Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult. Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal sebagai BJ Habibie (73 tahun) merupakan pria Pare-Pare (Sulawesi Selatan) kelahiran 25 Juni 1936. Habibie menjadi Presiden ke-3 Indonesia selama 1.4 tahun dan 2 bulan menjadi Wakil Presiden RI ke-7. Habibie merupakan blaster antara orang Jawa [ibunya] dengan orang Makasar/Pare- Pare [ayahnya].
Foto : BJ Habibie
Dimasa kecil, Habibie telah menunjukkan kecerdasan dan semangat
tinggi pada ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya Fisika. Selama enam bulan, ia kuliah di Teknik Mesin Institut Teknologi Bandung (ITB), dan dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule Jerman pada 1955. Dengan dibiayai oleh ibunya, R.A. Tuti Marini Puspowardoyo, Habibie muda menghabiskan 10 tahun untuk menyelesaikan studi S-1 hingga S-3 di Aachen-Jerman. Berbeda dengan rata-rata mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa di luar negeri, kuliah Habibie (terutama S-1 dan S-2) dibiayai langsung oleh Ibunya yang melakukan usaha catering dan indekost di Bandung setelah ditinggal pergi suaminya (ayah Habibie). Habibie mengeluti bidang Desain dan Konstruksi Pesawat di Fakultas Teknik Mesin. Selama lima tahun studi di Jerman akhirnya Habibie memperoleh gelar Dilpom- Ingenenieur atau diploma teknik (catatan : diploma teknik di Jerman umumnya disetarakan dengan gelar Master/S2 di negara lain) dengan predikat summa cum laude. Pak Habibie melanjutkan program doktoral setelah menikahi teman SMA-nya, Ibu Hasri Ainun Besari pada tahun 1962. Bersama dengan istrinya tinggal di Jerman, Habibie harus bekerja untuk membiayai biaya kuliah sekaligus biaya rumah tangganya. Habibie mendalami bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang. Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan indeks prestasi summa cum laude.
B; Profesi yang ditekuni
Profesi yang pernah dijalani BJ Habibie diantaranya: 1; Kepala Riset dan Pengembangan Analisis Struktur pada perusahaan Hamburger Flugzeugbau Gmbh, Hamburg, Jerman antara tahun 1965- 1969. 2; Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada Pesawat Komersial dan Angkut Militer MBB Gmbh, di Hamburg dan Munchen antara 1969- 1997 3; Wakil Presiden dan Direktur Teknologi pada MBB Gmbh, Hamburg dan Munchen tahun 1973-1978 4; Penasehat Senior Teknologi pada Dewan Direksi MBB tahun 1978. 5; Pulang ke Indonesia dan memimpin Divisi Advanced Technology Pertamina, yang merupakan cikal bakal BPPT, tahun 1974-1978. 6; Penasehat Pemerintah Indonesia di Bidang Pengembangan Teknologi dan Pesawat Terbang, bertanggungjawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia Soeharto pada tahun 1974-1978. 7; Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tahun 1978-1998 8; Wakil Presiden R.I. pada 11 Maret 1998-21 Mei 1998. 9; Presiden RI 21 Mei 1998-20 Oktober 1999
C; Perjalanannya Dalam Mendapatkan dan Mempertahankan Profesi Tersebut
BJ Habibie mahasiswa Indonesia yang mendapat beasiswa di luar negeri, kuliah Habibie (terutama S-1 dan S-2) dibiayai langsung oleh Ibunya yang melakukan usaha catering dan indekost di Bandung setelah ditinggal pergi suaminya (ayah Habibie). Habibie mengeluti bidang Desain dan Konstruksi Pesawat di Fakultas Teknik Mesin. Selama lima tahun studi di Jerman akhirnya Habibie memperoleh gelar Dilpom-Ingenenieur atau diploma teknik (catatan : diploma teknik di Jerman umumnya disetarakan dengan gelar Master/S2 di negara lain) dengan predikat summa cum laude.
Pak Habibie melanjutkan program doktoral setelah menikahi teman
SMA-nya, Ibu Hasri Ainun Besari pada tahun 1962. Bersama dengan istrinya tinggal di Jerman, Habibie harus bekerja untuk membiayai biaya kuliah sekaligus biaya rumah tangganya. Habibie mendalami bidang Desain dan Konstruksi Pesawat Terbang. Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan indeks prestasi cum laude.
