Sie sind auf Seite 1von 7

PERBANDINGAN TUGAS POKOK WEWENANG HAK & KEWAJIBAN

PENGISIAN JABATAN DAN HUBUNGAN DENGAN LEMBAGA NEGARA LAIN


MPR DARI MASA KE MASA

Ditulis Oleh :
Firman Hamdan Habdullah1

Pendahuluan

Dalam rangka pembagian kekuasaan menjadi tiga cabang, setiap cabang kekuasaan tentunya
memiliki fungsi, tugas, kewenangan, cara pengisian jabatan, dan hubungannya dengan
Lembaga Negara lainnya, yang dibangun dengan tujuan menciptkan sistem check and
balances diantara satu lembaga Negara dengan lembaga Negara lainnya. 2 Apabila diteliti
pada tingkat konstitusi, lembaga legislatif pasca-amandemen UUD 1945 masih belum akan
mampu mewujudkan mekanisme checks and balances dalam makna yang hakiki. Walaupun
begitu, MPR tetaplah Lembaga Negara yang mengalami banyak perubahan dan
penyempurnaan oleh dinamika politik, sebagaimana akan diuraikan oleh penulis pada
beberapa paragraf di bawah ini.

MPR Sebagai Badan Legislatif

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan salah satu Lembaga Negara yang ada
dalam lingkup cabang kekuasaan Yudikatif. Disamping Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang mana memiliki peran, tugas, dan kewenangan
masing-masing yang diatur oleh Undang-undang Dsar 1945 (UUD NRI 1945) juga Undang-
undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3)
sebagaimana telah diubah melalui Undang-undang Nomor 42 Tahun 2014.

Dalam berbagai literatur banyak penjelasan mengenai pengertian dan konsep legislasi. Salah
satu pengertian badan legislatif diuraikan oleh Kansil adalah sebuah badan yang bertugas
hanya membuat undang-undang yang merupakan ciri dari negara demokrasi, badan ini
diibaratkan sebagai tiang yang menegakkan hidup perumahan negara dan alat pedoman
hidup bagi masyarakat dan negara.3

1 NPM : 110 110 130 244, firmanhamdanhabdullah@gmail.com, +6281910231053

2 Parlemen.Net, Profil MPR, http://parlemen.net/mpr/, diakses 10 Maret 2017.

1
Tugas Pokok (fungsi)

Sebagai lembaga legislatf bikameral yang merupakan lembaga tinggi Negara dalam sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia. MPR diberi tugas untuk bersidang sedikitnya satu kali
selama lima tahun di Ibu Kota. Ffngsi dari Lembaga legislatif MPR secara mendasar adalah
untuk menetapkan UUD sebagai kebijakan tertinggi (grundnorm) dengan bersandar kepada
sila ke empat Pancasila.

Wewenang

MPR memiliki kewenangan khususnya sendiri dibanding dengan DPR dan DPD,
kewenangan khususnya adalah untuk menetapkan UUD NRI 1945, kewenangan terkait
dengan jabatan Kepresidenan, dan kewenangan0kewenangan lainnya yang tercantum di
dalam UUD NRI 1945 sedari pasal 2 dan 3 UUD NRI 1945 dan juga pasal 4 huruf b sampai f
UU MD3.

Pengisian Jabatan

Anggota MPR terdiri dari DPR dan DPD.4 Terdapat 692 kursi di MPR yang terdiri dari 132
kursi yang diduduki oleh Anggota DPD dan sebanyak 560 kursi diduduki oleh Anggota MPR.
Pemilihan terakhir pengisian Anggota MPR adalah melalui Pemilu 9 April 2014.

Pembahasan

Era Orde Lama

Di era Awal terbentuknya, MPR bertugas untuk mengejawantahkan aspirasi rakyat dalam
sistem perwakilan. Hal tersebut diucapkan oleh Bung Karno pada pidatonya tertanggal 1 Juni
1945. Pada masa ini kekuasaannya sempat dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite
Nasional / Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dikarenakan situasi yang genting. 5 Oleh

3 C.S.T. Kansil dan Christine S.T.Kansil, 2004, Ilmu Negara (Umum dan Indonesia), Pradnya Paramitha, Jakarta,
hlm.142

4 Pasal 2 ayat (1) UUD NRI 1945

5 Pasal IV Aturan Peralihan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2
karena itu sering juga disebut bahwa KNIP merupakan embrio dari MPR, karena pada
masanya KNIP pun dapat menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.6

Selain itu juga dikemukakakn oleh Muhammad Yamin bahwa prinsip kerakyatan dalam
konsepsi penyelenggaraan Negara perlu diemban oleh MPR, begitu pula dengan Soepomo
yang mengutarakan idenya akan Indonesia merdeka dengna prinsip musyawarah dengan
istilah Badan Permusyawaratan karena didasari oleh prinsip kekeluargaan yang mana setiap
anggota keluarga dapat memberikan pendapatnya. 7

