Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Kaidah fiqhiyyah itu mencakup rahasia rahasia syara dan hikmah-hikmahnya yang
dengannya seluruh furu dapat diikat, dan dapat diketahui hukum-hukumnya serta dapat diselami
maksudnya.(3)
Jadi, kaidah kaidah fiqh itu mengklasifikasikan masaalah masaalah furu (fiqh) menjadi
beberapa kelompok, dan tiap-tiap kelompok itu merupakan kumpulan kumpulan dari masaalah
masaalah yang serupa.
Apa yang tidak bisa dilaksanakan seluruhnya (dengan sampurna) jangan ditinggalkan
seluruhnya.
Maksudnya apabila kita melaksanakan sesuatu yang baik dan tidak sanggup melaksanakannya
secara keseluruhan dengan sempurna, maka sesuatu yang baik itu harus tetap dilaksanakan sesuai
dengan kemampuan yang ada.(4)
Kelima kaidah tersebut di bawah ini sangat masyhur di kalangan mazhab al-SyafiI khususnya
dan di kalangan mazhab-mazhab lain umumnya, meskipun urutannya tidak selalu sama.(5)
Dalam tulisan ini, kami menguraikan kaidah yang kedua dari lima kaidah tersebut :
Di dalam kitab-kitab fikih banyak dibicarakan tentang hal yang berhubungan dengan keyakinan
dan keraguan. Misalnya: orang yang sudah yakin suci dari hadas, kemudian dia ragu, apakah
sudah batal wudhunya atau belum? Maka dia tetap dalam keadaan suci. Hanya saja untuk
ihtiyath (kehati-hatian), yang lebih utama adalah memperbarui wudhunya (tajdid al-wudhu).
Apabila salah seorang dari kamu mendapatkan sesuatu di dalam perutnya, lalu timbul
kemusykilan apakah sesuatu itu keluar dari perut atau tidak, maka janganlah keluar dari mesjid,
sehingga ia mendengar suara atau mendapatkan baunya. (Rw. Muslim).(6)
Di bidang muamalah :
Apabila ada bukti kuintansi seseorang berutang, kemudian timbul perselisihan tentang sudah
bayar menurut yang berutang dan belum bayar menurut yang mengutangkan, maka yang
dipegang perkataan yang mengutangkan, sebab yang meyakinkan adanya utang dengan bukti
tadi.
Dibidang Jinayah :
Apabila dihadapkan seorang tersangka ke hadapan hakim, maka bukti-bukti tidak cukup
sehingga meragukan apakah orang itu melakukan tindak pidana atau tidak, maka yang dipegang
adalah orang itu tidak melakukan tindakan pidana. Sebab yang meyakinkan adalah manusia itu
tidak salah. Akan tetapi, apabila terhadap yang meyakinkan tadi dating bukti-bukti lain yang
meyakinkan pula, maka kaidah tersebut tidak berlaku lagi. Yang digunakan adalah kaidah yang
merupakan cabang dari kaidah tersebut diatas yaitu:
Dalam contoh diatas: Yakin sudah berwudhu, tapi juga kemudian yakin sudah batal, maka dia
dalam keadaan berhadats. Yakin berhadats tapi kemudian karena yakin sudah wudhu, maka
orang tadi dalam keadaan suci. Yakin punya utang tapi kemudian yakin pula utang sudah dibayar
(lunas) karena ada bukti pembayaran, maka dia bebas dari utangnya dan seterusnya.
Kaidah tersebut di atas antara lain didasarkan kepada Hadits Abdullah bin Zaid.
Dikemukakan kepada Rasulullah tentang seorang laki-laki yang selalu merasa berhadats dalam
shalatnya Nabi menerangkan: Janganlah orang tersebut keluar dari shalatnya sampai dia
mendengar suara kentutnya atau mencium baunya. (Rw. Bukhari Muslim).(7)
Contoh : Kita yakin sudah berwudhu, tetapi kemudian kita yakin pula telah buang air kecil, maka
wudhu kita menjadi batal.
Kita berpraduga tidak bersalah kepada seseorang, tetapi kemudian ternyata orang tersebut
tertangkap tangan sedang melakukan kejahatan, maka orang tersebut adalah bersalah dan harus
dihukum.
Ada bukti yang meyakinkan bahwa seseorang telah melakukan kejahatan, oleh karenanya harus
dihukum tetapi, bila ada bbukti lain yang meyakinkan pula bahwa orang tersebut tidak ada di
tempat kejahatan waktu terjadinya kejahatan tersebut, melainkan sedang di luar negeri misalnya,
maka orang tersebut tidak dapat dianggap sebagai pelaku kejahatan. Karena keyakinan pertama
menjadi hilang dengan keyakinan kedua. Inilah yang disebut alibi di dunia hukum.
Apa yang ditetapkan atas dasar keyakinan tidak bias hilang kecuali dengan keyakinan lagi
Hukum asal adalah bebasnya seseorang dari tanggung jawab
Pada dasarnya manusia dilahirkan dalam keadaan bebas dari tuntutan, baik yang berhubungan
dengan hak Allah maupun dengan hak Adami. Setelah dia lahir muncullah hak dan kewajiban
pada dirinya.(8)
Contoh :
KAIDAH ASASI KEDUA
a. ijtihad yang kedua lebih kuat daripada ijtihad pertama, misalnya qaul
jadid imam syafiI dapat mengubah qaul kadimnya.