Karir di Industri
Selama menjadi mahasiswa tingkat doktoral, BJ Habibie sudah mulai
bekerja untuk menghidupi keluarganya dan biaya studinya. Setelah lulus, BJ Habibie bekerja di Messerschmitt-Blkow-Blohm atau MBB Hamburg (1965-1969 sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis Struktrur Pesawat Terbang, dan kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer di MBB (1969-1973). Atas kinerja dan kebriliannya, 4 tahun kemudian, ia dipercaya sebagai Vice President sekaligus Direktur Teknologi di MBB periode 1973-1978 serta menjadi Penasihast Senior bidang teknologi untuk Dewan Direktur MBB (1978 ). BJ Habibie menjadi satu-satunya orang Asia yang berhasil menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang Jerman ini. Sebelum memasuki usia 40 tahun, karir Habibie sudah sangat cemerlang, terutama dalam desain dan konstruksi pesawat terbang. Habibie menjadi permata di negeri Jerman dan iapun mendapat kedudukan terhormat, baik secara materi maupun intelektualitas oleh orang Jerman. Selama bekerja di MBB Jerman, Habibie menyumbang berbagai hasil penelitian dan sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang Thermodinamika, Konstruksi dan Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam dunia pesawat terbang seperti Habibie Factor, Habibie Theorem dan Habibie Method. Pada tahun 1968, BJ Habibie telah mengundang sejumlah insinyur untuk bekerja di industri pesawat terbang Jerman. Sekitar 40 insinyur Indonesia akhirnya dapat bekerja di MBB atas rekomendasi Pak Habibie. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan skill dan pengalaman (SDM) insinyur Indonesia untuk suatu saat bisa kembali ke Indonesia dan membuat produk industri dirgantara (dan kemudian maritim dan darat). Dan ketika (Alm) Presiden Soeharto mengirim Ibnu Sutowo ke Jerman untuk menemui seraya membujuk Habibie pulang ke Indonesia, BJ Habibie langsung bersedia dan melepaskan jabatan, posisi dan prestise tinggi di Jerman. Hal ini dilakukan BJ Habibie demi memberi sumbangsih ilmu dan teknologi pada bangsa ini. Pada 1974 di usia 38 tahun, BJ Habibie pulang ke tanah air. Iapun diangkat menjadi penasihat pemerintah (langsung dibawah Presiden) di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi hingga tahun 1978. Meskipun demikian dari tahun 1974- 1978, Habibie masih sering pulang pergi ke Jerman karena masih menjabat sebagai Vice Presiden dan Direktur Teknologi di MBB. Habibie mulai benar-benar fokus setelah ia melepaskan jabatan tingginya di Perusahaan Pesawat Jerman MBB pada 1978. Dan sejak itu, dari tahun 1978 hingga 1997, ia diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus merangkap sebagai Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Disamping itu Habibie juga diangkat sebagai Ketua Dewan Riset Nasional dan berbagai jabatan lainnya.
Pesawat CN-235 karya IPTN milik AU Spanyol
Ketika menjadi Menristek, Habibie mengimplementasikan visinya
yakni membawa Indonesia menjadi negara industri berteknologi tinggi. Ia mendorong adanya lompatan dalam strategi pembangunan yakni melompat dari agraris langsung menuju negara industri maju. Visinya yang langsung membawa Indonesia menjadi negara Industri mendapat pertentangan dari berbagai pihak, baik dalam maupun luar negeri yang menghendaki pembangunan secara bertahap yang dimulai dari fokus investasi di bidang pertanian. Habibie ingin menjelaskan mengapa industri berteknologi itu sangat penting. Dan ia membandingkan harga produk dari industri high-tech (teknologi tinggi) dengan hasil pertanian. Ia menunjukkan data bahwa harga 1 kg pesawat terbang adalah USD 30.000 dan 1 kg beras adalah 7 sen (USD 0,07). Artinya 1 kg pesawat terbang hampir setara dengan 450 ton beras. Jadi dengan membuat 1 buah pesawat dengan massa 10 ton, maka akan diperoleh beras 4,5 juta ton beras. Pola pikir Pak Habibie disambut dengan baik oleh Pak Harto.Pres. Soeharto pun bersedia menggangarkan dana ekstra dari APBN untuk pengembangan proyek teknologi Habibie. Dan pada tahun 1989, Suharto memberikan kekuasan lebih pada Habibie dengan memberikan kepercayaan Habibie untuk memimpin industri-industri strategis seperti Pindad, PAL, dan PT IPTN.
Profesi yang paling dikenal oleh penduduk Indonesia yaitu BJ
Habibie sebagai presiden. Sebelum menjabat sebagai Presiden (21 Mei 1998 20 Oktober 1999), B.J. Habibie adalah Wakil Presiden (14 Maret 1998 21 Mei 1998) dalam Kabinet Pembangunan VII di bawah Presiden Soeharto. Pada masa kepresidenannya Habibie mewarisi kondisi keadaan negara kacau balau pasca pengunduran diri Soeharto pada masa orde baru, sehingga menimbulkan maraknya kerusuhan dan disintegerasi hampir seluruh wilayah Indonesia. Segera setelah memperoleh kekuasaan Presiden Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan organisasi.