Dalam sejarahnya pada rapat Panitia Perancang Undang-undang Dasar, Soepomo


menyampaikan bahwa Badan Permusyawratan berubah menjadi MPR dengan anggapan
bahwa Lembaga Negara MPR adalah penjelmaan seluruh rakyat Indonesia yang anggotanya
terdiri atas :

- Seluruh Wakil Rakyat


- Seluruh Wakil Daerah
- Seluruh Wakil Golongan

Pada Era Konstitusi RIS 1949 1950 dan Era Undang-undang Dasar Sementara 1950
1959 Tidak dikenal adanya MPR di dalam konfigurasi ketatanegaraan Republik Indonesia.
Fungsi membuat Undang-undang Dasar serupa dengan fungsi MPR dewasa ini berada pada
anggota Konstituante yang mana anggotanya baru dipilih melalui Pemilu 15 Desember 1955.
Usaha untuk kembali kepada UUD NRI 1945 terjadi pada 22 April 1959 dikarenakan
Konstituante menemui jalan buntu untuk menetapkan Konstitusi Negara Republik Indonesia
yang berusia muda.

Tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno membubarkan Konstituante melalui Dekrit


Presiden dan memberlakukan kembali UUD 1945 serta menjadikan UUD Sementara 1950
menjadi tidak belaku. Sebagai eksesnya adalah dibentuklah Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara (MPRS) dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS)8

6 Maklumat Wakil Presiden Nomor X

7 Ditetapkan dalam siding PPKI pada acara pengesahan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945

8 Penetapan Prseiden Nomor 2 Tahun 1959

3
Terkait pengisian jabatan dan keanggotaan, MPRS terdiri atas Anggota DPR Gotong Royong
ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan. Jumlah
anggotanya ditetapkan Oleh Presiden. Anggota tambahan, sertua ketua dan beberapa wakil
ketuanya diangkat oleh Presiden. Sebagai perbandingan, pada saat itu anggota MPRS
berjumlah 616 orang yang terdiri dari 257 Anggota DPR-GR, 241 Golongan Karya, dan 118
Utusan Daerah.9

Era Orde Baru

Pada masa-masa awal Orde Baru, terjadi pemurnian keanggotaan MPRS dari unsur Partai
Komunis Indonesia (PKI). Dibentuk juga Undang-undang Nomor 4 Tahun 1966 yang
mengatur bahwa MPRS menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan UUD 1945
sampai natinya sebuah Lembaga Tinggi Negara bernama MPR berhasil dibentuk melalui
sebuah Pemilihan Umum.

Pada era ini, bentuk pertanggungjawaban jabatan Kepresidenan dipraktekan dalam hal
permintaan pertanggungjawaban atas peristiwa G30S kepada Presiden Soekarno. Presiden
Soekarno pun memberikan Pidatonya yang berjudul Nawaskara beserta Pelengkap
Nawaskara10 yang setelahnya dinilai oleh anggota MPRS sebagai kurang memuaskan.
Terkait wewenang mengngkat Presiden dan memberhentikannya, MPRS mengadakan sidang
istimewa untuk mengangkat Letnan Jenderal Soeharto sebagai Presiden melalui Pasal 3 Tap
MPRS Nomor IX/MPRS/1966, membentuk Badan Kehakiman yan gberwenang untuk
mengadakan pengamatan, pemeriksaan, dan penuntutan secara hukum, serta mengembalikan
Demokrasi Pancasila.

Era Reformasi

Pasca era Reformasi melalui amandemen paertama, MPR telah berhasil mengurangi secara
mendasar kekuasaan presiden dan menambah kekuasaan pada DPR secara berarti pada sistem
ketatanegaraan Indonesia. Kemudian, melalui amanademen Kedua penguatan peran DPR
semakin dikukuhkan. Selanjutnya, amandemen ketiga melakukan penataan lembaga
perwakilan rakyat dari sistem unikameral (dengan supremasi MPR) menuju sistem bikameral.

9 Keputusan Presiden Nomor 199 Tahun 1960

10 Nawaskara ternyata tidak dapat memuaskan MPRS, maka dari itu MPRS mengeluarkan Keputusan MPRS
No. 5 Tahun 1966 yang meminta Presiden Soekarno untuk melengkapi pidato pertanggungjawabannya.

4
Amandemen Keempat dilakukan untuk melengkapi bagian-bagian yang masih
menggantung dalam tiga perubahan sebelumnya, termasuk penataan komposisi MPR11

MPR merupakan lembaga tertinggi Negara pada masa sebelum reformasi, namun setelah
OrdeBaru jatuh, MPR hanya menempati posisi sebagai Lembaga Negara yang mana
kedudukannya sejajar dengan Lembaga-lembaga Negara lainnya. 12 hal ini dikonkritkan
melalui perubahan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang semula berbunyi Kedaulatan adalah di
tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaran Rakyat menjadi
Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar.
Artinya, kedaulatan rakyat dibagi secara proporsional dan secara prosedural menurut UUD
1945 dan melalui kekuasaan lembaga Negara lainnya agar seimbang. Perubahan ini juga
membawa konsekuensi hilangnya supremasi MPR sebagai lembaga negara yang melakukan
kedaulatan rakyat sepenuhnya seperti yang selama ini dikenal. Dengan demikian posisi MPR
sebagai lembaga tertinggi negara sudah tidak relevan.13 fungsi yang tetap diemban adalah
fungsi untuk mengubah dan menetapkan UUD.14

Hak dan Kewajiban Anggota MPR pasca amandemem UUD

Hak Anggota

Mengajukan usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945.

Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan.

Memilih dan dipilih.

Membela diri.

11 Saldi Isra, Penataan lembaga Perwakilan Rakyat: SIstem Trikameral di Tengah Supremasi Dewan
perwakilan Rakyat, http://www.saldiisra.web.id/index.php/buku-jurnal/jurnal/19-jurnalnasional/352-penataan-
lembaga-perwakilan-rakyat-sistem-trikameral-di-tengah-supremasi-dewan-perwakilan-rakyat.html, diakses 10
Maret 2017.

12 Bukan lagi sebagai penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia yang melaksanakan kedaulatan rakyat

13 Hamdan Zoelva, Sistem Peyelenggaraan Kekuasaan Negara Setelah Perubahan UUD 1945,
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=197, diakses 10 Maret 2017.

14 Pasal 3 ayat (1) UUD NRI 1945

5
Imunitas.

Protokoler.

Keuangan dan administratif.

Kewajiban

Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila.

Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan


menaati peraturan perundang-undangan.

Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan menjaga keutuhan Negara


Kesatuan Republik Indonesia.

Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan


golongan.

Melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.

Perbedaan mencolok yang didapat dari proses bergulirnya dan bergantinya kekuasaan secara
politis adalah adanya kewajiban memegang teguh dan mengamalkan Pancasila. Hal tersebut
nampaknya tidak dialami pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS), di mana Indonesia
menganut Liberal Democracy dan merupakan Negara Federasi.15 Walupun serupa cara
pengisian jabatannya seperti dengan Konstituante yang dipilih secara langsung, namun pada
masa sekarang semua partai diharuskan menganut Pancasila. Oleh karena itu, pada masanya
terdapat perbedaan dengan era pasca amandemen UUD di masa sekarang di mana berbagai
partai dengan berbagai latar belakang ideologi dapat mengisi jabatna politis sebagai Anggota
MPR (konstituante) . Frasa menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia juga
belum didapat pada masa tersebut Karena Indonesia masih berupa Negara Federal.

Penutup

Banyak peristiwa politik yang melatarbelakangi pergesaran dan perubahan posisi MPR
sebagai Lembaga Negara, peristiwa politik tersebu menandakan bahwa adanya kekuatan
politik, dapat mengubah peranan, fungsi, kewenangan, dan proses pengisian sebuah Lembaga

15 Sebagai akibat dari kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar Den Haag Desember 1949.

6
Negara. Sebagai contoh adalah Pasca tragedi G30S yang mengakuatkan Dekrit Presiden 5
Juli 1959 dan Penetapan Prseiden Nomor 2 Tahun 1959 menjadi dilangkahi dan dianggap
tidak berlaku. Hal tersebut membuktikan bahwa proses perubahan konstitusi atau hukum itu
sendiri adalah derivative dari dinamika politik.

Secara garis besar, tugas pokok dan wewenang MPR tetaplah sama, MPR tetap berhak
mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar, Melantik Presiden dan Wakil Prersiden,
walaupun lagi-lagi diakibatkan arus politik keterbukaan dan demokrasi yang semakin gencar
di era reformasi menjadikan kewenangan tersebut diubah. 16 Hal tersebut juga diakibatkan
unsur politik dalam tampuk kekuasaan. Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa, Hukum
akan sellau responsive terhadap dinamika kekuasaan pada sebuah Negara dan juga pengaruh
politik Internasional.

Banyak yang berharap, agar Undang-Undang tentang Susunan dan Kedudukan Anggota
MPR, DPR, DPD dan DPR Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota mampu menutupi kekurangan
yang terdapat dalam UUD 1945.17 Namun nampaknya bagi sebagian besar politisi Langkah
besar menyempurnakan UUD 1945 lebih merupakan menggeser pendulum dari supremasi
MPR kepada supremasi DPR. Walaupun belum dianggap sempurna, setidaknya perubahan ini
dapat dirasakan oleh sebagian pihak sebagai sebuah perbaikan yang secara konstan terus
diusahakan sebagai bentuk lika-liku politik dan ketatanegaraan Indonesia.

16 Melalui putusan Sidang Paripurna MPR ke-7 pada tanggal 09 November 2001, yang memutuskan bahwa
Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung.

17 Saldi Isra, Amandemen Lembaga Legislatif dan Eksekutif: Prospek dan Tantangan,
https://www.saldiisra.web.id/index.php/buku-jurnal/jurnal/19-jurnalnasional/33-amandemen-lembaga-legislatif-
dan-eksekutif-prospek-dan-tantangan.html, diakses 10 Maret 2017.

Das könnte Ihnen auch gefallen