Sie sind auf Seite 1von 21

1.

Konsep Syariah Islam Tentang Manusia


1.1. Pengertian Syariah Islam
Syariat, bisa disebut syirah, artinya secara bahasa adalah sumber air mengalir
yang didatangi manusia atau binatang untuk minum. Perkataan syaraa fiil maai
artinya datang ke sumber air mengalir atau datang pada syariah. Kemudian kata
tersebut digunakan untuk pengertian hukum-hukum Allah yang diturunkan untuk
manusia. Sedangkan arti syariat menurut istilah adalah hukum-hukum (peraturan)
yang diturunkan Allah swt. melalui rasul-rasulNya yang mulia, untuk manusia, agar
mereka keluar dari kegelapan ke dalam terang, dan mendapatkan petunjuk ke jalan
yang lurus.
Jadi Syariat islam adalah hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi
kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi
penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam,
syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan
hidup manusia dan kehidupan dunia ini.
Dalam hal ini Allah berfirman, Untuk setiap umat di antara kamu (umat Nabi
Muhammad dan umat-umat sebelumnya) Kami jadikan peraturan (syariat) dan jalan
yang terang. [QS. Al-Maidah (5): 48]
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) tentang
urusan itu (agama), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu
orang yang tidak mengetahui. [QS. Al-Maidah (5): 18]. Allah telah mensyariatkan
(mengatur) bagi kamu tentang agama sebagaimana apa yang telah diwariskan
kepada Nuh. [QS. Asy-Syuuraa (42): 13].

1.2. Pembagian syariah islam


Hukum yang diturunkan melalui Nabi Muhammad saw. untuk segenap manusia
dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Ilmu Tauhid, yaitu hukum atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan
dasar-dasar keyakinan agama Islam, yang tidak boleh diragukan dan harus benar-
benar menjadi keimanan kita. Misalnya, peraturan yang berhubungan dengan Dzat
dan Sifat Allah swt. yang harus iman kepada-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan iman kepada hari akhir termasuk di
dalamnya kenikmatan dan siksa, serta iman kepada qadar baik dan buruk. Ilmu
tauhid ini dinamakan juga Ilmi Aqidah atau Ilmu Kalam.
2. Ilmu Akhlak, yaitu peraturan-peraturan yang berhubungan dengan pendidikan
dan penyempurnaan jiwa. Misalnya, segala peraturan yang mengarah pada
perlindungan keutamaan dan mencegah kejelekan-kejelekan, seperti kita harus

1
berbuat benar, harus memenuhi janji, harus amanah, dan dilarang berdusta dan
berkhianat.
3. Ilmu Fiqh, yaitu peraturan-peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqh mengandung dua
bagian: pertama, ibadah, yaitu yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan
manusia dengan Tuhannya. Dan ibadah tidak sah (tidak diterima) kecuali disertai
dengan niat. Contoh ibadah misalnya shalat, zakat, puasa, dan haji. Kedua,
muamalat, yaitu bagian yang menjelaskan tentang hukum-hukum hubungan antara
manusia dengan sesamanya. Ilmu Fiqh dapat juga disebut Qanun (undang-undang).

1.3. Tujuan syariat islam


Menurut buku Syariah dan Ibadah (Pamator 1999) yang disusun oleh Tim
Dirasah Islamiyah dari Universitas Islam Jakarta, ada 5 (lima) hal pokok yang
merupakan tujuan utama dari Syariat Islam, yaitu:
1. Memelihara kemaslahatan agama (Hifzh al-din) Agama Islam harus dibela
dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung-jawab yang hendak merusak
aqidah, ibadah dan akhlak umat. Ajaran Islam memberikan kebebasan untuk memilih
agama, seperti ayat Al-Quran: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)
(QS Al-Baqarah [2]: 256). Akan tetapi, untuk terpeliharanya ajaran Islam dan
terciptanya rahmatan lilalamin, maka Allah SWT telah membuat peraturan-
peraturan, termasuk larangan berbuat musyrik dan murtad: Sesungguhnya Allah
tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain
dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa yang
mempesekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS An-
Nisaa [4]: 48). Dengan adanya Syariat Islam, maka dosa syirik maupun murtad akan
ditumpas.
2. Memelihara jiwa (Hifzh al-nafsi) Agama Islam sangat menghargai jiwa
seseorang. Oleh sebab itu, diberlakukanlah hukum qishash yang merupakan suatu
bentuk hukum pembalasan. Seseorang yang telah membunuh orang lain akan
dibunuh, seseorang yang telah mencederai orang lain, akan dicederai, seseorang yang
yang telah menyakiti orang lain, akan disakiti secara setimpal. Dengan demikian
seseorang akan takut melakukan kejahatan. Ayat Al-Quran menegaskan:
Hai orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan kepadamu qishash (pembalasan)
pada orang-orang yang dibunuh (QS Al-Baqarah [2]: 178). Namun, qishash tidak
diberlakukan jika si pelaku dimaafkan oleh yang bersangkutan, atau daiat (ganti rugi)
telah dibayarkan secara wajar. Ayat Al-Quran menerangkan hal ini:

