.

7) Alpha blockers, yang sering dipergunakan untuk terapi

hipertensi dapat menurunkan kemampuan penutupan uretra dan

menyebabkan inkontinensia stres.

f. Sistem endokrin

Diabetes mellitus melalui efek diuresis osmotik yang dapat

menyebabkan suatu kondisi overactive bladder. Diabetes insipidus

juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi urin hingga

10 liter per hari pada kandung kemih sehingga menimbulkan

inkontinensia overflow. Kondisi hipertiroid dapat menginduksi

kandung kemih menjadi overactive, sehingga menimbulkan kondisi

inkontinensia urgensi. Disamping itu, kondisi hipotiroidisme juga


14

dapat menyebabkan kandung kemih hipotoni dan menimbulkan

inkontinensia overflow (Doughty, 2006).

g. Produksi urin yang berlebihan (excessive)

Output urin yang berlebihan bisa disebabkan oleh karena intake

cairan yang banyak, minuman berkafein, dan adanya masalah

endokrin (Doughty, 2006).

h. Restriksi/hambatan mobilitas

Umumnya hal ini yang sering menimbulkan inkontinensia pada

lansia. Keterbatasan mobilitas ini dapat disebabkan karena kondisi

nyeri arthritis, deformitas panggul, deconditioning fisik, stenosis

spinal, gagal jantung, penglihatan yang buruk, hipotensi postural

atau post prandial, claudication, perasaan takut jatuh, stroke,

masalah kaki atau ketidakseimbangan karena penggunaan obat-

obatan (Doughty, 2006).

i. Stool impaction (impaksi feses)

Impaksi feses akan mengubah posisi kandung kemih serta menekan

syaraf yang mensuplai uretra dan kandung kemih sehingga akan

dapat menimbulkan kondisi retensi urin dan inkontinensia overflow

(Doughty, 2006).

Sementara itu, Pranaka (2009) menyebutkan bahwa penyebab

inkontinensia urin berasal dari:

a. Kelainan urologi; misalnya radang, batu, tumor, divertikel


15

b. Kelaianan neurologi; misalnya stroke, trauma pada medula spinalis,

dan demensia

c. Lain-lain; misalnya hambatan mobilitas, situasi tempat berkemih yang

tidak memadai/jauh, dan sebagainya.

Adapun kondisi-kondisi yang menyertai inkontinensia urin menurut

Wagg et al (2006) di antaranya:

a. Artritis i. Jatuh/fraktur hip

b. Penyakit paru kronis j. Penyakit Parkinson

c. Gangguan kognitif k. Penyakit vaskular

d. Gagal jantung kongestif perifer

e. Konstipasi l. Infeksi saluran kemih

f. Kontraktur berulang

g. Demensia m. Stroke

h. Diabetes mellitus n. Kelainan vena

3. Tipe-tipe Inkontinensia Urin

Lewis et al (2011) mengklasifikasikan inkontinensia urin menjadi:

a. Inkontinensia stres

Inkontinensia ini terjadi akibat dari peningkatan mendadak pada

tekanan intra-abdomen. Tipe inkontinensia ini paling sering

ditemukan pada wanita yang mengalami cedera obstetrik, lesi kolum

vesika urinaria, kelainan ekstrinsik pelvis, fistula, disfungsi

destrusor, dan sejumlah keadaan lainnya. Selain itu, gangguan ini


16

dapat pula terjadi akibat kelainan kongenital, seperti ekstrofi vesika

urinaria atau ureter ektopik (Lewis, 2011).

b. Inkontinensia urgensi

Inkontinensia ini terjadi bila pasien merasakan dorongan atau

keinginan untuk urinasi tetapi tidak mampu menahannya cukup lama

sebelum mencapai toilet. Pada banyak kasus, kontraksi kandung

kemih yang tidak dapat ditahan merupakan faktor yang menyertai.

Keadaan ini dapat terjadi pada pasien disfungsi neurologi yang

kontraksi kandung kemihnya terhambat atau pada pasien dengan

gejala iritasi lokal akibat infeksi/tumor pada saluran kemih (Lewis,

2011).

c. Inkontinensia overflow

Inkontinensia ini ditandai oleh eliminsi urin yang sering dan terjadi

hampir terus menerus. Kandung kemih tidak dapat mengosongkan

isinya secara normal dan mengalami distensi yang berlebihan.

Inkontinensia overflow dapat disebabkan oleh kelainan neurologi

(yaitu lesi pada medula spinalis) atau oleh faktor-faktor yang

menyumbat saluran keluar urin, yaitu: penggunaan obat-obatan,

tumor, striktur, dan hiperplasia prostat (Lewis, 2011).

d. Inkontinensia refleks

Inkontinensia ini ditandai dengan keluarnya urin yang tidak disadari

yang disebabkan oleh adanya lesi pada medula spinalis sakrum S2 ke

atas. Hal ini menyebabkan terjadinya hiperrefleksia destrusor


17

kandung kemih dan mengganggu jalur koordinasi antara kontraksi

dan relaksasi sfingter (Lewis, 2011).

e. Inkontinensia paska trauma atau operasi

Inkontinensia ini terjadi karena adanya fistula vesiko-vaginal atau

urethro-vaginal pada wanita. Selain itu, inkontinensia ini juga

merupakan komplikasi paska operasi transurethral, perineal, atau

prostatektomi retropubik (Lewis, 2011).

f. Inkontinensia fungsional

Ini merupakan inkontinensia dengan fungsi saluran kemih bagian

bawah yang utuh tetapi ada faktor lain, seperti gangguan kognitif

berat yang membuat pasien sulit untuk mengidentifikasi perlunya

urinasi (misalnya, demensia Alzheimer) atau gangguan fisik yang

menyebabkan pasien tidak mungkin menjangkau toilet untuk

melakukan urinasi (Lewis, 2011).

4. Dampak Inkontinensia Urin

Inkontinensia urin juga memiliki efek terhadap kualitas hidup,

bahkan pada kegiatan sehari-hari sederhana, seperti bekerja, berjalan,

kegiatan interpersonal, aktivitas fisik, fungsi seksual, dan tidur. Pasien

dengan inkontinensia urin juga memiliki kualitas hidup yang lebih rendah

di setiap domain (fungsi fisik, fungsi peran, fungsi sosial, kesehatan

mental, persepsi kesehatan, dan nyeri). Sedangkan dari segi ekonomi,

biaya terkait konsekuensi inkontinensia urin diperkirakan mencapai $16.3


18

miliar per tahun. Sedangkan untuk biaya perawatannya, jumlah yang

dibutuhkan berkisar antara $860 sampai $960 per bulan (Doughty, 2006).

Menurut Booker (2009), inkontinensia urin memiliki beberapa

dampak, di antaranya:

a. Perubahan pada kesejahteraan emosi, sosial, fisik, dan ekonomi

individu yang mengalami inkontinensia urin.

b. Ketakutan akan kehilangan kontrol yang disaksikan oleh orang lain

menyebabkan pasien membatasi aktivitas sosial dan kemasyarakatan.

c. Orang yang mengalami inkontinensia menunjukkan suatu rentang

emosi mencakup peningkatan depresi, iritabilitas, cemas, dan

perasaan tidak berdaya.

Adapun menurut Continence Essential Guide (2009), dampak

inkontinensia urin antara lain:

a. Jatuh f. Isolasi

b. Depresi g. Penurunan kualitas

c. Luka dekubitus hidup

d. Masalah bowel h. Peningkatan perhatian

e. Infeksi kulit institusi kesehatan

B. Peran dan Fungsi Perawat terhadap Perawatan Inkontinensia Urin

1. Definisi Perawat

Sesuai dengan pernyataan yang tercantum dalam Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. HK 02.02/MENKES/148/I/2012,

perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di


19

dalam maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. Perawat adalah orang yang mengasuh, merawat dan

melindungi, yang merawat orang sakit, luka, dan usia lanjut (Elis &

Hartley, 1980 dalam Priharjo, 2008). Sedangkan menurut Kusnanto

(2004), perawat adalah seseorang (seorang profesional) yang mempunyai

kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan dalam melaksanakan

pelayanan/asuhan keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan

keperawatan.

Fokus dari praktik keperawatan adalah pemenuhan kebutuhan

dasar manusia. Seorang perawat dikatakan profesional ketika dirinya

mampu mengasuh, merawat dan melindungi pasien secara komprehensif,

melakukan aktifitas keperawatan sesuai dengan kode etik keperawatan,

serta memberikan pelayanan/asuhan keperawatan pada berbagai jenjang

pelayanan keperawatan (Kusnanto, 2004).

2. Peran Perawat terhadap Perawatan Inkontinensia Urin

Salah satu peran dan fungsi perawat yang penting dalam

pendidikan kesehatan, di antaranya: menjaga kesehatan, mencegah dan

mengurangi komplikasi, serta menyesuaikan diri dengan perawatan dan

masalah kesehatan (Mauk, 2010). Peran dan fungsi tersebut saat ini

menjadi lebih luas dengan penekanan pada peningkatan kesehatan dan

pencegahan penyakit, juga memandang klien secara komprehensif.

Perawat kontemporer menjalankan fungsi dalam berbagai peran, yaitu:

pemberi perawatan, pembuat keputusan klinik dan etika, pelindung dan


20

advokat bagi klien, manajer kasus, rehabilitator, pembuat kenyamanan,

komunikator, dan pendidik (Potter & Perry, 2005). Peran dan fungsi

tersebut juga diterapkan dalam perawatan inkontinensia urin pada pasien

yang dirawat di rumah sakit.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Perawatan Inkontinensia Urin

Praktik perawatan inkontinensia urin pada pasien yang dirawat di rumah

sakit merupakan bentuk perilaku kesehatan, dimana perawat menjadi salah satu

pihak yang bertanggung jawab di dalamnya. Perilaku itu sendiri didefinisikan

sebagai tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan

bahkan dapat dipelajari. (Kwick, 1974 dalam Notoatmodjo, 2003).

Beberapa teori yang mengungkap determinan perilaku dari analisis faktor-

faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan

dengan perilaku kesehatan, antara lain:

1. Teori Lawrence Green

Green (1980, dalam Notoatmodjo, 2007) menganalisis perilaku

manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang dipengaruhi oleh 2

faktor pokok, yakni faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor di luar

perilaku (non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri

ditentukan dari 3 faktor, yaitu:

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud

dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan

sebagainya.
21

b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau

sarana-sarana kesehatan, misalnya obat-obatan, alat-alat, dan

sebagainya.

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam

sikap dan perilaku petugas kesehatan.

Model ini dapat digambarkan sebagai berikut:

B = f (PF, EF, RF)

dimana:

B = Behaviour RF = Reinforcing factors

PF = Predisposing factors f = fungsi

EF = Enabling factors

2. Teori World Health Organization (WHO)

Sementara itu, WHO (1984, dalam Notoadmodjo, 2007)

menganalisis bahwa hal-hal yang menyebabkan seseorang itu berperilaku

tertentu adalah:

a. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan dipengaruhi oleh pengalaman sendiri atau pengalaman

orang lain.

b. Kepercayaan (Beliefs)

Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek.

Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan

tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.


22

c. Sikap (Attitudes)

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek.

Sikap sering dipengaruhi oleh pengalaman sendiri atau pengalaman

orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati

atau menjauhi objek lain.

d. Orang-orang penting (References)

Perilaku seseorang lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang

dianggap penting. Apabila seseorang itu dianggap penting untuknya,

maka apa yang ia katakan atau ia lakukan cenderung untuk dicontoh.

e. Sumber-sumber daya (Recources)

Sumber daya di sini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan

sebagainya. Semua itu berpengaruh (baik positif maupun negatif)

terhadap perilaku seseorang.

f. Kebudayaan (Culture)

Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-

sumber akan menghasilkan suatu pola hidup yang pada umumnya

disebut kebudayaan.

Teori ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:

B = f (TF, PR, R, RC)

dimana: B = Behaviour R = Resources

f = fungsi PR = Personal References

TF = Thoughts and feelings C = Culture

(meliputi pengetahuan,

kepercayaan, dan sikap)


23

Kedua teori di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku tentang

kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan

sebagainya. Di samping itu, ketersediaan fasilitas dan perilaku petugas

kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku

yang biasa diwujudkan dengan praktik/tindakan yang nyata. Hal tersebut

juga berlaku pada praktik perawatan inkontinensia urin pada pasien yang

dirawat di rumah sakit.

3. Teori Henderson

Dalam hal inkontinensia urin, Henderson (1996) mengembangkan

suatu model di mana terdapat saling keterkaitan antara pengetahuan,

praktik, keyakinan, dan sikap terkait inkontiensia urin (lihat bagan 2.1).

Adapun keempat faktor tersebut adalah:

a. Sikap (Attitudes)

Sikap merupakan kepedulian perasaan terhadap objek sosial dan

perhatian terhadap target atau objek tertentu. Sikap didefinisikan

sebagai kecenderungan yang terorganisir untuk berpikir, merasakan,

memahami, dan bersikap terhadap suatu acuan atau objek kognitif.

Ini merupakan struktur berkelanjutan dari keyakinan yang

mempengaruhi individu untuk acuan berperilaku selektif (Kerlinger,

1986 dalam Henderson, 1996). Sikap lebih mudah dipengaruhi oleh

pendapat, pandangan, perspektif, dukungan, kelakuan, dan postur

tubuh (Rodale, 1978 dalam Henderson, 1996).


24

b. Kepercayaan (Beliefs)

Kepercayaan tidak terlalu sering digunakan sebagai domain

pengukuran. Kata kepercayaan dan sikap seringkali

dipertukarkan dalam literatur bahkan beberapa menyimpulkan

bahwa keduanya adalah sama. Kepercayaan dikaitkan dengan kata-

kata yang menunjukkan perasaan yang sudah mendarah daging

dengan baik, termasuk jaminan, kepastian, harapan, kepercayaan,

doktrin, dogma, prinsip, postulat, teori, konsep, persuasi, dan posisi

(Rodale, 1978 dalam Henderson, 1996).

c. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan ini didefinisikan sebagai pemahaman terhadap fakta

atau informasi yang diperoleh, dalam hal ini dispesifikkan pada

inkontinensia urin (Henderson, 1996).

d. Praktik (Practice)

Praktik didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan perawat yang

relevan dengan masalah inkontinensia urin (AHCPR, 1992 dalam

Henderson, 1996).

Bagan 2.1 Kerangka model Henderson tentang pengetahuan, praktik,


keyakinan, dan sikap terkait inkontiensia urin

Sikap

Keyakinan Praktik

Pengetahuan
25

Bagan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan

antara keempat faktor; sikap, kepercayaan, pengetahuan, dan praktik

terkait inkontinensia urin.

D. Pengetahuan Perawat tentang Inkontinensia Urin

1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan

dengan hal tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008). Pengetahuan

merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancaindera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Menurut

Taksonomi Bloom (1987, dalam Notoatmodjo, 2007) pengetahuan

mencakup enam tingkat domain kognitif, yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima

termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini. Oleh sebab itu, tahu

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja

untuk mengukur bahwa orang mengetahui tentang apa yang


26

dipelajari, antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan, dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, atau meramalkan objek yang

dipelajari.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi

juga dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip, dan sebagainya.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja,

seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan


27

yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri

atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Rogers (1974, dalam Notoatmodjo, 2007) mengungkapkan bahwa

sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut

sudah terjadi proses berurutan, yaitu:

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Pada

proses ini, sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya.

d. Trial (mencoba), dimana subjek mulai mencoba untuk melakukan

sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek

penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui


28

atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas

(Notoatmodjo, 2007).

2. Pengetahuan Perawat tentang Inkontinensia Urin

Pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin didefinisikan

sebagai penguasaan dan dan pemahaman perawat yang diperoleh dari fakta

atau informasi tentang inkontinensia urin (Henderson, 1996).

Bekerja dengan populasi yang sakit memerlukan pengetahuan

dasar yang kuat sehingga nantinya bisa menilai tanda dan gejala penyakit

secara akurat, melakukan penatalaksanaan dengan benar, dan memperoleh

hasil tindakan sesuai dengan harapan.