Pada era pemerintahannya yang singkat ia berhasil memberikan
landasan kukuh bagi Indonesia, pada eranya dilahirkan UU Anti Monopoli atau UU Persaingan Sehat, perubahan UU Partai Politik dan yang paling penting adalah UU otonomi daerah. Melalui penerapan UU otonomi daerah inilah gejolak disintegrasi yang diwarisi sejak era Orde Baru berhasil diredam dan akhirnya dituntaskan di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tanpa adanya UU otonomi daerah bisa dipastikan Indonesia akan mengalami nasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden menimbulkan berbagai macam kontroversi bagi masyarakat Indonesia. Pihak yang pro menganggap pengangkatan Habibie sudah konstitusional. Hal itu sesuai dengan ketentuan pasal 8 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "bila Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya". Sedangkan pihak yang kontra menganggap bahwa pengangkatan B.J. Habibie dianggap tidak konstitusional. Hal ini bertentangan dengan ketentuan pasal 9 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa "sebelum presiden memangku jabatan maka presiden harus mengucapkan sumpah atau janji di depan MPR atau DPR". Langkah-langkah yang dilakukan BJ Habibie di bidang politik adalah: 1; Memberi kebebasan pada rakyat untuk menyalurkan aspirasinya sehingga banyak bermunculan partai-partai politik baru yakni sebanyak 48 partai politik 2; Membebaskan narapidana politik (napol) seperti Sri Bintang Pamungkas (mantan anggota DPR yang masuk penjara karena mengkritik Presiden Soeharto) dan Muchtar Pakpahan (pemimpin buruh yang dijatuhi hukuman karena dituduh memicu kerusuhan di Medan tahun 1994) 3; Mencabut larangan berdirinya serikat-serikat buruh independen 4; Membentuk tiga undang-undang yang demokratis yaitu : a; UU No. 2 tahun 1999 tentang Partai Politik b; UU No. 3 tahun 1999 tentang Pemilu c; UU No. 4 tahun 1999 tentang Susunan Kedudukan DPR/MPR 5; Menetapkan 12 Ketetapan MPR dan ada 4 ketetapan yang mencerminkan jawaban dari tuntutan reformasi yaitu :
a; Tap MPR No. VIII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap No.
IV/MPR/1983 tentang Referendum b; Tap MPR No. XVIII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang Pancasila sebagai asas tunggal c; Tap MPR No. XII/MPR/1998, tentang pencabutan Tap MPR No. V/MPR/1978 tentang Presiden mendapat mandat dari MPR untuk memiliki hak-hak dan Kebijakan di luar batas perundang- undangan d; Tap MPR No. XIII/MPR/1998, tentang Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden maksimal hanya dua kali periode. Di bidang ekonomi, ia berhasil memotong nilai tukar rupiah terhadap dollar masih berkisar antara Rp 10.000 Rp 15.000. Namun pada akhir pemerintahannya, terutama setelah pertanggungjawabannya ditolak MPR, nilai tukar rupiah meroket naik pada level Rp 6500 per dolar AS nilai yang tidak akan pernah dicapai lagi di era pemerintahan selanjutnya. Selain itu, ia juga memulai menerapkan independensi Bank Indonesia agar lebih fokus mengurusi perekonomian. Untuk menyelesaikan krisis moneter dan perbaikan ekonomi Indonesia, BJ Habibie melakukan langkah-langkah sebagai berikut : 1; Melakukan restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan melalui pembentukan BPPN dan unit Pengelola Aset Negara 2; Melikuidasi beberapa bank yang bermasalah 3; Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dolar hingga di bawah Rp. 10.000,00 4; Membentuk lembaga pemantau dan penyelesaian masalah utang luar negeri 5; Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF 6; Mengesahkan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan yang Tidak Sehat 7; Mengesahkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Menurut pihak oposisi, salah satu kesalahan terbesar yang ia lakukan saat menjabat sebagai Presiden ialah memperbolehkan diadakannya referendum provinsi Timor Timur (sekarang Timor Leste). Ia mengajukan hal yang cukup menggemparkan publik saat itu, yaitu mengadakan jajak pendapat bagi warga Timor Timur untuk memilih merdeka atau masih tetap menjadi bagian dari Indonesia. Pada masa kepresidenannya, Timor Timur lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menjadi negara terpisah yang berdaulat pada tanggal 30 Agustus 1999.