2
Barangsiapa mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah mengikuti cara yang
baik dan hendaklah (orang yang diberi maaf) membayar diat kepada yang memberi
maaf dengan cara yang baik (pula) (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Dengan adanya Syariat Islam, maka pembunuhan akan tertanggulani karena para
calon pembunuh akan berpikir ulang untuk membunuh karena nyawanya sebagai
taruhannya. Dengan begitu, jiwa orang beriman akan terpelihara.
3. Memelihara akal (Hifzh al-aqli) Kedudukan akal manusia dalam pandangan
Islam amatlah penting. Akal manusia dibutuhkan untuk memikirkan ayat-ayat
Qauliyah (Al-Quran) dan kauniah (sunnatullah) menuju manusia kamil. Salah satu
cara yang paling utama dalam memelihara akan adalah dengan menghindari khamar
(minuman keras) dan judi. Ayat-ayat Al-Quran menjelaskan sebagai berikut:
Mereka bertanya kepadamu (wahai Muhammad) mengenai khamar (minuman
keras) dan judi. Katakanlah: Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa
manfaat bagi manusia, tetapi dosa kedua-duanya lebih besar dari manfaatnya. (QS
Al-Baqarah [2]: 219). Syariat Islam akan memelihara umat manusia dari dosa
bermabuk-mabukan dan dosa perjudian.
4. Memelihara keturunan dan kehormatan (Hifzh al-nashli) Islam secara jelas
mengatur pernikahan, dan mengharamkan zina. Didalam Syariat Islam telah jelas
ditentukan siapa saja yang boleh dinikahi, dan siapa saja yang tidak boleh dinikahi.
Al-Quran telah mengatur hal-hal ini: Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita
musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih
baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. (QS Al-Baqarah [2]: 221).
Perempuan dan lak-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka
disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman. (QS An-Nur [24]: 2).
Syariat Islam akan menghukum dengan tegas secara fisik (dengan cambuk) dan
emosional (dengan disaksikan banyak orang) agar para pezina bertaubat.
5. Memelihara harta benda (Hifzh al-mal) Dengan adanya Syariat Islam, maka
para pemilik harta benda akan merasa lebih aman, karena Islam mengenal hukuman
Had, yaitu potong tangan dan/atau kaki. Seperti yang tertulis di dalam Al-Quran:
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagaimana) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan
dari Allah. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha Bijaksana

3
(QS Al-Maidah [5]: 38). Hukuman ini bukan diberlakukan dengan semena-mena.
Ada batasan tertentu dan alasan yang sangat kuat sebelum diputuskan. Jadi bukan
berarti orang mencuri dengan serta merta dihukum potong tangan. Dilihat dulu akar
masalahnya dan apa yang dicurinya serta kadarnya. Jika ia mencuri karena lapar dan
hanya mengambil beberapa butir buah untuk mengganjal laparnya, tentunya tidak
akan dipotong tangan. Berbeda dengan para koruptor yang sengaja memperkaya diri
dengan menyalahgunakan jabatannya, tentunya hukuman berat sudah pasti buatnya.
Dengan demikian Syariat Islam akan menjadi andalan dalam menjaga suasana tertib
masyarakat terhadap berbagai tindak pencurian.