Menurut Saxer et al (2008), pengetahuan yang harus dikuasai oleh

perawat yang merawat pasien dengan inkontinensia urin adalah mencakup:

a. Prevalensi dan insidensi inkontinensia urin

Angka kejadian inkontinensia urin cenderung meningkat seiring

dengan penambahan usia. Akan tetapi, prevalensi dan insidensi

inkontinensia ini bervariasi. Hal ini disebabkan karena perbedaan

populasi, metode penelitian, dan cara pengumpulan data.

b. Etiologi inkontinensia urin

Perawat harus memahami hal-hal yang menjadi penyebab dan faktor

resiko terjadinya inkontinensia urin.

c. Tipe-tipe inkontinensia urin

Ada berbagai macam tipe inkontinensia urin, di antaranya: tipe stres,

urgensi, overflow, dan fungsional.


29

d. Penatalaksanaan/praktik perawatan inkontinensia urin (akan dibahas

selanjutnya)

E. Praktik Perawatan Inkontinensia Urin

1. Definisi Praktik

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), praktik

didefinisikan sebagai pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam

teori. Beberapa tingkatan dalam praktik menurut Notoatmodjo (2003)

antara lain:

a. Persepsi (perception)

Pada tingkat ini individu mampu mengenal dan memilih berbagai

objek terkait dengan tindakan yang akan diambil.

b. Respon terpimpin (guide response)

Indikator pada tingkat ini adalah individu mampu untuk melakukan

sesuatu dengan urutan yang benar.

c. Mekanisme (mechanism)

Pada tingkat ini, individu sudah menjadikan suatu tindakan yang benar

menjadi suatu kebiasaan.

d. Adopsi (adoption)

Pada tingkat ini, individu sudah mampu memodifikasi suatu tindakan

tanpa mengurangi nilai kebenaran dari tindakan tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung dengan

cara wawancara terhadap kegiatan yang telah dilakukan oleh individu


30

sebelumnya atau secara langsung dengan cara mengobservasi tindakan

atau kegiatan individu tersebut (Notoatmodjo, 2003).

Sedangkan yang dimaksud dengan praktik perawatan adalah

tindakan mandiri perawat profesional melalui kerja sama bersifat

kolaborasi dengan klien dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan

asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya.

Lingkup kewenangan perawat dalam praktik keperawatan profesional

meliputi sistem klien (individu, keluarga, kelompok khusus, dan

masyarakat) dalam rentang sehat-sakit sepanjang daur kehidupan

(Kusnanto, 2004).

2. Praktik Perawatan Inkontinensia Urin

Perawat dapat memposisikan diri untuk mengkoordinasikan

seluruh spektrum perawatan, meliputi: pemeliharaan kesehatan,

pencegahan, intervensi, dan pengobatan sehingga meningkatkan kualitas

pelayanan sekaligus memastikan efektivitas biaya (Mauk, 2010). Oleh

karena itu, perawat juga harus mampu mengkoordinasikan seluruh

spektrum praktik perawatan inkontinensia urin.

Agency for Health Care Policy and Research (AHCPR)

mendefinisikan praktik perawatan inkontinensia urin sebagai sumber daya

perilaku yang diidentifikasi sebagai tindakan yang diambil oleh perawat

yang relevan untuk merawat klien dengan inkontinensia urin (Henderson,

1996).
31

Saxer et al (2008) membagi praktik perawatan inkontinensia urin

menjadi 4 kategori, yaitu:

a. Penatalaksanaan kebiasaan minum dan ekskresi

b. Pengkajian dan informasi terkait inkontinensia urin

c. Dokumentasi penatalaksanaan inkontinensia urin

d. Sistem dukungan/bantuan untuk pasien dengan inkontinensia urin.

Salah satu faktor penting dalam penatalaksanaan inkontinensia urin

adalah pengkajian. Adapun pengkajian terhadap pasien dengan

inkontinensia urin yang terdapat dalam Continence Essential Guide

(2009), diantaranya:

a. Pengkajian tentang riwayat kontinensia

Dalam aspek ini, perawat harus mengkaji riwayat berkemih dan proses

pengosongan kandung kemih pasien. Berikut ini adalah aspek

pengkajian riwayat kontinensia beserta contoh pertanyaan yang bisa

diajukan kepada pasien, di antaranya:

1) Frekuensi berkemih

2) Frekuensi nokturia

3) Faktor yang memperberat

4) Nyeri

5) Kehilangan urin yang terus-menerus

6) Susah atau berusaha keras dalam mengosongkan kandung kemih

7) Aliran kemih yang terhambat indikasi obstruksi kandung kemih

8) Kencing yang menetes indikasi obtruksi saluran kemih

9) Pengosongan kandung kemih yang inkomplit


32

b. Pengkajian tentang fungsi kognitif

Pasien dengan gangguan kognitif biasanya kurang kooperatif ketika

dilakukan intervensi terhadap inkontinensia mereka. Oleh karena itu,

perawat diharapkan untuk mengkaji fungsi kognitif mereka.

c. Pengkajian tentang kebutuhan pasien dalam mengenakan pampers

Dalam hal ini, hal-hal yang perlu diperhatikan perawat meliputi:

1) Fungsi kognitif pasien, apakah dia mampu mengganti pampers-

nya sendiri atau tidak.

2) Jadwal bladder training mungkin bisa membantu pasien

mengenakan pampers.

3) Derajat mobilitas yang memungkinkan pasien bisa mengambil

/meletakkan pampers kembali.

4) Kemampuan untuk pergi ke toilet dan mengganti pampers

5) Kuantitas pampers yang dibutuhkan pasien

6) Ukuran pampers yang dibutuhkan pasien

7) Terjadi dermatitis akibat pampers yang jarang diganti.

Intervensi praktik perawatan yang efektif bisa membantu

menangani masalah inkontinensia urin. Lewis et al (2011) menyebutkan

beberapa intervensi praktik perawatan inkontinensia urin, di antaranya:

a. Behavioral intervention, yang terdiri dari:

1) Bladder training (menolak/menghambat desakan berkemih,

menunda berkemih, membatalkan berkemih sebelum waktunya)


33

2) Habit training (berkemih sesuai dengan waktu yang ditentukan,

penjadwalan berkemih)

3) Prompted voiding (mengajarkan bagaimana cara meminta

bantuan ketika terjadi inkontinensia). Untuk pasien yang

mengalami gangguan kognitif, prompted voiding dilakukan

dengan cara:

a) pemantauan reguler dengan dorongan agar pasien melaporkan

status kontinensia mereka

b) mendorong pasien untuk pergi ke toilet secara terjadwal

c) memberikan pujian dan umpan balik positif ketika pasien

berusaha untuk pergi ke toilet sendiri

4) Latihan otot-otot panggul (kontraksi otot panggul dan

pulbocoxigeal)

5) Corong vagina (kontraksi otot dengan corong yang berguna untuk

memperkuat otot panggul dan pulbocoxigeal)

6) Biofeedback (metode untuk memberikan informasi tentang tubuh

pasien dengan menggunakan sadapan elektromiogram (EMG)

yang dipasang di vagina yang nantinya memberi umpan balik

tentang kondisi normal dan abnormal neuromuskular dan aktivitas

otonom dalam bentuk analog, binary, signal auditory, maupun

visual)

b. Terapi farmakologis dengan menggunakan propantelin, oxybutinin,

Ca channel blokers, terodilin, tricyclic antideppressan, flafoxate


34

dicyclomin, penilpropanolamin, estrogen, kombinasi alfa agonis

adrenergik dan terapi estrogen, imipramin, atau propanolol

c. Penatalaksanaan lainnya, seperti: kateter intermitten, pengumpulan

urin, klem penis, dan perawatan kulit.

Penilaian tentang pengetahuan dan praktik perawatan inkontinensia

urin ini bisa dilakukan dengan menggunakan instrumen Urinary

Incontinence Scales yang dikembangkan oleh Henderson (1996). Dimensi

pengetahuan pada instrumen ini terdiri dari 23 item terkait fakta dan

pernyataan tentang inkontinensia urin, sementara dimensi praktik terdiri

dari 23 item terkait tindakan perawat dalam menangani inkontinensia urin

(Henderson, 1996).

Cara pemberian skor dilakukan dengan skala Guttman untuk

dimensi pengetahuan dan skala Likert untuk dimensi praktik. Dengan skala

Guttman dan Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi

indikator variabel, kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik

tolak untuk menyusun item-item instrumen yang berupa pernyataan.

Adapun jawaban untuk semua pernyataan pada dimensi pengetahuan dan

praktik kemudian diberi skor:

a. Pernyataan untuk pengetahuan

Skor untuk jawaban benar adalah 1, skor untuk jawaban salah adalah 0

b. Pernyataan untuk praktik

Skor Selalu adalah 3, skor Sering adalah 2, skor Kadang-kadang

adalah 1, dan skor Tidak Pernah adalah 0. (Henderson, 1996)


35

F. Kerangka Teori
Bagan 2.2 Kerangka Teori
Etiologi: Dampak Inkontinensia Urin:
a. Delirium/demensia a. Jatuh
b. Infeksi saluran kemih b. Luka dekubitus

c. Atrofi vagina atau urethra c. Masalah bowel


d. Infeksi kulit
d. Psikologis
e. Isolasi
e. Farmakologis
f. Penurunan kualitas hidup
f. Sistem endokrin (DM) secara fisik dan ekonomi
g. Produksi urin yang berlebihan g. Pembatasan aktivitas sosial
(excessive) h. Peningkatan depresi,
h. Restriksi/hambatan mobilitas iritabilitas, cemas, dan
Inkontinensia Urin:
i. Stool impaction (impaksi feses) perasaan tidak berdaya.
(Continence Essential Guide
j. Penyakit Degeneratif
2009; Booker, 2009)
k. Penyakit Parkinson
(Doughty, 2006; Wagg et al, 2006)

Praktik Perawatan Inkontinensia Urin:


a. Pengkajian riwayat kontinensia, fungsi
kognitif, dan kebutuhan penggunaan pads
b. Behavioral intervention: Bladder training,
Habit training, Prompted voiding, Kegels
a. Pengetahuan
Exercise, Corong vagina, dan Biofeedback
b. Kepercayaan c. Terapi farmakologis
c. Sikap d. Penatalaksanaan lain, seperti: kateter
(Henderson, 1996) intermitten, pengumpulan urin, klem penis,
dan perawatan kulit.
a. Pengetahuan
(Continence Essential Guide 2009; Lewis et
b. Kepercayaan al, 2011)
c. Sikap
d. Orang-orang penting (Manajemen RS)
e. Sumber daya yang tersedia Perilaku Kesehatan
f. Kebudayaan
(WHO, 1984 dalam Notoatmodjo, 2007)

a. Predisposing factors (pengetahuan, sikap,


kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dsb)
b. Enabling factors (lingkungan fisik, tersedianya
fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan,
misalnya obat-obatan, alat-alat, dsb)
c. Reinforcing factors (sikap dan perilaku petugas
kesehatan)
(Green, 1980 dalam Notoatmodjo, 2007)
36

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Dalam penelitian ini, variabel bebas (independen) yang ingin

diketahui yakni pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin, sedangkan

variabel terikat (dependen) yang akan diteliti yaitu praktik perawatan

inkontinensia urin.

Variabel pengetahuan merupakan variabel yang sangat mempengaruhi

praktik perawatan inkontinensia urin yang dilakukan oleh perawat, dimana

pengetahuan merupakan domain dari perilaku (Notoatmodjo, 2007;

Henderson, 1996; dan Saxer et al, 2008). Hal ini perlu diketahui dan diteliti

dengan baik sehingga perawat dapat melakukan perawatan dan

meminimalkan terjadinya komplikasi inkontinensia urin. Di bawah ini

dijelaskan mengenai kerangka konsep yang akan dilakukan peneliti di RSU

Kabupaten Tangerang.

Bagan 3.1. Kerangka konsep penelitian tentang hubungan pengetahuan


perawat tentang inkontinensia urin terhadap praktik perawatan inkontinensia
urin di RSU Kabupaten Tangerang

Pengetahuan perawat tentang Praktik perawatan inkontinensia


inkontinensia urin urin

Prevalensi dan insidensi Kebiasaan minum dan ekskresi

Etiologi inkontinensia urin Pengkajian dan informasi

Tipe-tipe inkontinensia urin Dokumentasi

Penatalaksanaan Dukungan
37

B. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Pengetahuan Pengetahuan perawat Kuisioner Kuisioner Urinary 1. Baik = jika Ordinal
perawat tentang inkontinensia Incontinence Scale prosentase jawaban
tentang urin adalah kemampuan dimensi pengetahuan benar 76%-100%
inkontinensia perawat dalam (skor 16-20)
urin memahami inkontinensia Kuisioner ini terdiri 2. Cukup = jika
urin secara umum yang dari 20 item prosentase jawaban
berkaitan dengan pernyataan benar 51%-75%
prevalensi dan insidensi, (skor 11-15)
etiologi, tipe-tipe, serta Pemberian skor 3. Kurang = jika
penatalaksanaan menggunakan skala prosentase jawaban
inkontinensia urin pada Guttman: benar 50%
pasien di rumah sakit. Jawaban benar = 1 (skor 10)
Jawaban salah = 0
(Nursalam, 2008)
(Henderson, 1996)
38

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
2. Praktik Praktik perawatan Kuisioner Kuisioner Urinary 1. Baik = jika skor Ordinal
perawatan inkontinensia urin adalah Incontinence Scale jawaban 46
inkontinensia tindakan nyata dari dimensi praktik {x (+1.0)}
urin perawat untuk 2. Cukup = jika skor
melakukan Kuisioner ini terdiri jawaban 23 x <46
perawatan terhadap dari 23 item { (-1.0) x <
pasien dengan pernyataan (+1.0)}
inkontinensia urin, 3. Kurang = jika
meliputi: kebiasaan Pemberian skor skor jawaban < 23
minum dan ekskresi, menggunakan skala {x < (-1.0)}
pengkajian dan Likert:
informasi, dokumentasi, (Azwar, 2012)
dan dukungan. Selalu = 3
Sering = 2
Kadang-kadang = 1
Tidak Pernah = 0

(Henderson, 1996)
39

C. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep yang telah dibuat, maka hipotesis

penelitian yang muncul adalah:

1. Ada hubungan antara pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin

terhadap praktik perawatan inkontinensia urin di RSU Kabupaten

Tangerang.
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi analitik kuantitatif dengan

desain studi partial correlation. Partial correlation adalah desain studi yang

digunakan untuk mengendalikan kemungkinan pengaruh variabel pengganggu

sehingga memungkinkan peneliti bisa mendapatkan gambaran yang lebih akurat

tentang hubungan antara dua variabel yang diinginkan (Pallant, 2011). Penelitian

ini dilakukan dalam satu waktu sehingga disebut cross sectional. Penelitian cross

sectional meneliti suatu kejadian pada titik waktu dimana variabel dependen dan

independen diteliti sekaligus pada saat yang sama (Setiadi, 2007).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei tahun 2013 di Ruang Rawat

Inap Dewasa Rumah Sakit Umum (RSU) Kabupaten Tangerang, tepatnya di

Paviliun Dahlia, Soka, Kenanga, Flamboyan, Cempaka, Seruni, Mawar, dan

Melati. Alasan peneliti memilih RSU Kabupaten Tangerang sebagai lokasi

penelitian karena di rumah sakit ini kejadian inkontinensia urin cukup sering,

letaknya yang terjangkau, kemudahan dalam hal birokrasi, dan belum pernah

dilakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan perawat tentang

inkontinensia urin terhadap praktik perawatan inkontinensia urin di Ruang Rawat

Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang.

40
41

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Hidayat,

2007). Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat yang bekerja di

Ruang Rawat Inap Dewasa (Paviliun Dahlia, Soka, Kenanga, Flamboyan,

Cempaka, Seruni, Mawar, dan Melati) RSU Kabupaten Tangerang dengan

jumlah 121 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki

oleh populasi, atau sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang

diteliti (Hidayat, 2007). Pengambilan sampel dalam penelitian ini

menggunakan teknik simple random sampling, yaitu memberikan kesempatan

yang sama kepada anggota populasi untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai

sampel dan setiap elemen dipilih secara acak (Nursalam, 2008). Sampel

dalam penelitian ini adalah perawat yang bekerja di Ruang Rawat Inap

Dewasa RSU Kabupaten Tangerang. Agar sampel yang digunakan match,

peneliti menentukan kriteria inklusi:

a. Perawat laki-laki dan perempuan yang bekerja di Ruang Rawat Inap

Dewasa RSU Kabupaten Tangerang

b. Perawat yang sehat secara fisik dan mental

c. Perawat yang bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian


42

d. Perawat dengan pendidikan minimal D3 Keperawatan

e. Perawat yang mempunyai pengalaman kerja minimal 3 tahun.