D; Prestasi yang Didapat Dari Profesi BJ Habibie
Prestasi yang dikenal di Indonesia: 1; Pesawat N-250 Gatot Kaca. 2; VTOL (Vertical Take Off & Landing) Pesawat Angkut DO-31 3; Hansa Jet 320 (Pesawat Eksekutif) 4; Airbus A-300 (untuk 300 penumpang) 5; CN 235 6; N-250 7; Helikopter BO-105 8; Multi Role Combat Aircraft (MRCA) 9; Beberapa proyek rudal dan satelit 10; Detik-detik Yang Menentukan Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi, 2006 (memoir mengenai peristiwa tahun 1998) 11; Habibie dan Ainun, The Habibie Center Mandiri, 2009 (memori tentang Ainun Habibie)
E; Nilai-Nilai yang Bisa Dicontoh Dari BJ Habibie
1; Mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan pribadi/golongan. BJ Habibie adalah seorang ilmuwan di bidang penerbangan, beliau yang membangun Industri Pesawat Terbang Nurtanio, kemudian menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) dan sejak tahun 2000 menjadi PT. Dirgantara Indonesia, mulai dari nol sampai pada akhirnya Indonesia bisa membuat pesawat terbang CN 235. Sungguh sebuah prestasi yang membanggakan, walaupun ada sebagian orang yang mencibir. Pada tahun 1998 saat Indonesia dilanda krisis berkepanjangan, demo anti Soeharto yang begitu besar sampai kemudian Presiden Soeharto harus 'lengser keprabon' alias turun dari kursi kepresidenan dan digantikan oleh B.J. Habibie yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden. Di masa-masa sulit tersebut, di tengah-tengah krisis ekonomi, krisis sosial dan krisis moral, dimana harga melambung, nilai tukar rupiah merosot tajam maka PT IPTN mengalami restrukturisasi, karena dengan jumlah pegawai yang mencapai 16.000 dianggap sebagai suatu peborosan dan akan lebih baik pendanaan IPTN dialihkan untuk mengatasi krisis/pemulihan ekonomi masyarakat. IPTN pun mati suri karena tiada dana yang cukup untuk operasional perusahaan dan karyawan yang tinggal 4.000. Bahkan pada September 2007 PT. Di dipailitkan walaupun kemudian dibatalkan. Nah, pada saat B.J. Habibie menjabat sebagai Presiden pada tahun 1999, sebenarnya sangat memungkinkan bagi beliau untuk mengambil kebijakan yang menguntungkan dengan menggelontorkan dana untuk menghidupkan kembali IPTN. Namun hal tersebut tidak dilaksanakannya, beliau tidak mengedepankan egonya, cita-citanya yang tinggi untuk membangun industri penerbangan di Indonesia, tidak mengedepankan kepentingan pribadi/golongannya tetapi lebih mengutamakan kepentingan negara, kepentingan seluruh rakyat Indonesia dengan tidak menggelontorkan dana ke IPTN yang pastinya hanya dinikmati sebagian kecil dari masyarakat Indonesia, tetapi digunakan untuk membiayai belanja untuk program-program yang menyentuh rakyat banyak.
2; Rangkap jabatan bagi pejabat negara Pada saat menjabat Presiden,
dengan tegas beliau memerintahkan para pejabat negara untuk tidak rangkap jabatan, untuk memilih apakah terus menjadi pejabat negara atau memilih tetap sebagai petinggi/pengurus partai. Bahkan ketika Akbar Tanjung keberatan dengan mengatakan bahwa 80% pengurus Golkar adalah PNS, pak Habibie dengan tegas menjawab silahkan cari pengurus baru yang penting tidak ada rangkap jabatan. Bagi beliau, apalagi dengan kondisi sekarang ketika Presiden/Kepala Daerah dipilih langsung oleh rakyat, ketika seseorang berkedudukan sebagai pejabat negara maka seluruh tenaga, pikiran, jiwa dan raganya seharusnya diabdikan untuk rakyat, tidak lagi untuk partai/golongannya saja. Bandingkan dengan kondisi sekarang, karena banyak pejabat negara yang sekaligus petinggi parpol, maka konflik kepentingan tak terhindarkan. Tak jelas lagi para pejabat negara ini bekerja untuk siapa, bahkan terkadang kepentingan parpol yang lebih menonjol. Mudah-mudahan sikap Presiden RI ke-3 tersebut dapat menjadi teladan bagi kita, utamanya bagi para pejabat negara yang terhormat.
F; Alasan Menjadi Tokoh Idola
Alasan menjadikan BJ Habibie sebagai idola karena beliau sangat pintar, tekun, terampil, mau mengorbankan kedudukan tingginya di Jerman demi membangun Indonesia, seseorang yang pekerja keras, tidak mengenal lelah, dapat membuat pesawat terbang pertama di Indonesia.