1.4. Ruang lingkup syariah islam


Ruang Lingkup Hukum Islam menurut Zainuddin Ali, sebagai berikut :
Ibadah sebagai Ruang Lingkup Hukum Islam
Ibadah adalah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan langsung dengan
Allah SWT (ritual)
Muamalah sebagai Ruang Lingkup Hukum Islam
Muamalah adalah peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan orang
lainnya dalam hal tukar-menukar harta (termasuk jual beli), di antaranya : dagang,
pinjam-meminjam, sewa-menyewa, kerja sama dagang, simpanan barang atau
uang, penemuan, pengupahan, warisan, wasiat dan lain-lain.
Jinayah sebagai Ruang Lingkup Hukum Islam
Jinayah ialah peraturan yang menyangkup pidana islam, di antaranya : qishash,
diyat, kifarat, pembunuhan, zina, minuman memabukkan, murtad dan lain-lain.
Siyasah sebagai Ruang Lingkup Hukum Islam
Siyasah yaitu menyangkut masalah-masalah kemasyarakatan, di antaranya :
persaudaraan, tanggung jawab sosial, kepemimpinan, pemerintahan dan lain-lain.
Akhlak sebagai Ruang Lingkup Hukum Islam
Akhlak yaitu sebagai pengatur sikap hidup pribadi, di antaranya : syukur, sabar,
rendah hati, pemaaf, tawakal, berbuat baik kepada ayah dan ibu dan lain-lain.
Peraturan lainnya di antaranya : makanan, minuman, sembelihan, berbutu,
nazar, pemeliharaan anak yatim, mesjid, dakwah, perang dan lain-lain.

1.5. Konsep manusia dalam islam


Manusia diciptakan Allah Swt. Berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nutfah, alaqah,
dan mudgah sehingga akhirnya menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki
berbagai kemampuan.
Manusia di dalam hidup ini memiliki tiga misi khusus: misi utama; misi fungsional; dan
misi operasional.
Misi Utama

4
Keberadaan manusia di muka bumi ini mempunyai misi utama, yaitu beribadah kepada
Allah SWT. Semakin mantap langkahnya dalam merespon seruan
Islam dan semakin teguh hatinya dalam mengimplementasikan apa yang telah
menjadi tugas dan kewajibannya, maka ia akan mampu menangkap sinyal-sinyal yang ada
di balik ibadahnya. Karena, dalam setiap ibadah yang telah diwajibkan oleh Islam memuat
nilai filosofis, seperti nilai filosofis yang ada dalam ibadah
shalat, yaitu sebagai aun (pertolongan) bagi manusia dalam mengarungi lautan
kehidupan (al-Baqarah:153), dan sebagai benteng kokoh untuk menghindari,
menghadang, dan mengantisipasi gelombang kekejian dan kemungkaran (al-Ankabuut: 45).
Apabila manusia mampu menangkap sinyal-sinyal nilai
filosofis dan kemudian mengaplikasikan serta mengekspresikannya dalam bahasa
lisan maupun perbuatan, ia akan sampai gerbang ketaqwaan. Gerbang yang
dijadikan satu-satunya tujuan penciptaannya. Namun, tidak semua manusia di dunia ini
mengikuti perintah dan merespon risalah yang
di bawa oleh para Rasul. Bahkan, banyak di antara mereka yang berpaling dari
ajaran-ajaran suci yang didakwahkan kepada mereka. Ada juga yang secara terang-terangan
mengingkari dan memusuhinya (an-Nahl: 36, al-Anaam: 26, dan al-Baqarah: 91).
Hal ini bisa terjadi pada manusia karena dalam dirinya ada dua kekuatan yang sangat
dominan mempengaruhi setiap pikiran dan perbuatannya, kekuatan taqwa dan kekuatan
fujur. Kekuatan taqwa didorong oleh nafsu mutmainnah (jiwa yang
tenang) untuk selalu menterjemahkan kehendak ilahiah dalam realitas kehidupan,
dan kekuatan fujur yang di dominasi oleh nasfu ammarah (nafsu angkara murka)
yang senantiasa memerintahkan manusia untuk masuk dalam dunia kegelapan.
Maka, dalam bingkai misi utama ini, manusia bisa diklasifikasikan menjadi tiga,
yaitu sabiqun bil khairat, muqtashidun, dan dzalimun linafsihi. Hal ini
dijelaskan dalam firman Allah SWT sebagai berikut.
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara
hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di
antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu
berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah
karunia yang amat besar. (Faathiir: 32)
Misi Fungsional
Selain misi utama yang harus diemban manusia, ia juga mempunyai misi fungsional
sebagai khalifah. Manusia tidak mampu memikul misi ini, kecuali ia istiqamah di atas rel-
rel robbaniah. Manusia harus membuang jauh bahasa khianat dari kamus kehidupannya.
Khianat lahir dari rahim syahwat, baik syahwat mulkiah kekuasan, syahwat syaithaniah,
maupun syahwat bahaimiah binatang ternak.(al-Jawab al-Kaafi, Ibnu Qaiyim al-Jauziah)
Ketika jiwa manusia di kuasai oleh syahwat mulkiah, maka ia akan mempertahankan