Sedangkan kriteria eksklusi sampel dari penelitian ini adalah:

a. Perawat yang sedang cuti/perjalanan dinas/tugas luar

Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sesuai

dengan ketentuan rumus besar sampel yang sesuai dengan rancangan

penelitian yaitu rumus sampel uji beda dua proporsi.

Keterangan :

n = jumlah sampel

Z1-/2 = 1,96 (derajat kemaknaan 95% CI/Confidence Interval dengan

sebesar 5%)

Z1- = 1.64 (kekuatan uji pada 1- = 95%)

P1 = 0.24 (proporsi perawat yang mengenali dan menyelesaikan

masalah inkontinensia urin (Zurcher et al, 2011))

P2 = 0.76 (proporsi perawat yang tidak mengenali dan menyelesaikan

masalah inkontinensia urin (Zurcher et al, 2011))

P = (P1+P2) /2 = (0.24+0.76)/2 = 0.5

1- P = 1 0.5 = 0.5
43

Maka besar sampel yang dihasilkan adalah :

n = {1,96 2 0.5 0.5 + 1.64 0.24 0.76 + 0.76 0.24 }2


(0,24 0,76)2

(1.96 0.71+1.64 0.6)2


= 0.27

5.62
= 0.27 x

= 20.81

Karena menggunakan rumus uji beda dua proporsi, maka hasil dikali dua:

20.81 x 2 = 41.63 = 42 orang

Untuk menghidari terjadinya sampel yang drop out dan sebagai

cadangan maka peneliti menambahkan 10% dari jumlah sampel minimal:

10% x 42 = 4.2 = 4 orang. Jadi, total sampel dalam penelitian ini adalah:

42+4 = 46 responden.

Pada penelitian ini, semua anggota populasi yang masuk ke dalam

kriteria inklusi diberi kode berupa angka (kecuali yang sudah menjadi

responden uji validitas dan reliabilitas), kemudian peneliti melakukan

pengundian terhadap calon responden yang akan diteliti. Adapun angka yang

muncul sebagai responden adalah 2, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 17, 18,

19, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 30, 31, 33, 34, 35, 36, 38, 39, 40, 41, 43, 44, 47,

48, 49, 51, 52, 53, 55, 56, 57, 58, 59, 60, dan 61. Selanjutnya, peneliti

melanjutkan dengan informed consent dan pengambilan data dengan

kuisioner. Waktu pengisian kuisioner selama kurang lebih 45 menit untuk


44

masing-masing responden, sedangkan proses pengambilan data dilakukan

selama 8 hari disesuaikan dengan kondisi jam kerja di RSU Kabupaten

Tangerang, yaitu jam 8 pagi untuk perawat shift malam, jam 11 untuk

perawat shift pagi, dan jam 5 sore untuk perawat shift siang.

D. Instrumen Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan

instrumen penelitian berupa kuesioner tentang data demografi dan Urinary

Incontinence Scales. Kuesioner tentang data demografi berisi tentang inisial

responden, umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, lama kerja, dan alamat.

Sedangkan Urinary Incontinence Scales adalah instrumen yang dibuat oleh

Henderson (1996). Urinary Incontinence Scales ini terdiri dari empat dimensi

yang berbeda, yaitu sikap, keyakinan, pengetahuan, dan praktik perawatan

inkontinensia urin. Namun pada penelitian ini, penulis hanya menggunakan

dimensi pengetahuan dan praktik perawatan inkontinensia urin. Dimensi

pengetahuan terdiri dari 23 item terkait fakta dan pernyataan tentang inkontinensia

urin; 16 di antaranya merupakan pernyataan positif dengan jawaban Ya (1, 3, 5, 6,

7, 8, 9, 10, 11, 12, 15, 16, 19, 20, 21, 23) dan 7 di antaranya pernyataan negatif

dengan jawaban Tidak (2, 4, 13, 14, 17, 18, 22). Sementara dimensi praktik terdiri

dari 23 item terkait tindakan perawat dalam menangani inkontinensia urin

(Henderson, 1996). Bentuk original dari Urinary Incontinence Scales ini

berbahasa Inggris yang kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh

seorang translator dengan latar belakang Sarjana Sastra Inggris UIN Syarif
45

Hidayatullah Jakarta. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya mispersepsi

dalam instrumen tersebut.

Cara pengukuran dilakukan dengan wawancara menggunakan kuisioner

dengan skala Guttman untuk variabel bebas dan skala Likert untuk variabel

terikat. Dengan skala Guttman dan Likert, variabel yang akan diukur dijabarkan

menjadi indikator variabel, kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik

tolak untuk menyusun item-item instrumen yang berupa pernyataan.

Adapun jawaban responden untuk semua pernyataan variabel bebas dan

variabel terikat kemudian diberi skor:

a. Pernyataan untuk variabel bebas

Skor untuk jawaban benar adalah 1, skor untuk jawaban salah adalah 0

b. Pernyataan untuk variabel terikat

Skor Selalu adalah 3, skor Sering adalah 2, skor Kadang-kadang adalah 1, dan

skor Tidak Pernah adalah 0. (Henderson, 1996)

Untuk analisis selanjutnya, data variabel independen, yakni pengetahuan

perawat tentang inkontinensia urin dikategorikan menjadi:

a. Baik: jika prosentase hasil 76%-100%

b. Cukup: jika prosentase hasil 51%-75%

c. Kurang: jika prosentase hasil 50% (Nursalam, 2008)

Sedangkan data variabel dependen, yakni praktik perawatan inkontinensia

urin dikategorikan menjadi:

a. Baik = jika skor jawaban x (+1.0)

b. Cukup = jika skor jawaban (-1.0) x < (+1.0)

c. Kurang = jika skor jawaban x < (-1.0) (Azwar, 2012)


46

dimana:

= 1/2 (Xmaks+Xmin) x total item pertanyaan

= 1/6 (Imaks - Imin)

Xmaks = skor tertinggi pada 1 item pernyataan (3)

Xmin = skor terendah pada 1 item pernyataan (0)

Imaks = jumlah total skor tertinggi (69)

Imin = jumlah total skor terendah (0)

E. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Hasil Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukan alat ukur itu benar-

benar mengukur apa yang diukur. Suatu kuisioner dikatakan valid jika

pertanyaan pada kuisioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan

diukur oleh kuisioner tersebut. Dalam hal ini, beberapa item pertanyaan dapat

digunakan untuk mengungkapkan variabel yang diukur tersebut. Uji ini

dilakukan dengan menghitung korelasi antara masing-masing skor item

pertanyaan dari setiap variabel dengan total skor variabel tersebut (Hidayat,

2007). Perhitungan dilakukan dengan rumus korelasi Product Moment yang

rumusnya adalah:

N ( XY) ( X) ( Y)
r=
{ (N X) ( X) ( Y ( Y)}

Keterangan:

r = Koefisien korelasi

N = jumlah responden
47

X = skor tiap item pertanyaan

Y = skor total

Pengambilan keputusan dilakukan dengan melihat hasil perhitungan r

hitung. Apabila r > r tabel, maka pertanyaan tersebut valid, sedangkan apabila

r < r tabel, maka pertanyaan tidak valid. Uji validitas ini juga bisa dilakukan

dengan pengujian validitas konstruksi dengan analisis faktor, yaitu dengan

mengkorelasikan skor item instrumen dalam suatu faktor, dan

mengkorelasikan skor faktor dengan skor total. Bila korelasi tiap faktor

tersebut positif dan besarnya 0.3 ke atas maka faktor tersebut merupakan

konstruksi yang kuat (Sugiyono, 2010).

Pada penelitian sebelumnya (Henderson, 1996), korelasi tiap-tiap item

pernyataan pada dimensi pengetahuan berkisar antara 0.3654 sampai 0.4145.

Adapun korelasi tiap-tiap item pernyataan pada dimensi praktik berkisar

antara 0.3371 sampai 0.6998.

Pada penelitian ini, uji coba instrumen dilakukan pada tanggal 14-16

Mei tahun 2013. Uji coba dilakukan terhadap 40 orang perawat di Ruang

Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang. Lokasi tersebut sama

dengan lokasi penelitian, sehingga responden yang telah diteliti dalam uji

coba instrumen tidak termasuk responden dalam penelitian. Saat pertama kali

diuji, hasil korelasi tiap-tiap item pernyataan pada dimensi pengetahuan

berkisar antara -0.286 sampai 0.641. Nilai ini kemudian dibandingkan

dengan r tabel pada signifikan 5% dengan uji 2 sisi dan n=40, yaitu sebesar

0.304. Dari uji ini, item 2, 18, dan 23 dinyatakan tidak valid karena nilai

korelasi kurang dari 0.304 sehingga item-item ini tidak bisa digunakan.
48

Selanjutnya, dilakukan uji validitas yang kedua tanpa menggunakan item 2,

18, dan 23 menghasilkan suatu hasil korelasi tiap-tiap item pernyataan yang

berkisar antara 0.319 sampai 0.667. Adapun korelasi tiap-tiap item

pernyataan pada dimensi praktik berkisar antara 0.394 sampai 0.916 dan

semua item pernyataan pada dimensi ini dinyatakan valid karena nilai

korelasi pada semua item lebih dari 0.304. Jadi, kesimpulannya item 2, 18,

dan 23 pada dimensi pengetahuan dikeluarkan dari kuisioner karena dianggap

tidak valid sehingga total keseluruhan item pernyataan yang digunakan dalam

penelitian ini ada 43; 20 pada dimensi pengetahuan dan 23 pada dimensi

praktik.

2. Hasil Uji Reliabiitas

Setelah mengukur validitas, peneliti perlu mengukur reliabilitas data,

apakah alat ukur dapat digunakan atau tidak. Reliabilitas merupakan indeks

yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau

dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukan sejauh mana hasil pengukuran

itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap

gejala yang sama dengan menggunakan alat ukur yang sama. Pengukuran

reliabilitas menggunakan bantuan software computer dengan rumus Alpha

Cronbach. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha

Cronbach > 0,60 (Hidayat, 2007).

Penelitian sebelumnya (Henderson, 1996) menguji reliabilitas

instrumen ini dengan menghitung nilai Alpha Cronbach pada masing-masing

dimensi pengetahuan dan praktik perawatan inkontinensia urin. Reliabilitas


49

untuk dimensi pengetahuan adalah = 0.6312, sedangkan untuk dimensi

praktik adalah = 0.8965.

Pada penelitian ini, reliabilitas pada dimensi pengetahuan saat pertama

kali diuji menghasilkan nilai = 0.835. Selanjutnya, dilakukan uji reliabilitas

yang kedua pada dimensi pengetahuan tanpa menggunakan item 2, 18, dan 23

menghasilkan nilai = 0.872, sedangkan untuk dimensi praktik adalah =

0.971. Karena nilai Alpha Cronbach > 0,60, maka instrumen ini dianggap

reliabel, dapat dipercaya, dan dapat diandalkan.

F. Langkah-langkah Pengumpulan Data

1. Setelah proposal penelitian disetujui oleh penguji, peneliti mengajukan surat

permohonan ijin penelitian ke Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Peneliti menyerahkan surat permohonan ijin penelitian kepada Kepala Bidang

Pendidikan dan Pelatihan RSU Kabupaten Tangerang.

3. Setelah surat permohonan ijin penelitian disetujui oleh Direktur RSU

Kabupaten Tangerang, peneliti mengajukan permohonan ijin penelitian ke

Instalasi Rawat Inap RSU Kabupaten Tangerang.

4. Setelah ijin penelitian disetujui oleh Kepala Instalasi Rawat Inap RSU

Kabupaten Tangerang, peneliti diberikan surat pengantar penelitian oleh

Kepala Bidang Pendidikan dan Pelatihan dan Kepala Instalasi Rawat Inap

RSU Kabupaten Tangerang untuk diajukan ke masing-masing Kepala

Ruangan Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang.


50

5. Setelah ijin penelitian disetujui oleh Kepala Ruangan, peneliti terlebih dahulu

melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen pada 40 perawat yang

bekerja di Ruang Rawat Inap Dewasa.

6. Setelah instrumen dinyatakan valid dan reliabel, peneliti menyeleksi calon

responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.

7. Dengan menggunakan teknik simple random sampling, peneliti menentukan

calon responden sebanyak 46 perawat sesuai dengan besar sampel yang telah

ditentukan.

8. Setelah mendapatkan calon responden sesuai dengan kriteria yang telah

ditentukan, peneliti melakukan informed consent terhadap calon responden.

Jika calon responden bersedia menjadi responden, mereka dapat membaca

lembar persetujuan kemudian menandatanganinya.

9. Setelah responden menandatangani lembar persetujuan, responden

selanjutnya diberikan penjelasan mengenai cara pengisian kuisioner dan

responden dianjurkan bertanya apabila ada pertanyaan ataupun pernyataan

yang kurang jelas.

10. Waktu pengisian kuisioner selama kurang lebih 45 menit untuk masing-

masing respoden, sedangkan proses pengambilan data dilakukan selama 8

hari disesuaikan dengan kondisi di RSU Kabupaten Tangerang.

11. Responden diharapkan menjawab seluruh pertanyaan di dalam kuisioner,

setelah selesai lembar kuisoner dikembalikan kepada peneliti.

12. Kuisioner yang telah diisi selanjutnya diolah dan dianalisa oleh peneliti.
51

G. Etika Penelitian

Penelitian ini menggunakan manusia sebagai subjek sehingga tidak boleh

bertentangan dengan etik (Setiadi, 2007). Pada penelitian ini, peneliti meyakinkan

bahwa responden perlu mendapat perlindungan dari hal-hal yang merugikan

selama penelitian dengan memperhatikan aspek-aspek self determination, privacy,

anonymity, confidentially, dan protection from discomfort (Polit, 2006). Peneliti

juga membuat Informed Consent sebelum penelitian dilakukan. Berikut ini adalah

beberapa prinsip etik yang digunakan peneliti selama penelitian berlangsung:

a. Self Determination

Responden diberi kebebasan untuk menentukan apakah bersedia atau tidak

mengikuti kegiatan penelitian dengan sukarela setelah semua informasi yang

berkaitan dengan penelitian dijelaskan dengan menandatangani Informed

Consent yang telah disediakan.

b. Privacy

Peneliti juga menjaga kerahasiaan atas informasi yang diberikan responden

untuk kepentingan penelitian.

c. Anonymity

Selama kegiatan penelitian, nama responden dirahasiakan, sebagai gantinya

digunakan inisial dan nomor responden.

d. Confidentially

Peneliti menjaga kerahasiaan identitas responden dan informasi yang

diberikan. Semua catatan dan data responden disimpan sebagai dokumentasi

penelitian.
52

e. Protection from Discomfort

Kenyamanan responden selama penelitian dijamin. Peneliti menekankan

kenyamanan responden selama mengikuti penelitian. Jika responden merasa

tidak nyaman, peneliti mempersilakan responden untuk menghentikan

partisipasinya.

H. Pengolahan data

Hidayat (2007) mengungkapkan bahwa dalam penelitian terdapat langkah-

langkah pengolahan data yang harus ditempuh. Adapun tahap-tahap pengolahan

data meliputi:

1. Editing

Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan

data atau setelah data terkumpul. Kegiatan yang dilakukan dalam editing

adalah pengecekan dari sisi kelengkapan, relevansi, dan konsistensi jawaban.

Kelengkapan data diperiksa dengan cara memastikan bahwa jumlah kuisiner

yang terkumpul sudah memenuhi jumlah sampel minimal yang ditentukan dan

memeriksa apakah setiap pertanyaan dalam kuisioner sudah terjawab dan

jelas. Relevansi dan konsistensi jawaban diperiksa dengan cara melihat apakah

ada data yang bertentangan dengan data lain.

2. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data

yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila

pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam

pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code
53

book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari

suatu variabel. Dalam coding, data yang berbentuk huruf diubah menjadi data

berbentuk angka atau bilangan. Misal, untuk jawaban Tidak Pernah diberi

kode 0, jawaban Kadang-kadang diberi kode 1, dan seterusnya.

3. Entry

Entry merupakan kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam

master tabel atau data base komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi

sederhana atau bisa dengan membuat tabel kontingensi. Program untuk

analisis data : SPSS, Epi Info, Epi Data, dan lain-lain.

4. Melakukan teknik analisis

Dalam melakukan teknik analisis, khusunya terhadap data penelitian akan

menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang

hendak dianalisis. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitik,

sehingga analisis yang digunakan statistika inferensial (menarik kesimpulan)

yaitu statistika yang digunakan untuk menyimpulkan parameter (populasi)

berdasarkan statistik (sampel) atau lebih dikenal dengan proses generalisasi

dan inferensial.

I. Analisis Data

Setelah dilakukan proses pengolahan/manajemen data, langkah selanjutnya

adalah melakukan proses analisis data. Tujuan analisis data adalah agar data yang

dikumpulkan memiliki arti/makna yang dapat berguna untuk mengatasi masalah

kesehatan. Adapun analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari

dua tahap yaitu:


54

1. Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan suatu analisis untuk mendeskripsikan masing-

masing variabel yang diteliti. Pada penelitian ini analisis univariat

menggunakan analisis persentase dari seluruh responden yang diambil dalam

penelitian, dimana akan menggambarkan bagaimana komposisinya ditinjau

dari beberapa segi sehingga dapat dianalisis karakteristik responden. Analisis

univariat dilakukan untuk menganalisis variabel-variabel karakteristik

individu yang ada secara deskriptif dengan menggunakan distribusi frekuensi

dan proporsinya. Analisis univariat pada penelitian ini dilakukan pada

variabel penelitian yang meliputi: 1) Karakteristik perawat yang terdiri dari

umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan lama kerja; 2) Pengetahuan

perawat tentang inkontinensia urin; 3) Praktik perawatan inkontinensia urin.

2. Analisis Bivariat

Tujuan analisis bivariat adalah diagnosis data dan uji hipotesis dua variabel.

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel

independen dan dependen, yaitu hubungan pengetahuan perawat terhadap

praktik perawatan inkontinensia urin di RSU Kabupaten Tangerang. Teknik

analisis dilakukan dengan uji korelasi Spearman dengan menggunakan derajat

kepercayaan 95 % dengan 5%, sehingga jika nilai P (p value) < 0,05 berarti

hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan) atau menunjukkan ada

hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, dan apabila

nilai p value > 0,05 berarti hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau

tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen..

Uji korelasi Spearman adalah uji statistik yang ditujukan untuk mengetahui
55

hubungan antara dua atau lebih variabel berskala Ordinal. Asumsi uji korelasi

Spearman adalah: (1) Data tidak berdistribusi normal dan (2) Data diukur

dalam skala Ordinal. Adapun rumus uji korelasi Spearman adalah:

di mana:

Sedangkan cara mengintepretasikan sejauh mana hubungan kedua variabel

independen dan dependen berdasarkan koefisien korelasi adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.1 Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi Versi de Vaus

Koefisien Kekuatan hubungan


0.00 Tidak ada hubungan
0.01-0.09 Hubungan kurang berarti
0.10-0.29 Hubungan lemah
0.30-0.49 Hubungan moderat
0.50-0.69 Hubungan kuat
0.70-0.89 Hubungan sangat kuat
>0.90 Hubungan mendekati sempurna
Interpretasi tersebut berlaku sama pada hubungan positif (+) dan
negatif (-)
Sumber: de Vaus, Survey in Social Research, 5th Ed, 2002

J. Penyajian Data

Dalam penelitian ini, data disajikan dalam bentuk tabulasi yang kemudian

dijabarkan dalam bentuk tulisan.


BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Profil RSU Kabupaten Tangerang

1. Sejarah

Rumah Sakit Umum (RSU) Kabupaten Tangerang didirikan pada

tahun 1928, berlokasi di sebuah ruangan bui (penjara) yang bekas

lahannya sekarang menjadi lokasi Masjid Agung Al-Ittihad dengan

kapasitas perawatan 12 tempat tidur (TT). Pada tahun 1932, RS ini pindah

ke Jl. Daan Mogot No. 3 dengan 40 kapasitas TT. Pada Tanggal 5 Mei

1964, RSU pindah dari Jl. Daan Mogot ke Jl. A. Yani No. 9 menggunakan

gedung bekas Sekolah Djuru Keperawatan (SDK) sebagai tempat

perawatan dengan 60 TT, dan penambahan gedung kantor untuk Tata

Usaha, Poliklinik Umum, Poliklinik Bedah, Apotik dan Laboratorium.

Pada tanggal 15 Desember 1993, status RSU Tangerang ditingkatkan dari

kelas C menjadi kelas B non pendidikan dengan kapasitas pada saat itu

sebanyak 337 TT.

Dengan Keputusan Bupati Tangerang No.445/Kep.113-HUK/2008,

RSU Kabupaten Tangerang ditetapkan sebagai penyelenggara Pola

Pengelola Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD)

Kabupaten Tangerang dengan status BLUD penuh. Setelah dikembangkan

secara bertahap saat ini RSU Tangerang mempunyai bangunan dengan

luas keseluruhan 24.701 m di atas tanah 41.615 m (denah terlampir),

memiliki fasilitas perawatan dengan 426 TT, serta 27 jenis keahlian

dengan jumlah karyawan 1065 orang.

56
57

2. Gambaran Umum RSU Kabupaten Tangerang

RSU Kabupaten Tangerang adalah Rumah Sakit Umum milik

Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang, yang berlokasi di Wilayah Kota

Tangerang, tepatnya di Jl. Jenderal A.Yani No.9 Tangerang. RSU

Kabupaten Tangerang merupakan Tipe RS Kelas B Non Pendidikan

dengan fasilitas :

a. Jumlah Tempat Tidur sebanyak 426 TT

b. Rawat Darurat 24 Jam

c. Rawat Jalan dengan 27 Pelayanan Spesilistik dan 7 Sub Spesilistik

d. Medical Check-up

e. Kamar Bedah dengan 11 Kamar Operasi

f. Kamar Bersalin dengan 22 buah Tempat Tidur

g. Hemodialisa dengan jumlah 18 Tempat Tidur dan alat

h. Pusat Thalassaemia dengan jumlah 4 Tempat Tidur dan alat

i. Ruang Isolasi Pasien Flu Burung

j. Klinik Bougenville

k. Pelayanan Penunjang Medis (Laboratorium, Radiologi, Farmasi, CT-

Scan, PA, USG, EEG, EKG, Treadmill, Spirometri dll)

l. Penunjang Lainnya (Ambulans, Kereta Jenazah, dll)

3. Visi, Misi, Motto, dan Nilai

a. Visi RSU Kabupaten Tangerang

Menjadi RS Rujukan yang bermutu dan terjangkau bagi seluruh

masyarakat Tangerang.
58

b. Misi

Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh

organisasi sebagai penjabaran visi yang telah ditetapkan untuk

mencapai tujuan organisasi maka misi RSU Kabupaten Tangerang

yang dirumuskan adalah:

1) Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan

individu

2) Membangun sistem manajemen RS yang efektif dan efisien

c. Motto

Motto RSU Tangerang adalah "BERTEMU KASIH" (Bersih, Tertib,

berMutu, dan Kasih Sayang).

1) BERSIH mempunyai arti :

a) Bertanggungjawab terhadap kebersihan lingkungan kerja dan

kebersihan pasien.

b) Menjaga kebersihan diri dan berpenampilan menarik.

c) Mempunyai pemikiran yang ikhlas terhadap pekerjaan.

d) Mengajak orang lain untuk menjaga kebersihan.

e) Memelihara fasilitas kerja agar tetap bersih dan rapih

2) TERTIB mempunyai arti :

a) Bekerja sesuai dengan prosedur tetap dan standar pelayanan

RSU Kabupaten Tangerang dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

b) Memelihara dan memanfaatkan fasilitas kerja dengan sebaik-

baiknya.
59

c) Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan

urutan pendaftaran.

d) Kunjungan keluarga pasien (bezuk) sesuai dengan waktu

yang telah ditetapkan

3) MUTU mempunyai arti :

a) Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya berdasarkan

protap dan standar pelayanan yang berlaku untuk

meningkatkan mutu pelayanan kepada pasien maupun kepada

pengunjung lainnya.

b) Berupaya meningkatkan kemampuan dan keterampilan sesuai

dengan perkembangan IPTEK.

c) Selalu menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan.

d) Aktif mengikuti kegiatan Gugus Kendali Mutu (GKM)

4) KASIH SAYANG mempunyai arti :

a) Memberikan perhatian penuh kasih sayang kepada

penderita/keluarganya untuk mengurangi penderitaan yang

dialami dan meningkatkan motivasi untuk sembuh.

b) Empati terhadap keluhan pasien/keluarganya.

c) Berbicara dengan suara yang jelas, mudah dimengerti dan

sopan.

d. Nilai Budaya Kerja

Nilai-nilai yang harus dianut dan diterapkan dalam sikap dan perilaku

seluruh jajaran pegawai RSU Kabupaten Tangerang dalam

menjalankan semua kegiatan, di antaranya:


60

1) C: Cakap (Competent)

2) A: Akuntabel

3) R: Responsif

4) E: Efisien

4. Instalasi Rawat Inap

RSU Kabupaten Tangerang memiliki 18 ruang perawatan dengan

jumlah kapasitas 426 tempat tidur, yang terdiri dari Kelas VIP, Kelas I,

Kelas II, Kelas III dan ruang perawatan intensif (ICU). Selain itu, terdapat

pula paviliun khusus di Instalasi Khusus Wijaya Kusuma dengan

kapasitas 39 tempat tidur. Masing-masing ruangan memiliki fasilitas yang

berbeda-beda tergantung pada tingkatan kelasnya (fasilitas pelayanan

terlampir). Adapun jumlah perawat yang bekerja di instalasi ini sebanyak

226 orang perawat, 121 diantaranya di Ruang Rawat Dewasa.

5. Instalasi Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT)

Instalasi Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) RSU Kabupaten Tangerang

ini mempunyai tugas pokok yaitu "Melaksanakan kegiatan pendidikan

dan pelatihan yang meliputi kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi

pegawai rumah sakit sendiri dan Instalasi di luar rumah sakit termasuk

dari FKUI, FKGUI, Akademi Perawat dan Sekolah Perawat Kesehatan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan memanfaatkan sumber daya

secara efektif dan efisien". Adapun kegiatan pelatihan, kursus, serta

simposium yang dilaksanakan melalui Instalasi Diklat pada tahun 2012

dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut:


61

Tabel 5.1
Rekapitulasi Kegiatan Pelatihan, Kursus, serta Simposium oleh Instalasi
Diklat RSU Kabupaten Tangerang Tahun 2012

No. Kegiatan Volume Peserta


1 Presentasi PPDS 37 531
2 Konferensi Kematian 0 0
3 Seminar 37 65
4 Pelatihan 57 135
5 Presentasi 0 0
6 Diskusi Kasus 0 0
7 Kongres 2 2
8 Pertemuan 13 39
9 Sosialisasi 4 7
10 Pembicara 18 27
Jumlah 168 806
Sumber: Instalasi DIKLAT, 2012

Tabel 5.1 di atas menunjukkan bahwa seminar/pelatihan kesehatan

memang sudah sering dilakukan di RSU Kabupaten Tangerang. Akan

tetapi, pihak DIKLAT mengakui bahwa belum pernah dilakukan

seminar/pelatihan yang spesifik membahas inkontinensia urin.

B. Hasil Preeliminary Analysis

Sebelum dilakukan analisis univariat maupun bivariat, kenormalan

data terlebih dahulu diuji. Uji normalitas ini digunakan untuk melihat apakah

data berdistribusi normal atau tidak. Jika nilai Kolmogorov Smirnov <0.05

maka data diasumsikan tidak berdistribusi normal, begitu sebaliknya. Berikut

ini adalah hasil uji normalitas pada masing-masing variabel penelitian:


62

Tabel 5.2
Hasil Uji Normalitas Data

Variabel Kolmogorov Smirnov (KS) Distribusi Data


Jenis kelamin 0.000 Tidak normal
Umur 0.001 Tidak normal
Pendidikan 0.000 Tidak normal
Lama kerja 0.020 Tidak normal
Pengetahuan 0.000 Tidak normal
Praktik 0.000 Tidak normal

Dari tabel 5.2 di atas, data dari semua variabel diasumsikan tidak

berdistribusi normal karena KS <0.05 sehingga analisis selanjutnya

menggunakan uji statistik non parametrik. Pada penelitian ini, variabel yang

dihubungkan adalah variabel pengetahuan (dependen) dan praktik

(independen). Kedua variabel tersebut berskala ordinal sehingga uji non

parametrik yang digunakan untuk analisis bivariat adalah Spearman Rank.

C. Hasil Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menganalisis variabel-variabel

karakteristik individu yang ada secara deskriptif dengan menggunakan

distribusi frekuensi dan proporsi. Analisis univariat pada penelitian ini

dilakukan pada variabel penelitian yang meliputi: karakteristik perawat yang

terdiri dari umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan lama kerja;

pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin; dan praktek perawatan

inkontinensia urin.

1. Karakteristik Perawat di RSU Kabupaten Tangerang

Pada penelitian ini, karakteristik perawat yang dianalisis adalah

sebagai berikut:
63

a. Jenis Kelamin

Pengelompokan responden berdasarkan kategori jenis kelamin

digambarkan pada tabel 5.3 berikut:

Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin di Ruang
Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang Mei 2013
(n=46)

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase


Lali-laki 7 15.2%
Perempuan 39 84.8%
Total 46 100.0%

Tabel 5.3 menunjukkan hasil bahwa sebagian besar responden

berjenis kelamin perempuan, yaitu sebesar 84.8 %, sedangkan

responden laki-laki hanya sebesar 15.2 %.

b. Usia

Rata-rata usia responden adalah 33 tahun dengan usia termuda

26 tahun dan tertua 45 tahun. Usia responden terbanyak adalah 30

tahun dengan standar deviasi 5.158. Hal tersebut bisa dilihat pada

tabel 5.4 berikut ini:

Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia di Ruang Rawat Inap
Dewasa RSU Kabupaten Tangerang Mei 2013
(n=46)

Usia (tahun) Frekuensi Persentase


26-30 22 47.8%
31-35 11 23.9%
35-40 9 19.6%
41-45 4 8.7%
Total 46 100.0%
64

Tabel 5.4 di atas menunjukkan hasil bahwa sebagian besar

responden berada pada rentang usia 26-30 tahun, yaitu sebesar 47.8%.

c. Pendidikan

Sebagian besar perawat yang menjadi responden berlatar

belakang pendidikan Diploma 3 Keperawatan, yakni sebesar 91.3%.

Hal ini bisa dilihat pada tabel 5.5 berikut:

Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan di Ruang Rawat
Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang Mei 2013
(n=46)

Pendidikan Frekuensi Persentase


D3 Keperawatan 42 91.3%
S1 Keperawatan 4 8.7%
Total 46 100.0%

d. Lama Kerja

Dari hasil pengumpulan data, rata-rata responden telah bekerja

di RSU Tangerang selama 9 tahun dengan lama kerja berkisar antara

3-23 tahun. Hal tersebut sesuai dengan tabel 5.6 berikut ini:

Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama Kerja di Ruang Rawat
Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang Mei 2013
(n=46)

Lama Kerja Frekuensi Persentase


Baru (5 tahun) 15 32.6%
Sedang (6-10 tahun) 14 30.4%
Lama (11 tahun) 17 37.0%
Total 46 100.0%
65

Tabel 5.6 di atas menunjukkan hasil bahwa sebagian besar

responden telah bekerja selama 11 tahun, yaitu sebesar 37.0%.

2. Pengetahuan Perawat tentang Inkontinensia Urin di RSU Kabupaten

Tangerang

Pengelompokan responden berdasarkan kategori pengetahuan bisa

dilihat pada tabel 5.7 berikut ini:

Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan di Ruang
Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang Mei 2013
(n=46)

Pengetahuan Frekuensi Persentase


Baik 8 17.4%
Cukup 30 65.2%
Kurang 8 17.4%
Total 46 100.0%

Dari seluruh perawat yang menjadi responden dalam penelitian

ini, 8 di antaranya berpengetahuan baik (17.4%), 30 berpengetahuan

cukup (65.2%), dan 8 dinyatakan berpengetahuan kurang (17.4%). Tabel

di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki

pengetahuan cukup tentang inkontinensia urin, yaitu sebesar 65.2%.

3. Praktik Perawatan Inkontinensia Urin di RSU Kabupaten

Tangerang

Praktik perawatan inkontinensia urin dikategorikan menjadi 3,

yaitu baik, cukup, dan kurang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

sebagian besar responden masuk dalam kategori cukup dalam melakukan

praktik perawatan inkontinensia urin, yakni sebesar 24 responden


66

(52.2%), sedangkan yang masuk dalam kategori praktik baik sebesar 19

responden (41.3%), dan yang berkategori praktik kurang sebesar 3

responden (6.5%). Hal ini bisa dilihat pada tabel 5.8 berikut ini:

Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Praktik di Ruang Rawat
Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang Mei 2013
(n=46)

Praktik Frekuensi Persentase


Baik 19 41.3%
Cukup 24 52.2%
Kurang 3 6.5%
Total 46 100.0%

D. Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis data dari dua

variabel yang berbeda. Analisis bivariat pada penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan perawat tentang

inkontinensia urin terhadap praktik perawatan inkontinensia urin di RSU

Kabupaten Tangerang. Teknik analisis dilakukan dengan uji korelasi

Spearman.