5
kekuasaan dan kedudukannya, meskipun dengan jalan yang tidak dibenarkan oleh Islam. Ia
senantiasa melakukan makar, adu domba, dan konspirasi politik untuk menjegal lawannya
(al-Anfal: 26-27 dan Shaad: 26).
Adapun ketika jiwa manusia terbelenggu oleh syahwat syaithaniah dan bahaimiah,
maka ia akan selalu menciptakan permusuhan, keonaran, tipuan-tipuan, dan
menjadi rakus serta tamak akan harta. Tidak ada sorot mata persahabatan dan
sentuhan kasih dalam dirinya. Ia bersenang-senang di atas penderitaan rakyat
dan tak pernah berhenti mengeruk kekayaan rakyat.
Misi Operasional
Manusia diciptakan di bumi ini selain untuk beribadah dan sebagai khalifah, juga
harus bisa bermain cantik untuk memakmurkam bumi (Huud: 61). Kerusakan di
dunia, di darat, maupun di lautan bukan karena binatang ternak yang tidak tahu
apa-apa, tetapi ia lahir dari tangan-tangan jahil manusia yang tidak pernah
mengenal rambu-rambu Tuhannya. Benar, semua yang ada di bumi ini diciptakan untuk
manusia, namun ia tidak bebas bertindak diluar ketentuan dan rambu ilahi
(ar-Ruum: 41).
Oleh karena itu, bumi ini membutuhkan pengelola dari
manusia-manusia yang ideal. Manusia yang memiliki sifat-sifat luhur sebagaimana
disebutkan di bawah ini. Syukur (Luqman: 31) Sabar (Ibrahim: 5) Mempunyai belas kasih
(at-Taubah: 128)Santun (at-Taubah: 114)Taubat (Huud: 75) Jujur (Maryam: 54)
Terpercaya (al-Araaf: 18) Maka, manusia yang sadar akan misi sucinya harus mampu
mengendalikan nafsu dan menjadikannya sebagai tawanan akal sehatnya dan tidak
sebaliknya, diperbudak hawa nafsu sehingga tidak mampu menegakkan tonggak misi-
misinya. Hanya dengan nafsu muthmainnahlah, manusia akan sanggup bertahan
mengibarkan
panji-panji kekhilafahan di antara awan jahiliah modern, sanggup
mengaplikasikan simbol-simbol ilahi dalam realitas kehidupan, membumikan
seruan-seruan langit, dan merekonstruksi peradaban manusia kembali. Inilah
sebenarnya hakikat risalah insan di muka bumi ini
2. Konsep Dasar Ekonomi Syariah
2.1. Perkembangan dan urgensi ekonomi syariah

Ekonomi Islam saat ini telah berkembang dengan pesat. Hal ini dapat dilihat dari
maraknya lembaga-lembaga perekonomian baik bisnis maupun keuangan yang
melaksanakan usahanya dengan berdasarkan syariat Islam. Beberapa lembaga
tersebut antara lain bank syariah, asuransi syariah, hotel syariah, dll.

Ekonomi Islam pun telah terbukti mampu memajukan perekonomian,


sebagaimana telah dibuktikan pada kekhalifahan Islam, dimana pada saat itu negara-

6
negara barat sedang mengalami zaman kegelapan (dark ages). Zaman keemasan
tersebut mengalami kemunduran seiring terjadinya distorsi dari syariah Islam yang
nilai-nilainya sangat universal. Karena itu penggalian nilai-nilai dan metode serta
cara mengelola perekonomian secara syariah menjadi penting adanya. Apalagi
permintaan terhadap metode ini merupakan kebutuhan umat dan masyarakat.

Kehandalan perekonomian Islam juga telah terbukti di Indonesia, setidaknya pada


saat terjadinya krisis moteter yang membawa pada krisis perekonomian dan
multidimensional (1998), bank-bank syariah mampu survive dan terhindar dari krisis
perbankan dan rekapitalisasi perbankan. Hal ini dikarenakan sistem syariah yang
tidak memungkinkan adanya negative spread.