1. Hubungan antara Pengetahuan Perawat tentang Inkontinensia


Urin dan Praktik Perawatan Inkontinensia Urin di RSU
Kabupaten Tangerang

Tabel 5.9
Korelasi Pengetahuan dan Praktik Perawatan Inkontinensia Urin di
Ruang Rawat Inap Dewasa RSU Kabupaten Tangerang Mei 2013
(n=46)

Praktik p-
Total r
Pengetahuan Baik Cukup Kurang value
N % N % N % N % 0.035 0.311
Baik 7 87.5 1 12.5 0 0 8 100
Cukup 9 30.0 19 63.3 2 6.7 30 100
Kurang 3 37.5 4 50.0 1 12.5 8 100
Total 19 41.3 24 52.2 3 6.5 46 100
67

Dari tabel 5.9 di atas, hasil uji statistik didapatkan nilai p value =

0.035. Hal tersebut menunjukan ada hubungan antara variabel

pengetahuan dengan variabel praktik perawatan inkontinensia urin (p <

0.05). Dari hasil koefisien korelasi diketahui r = 0.311. Hal itu berarti

hubungan antara kedua variabel merupakan hubungan yang

moderat/sedang karena berada pada rentang koefisian korelasi antara 0.30-

0.49. Korelasi tersebut signifikan pada level 0.05 (2-tailed). Sementara

itu, koefisien korelasi dalam penelitian ini bernilai positif, artinya

hubungan antara variabel pengetahuan dengan variabel praktik merupakan

hubungan yang sebanding, dimana pengetahuan yang baik disertai dengan

praktik yang baik, pengetahuan yang cukup disertai dengan praktik yang

cukup, begitu pula pengetahuan yang kurang juga disertai dengan praktik

yang kurang.
BAB VI

PEMBAHASAN

Pembahasan pada penelitian ini difokuskan pada pembahasan tentang

karakteristik perawat, pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin, praktik

perawatan inkontinensia urin, serta hubungan antara pengetahuan perawat tentang

inkontinensia urin terhadap praktik perawatan inkontinensia urin di RSU

Kabupaten Tangerang. Pada akhir pembahasan, peneliti juga menyertakan

keterbatasan dari penelitian ini.

A. Analisis Univariat

1. Gambaran Karakteristik Perawat di RSU Kabupaten Tangerang

a. Jenis Kelamin

Green (1980, dalam Notoatmodjo 2007) menyatakan bahwa

jenis kelamin termasuk predisposing factor terjadinya perubahan

perilaku seseorang. Hal ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan jenis

kelamin mungkin bisa mempengaruhi seseorang dalam melakukan

pekerjaan sehingga perlu diukur.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar

responden berjenis kelamin perempuan, yaitu sebesar 84.8 %,

sedangkan responden laki-laki hanya sebesar 15.2 %.

Hal ini menggambarkan bahwa terdapat perbedaan proporsi

yang signifikan antara perawat laki-laki dan perempuan. Hal ini

mungkin disebabkan karena minat perempuan di bidang keperawatan

68
69

lebih besar dibanding laki-laki. Meskipun demikian, tugas dan

tanggung jawab antara perawat laki-laki dan perempuan dalam

melakukan perawatan inkontinensia urin tetaplah sama.

Seorang perawat dikatakan profesional ketika dirinya mampu

mengasuh, merawat, dan melindungi pasien secara komprehensif,

melakukan aktifitas keperawatan sesuai dengan kode etik

keperawatan, serta memberikan pelayanan/asuhan keperawatan pada

berbagai jenjang pelayanan keperawatan (Kusnanto, 2004). Hal itu

berlaku baik untuk perawat laki-laki maupun perempuan.

b. Usia

Usia merupakan salah satu faktor yang cukup dominan

terhadap pembentukan kerja seseorang. Menurut Gibson (1997), umur

sebagai sub variabel demografik mempunyai efek tidak langsung pada

perilaku kerja individu. Begitu juga halnya dengan yang dikatakan

Siagian (2002) bahwa semakin meningkatnya usia seseorang maka

kedewasaan teknis dan psokologinya semakin meningkat. Ia akan

semakin mampu mengambil keputusan, semakin bijaksana, semakin

mampu berpikir secara rasional, mengendalikan emosi, dan toleran

terhadap pendapat orang lain.

Hasil statistik pada penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata

usia responden adalah 33 tahun dengan usia termuda 26 tahun dan

tertua 45 tahun. Usia responden terbanyak adalah 30 tahun dengan

standar deviasi 5.158. Semua responden pada penelitian ini berada


70

pada rentang usia dewasa dimana tingkat produktifitasnya juga tinggi.

Hal ini sesuai dengan ketentuan Depkes (2009) yang mengemukakan

bahwa usia 15-64 merupakan usia produktif bagi warga negara

Indonesia. Meski semua responden berada pada rentang usia

produktif, perbedaan usia harus tetap diperhatikan. Dalam hal ini,

perawat yang mempunyai usia lebih tua diharapkan memberi contoh

yang baik bagi yang lebih muda karena mereka dianggap lebih

berpengalaman, khususnya dalam hal memberikan asuhan

keperawatan.

Hal ini sesuai dengan penyataan Masloch (1982, dalam Nasir,

2008) bahwa pekerja yang lebih tua cenderung lebih stabil, lebih

matang, mempunyai pandangan yang lebih seimbang terhadap

kehidupan sehingga tidak mudah mengalami tekanan mental atau

ketidakberdayaan dalam pekerjaan. Sebaliknya, pekerja yang lebih

muda cenderung mengalami ketidakberdayaan yang lebih tinggi bila

dibandingkan dengan pekerja yang lebih tua. Hal tersebut dapat tejadi

dikarenakan pekerja yang lebih muda cenderung memiliki

pengalaman kerja yang kurang jika dibandingkan dengan pekerja yang

lebih tua.

c. Pendidikan

Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa tingkat pendidikan

mempengaruhi kesadaran akan pentingnya arti kesehatan baik pada

diri sendiri maupun pada lingkungannya yang dapat mendorong


71

kebutuhan akan pelayanan kesehatan, termasuk halnya dengan

pelayanan terhadap perawatan pasien dengan inkontinensia urin.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan

proporsi yang signifikan terkait latar belakang pendidikan. Sebagian

besar perawat yang menjadi responden berlatar belakang pendidikan

D3 Keperawatan, yakni sebesar 91.3%, sedangkan 8.7% lainnya

berlatar belakang S1 Keperawatan.

Jumlah responden berlatar belakang S1 Keperawatan yang

masih sangat minimal diharapkan dapat menjadi agent of change,

social control, dan supervisor dalam pelaksanaan asuhan keperawatan,

termasuk perawatan inkontinensia urin. Hal ini mengingat bahwa

lulusan Pendidikan Akademik (S1 Keperawatan) diarahkan terutama

pada penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu keperawatan.

Sementara itu, Pendidikan Vokasi (Diploma Keperawatan) diarahkan

terutama pada kesiapan penerapan dan penguasaan keahlian

keperawatan tertentu sebagai perawat. Hal tersebut mengacu kepada

UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (PPNI,

2013).

Namun, dewasa ini ilmu dan pengetahuan tidak hanya

diperoleh dari pendidikan formal. Adanya kemudahan dalam

mendapatkan informasi dari berbagai sumber melalui media promosi

kesehatan, internet, seminar, atau pelatihan juga dapat meningkatkan

pengetahuan. Oleh karena itu, semua perawat baik S1 maupun D3

mempunyai kesempatan yang sama dalam memperoleh pengetahuan


72

tentang inkontinensia urin dan perawatannya. Informasi yang

diperoleh baik dari pendidikan formal maupun informal dapat

memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga

menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan

(Notoatmodjo, 2005).

d. Lama Kerja

Siagian (2002) menyatakan bahwa semakin lama seseorang

bekerja dalam suatu organisasi, semakin tinggi pula produktifitasnya,

karena semakin berpengalaman dan memiliki ketrampilan tinggi

dalam menyelesaikan tugas. Begitu juga halnya dengan yang

diungkapkan Robbins (2006) bahwa terdapat suatu hubungan yang

positif antara senioritas dengan produktifitas pekerjaan.

Dari hasil pengumpulan data, rata-rata responden telah bekerja

di RSU Tangerang selama 9 tahun dengan lama kerja berkisar antara

3-23 tahun, dan sebagian besar responden telah bekerja selama 11

tahun, yaitu sebesar 37.0%. Dalam hal ini, perawat yang sudah senior

diharapkan mampu memberikan pengaruh yang positif terhadap

perawat yang baru bekerja, baik dalam hal peningkatan pengetahuan

maupun pelaksanaan asuhan keperawatan tentang inkontinensia urin.

Hal tersebut senada dengan pemikiran Susilo (1990, dalam

Nasir, 2008) bahwa karyawan senior menunjukkan adanya kesetiaan

yang tinggi dari karyawan yang bersangkutan pada organisasi dimana


73

mereka bekerja. Mereka bisa menjadi role model yang baik bagi para

pekerja pemula serta memiliki loyalitas yang tinggi dalam bekerja.

2. Gambaran Pengetahuan Perawat tentang Inkontinensia Urin di RSU

Kabupaten Tangerang

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu melalui

indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba (Notoatmodjo,

2007). Sedangkan pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin

didefinisikan sebagai penguasaan dan pemahaman perawat yang diperoleh

dari fakta atau informasi tentang inkontinensia urin (Henderson, 1996).

Notoatmodjo (2007) berpendapat bahwa pengetahuan yang

dimiliki seseorang tidaklah sama, melainkan bertingkat-tingkat dimana hal

tersebut tergantung pada upaya untuk mempelajarinya lebih dalam.

Adanya variasi pengetahuan menunjukkan pengetahuan seseorang

dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: tingkat pendidikan,

informasi, budaya pengalaman, dan sosial ekonomi.

Hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar responden

(62.5%) memiliki pengetahuan yang cukup tentang inkontinensia urin,

17.4% diantaranya berpengetahuan baik, dan 17.4% lagi dinyatakan

berpengetahuan kurang. Pengetahuan yang cukup tersebut bisa

dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: pendidikan, masa kerja,

pengalaman, minat, dan sumber informasi (Notoatmodjo, 2007). Dari segi

pendidikan, sebagian besar responden telah memnempuh pendidikan D3


74

Keperawatan sehingga mereka sudah familiar dengan istilah inkontinensia

urin. Dari segi pengalaman dan lama kerja, sebagian besar responden telah

bekerja selama 11 tahun (37.0%). Pengalaman merupakan suatu kejadian

yang pernah dialami oleh individu baik dari dalam dirinya maupun dari

lingkungannya. pengalaman nantinya akan melekat menjadi pengetahuan

pada individu secara subjektif sehingga semakin banyak pengalaman

tentunya pengetahuan yang didapat juga semakin banyak. Dari segi

informasi, kemudahan dalam mendapatkan informasi dari berbagai sumber

melalui media promosi kesehatan atau internet juga dapat meningkatkan

pengetahuan.

Tingkat pengetahuan responden tersebut kemudian dapat dijadikan

sebagai dasar dalam pelaksanaan praktik perawatan inkontinensia urin

pasien di rumah sakit. Hal ini terjadi karena pengetahuan merupakan

bekal yang paling esensial dalam pembentukan perilaku seseorang.

Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Saxer et al

(2008). Saxer (2008) tidak mengelompokkan pengetahuan perawat

tentang inkontinensia urin ke dalam kategori baik, cukup, dan kurang,

melainkan hanya melihat persentase jawaban benar. Hasil penelitian Saxer

et al (2008) menunjukkan bahwa 96-98% dari perawat menjawab dengan

benar pada tiga item pernyataan berikut: inkontinensia urin dapat lebih

sering terjadi pada saat bersin, batuk dan berjalan, stroke dapat

menyebabkan inkontinensia, toilet training dapat memperbaiki

inkontinensia pada pasien lansia yang membutuhkan perawatan. Sekitar


75

85% dari perawat tidak tahu jawaban yang tepat untuk pernyataan:

perempuan lebih sering mengalami inkontinensia daripada laki-laki,

lebih dari 80% penduduk di panti jompo menderita inkontinensia urin.

Adapun berdasarkan hasil penelitian ini, pernyataan dengan

jawaban benar tertinggi adalah pernyataan no.5 (pernyataan positif)

infeksi kandung kemih dapat menyebabkan inkontinensia urin. 100%

responden menjawab benar pada item no.5. Sementara itu, pernyataan

dengan jawaban benar terendah adalah penyataan no. 22 (pernyataan

negatif) persentase kejadian inkontinensia urin tipe stres hanya sebagian

kecil dari persentase semua tipe inkontinensia urin. Pada item ini, hanya

4 orang (8.69%) yang menjawab benar dan mengetahui bahwa persentase

kejadian inkontinensia urin tipe stres bukan merupakan sebagian kecil

dari persentase semua tipe inkontinensia urin.

Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa perawat

mempunyai pengetahuan yang cukup baik bahwa inkontinensia urin bisa

disebabkan oleh infeksi kandung kemih. Infeksi saluran kemih seperti

sistitis dan urethritis dapat menyebabkan iritasi kandung kemih sehingga

timbul frekuensi, disuria, dan urgensi yang mengakibatkan seseorang

tidak mampu mencapai toilet untuk berkemih (Doughty, 2006). Kejadian

infeksi saluran kemih ini pun sudah sangat familiar dan sering terjadi pada

pasien di RSU Kabupaten Tangerang sehingga mereka pun mampu

mengenali dampak dari kejadian tersebut, diantaranya inkontinensia urin.

Sejalan dengan hal tersebut, penelitian Maaike et al (2007) menunjukkan


76

bahwa infeksi saluran kemih merupakan komorbiditas inkontinensia urin

yang paling sering terjadi (OR=2.90) dibanding faktor komorbiditas lain

seperti: konstipsi, depresi, diabetes mellitus, gagal jantung, dan lainnya.

Sementara itu, responden kurang memahami hal-hal terkait

insidensi inkontinensia urin tipe stres. Berdasarkan penelitian meta-

analisis epidemiologi inkontinensia urin di dunia, inkontinensia stres

adalah jenis inkontinensia yang paling umum terjadi. Inkontinensia stres

diperhitungkan hampir setengah dari total prevalensi inkontinensia urin di

seluruh dunia (Diokno, 2003). Akan tetapi, hanya sebagian kecil

responden yang mengetahui hal tersebut. Peneliti mendapatkan bahwa

sebagian besar responden salah mengartikan inkontinensia tipe stres

sebagai akibat masalah psikologis padahal sebenarnya inkontinensia tipe

ini terjadi akibat peningkatan mendadak pada tekanan intra-abdomen,

cedera obstetrik, lesi kolum vesika urinaria, kelainan ekstrinsik pelvis,

fistula, disfungsi destrusor, kelainan kongenital seperti ekstrofi vesika

urinaria atau ureter ektopik, dan sejumlah keadaan lainnya (Lewis, 2011).

Hal ini menunjukkan bahwa responden kurang familiar dengan kejadian

inkontinensia urin tipe stres.

Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih

yang tidak terkendali atau terjadi di luar keinginan (Lewis et al., 2011).

Inkontinensia urin bukan merupakan hal baru di Indonesia, namun masih

beberapa perawat yang masuk kategori berpengetahuan kurang tentang

inkontinensia urin. Terbukti dari hasil penelitian terdapat 8 perawat


77

(17.4%) mempunyai pengetahuan yang kurang tentang inkontinensia urin.

Hal ini bisa disebabkan karena kurangnya pengalaman, kurangnya

informasi, kurangnya keinginan responden untuk mencari tahu tentang

inkontinensia urin, serta kurangnya partisipasi aktif dari pihak Manajemen

Rumah Sakit untuk mengadakan seminar, workshop, atau penyediaan

media informasi terkait inkontinensia urin.