2.2. Islam dan ekonomi

Islam merupakan agama yang syamil (menyeluruh). Dan mengatur semua aspek
kehidupan manusia. Namun dalam masalah-masalah yang selalu mengalami
perubahan-perubahan, Islam hanya mengaturnya secara garis besar / global.
Masalah-masalah ekonomi (bisnis) dan politik merupakan bidang yang mengalami
banyak perubahan. Dalam hal ini ada tiga hal yang dapat dijadikan dasar rujukan:

1. Hadist yang berbunyi: Kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian( HR


Muslim, dari Siti Aisyah dan Anas. Ini berarti untuk urusan teknis yang tidak
diatur dalam al-Quran dan Hadis, manusia dipersilahkan untuk melaksanakan
dengan caranya sendiri, sesuai dengan kaidah : pada dasarnya semua
diperbolehkan, kecuali yang dilarang
2. Keumuman dan kekekalan risalah Islamiyah
Dalam konsep ekonomi Islam, dua macam ajaran dan hukum:
Hal-hal yang bersifat tetap dan mengikat dari waktu ke waktu selamanya,
seperti golongan yang berhak menerima zakat, ahli waris, dan haramnya
riba.
Hal-hal yang menerima perubahan dan tunduk pada perkembangan zaman.
Disinilah terbukanya pintu ijtihad dan perbedaan pendapat para mujtahid.
3. Perbedaan pendapat para ulama dan pemimpin.
Perbedaan ini harus disikapi sebagai rahmat, karena kita dapat memilih diantara
pendapat tersebut yang paling sesuai dengan kondisi dan kemaslahatan umat.

2.3. Gambaran konsep dasar ekonomi syariah

7
Ilmu ekonomi dapat didefenisikan sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang
mempelajarin bagaimana manusia memenuhi kebutuhan yang bersifat tidak
terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas.
Adanya perbedaan yang nyata antara ekonomi konvensional dengan ekonomi
Islam, terutama dari segi tujuannya. Ekonomi konvensional yang tujuannya
adalah untuk mencapai kemakmuran bagi manusia tetapi kenyataannya
kemakmuran hanya milik para pemodal besar dan pihak-pihak yang memiliki
kepentingan sedangkan ekonomi Islam menawarkan wacana ekonomi
berdasarkan kepada kemakmuran dan kesejahteraan umat manusia dengan tetap
memperhatikan hakikat penciptaan manusia.
Ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari usaha manusia untuk
mengalokasikan dan mengelola sumber daya untuk mencapai falah
( kemenangan) berdasarkan pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai Al-Quran dan
Sunnah.
Pengguna perangkat atau penerap system ekonomi yang berasal dari ekonomi
konvensional diperbolehkan sejauh tidak bertentangan dengan Syariat Islam,
mengingat ekonomi islam baru mulai kembali dijadikan acuan dalam setiap
aktivitas ekonomi setelah sekian lama ditinggalkan.
Pasar memiliki lima fungsi, yaitu: (1) menetapkan nilai; (2) mengorganisir
produksi; (3) mendistribusikan produk; (4) melakukan penjatahan (rationing); dan
(5) menyediakan barang dan jasa untuk keperluan yang akan datang.
Mekanisme pasar dalam Ekonomi Islam diakui berdasarkan Al-Quran surat An-
Nisa: 39.
Artinya:
Apakah kemudharatannya bagi mereka, kalau mereka beriman kepada Allah
dan hari kemudian dan menafkahkan sebahagian rezki yang telah diberikan
Allah kepada mereka ? dan adalah Allah Maha mengetahui Keadaan mereka.
Secara ringkas mekanisme pasar dalam Ekonomi Islam dapat dilihat pada sketsa
berikut:
Pencapaian ekonomi Islam Al-Quran + hadist
Menetapkan nilai Kesepakatan nilai harga
Mengorganisasikan produksi Mengelompokkan
Mendistribusikan produk Penyaluran barang (alam/cuaca, Infrastruktur,
tenaga kerja).
Dalam penerapan mekanisme pasar mengharuskan adanya moraritas, antara lain :
persaingan yang sehat (fair play), kejujuran (honesty), keterbukaan (tranparancy),
dan keadilan (justice).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, menuntut ulama

8
untuk melakukan upaya terkontruksi terhadap khasanah pengetahuan. Islam
secara inovatif.
Ekonomi Islam mengajarkan bahwa pemanfaatan sumber daya yang ada haruslah
sesuai dengan kebutuhan bukanlah sesuai dengan keinganan yang berlebih-
lebihan, artinya keinginan manusia yang ahrus dibatasi.
Secara ekonomi, persamaan antara konvensional dengan Islam adalah sama-sama
untuk mencapai kemakmuran. Sedangkan perbedaannya antara lain ; Pada
konvensional mencari keuntungan yang sebesar-besarnya sedangkan pada Islam
keuntungan dengan moralitas. Pada konvensional, semaksimal mungkin untuk
memperoleh pendapatan sedangkan pada Islam ada bagian pendapatan yang
disisihkan untuk zakat. Pada konvensional, konsumsi baik agregat maupun
individu bebas dang saving sangat ditentukan oleh tingkat bunga, sedangkan pada
Islam, konsumsi haruslah halal dan benar dan saving tidak boleh terlalu besar dan
dilarang melakukan riba
2.4. Rancang bangun ekonomi islam
Ekonomi Islam dapat diibaratkan dengan sebuah rumah yang terdiri atas atap,
tiang, dan fondas begitu juga dengan ekonomi Islam

AKHLAQ
MULTI TYPE FREEDOM TO ACT SOCIAL
OWNERSHIP

TAUHID AL-ADL NUBUWWA KHILAFAH MAAD


H

Bangunan dalam ekonomi Islam berfondasikan 5 hal:

9
1. Tauhid; - Allah merupakan pemilik sejati seluruh yang ada dalam alam
semesta. Allah tidak mencipakan sesuatu dengan sia-sia, dan manusia
diciptakan untuk mengabdi / beribadah pada Allah
2. Al-adl (adil);
Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi
Pelaku ekonomi tidak boleh hanya mengejar keuntungan pribadi
3. Nubuwwah (kenabian);
Sifat-sifat yang dimiliki Nabi SAW (Shiddiq, Tabligh, Amanah, Fathonah)
hendaknya menjadi teladan dalam berperilaku, termasuk dalam ekonomi
Shiddiq: efektif dan efisien ; Tabligh: komunikatif, terbuka, pemasaran;
Amanah: bertanggungjawab, dapat dipercaya, kredibel ; Fathonah: cerdik,
bijak, cerdas.

4. Khilafah :
Manusia sebagai khalifah di bumi, akan dimintai pertangungjawaban
Khalifah dalam arti pemimpin, fungsinya untuk menjaga interaksi antar
kelompok (muamalah) agar tercipta ketertiban
Khalifah harus berakhlaq seperti sifat-sifat Allah, dan tunduk pada
kebesaran Allah SWT
5. Maad (keuntungan):
keuntungan merupakan motivasi logis-duniawi manusia dalam
beraktivitas ekonomi
keuntungan mancangkup keuntungan dunia dan akhirat
Bertiangkan 3 hal:
1. Kepemilikan Multi jenis
Pada hakekatnya semua adalah milik Allah SWT
Berbeda dengan kapitalis maupun sosialis klasik, dalam Islam mengakui
adanya kepemilikan pribadi, kepemilikan bersama (syirkah), dan
kepemilikan negara
2. Kebebasan bertindak ekonomi
Pada dasarnya semua diperbolehkan kecuali yang dilarang
Hadist: Kamu lebih mengetahui urusan duniamu

10
3. Keadilan Sosial
Dalam rizki yang halal pun ada hak orang lain (zakat)
Keadilan social harus diperjuangkan dalam Islam, dan pemerintah
berkewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasr rakyatnya, dan
keseimbangan social antara si kaya dan si miskin
Beratapkan Akhlaq, yang berarti semuanya (perilaku) harus dilakukan dengan
beretika Islam