Peneliti berpendapat bahwa pihak Manajemen Rumah Sakit perlu

mempertimbangkan secara aktif untuk melibatkan perawat dalam

mengembangkan pengetahuan tentang inkontinensia urin dan

perawatannya melalui seminar, simposium, lokakarya, atau membaca

jurnal tentang inkontinensia urin. Selain itu, perawat juga perlu melakukan

penyegaran mengenai perawatan inkontinensia urin. Dengan demikian,

penyegaran tersebut diharapkan menjadi wadah diskusi yang aktif antar

perawat. Selain itu, penyegaran juga bisa menjadi wadah berbagi

pengalaman yang nantinya akan menambah pengetahuan semua perawat.

3. Gambaran Praktik Perawatan Inkontinensia Urin di RSU

Kabupaten Tangerang

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), praktik

didefinisikan sebagai pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam

teori. Sementara praktik perawatan merupakan tindakan mandiri perawat

profesional melalui kerja sama bersifat kolaborasi dengan klien dan tenaga

kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup

wewenang dan tanggung jawabnya (Kusnanto, 2004). Dalam penelitian


78

ini, praktik perawatan yang dimaksud adalah praktik perawatan

inkontinensia urin. Agency for Health Care Policy and Research (AHCPR)

mendefinisikan praktik perawatan inkontinensia urin sebagai sumber daya

perilaku yang diidentifikasi sebagai tindakan yang diambil oleh perawat

yang relevan untuk merawat klien dengan inkontinensia urin (Henderson,

1996).

Perilaku yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu praktik perawatan

inkontinensia urin yang masih belum bisa peneliti observasi secara

langsung. Peneliti hanya mengajukan pertanyaan melalui kuisioner

mengenai praktik perawatan inkontinensia urin.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden

masuk dalam kategori cukup dalam melakukan praktik perawatan

inkontinensia urin, yakni sebesar 24 responden (52.2%). Sedangkan yang

masuk dalam kategori praktik baik sebesar 19 responden (41.3%) dan yang

berkategori praktik kurang sebesar 3 responden (6.5%). Lain halnya

dengan penelitian Zurcher (2011), prevalensi perawat yang mengenali dan

menyelesaikan masalah inkontinensia urin di ruang perawatan akut masih

sangat minimal, yaitu sebesar 24,4 %.

Sebagian besar responden dalam penelitian ini melakukan praktik

perawatan inkontinensia urin dengan cukup baik. Hal ini dapat disebabkan

adanya pengetahuan yang cukup tentang inkontinensia urin di kalangan

responden yang diteliti, sehingga ada kemampuan untuk melakukan

praktik perawatan inkontinensia urin. Domain praktik dalam pembentukan


79

suatu perilaku mempunyai nilai yang sangat penting karena pengetahuan

yang tinggi tidak akan berarti jika tidak diimbangi dengan pelaksanaan

yang baik .

Penelitian yang dilakukan di RSU Kabupaten Tangerang ini

menunjukkan bahwa masih ada 6.5% responden yang masuk dalam

kategori kurang dalam hal praktik perawatan inkontinensia urin. Faktor-

faktor yang menyebabkan perawat tidak melaksanakan perawatan

inkontinensia urin dengan baik, diantaranya: kurangnya kemampuan

perawat dalam mengenali kejadian inkontinensia urin pada pasien, perawat

mungkin masih tidak menganggap perawatan inkontinensia urin sebagai

bagian dari kewajiban tenaga keperawatan, bantuan toileting lebih sering

dilakukan oleh keluarga pasien, serta kurangnya pengetahuan terkait

pengkajian dan manajemen inkontinensia urin. Selain itu, berdasarkan

wawancara dengan beberapa Kepala Ruangan, mereka menyebutkan

bahwa belum ada Standart Operational Procedure (SOP) yang spesifik

terkait penatalaksanaan inkontinensia urin di RSU Kabupaten Tangerang.

Berdasarkan item pernyataan terkait praktik perawatan

inkontinensia urin, pernyataan dengan skor tertinggi adalah pernyataan

no.6 menyarankan pasien inkontinensia urin untuk menanyakan kondisiya

kepada dokter atau tenaga kesehatan lain. Hal tersebut dapat disimpulkan

bahwa responden senantiasa menyarankan kepada pasien untuk

menanyakan kondisinya kepada tenaga kesehatan karena setiap pasien

mendapatkan hak atas informasi tentang penyakitnya.


80

Sementara itu, pernyataan dengan skor terendah adalah penyataan

no. 23 menginisiasi penatalaksanaan inkontinensia urin, seperti bantuan

toileting, Kegel exercises, dan lain-lain. Sebenarnya sebagian besar

responden (97.83%) mengetahui bahwa inkontinensia urin bisa membaik

dengan penatalaksanaan yang tepat. Selain itu, 82.61% responden juga

mengetahui bahwa latihan otot panggul (Kegel Exercise) bisa membantu

menghentikan inkontinensia urin. Namun, pada praktiknya reponden jarang

menginisiasi penatalaksanaan inkontinensia urin, seperti bantuan toileting,

Kegel exercises, dan lain-lain. Hal ini mungkin disebabkan karena perawat

kurang terbiasa melakukan penatalaksanaan inkontinensia urin, bantuan

toileting lebih sering dilakukan oleh keluarga pasien, perawat belum

terlatih/terbiasa melakukan senam Kegel, serta kurangnya sarana dan

prasarana untuk melakukan senam Kegel.

B. Analisis Bivariat

1. Hubungan antara Pengetahuan Perawat tentang Inkontinensia Urin

dan Praktik Perawatan Inkontinensia Urin di RSU Kabupaten

Tangerang

Hasil uji statistik menunjukan ada hubungan moderat antara

variabel pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin dan variabel

praktik perawatan inkontinensia urin (p = 0.035, r = 0.311). Walaupun

kekuatan hubungan kedua variabel itu moderat, tetapi koefisien korelasi

dalam penelitian ini bernilai positif, artinya hubungan antara variabel

pengetahuan dengan variabel praktik merupakan hubungan yang


81

sebanding, dimana pengetahuan yang baik disertai dengan praktik yang

baik, pengetahuan yang cukup disertai dengan praktik yang cukup, begitu

pula pengetahuan yang kurang juga disertai dengan praktik yang kurang.

Praktik perawatan inkontinensia urin akan timbul dengan adanya

kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yaitu pengetahuan tentang

inkontinensia urin. Green (1980, dalam Notoatmodjo 2007) menyatakan

bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor predisposisi yang

mendasari perubahan perilaku seseorang. Hal senada juga diungkapkan

oleh WHO (1984, dalam Notoatmodjo 2007) bahwa pengetahuan

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku

yang dalam hal ini adalah praktik perawatan inkontinensia urin pada

pasien di rumah sakit.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Henderson

pada perawat di Texas (1996). Hasil uji statistik antara variabel

pengetahuan dan praktik pada penelitian Henderson (1996) diperoleh nilai

p = 0.033. Perawat melakukan perawatan inkontinensia urin dikarenakan

adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yaitu pengetahuan

tentang inkontinensia urin. Perawat yang memiliki pengetahuan cukup

tinggi mengenai inkontinensia urin meyakini bahwa perawatan

inkontinensia urin merupakan tanggung jawab yang harus dilaksanakan

oleh mereka. Sebaliknya, perawat yang berpengetahuan kurang, cenderung

tidak berkeinginan untuk melakukan perawatan inkontinensia urin dengan

baik. Beberapa faktor penghambat juga mempengaruhi pelaksanaan


82

perawatan inkontinensia yaitu, beberapa perawat mungkin masih tidak

menganggap perawatan inkontinensia urin sebagai bagian dari kewajiban

mereka, kurangnya sarana penunjang perawatan inkontinensia urin, atau

pasien yang merasa enggan/malu ketika ditanya tentang hal inkontinensia

urin.

Bloom (2003, dalam Notoatmodjo 2007) mengatakan bahwa

terbentuknya suatu perilaku baru, dimulai pada domain kognitif, dalam arti

subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau

objek, sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut dan

selanjutnya menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap subjek

terhadap objek yang diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan

menimbulkan respon lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan (action)

sehubungan dengan stimulus yang telah diketahui.

Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara

pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin dengan perawatan

inkontinensia urin pada pasien di RSU Kabupaten Tangerang. Oleh karena

itu, pihak rumah sakit perlu melakukan kegiatan-kegiatan

pembinaan/pelatihan/penyegaran guna meningkatkan pengetahuan serta

kesadaran dan tanggung jawab staf perawat dalam menangani masalah

inkontinensia urin pada pasien selama proses perawatan di rumah sakit.

Pengetahuan tersebut akan menjadi dasar yang kuat untuk menumbuhkan

suatu perilaku (tindakan).


83

Selain pengetahuan, ada beberapa faktor yang diasumsikan dapat

mempengaruhi praktik perawatan inkontinensia urin, seperti: sikap,

kepercayaan, nilai-nilai, fasilitas kesehatan, dan manajemen Rumah Sakit.

Faktor-faktor tersebut memang secara statistik tidak diuji. Hal ini mungkin

menjadi salah satu keterbatasan dalam penelitian ini. Akan tetapi, peneliti

menganggap bahwa semua faktor tersebut sebagian besar sudah homogen.

Responden berasal dari rumah sakit yang sama, yaitu RSU Kabupaten

Tangerang sehingga fasilitas yang tersedia (alat-alat, SOP, obat-obatan)

juga sama. Selain itu, semua responden juga berada di bawah manajemen

Rumah Sakit yang sama sehingga kepercayaan dan nilai-nilai yang

terbentuk sesuai dengan Visi, Misi, Motto, dan Nilai-nilai yang diterapkan

di RSU Kabupaten Tangerang. Visinya adalah menjadi RS rujukan yang

bermutu dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Tangerang. Misinya

adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan individu

dan membangun sistem manajemen RS yang efektif dan efisien.

Sedangkan motto RS adalah "BERTEMU KASIH" (Bersih, Tertib,

berMutu, dan Kasih Sayang). Sementara nilai-nilai yang harus dianut dan

diterapkan dalam sikap dan perilaku seluruh jajaran pegawai RSU

Kabupaten Tangerang dalam menjalankan semua kegiatan yaitu CARE

(Cakap (Competent), Akuntabel, Responsif, Efisien).

Dari pernyataan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pihak

manajemen RSU Kabupaten Tangerang juga perlu menyediakan fasilitas

penunjang kesehatan (termasuk SOP penatalaksanaan inkontinensia urin),

disamping melakukan seminar/pelatihan guna meningkatkan praktik


84

perawatan inkontinensia urin. Selain itu, pihak manajemen RS juga harus

senantiasa menekankan pelaksanaan visi, misi, motto, serta nilai-nilai yang

telah diterapkan di kalangan semua petugas RSU Kabupaten Tangerang.

C. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari adanya keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian

ini. Keterbatasan penelitian tersebut antara lain adalah sebagai berikut:.

1. Kuisioner yang digunakan murni diadopsi dari Urinary Incontinence

Scales yang dikembangkan oleh Henderson (1996), seorang peneliti asal

Texas. Kuisioner ini belum pernah dipergunakan pada penelitian-

penelitian tentang inkontinensia urin di Indonesia sehingga item-item

pernyataan yang dipakai belum distandarisasi sesuai dengan kondisi di

Indonesia

2. Adanya kemungkinan bias dalam penilaian praktik perawatan

inkontinensia urin pada pasien di rumah sakit. Hal ini dikarenakan peneliti

tidak mengobservasi secara langsung melainkan hanya mengajukan

pertanyaan melalui kuisioner.

3. Houthrone effect; subjek penelitian mengetahui bahwa dirinya sedang

diteliti sehingga dapat mempengaruhi jawaban responden.

4. Adanya kemungkinan bias pada hasil penelitian ini bahwa praktik

perawatan inkontinensia urin bisa jadi bukan hanya dipengaruhi oleh

pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin, melainkan bisa juga

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti: pengalaman, sikap,

kepercayaan, nilai-nilai, budaya, maupun fasilitas penunjang yang tersedia.


BAB VII

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan

dan dijabarkan pada bab-bab sebelumnya, kesimpulan yang dapat ditarik dari

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Gambaran karakteristik perawat di Ruang Rawat Inap Dewasa RSU

Kabupaten Tangerang yang menjadi responden dalam penelitian ini,

yaitu: persentase jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan masing-

masing sebesar 15.2% dan 84.8%, usia berkisar antara 26-45 tahun,

persentase pendidikan antara D3 dan S1 masing-masing sebesar 91.3%

dan 8.7%, dan lama kerja berkisar antara 3-23 tahun.

2. Sebagian besar responden (62.5%) memiliki pengetahuan yang cukup

tentang inkontinensia urin. Tingkat pengetahuan responden tersebut

dapat dijadikan dasar dalam pelaksanaan praktik perawatan

inkontinensia urin pasien di rumah sakit. Hal ini terjadi karena

pengetahuan merupakan bekal yang paling esensial dalam pembentukan

perilaku seseorang.

3. Sebagian besar responden (52.2%) melakukan praktik perawatan

inkontinensia urin dengan cukup baik. Hal ini dapat disebabkan adanya

pengetahuan yang cukup tentang inkontinensia urin di kalangan

responden yang diteliti sehingga ada kemampuan untuk melakukan

praktik perawatan inkontinensia urin. Domain praktik dalam

pembentukkan suatu perilaku mempunyai nilai yang sangat penting,

85
86

karena pengetahuan yang tinggi tidak akan berarti jika tidak diimbangi

dengan pelaksanaan yang baik.

4. Hasil uji statistik menunjukan ada hubungan moderat antara variabel

pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin dan variabel praktik

perawatan inkontinensia urin (p = 0.035, r = 0.311). Koefisien korelasi

yang bernilai positif berarti hubungan antara kedua variabel merupakan

hubungan yang sebanding, dimana pengetahuan yang baik disertai

dengan praktik yang baik, pengetahuan yang cukup disertai dengan

praktik yang cukup, serta pengetahuan yang kurang juga disertai dengan

praktik yang kurang. Praktik perawatan inkontinensia urin akan timbul

dengan adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yaitu

pengetahuan tentang inkontinensia urin.

B. Saran

1. Bagi Perawat

Inkontinensia urin merupakan masalah yang menjadi tanggung

jawab dan harus diselesaikan oleh tenaga kesehatan, khususnya perawat.

Oleh karena itu, para perawat diharapkan dapat meningkatkan motivasi,

kemampuan, ketrampilan, serta pengetahuan terkait inkontinensia urin

dan penatalaksanaannya. Selain itu, perawat juga diharapkan mampu

memberikan edukasi tentang inkontinensia urin kepada pasien dan

keluarga serta melakukan perawatan inkontinensia urin dengan baik

selama proses perawatan.


87

2. Bagi Rumah Sakit

Pihak rumah sakit perlu melakukan kegiatan-kegiatan

pembinaan/pelatihan guna meningkatkan pengetahuan serta kesadaran

dan tanggung jawab staf perawat dalam menangani masalah

inkontinensia urin pada pasien selama proses perawatan di rumah sakit.

Di samping itu, pihak manajemen RSU Kabupaten Tangerang juga perlu

menyediakan fasilitas penunjang kesehatan (termasuk SOP

penatalaksanaan inkontinensia urin).

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

a. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lebih

lanjut dan mendalam mengenai faktor-faktor lain yang berhubungan

dengan praktik perawatan inkontinensia urin seperti sikap dan

kepercayaan sehingga hasil penelitian yang didapatkan menjadi lebih

baik.

b. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengobservasi langsung

praktik perawatan inkontinensia urin sehingga hasil penelitian lebih

akurat.

c. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti pengetahuan dan

praktik perawatan inkontinensia urin spesifik pada anak-anak,

dewasa, lansia, atau kondisi-kondisi khusus, sehingga hasil

penelitian menjadi lebih baik.


PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG
RUMATI SAKTTUMUM
JL. JTND. A. YANI NO. 9 TAI\IGERANG
TELP. (02U 552350?, 5s12948, 5513?09 (Hunting) ra:r- (021) 5527104
Po. Box. 635 TNG 15111 TANGERANG

Tangerang, 02 Mei 2013

Kepada
Nomor : A7alQ2$1 -Diklat Yth. Wakil Dekan
Sifat Fakultas Kedokteran & Ilmu Kesehatan
Lampiran ;- Universitas Syarif Hidayatullah
Hal : Izin Penelitian
di-
Jakarta

Menindaklanjuti surat Saudara nomor Un.0l/F10/KM.01 .21159312013


tanggal 24 April20l3 perihal tersebut padapokok suratdiatas, makadengan ini
kami sampaikan bahu,a pada prinsipnya kami dapat menerima Saudara :

Nama : Walidatul Laili Mardiyah


NIM :109104000051
Program Studi : Ilmu Keperawatan.

Untuk melaksanakan Penelitian di Rumah Sakit Umum Kabupaten T'angerang.


Untuk kelancarun proses selanjutnya, dapat berhubungan langsung dengan Kepala
Seksi Diklat & Litbang Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang'

Demikian atas perhatiannya, kami sampaikan terima kasih.

Sakit Umum

201 1990012001
SI]RAT PENGAI\ITAR
( Seksi Diklat dan Litbang Rumah Sakit Umum Kabupaten Tangerang )

No. : 02 - Diklat
Tujuan . Penelitian

Ruang : Instalasi Rawat Inap

Nama : Walidatul Laili Mardliyah


Institusi : S1 Keperawatan UIN Jakarta

Tangerang, 13 Mei 2013


Ka. Sie /Ka. Inst/ Ka. SMFI Ka. Ru. Ka. Seksi Diklat & Litbang
R. ln.te
......,..t.. RSU Kabupaten Tangerang

^a' I
IJ
4vl{
lt
( ;." l,lc4 'cta sto 9V>? ) Plva Luh Gede Suparmini. S.SiT.MM.Kes
l\6 t tq&g o \ NrP 196109091982 102002

Tembusan:
1. Instalasi i bidang
2. Yang Bersangkutan
3. Arsip
Lampiran 2

INFORMED CONSENT
HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG INKONTINENSIA
URIN TERHADAP PRAKTIK PERAWATAN INKONTINENSIA URIN DI
RSU KABUPATEN TANGERANG

Assalamualaikum wr. wb.


Salam sejahtera,

Nama : Walidatul Laili Mardliyah


NIM : 109104000051

Saya mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan
sedang melaksanakan penelitian untuk penulisan skripsi sebagai tugas akhir untuk
menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep).
Dalam lampiran ini terdapat beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan
penelitian. Untuk itu saya harap dengan segala kerendahan hati agar kiranya
Bapak/ Ibu/ Saudara/i bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner
yang telah disediakan. Kerahasiaan jawaban Bapak/ Ibu/ Saudara/i akan dijaga
dan hanya diketahui oleh peneliti.
Kuesioner ini mohon diisi dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan apa yang
dipertanyakan sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang baik untuk
penelitian ini.
Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan partisipasi Bapak/ Ibu/
Saudara/i dalam pengisian kuesioner ini.
Apakah Bapak/ Ibu/ Saudara/i bersedia menjadi responden?
YA / TIDAK

Tertanda

Responden
Lampiran 3

KUISIONER
HUBUNGAN PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG INKONTINENSIA
URIN TERHADAP PRAKTIK PERAWATAN INKONTINENSIA URIN DI
RSU KABUPATEN TANGERANG

Tujuan :
Kuisioner ini dirancang untuk mengidentifikasi: Hubungan Pengetahuan Perawat
tentang Inkontinensia Urin terhadap Praktik Perawatan Inkontinensia Urin di
RSU Kabupaten Tangerang.

Petunjuk:
1. Bacalah pertanyaan dengan hati-hati sehingga dapat dimengerti
2. Setiap jawaban dimohon untuk dapat memberikan jawaban yang jujur
3. Harap mengisi pertanyaan yang ada dalam kuesioner ini, pastikan tidak
ada yang terlewat. Setiap nomor hanya disisi dengan satu jawaban.
4. Beri tanda ceklist () pada kotak pertanyaan bapak/ ibu yang anggap
benar.
5. Jika Bapak/ Ibu/ Saudara/i salah mengisi jawaban, coret/silang jawaban
tersebut dan beri tanda ceklist pada jawaban yang dianggap benar.
6. Bapak/ Ibu/ Saudara/i dapat bertanya langsung pada peneliti jika ada
kesulitan dalam menjawab isi kuesioner.

A. Data Demografi/Identitas :
1. Nomor responden : (diisi oleh peneliti)
2. Inisial responden :
3. Jenis Kelamin :
4. Umur : tahun
5. Pendidikan Terakhir :
6. Lama Bekerja :
7. Alamat :
B. Pernyataan mengenai pengetahuan perawat tentang inkontinensia urin
Petunjuk Pengisian:
- Beri tanda ceklist () pada kotak jawaban Ya jika pernyataan
dianggap benar
- Beri tanda ceklist () pada kotak jawaban Tidak jika pernyataan
dianggap salah
NO PERNYATAAN Ya Tidak
1 Pada sebagian besar pasien, inkontinensia urin membaik dengan
penatalaksanaan yang tepat
2 Minum 3 gelas cairan per hari adalah cara aman untuk
menurunkan kejadian inkontinensia urin
3 Saat bangun/sadar, sebagian besar orang perlu mengosongkan
kandung kemihnya setiap 2-4 jam
4 Inkontinensia stres disebabkan oleh masalah psikologis
5 Infeksi pada kandung kemih dapat menyebabkan inkontinensia
urin
6 Inkontinensia urin bisa terjadi ketika seseorang mendengar
gemericik air, berjalan menuju kamar mandi, atau saat
memasuki rumah
7 Pasien pria mungkin merasa menderita akibat inkontinensia urin
setelah operasi prostat
8 Inkontinensia urin lebih sering terjadi saat bersin, batuk, atau
berjalan
9 Pengobatan yang tepat dapat mengatasi inkontinensia urin
10 Sebagian besar wanita lebih sering mengalami inkontinensia
urin daripada pria
11 Beberapa obat antihipertensi/sedatif bisa menyebabkan
inkontinensia urin
12 Stroke dapat menyebabkan inkontinensia urin
13 Inkontinensia urin merupakan hal yang normal pada penuaan
14 Pada malam hari, sebagian besar orang terbangun 3 kali untuk
mengosongkan kandung kemihnya
NO PERNYATAAN Ya Tidak
15 Latihan otot panggul (Kegel Exercise) bisa membantu
menghentikan inkontinensia urin
16 Obesitas dapat menyebabkan inkontinensia urin
17 Inkontinensia urgensi sering terjadi pada orang di bawah 55
tahun
18 Sepertiga lanjut usia di Indonesia mengalami inkontinensia urin
19 Masalah pada sistem saraf pusat bisa menyebabkan
inkontinensia urin
20 Diabetes dapat menyebabkan inkontinensia urin
21 Pemberian estrogen dapat membantu wanita yang mengalami
inkontinensia urin
22 Persentase kejadian inkontinensia urin tipe stres hanya sebagian
kecil dari persentase semua tipe inkontinensia urin
23 Wanita yang melahirkan secara sesar tidak menyebabkan
inkontinensiaa urin

C. Pernyataan mengenai praktik perawatan inkontinensia urin


Petunjuk Pengisian:
Beri tanda ceklist () pada kotak jawaban:
- Selalu jika pernyataan senantiasa dilakukan terus-menerus dan tidak pernah
tidak dilakukan
- Sering jika pernyataan kerap kali dilakukan
- Kadang-kadang jika pernyataan pernah dilakukan tetapi jarang
- Tidak pernah jika pernyataan tidak pernah dilakukan sama sekali
NO PERNYATAAN Kadang- Tidak
Selalu Sering
kadang Pernah
1 Mengeksplorasi waktu berkemih (misalnya
saat bangun pagi, saat malam hari, dll)
2 Mengeksplorasi frekuensi berkemih
(misalnya setiap 30 menit, setiap 3 jam, dll)
3 Mengeksplorasi faktor-faktor pencetus
inkontinensia urin (misalnya batuk, air
mengalir, dll)
NO PERNYATAAN Kadang- Tidak
Selalu Sering
kadang Pernah
4 Memberitahu dokter jika pasien mengalami
inkontinensia urin
5 Menanyakan kepada pasien tentang
perubahan fungsi seksual
6 Menyarankan pasien yang mengalami
inkontinensia urin untuk menanyakan lebih
lanjut tentang kondisinya kepada dokter atau
tenaga kesehatan lain
7 Menanyakan tentang penggunaan pampers
atau penggunaan alat bantu penampung urin
lainnya
8 Mengeksplorasi gejala-gejala yang menyertai
inkontinensia urin
9 Mengeksplorasi seberapa banyak kehilangan
urin
10 Menyarankan pasien untuk memberitahu
dokter jika terjadi inkontinensia urin
11 Menanyakan perubahan yang terjadi pada
kebiasaan BAB saat inkontinensia urin
12 Mengeksplorasi durasi dan karakteristik
inkontinensia urin
13 Mengkaji riwayat genitourinaria (misalnya
infeksi saluran kemih, pembesaran prostat,
dll)
14 Mencatat jumlah dan jenis intake cairan yang
diminum, apakah mengandung kafein atau
diuretik
15 Meninjau penggunaan obat-obatan yang saat
ini digunakan termasuk obat-obatan yang
tidak diresepkan
16 Menanyakan pasien apakah sebelumnya
pernah mengalami inkontinensia urin
NO PERNYATAAN Kadang- Tidak
Selalu Sering
kadang Pernah
17 Mendiskusikan penatalaksanaan yang tepat
beserta dampak-dampaknya
18 Mengkaji riwayat neurologis (seperti stroke,
penyakit parkinson, dll)
19 Mengkaji frekuensi inkontinensia (misalnya
sekali dalam seminggu, beberapa saat saja
namun setiap hari, dll)
20 Mengeksplorasi gejala yang terjadi pada
saluran kemih bawah (seperti urgensi,
frekuensi, dll)
21 Mencatat jumlah kehilangan urin (seperti
yang terlihat pada celana dalam atau
pampers yang basah)
22 Mengkaji riwayat penyakit sebelumnya
(seperti diabetes, hipertensi, dll)
23 Menginisiasi penatalaksanaan inkontinensia
urin (seperti menjadwalkan rencana,
membantu proses toileting, mengajarkan
latihan otot panggul (Kegel exercise), dll)

= = = TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASI ANDA = = =


Lampiran 4

Sumber: Data RSU Kabupaten Tangerang Tahun 2013


STRUKTUR ORGANISASI RUMAH SAKIT UMUM KABUPATEN TANGERANG

DEWAN PENGAWAS DIREKTUR


Dr. H. Makentur JN Mamahit, SpOG, MARS

Satuan Pengawas Komite Klinik RS


Intern ( SPI ) KMF KPF

Wadir Pelayanan Wadir Pelayanan Penunjang Wadir Administrasi & Keuangan


Dr. Hj.Desiriana Dinardianti, MARS Drg. Dwi Hesti Hendarti, Mkes Dr. Hj Dede Widyawati, Mkes

Bidang Pelayanan Medik Bidang Yan Keperawatan Bidang Yan Penunjang Medik Bid. Yan. Jang Non Medik Bag Keuangan & Akuntansi RS Bagian Sekretariat
Dr.Hj.Tintin Martini,Sp.P Ide Chandra H, SKp.MM Drs. Sutarsa, MARS Dr. Hj. Afrida Yusuf, MS, SpOK Hj. Aan Widariasih, Msi Drs. H.Asmuih, MM

Seksi Cat. Med&Pelaporan Seksi Ketenagaan Keperawatan Seksi Diklat & Litbang Seksi RT & Kamtib Sub Bag. Akunt RS & Verifikasi Sub Bag. Kepegawaian
Tety Mustika R, SKM, MARS Ani Nuryani, SKp Luh Gede Suparmini, S.Sit H. Abudin, S.IP, MM Hj. Imas Supitaningsih, MSi

Seksi Sarana Yan Med Seksi Yan & Asuhan Kep Seksi Sarana Jang Medik Seksi Sarana Jang Non Medik Sub Bag. Perbendaharaan Sub Bag. Tata Usaha
Hj. Yudarmini Hendro Subroto, SKp, MARS Hj. Ermawati, ST, MM, MARS Hj. Pujiasih, S.Sos Kunkun Kundriati, S.Sos Edi Supriadi, S.Sos

Sub Bag. Anggaran &Mob. Dana Sub Bag. Peny. Prog. & Evaluasi RS
Nina Kusmadianti, SKp, MARS Lina Haida, SKM

1. Instalasi Rawat Jalan 1. Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi 1. Instalasi Hukum Publikasi & Informasi
( Dr. Dormasari Sipayung ) ( Dr. Janet Julianita, SpPA ) ( Dr. Achmad Muchlis )
2. Instalasi Gawat Darurat 2. Instalasi Laboratorium Patologi Klinik
SMF SPF
( Dr. Sutantik Endang W.K M.Epid ) ( Dr. Dewi Lokida, SpPK )
3. Instalasi Kebidanan 3. Instalasi Farmasi
( Dr. Bambang Gunawan, SpOG ) ( Dra. Didiet Etnawati, Apt, MSi )
4. Instalasi Rawat Intensif (ICU) 4. Instalasi Pemulasaraan Jenazah
( Dr. Pudjo Rahasto, SpJP ) ( Dr. Ratih Lindasari, MARS )
5. Instalasi Kamar Bedah 5. Instalasi Radiologi dan Diagnostik Elektromedik
( Dr. Sylvia E Nuruth, SpBP ) ( Dr. Joseph S Talangi, SpRad )
6. Instalasi Pengujian Kesehatan 6. Instalasi Gizi dan Dietetik
( Dr. Serita Ginting ) ( Dr. Elvi Manurung, SpGK )
7. Instalasi Rawat Inap 7. Instalasi Sterilisasi dan Laundry
( Dr. Harja Priatna, SpJP) ( Yudi Murdianto, Ssi.Apt.MM )
8. Instalasi Khusus Wijayakusuma 8. Instalasi Rehabilitasi Medik
( Dr. Chakrawati H, SpPK) ( Dr. Hamida, SpRM )
9. Instalsi Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit
( Dr. Soelaiman Budiman )
10. Instalasi Sarana/Prasarana Rumah Sakit
( Ahmad Dasuki)
11. Instalasi Sanitasi Rumah Sakit
Lampiran 6

Fasilitas Pelayanan Rawat Inap RSU Kabupaten Tangerang

Perawatan Jumlah TT per TT per


No Ruangan Kelas Fasilitas
Pasien Perawat kelas kamar
AC,
Kamar
I 8 2 Mandi,
Ruang
Tunggu
1 Mawar Bedah 17 Kipas
Angin,
Kamar
II 16 4
Mandi,
Ruang
Tunggu
Kipas
Angin,
2 Dahlia Bedah III 16 32 8 Kamar
Mandi di
luar
Kipas
Angin,
Bedah,
3 Soka III 15 24 6 Kamar
Kemoterapi
Mandi di
luar
AC,
I 8 2 Kamar
Mandi
Jantung,
Kipas
4 Kenanga Paru, 15
Angin,
Neurologi
II 8 4 Kamar
Mandi di
luar
Penyakit Kipas
Dalam, Angin,
5 Cempaka Jantung, III 15 32 8 Kamar
Paru, Mandi di
Neurologi luar
Kipas
Angin,
6 Kemuning Anak III 14 30 6 Kamar
Mandi di
luar
AC,
Penyakit I 8 2 Kamar
7 Seruni 15
Dalam Mandi
II 16 4 Kipas
Angin,
Kamar
Mandi
AC,
Kulkas,
Sofa,
VIP 2 1
TV,
Water
Anyelir Hiter
8 Anak 13
Atas AC,
I 14 2 Kamar
Mandi
AC,
II 8 4 Kamar
Mandi
Penyakit
Dalam, AC,
Paru, Kamar
9 Melati Jantung, I 13 8 2 Mandi,
Neurologi, Sofa,
Bedah Kulkas
(Anak)
AC,
Thalase-
10 Thalasemia III 5 8 8 Kamar
mia
Mandi
Neonatal
11 NICU Intensive VIP 11 3 3 AC
Care Unit
Perina-
12 Bayi Sakit II 16 21 21 AC
tologi Atas
Perina-
13 tologi Bayi Sehat II 20 20 20 AC
Bawah
Bayi lahir Kipas
Rawat
dan ibu Angin,
14 Gabung III 13 20 6
tanpa Kamar
Aster
kelainan Mandi
Bayi lahir
Rawat AC,
dan ibu VIP,
15 Gabung 13 10 2 Kamar
tanpa I, II
Anyelir Mandi
kelainan
Kipas
Flambo- Penyakit Angin,
16 II 15 20 4
yan Dalam Kamar
Mandi
Sumber: Data Instalasi Rawat Inap RSU Kabupaten Tangerang Tahun 2013
Lampiran 7

Hasil Uji Normalitas

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

JK .510 46 .000 .431 46 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Umur .179 46 .001 .918 46 .003

a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Pendidikan .533 46 .000 .318 46 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

LamaKerja .142 46 .020 .895 46 .001

a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pengetahuan .326 46 .000 .760 46 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Praktik .304 46 .000 .749 46 .000

a. Lilliefors Significance Correction


Reliability <Pengetahuan, N=40> Lampiran 8
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary

N %

Cases Valid 40 100.0


a
Excluded 0 .0

Total 40 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.835 23

Item-Total Statistics

Corrected Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Item-Total Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Correlation Deleted

A1 14.32 24.122 .306 .832


A2 14.58 24.302 .145 .839
A3 14.52 23.230 .391 .829
A4 14.67 22.892 .433 .827
A5 14.42 23.533 .373 .830
A6 14.58 22.456 .548 .822
A7 14.45 23.741 .306 .832
A8 14.52 22.153 .641 .818
A9 14.50 23.077 .437 .827
A10 14.58 22.456 .548 .822
A11 14.58 22.251 .595 .820
A12 14.48 23.538 .342 .831
A13 14.67 23.046 .399 .829
A14 14.62 22.394 .548 .822
A15 14.40 23.323 .448 .827
A16 14.52 22.256 .617 .819
A17 14.62 22.907 .435 .827
A18 14.72 25.640 -.128 .851
A19 14.50 23.282 .389 .829
A20 14.55 22.613 .521 .823
A21 14.52 22.615 .532 .823
A22 14.62 23.010 .412 .828
A23 14.42 26.302 -.286 .853
Reliability <Pengetahuan, N=40>
Jika item 2, 18, dan 23 dihilangkan

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 40 100.0


a
Excluded 0 .0

Total 40 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.872 20

Item-Total Statistics

Corrected Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Item-Total Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Correlation Deleted

A1 12.45 24.459 .329 .870


A3 12.65 23.874 .337 .871
A4 12.80 23.497 .389 .869
A5 12.55 23.844 .397 .869
A6 12.70 22.831 .553 .863
A7 12.58 24.097 .319 .871
A8 12.65 22.438 .667 .859
A9 12.62 23.471 .439 .867
A10 12.70 22.728 .576 .862
A11 12.70 22.626 .599 .861
A12 12.60 23.938 .343 .871
A13 12.80 23.600 .367 .870
A14 12.75 22.859 .533 .864
A15 12.52 23.487 .512 .865
A16 12.65 22.592 .631 .860
A17 12.75 23.526 .388 .869
A19 12.62 23.471 .439 .867
A20 12.67 22.840 .560 .863
A21 12.65 22.746 .594 .862
A22 12.75 23.372 .421 .868
Reliability <Praktik, N=40>
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary

N %

Cases Valid 40 100.0


a
Excluded 0 .0

Total 40 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's
Alpha N of Items

.971 23

Item-Total Statistics

Corrected Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Item-Total Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Correlation Deleted

B1 42.65 250.695 .394 .973


B2 43.18 245.943 .495 .972
B3 42.93 246.122 .558 .971
B4 42.28 238.974 .744 .970
B5 42.98 241.871 .668 .970
B6 42.25 241.372 .697 .970
B7 42.33 243.199 .699 .970
B8 42.30 241.497 .755 .970
B9 42.50 238.103 .839 .969
B10 42.38 238.804 .699 .970
B11 42.63 236.958 .910 .968
B12 42.53 236.461 .916 .968
B13 42.43 242.610 .802 .969
B14 42.53 238.461 .841 .969
B15 42.40 240.708 .866 .969
B16 42.38 242.189 .865 .969
B17 42.48 239.948 .842 .969
B18 42.40 242.656 .784 .969
B19 42.63 237.163 .845 .969
B20 42.65 239.772 .822 .969
B21 42.43 239.738 .852 .969
B22 42.30 239.754 .888 .969
B23 42.95 233.895 .834 .969
Lampiran 9

Hasil Olahan SPSS Univariat

Statistics
JK

N Valid 46

Missing 0
JK

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki-laki 7 15.2 15.2 15.2

Perempuan 39 84.8 84.8 100.0

Total 46 100.0 100.0

Umur

N Valid 46

Missing 0
Mean 32.72
Median 32.00
Mode 30
Std. Deviation 5.158
Minimum 26
Maximum 45

Umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 26-30 tahun 22 47.8 47.8 47.8

31-35 tahun 11 23.9 23.9 71.7

36-40 tahun 9 19.6 19.6 91.3

41-45 tahun 4 8.7 8.7 100.0

Total 46 100.0 100.0


Pendidikan

N Valid 46

Missing 0

Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid D3 42 91.3 91.3 91.3

S1 4 8.7 8.7 100.0

Total 46 100.0 100.0


Statistics

LamaKerja

N Valid 46

Missing 0
Mean 8.91
Median 8.00
Mode 3
Std. Deviation 5.525
Minimum 3
Maximum 23

LamaKerja

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <= 5 tahun 15 32.6 32.6 32.6

6-10 tahun 14 30.4 30.4 63.0

>=11 tahun 17 37.0 37.0 100.0

Total 46 100.0 100.0


Statistics
Pengetahuan

N Valid 46

Missing 0
Mean 13.04
Median 14.00
Mode 14
Std. Deviation 2.773
Minimum 6
Maximum 16

Pengetahuan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang 8 17.4 17.4 17.4

Cukup 30 65.2 65.2 82.6

Baik 8 17.4 17.4 100.0

Total 46 100.0 100.0

Statistics
Praktik

N Valid 46

Missing 0
Mean 44.83
Median 42.00
a
Mode 23
Std. Deviation 15.966
Minimum 8
Maximum 69
a. Multiple modes exist. The
smallest value is shown
Praktik

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kurang 3 6.5 6.5 6.5

Cukup 24 52.2 52.2 58.7

Baik 19 41.3 41.3 100.0

Total 46 100.0 100.0


Lampiran 10

Hasil Olahan SPSS Bivariat

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pengetahuan * Praktik 46 100.0% 0 .0% 46 100.0%

Pengetahuan * Praktik Crosstabulation

Praktik

Kurang Cukup Baik Total

Pengetahuan Kurang Count 1 4 3 8

% within Pengetahuan 12.5% 50.0% 37.5% 100.0%

Cukup Count 2 19 9 30

% within Pengetahuan 6.7% 63.3% 30.0% 100.0%

Baik Count 0 1 7 8

% within Pengetahuan .0% 12.5% 87.5% 100.0%

Total Count 3 24 19 46

% within Pengetahuan 6.5% 52.2% 41.3% 100.0%

Correlations

Pengetahuan Praktik
*
Spearman's rho Pengetahuan Correlation Coefficient 1.000 .311

Sig. (2-tailed) . .035

N 46 46
*
Praktik Correlation Coefficient .311 1.000

Sig. (2-tailed) .035 .

N 46 46
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Lampiran 11

Rekapitulasi Jawaban Responden Berdasarkan Jumlah Responden yang


Menjawab Benar per Item Pernyataan Variabel Pengetahuan

No. responden yang


Peringkat Pernyataan %
Item menjawab benar
1 5 Infeksi pada kandung kemih dapat
46 100.00
menyebabkan inkontinensia urin
2 1 Pada sebagian besar pasien, inkontinensia
45 97.83
urin membaik dengan perawatan yang tepat
3 9 Pengobatan yang tepat dapat mengatasi
44 95.65
inkontinensia urin
4 19 Masalah pada sistem saraf pusat bisa
44 95.65
menyebabkan inkontinensia urin
5 12 Stroke dapat menyebabkan inkontinensia
43 93.48
urin
6 7 Pasien pria mungkin merasa menderita
akibat inkontinensia urin setelah operasi 39 84.78
prostat
7 15 Latihan otot panggul (Kegel Exercise) bisa
membantu menghentikan inkontinensia 38 82.61
urin
8 3 Saat bangun/sadar, sebagian besar orang
perlu mengosongkan kandung kemihnya 37 80.44
setiap 2-4 jam
9 16 Obesitas dapat menyebabkan inkontinensia
34 73.91
urin
10 8 Inkontinensia urin lebih sering terjadi saat
31 67.39
bersin, batuk, atau berjalan
11 11 Beberapa obat antihipertensi/sedatif bisa
31 67.39
menyebabkan inkontinensia urin
12 20 Diabetes dapat menyebabkan inkontinensia
31 67.39
urin
13 10 Sebagian besar wanita lebih sering
30 65.22
mengalami inkontinensia urin daripada pria
No. responden yang
Peringkat Pernyataan %
Item menjawab benar
14 6 Inkontinensia urin bisa terjadi ketika
seseorang mendengar gemericik air,
28 60.87
berjalan menuju kamar mandi, atau saat
memasuki rumah
15 21 Pemberian estrogen dapat membantu
27 58.70
wanita yang mengalami inkontinensia urin
16 14 Pada malam hari, sebagian besar orang
terbangun 3 kali untuk mengosongkan 20 43.48
kandung kemihnya
17 4 Inkontinensia stres disebabkan oleh
12 26.09
masalah psikologis
18 17 Inkontinensia urgensi sering terjadi pada
9 19.57
orang di bawah 55 tahun
19 13 Inkontinensia urin merupakan hal yang
7 15.22
normal pada penuaan
20 22 Persentase kejadian inkontinensia urin tipe
stres hanya sebagian kecil dari persentase 4 8.69
semua tipe inkontinensia urin
Rekapitulasi Jawaban Responden Berdasarkan Frekuensi Pelaksanaan Praktik
per Item Pernyataan Variabel Praktik
No. responden x
Peringkat Pernyataan %
Item skor jawaban
1 6 Menyarankan pasien yang mengalami
inkontinensia urin untuk menanyakan lebih
104 75.36
lanjut tentang kondisinya kepada dokter
atau tenaga kesehatan lain
2 4 Memberitahu dokter jika pasien mengalami
102 73.91
inkontinensia urin
3 10 Menyarankan pasien untuk memberitahu
100 72.46
dokter jika terjadi inkontinensia urin
4 16 Menanyakan pasien apakah sebelumnya
100 72.46
pernah mengalami inkontinensia urin
5 15 Meninjau penggunaan obat-obatan yang
saat ini digunakan termasuk obat-obatan 98 71.01
yang tidak diresepkan
6 8 Mengeksplorasi gejala-gejala yang
97 70.29
menyertai inkontinensia urin
7 13 Mengkaji riwayat genitourinaria (misalnya
infeksi saluran kemih, pembesaran prostat, 97 70.29
dll)
8 7 Menanyakan tentang penggunaan pampers
atau penggunaan alat bantu penampung urin 96 69.56
lainnya
9 22 Mengkaji riwayat penyakit sebelumnya
94 68.12
(seperti diabetes, hipertensi, dll)
10 18 Mengkaji riwayat neurologis (seperti
93 67.39
stroke, penyakit parkinson, dll)
11 14 Mencatat jumlah dan jenis intake cairan
yang diminum, apakah mengandung kafein 91 65.94
atau diuretik
12 9 Mengeksplorasi seberapa banyak
90 65.22
kehilangan urin
No. responden x
Peringkat Pernyataan %
Item skor jawaban
13 12 Mengeksplorasi durasi dan karakteristik
90 65.22
inkontinensia urin
14 11 Menanyakan perubahan yang terjadi pada
89 64.49
kebiasaan BAB saat inkontinensia urin
15 21 Mencatat jumlah kehilangan urin (seperti
yang terlihat pada celana dalam atau 89 64.49
pampers yang basah)
16 1 Mengeksplorasi waktu berkemih (misalnya
87 63.04
saat bangun pagi, saat malam hari, dll)
17 17 Mendiskusikan penatalaksanaan yang tepat
87 63.04
beserta dampak-dampaknya
18 19 Mengkaji frekuensi inkontinensia (misalnya
sekali dalam seminggu, beberapa saat saja 83 60.14
namun setiap hari, dll)
19 20 Mengeksplorasi gejala yang terjadi pada
saluran kemih bawah (seperti urgensi, 80 57.97
frekuensi, dll)
20 3 Mengeksplorasi faktor-faktor pencetus
inkontinensia urin (misalnya batuk, air 70 50.72
mengalir, dll)
21 5 Menanyakan kepada pasien tentang
69 50.00
perubahan fungsi seksual
22 23 Menginisiasi penatalaksanaan inkontinensia
urin (seperti menjadwalkan rencana,
66 47.83
membantu proses toileting, mengajarkan
latihan otot panggul (Kegel exercise), dll)
23 2 Mengeksplorasi frekuensi berkemih
59 42.75
(misalnya setiap 30 menit, setiap 3 jam, dll)
Rekapitulasi Jawaban Responden pada Variabel Pengetahuan

No Item Pernyataan
TOTAL
Responden A1 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17 A19 A20 A21 A22
1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 14
2 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 0 11
3 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 15
4 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 9
5 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 14
6 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 16
7 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 8
8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 16
9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 16
10 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 13
11 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 15
12 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 16
13 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 15
14 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 0 14
15 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 0 0 12
16 1 0 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 10
17 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 14
18 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 14
19 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 12
20 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 14
21 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 8
22 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 14
23 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 14
No Item Pernyataan
TOTAL
Responden A1 A3 A4 A5 A6 A7 A8 A9 A10 A11 A12 A13 A14 A15 A16 A17 A19 A20 A21 A22
24 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 8
25 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 15
26 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 15
27 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 15
28 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 15
29 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 13
30 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 14
31 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 14
32 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 16
33 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 7
34 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 13
35 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 16
36 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 7
37 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 15
38 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 16
39 1 1 0 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 13
40 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 12
41 1 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 12
42 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 6
43 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 12
44 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 16
45 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 0 14
46 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 12
TOTAL 45 37 12 46 28 39 31 44 30 31 43 7 20 38 34 9 44 31 27 4 600
Rekapitulasi Jawaban Responden pada Variabel Praktik

No Item Pernyataan
TOTAL
Responden B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B13 B14 B15 B16 B17 B18 B19 B20 B21 B22 B23
1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 0 0 0 0 0 0 0 31
2 1 1 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 0 0 0 0 0 0 0 42
3 1 0 1 1 1 3 2 2 1 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 1 34
4 1 1 1 3 1 1 3 3 2 0 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 39
5 1 0 1 3 0 2 3 2 3 3 2 1 2 0 1 2 2 2 1 2 1 2 1 37
6 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 68
7 1 1 1 3 1 1 3 3 2 0 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 1 38
8 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 69
9 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 69
10 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 43
11 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 25
12 2 0 1 3 1 3 3 3 3 3 2 2 1 2 3 3 3 3 1 1 2 3 3 51
13 1 0 1 1 1 3 2 2 1 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 0 33
14 1 0 1 1 1 3 2 2 1 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 0 33
15 3 1 0 3 3 3 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 0 1 1 2 1 40
16 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 2 0 1 0 1 0 8
17 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 23
18 2 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 30
19 2 2 2 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 0 1 0 0 22
20 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 23
21 1 1 1 3 2 2 3 3 2 0 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 1 40
22 1 2 2 1 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 41
23 3 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1 1 39
No Item Pernyataan
TOTAL
Responden B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8 B9 B10 B11 B12 B13 B14 B15 B16 B17 B18 B19 B20 B21 B22 B23
24 1 1 1 3 1 1 3 3 2 0 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 1 38
25 1 0 1 1 1 3 2 2 1 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 1 34
26 1 0 1 1 1 3 2 2 1 2 1 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 2 0 33
27 3 1 1 3 1 3 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 59
28 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 23
29 3 1 1 3 1 2 2 3 3 3 3 3 2 3 2 2 2 3 2 2 3 3 2 54
30 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 65
31 2 1 1 3 1 3 2 2 1 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 46
32 3 1 2 3 3 3 2 1 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 56
33 1 0 1 2 1 3 1 1 2 3 3 2 3 3 2 2 0 3 3 3 3 2 1 45
34 3 1 2 3 1 2 2 2 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 0 42
35 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 67
36 1 0 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 64
37 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 67
38 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 63
39 1 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 2 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 16
40 3 1 2 3 1 2 2 2 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 0 42
41 3 1 2 3 1 2 2 2 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 0 42
42 1 1 0 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 60
43 3 1 1 2 0 3 1 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 52
44 3 2 2 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 65
45 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 69
46 3 1 1 2 0 3 1 2 2 3 2 2 3 2 3 3 3 3 3 1 3 3 2 51
TOTAL 87 59 70 102 69 104 96 97 90 100 89 90 97 91 98 100 87 93 83 80 89 94 66 2031

Das könnte Ihnen auch gefallen