2.5. Filosofi ekonomi islam


Adiwarman Karim (2001) mengemukakan ada empat landasan filosofis sistem
ekonomi syariah yang menjadi pembeda utama dengan sistem ekonomi konvensional,
yaitu:
1) Tauhid
Dalam sistem ekonomi syariah tauhid merupakan landasan fundamental, dengan
landasan ketauhidan ini segala sesutu yang ada merupakan ciptaan Allah swt . dan
hanya Allah pula yang mengatur segala sesuatunya terhadap ciptan-Nya tersebut,
termasuk mekanisme hubungan pengaturan rezeki terhadap hamba-hamba-Nya,
seperti pemilikannya, cara perolehannya dan pembelanjaannnya (Tauhid rububiyyah).
Untuk itu para pelaku ekonomi (manusia) harus mentaati segala kaidah yang telah
ditetapkan oleh Allah secara kaffah, termasuk dalam bidang aktivitas perekonomian.
Ketaatan tersebut bukan hanya dalam kehidupan sosial belaka, tetapi meliputi hal-hal
yang bersifat etik dan moral (Tauhid uluhiyyah).
2) Keadilan dan keseimbangan
Sistem ekonomi syariah memandang keadilan dan keseimbangan merupakan
sesuatu hal yang mutlak untuk diamalkan olek pelaku ekonomi. Perlunya hal ini
berulangkali ditegaskan dalam Al-Quran. Keadilan dan keseimbangan merupakan
syarat mutlak untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat. Keadilan dan
keseimbangan ini harus teraplikasi sedemikian rupa antara anggota masyarakat yang
melakukan hubungan ekonomi. Artinya keadilan dan keseimbangan tersebut bukan
hanya pada tataran teoritis tetapi juga dalam tataran teknis. Misalnya dua orang
melakukan hubungan ekonomi (contohnya penjual-pembeli, pengusaha-pekerja)
berada pada tempat yang sejajar dan berkeadilan. Allah menegaskan bahwa Ia sangat
mencintai orang-orang yang berlaku adil (QS, 60: 8).
3) Kebebasan
Dalam sistem ekonomi syariah, kebebasan merupakan hal pokok. Kebebasan
disini dimaksudkan bahwa manusia bebas untuk melakukan aktivitas ekonomi

11
sepanjang tidak ada larangan dari Allah swt. Dengan demikian pelaku ekonomi dalam
sistem ekonomi syariah diberikan keleluasaan untuk berkreatifitas dan berinovasi
dalam mengembangkan kegiatan ekonomi.
4) Pertanggungjawaban
Dalam sistem ekonomi syariah manusia sebagai khalifah pemegang amanah Allah
di muka bumi. Dalam melakukan aktivitas (termasuk aktivitas ekonomi) diberikan
keleluasaan untuk memilih apa yang terbaik untuk dirinya. Namun demikian sebagai
hamba Allah kepadanya akan diminta pertanggungjawaban atas segala sesuatu yang
dilakukannya itu.

Dengan empat landasan filosofis tersebut menjadikan sistem ekonomi syariah


memiliki keistimewaan dibanding dengan sistem ekonomi konvensional. Sistem
ekonomi syariah tidak memandang manusia sebagai makhluk ekonomi yang
mendewakan materi, akan tetapi memandang manusia memiliki fitrah sebagai
makhluk yang memiliki kasih sayang. Dengan adanya rasa kasih sayang akan
melahirkan perbuatan tolong menolong antar sesama (taawun dan takaful). Apalagi
manusia memiliki sifat dasar yang senang memberi bantuan kepada orang lain. Allah
mengemukakan bahwa orang yang berkasih sayang digolongkan kepada golongan
kanan (QS, 90: 18)

3. Aplikasi Ekonomi Syariah di Masyarakat


Sistem ekonomi islam mengalami perkembangan sejarah baru pada era modern.
Menurut Khursid Ahmad, ada empat tahapan perkembangan dalam wacana pemikiran
ekonomi islam, yaitu; tahap pertama dimulai ketika sebagian ulama yang tidak memiliki
pendidian formal dalam bidang ilmu ekonomi namun memiliki pemahaman terhadap
persoalan-persoalan sosio-ekonomi pada masa itu, mencoba untuk menuntaskan persoalan
bunga. Masa ini berkisar peretngan dekade 1930-an dan mengalami puncak
kemajuannyaawal dekade 1960-an. Namun tahapan ini masih bersifat prematur dantrial
eror, sehingga dampaknya masih sangat terbatas. Setidaknya hal ini membuka pintu lebar
perkembangan selanjutnya.
Tahapan kedua, dimulai pada akhir dasawarsa 1960-an dimana para ekonom muslim
yang terdidik dari amerika dan eropa mencoba melakukan pengembangan sistem moneter
islam. Tahap ketiga diatndai dengan upaya-upaya konkret untuk mengembangkan
perbankan dan lembaga-lembaga keuangan nonriba baik sektor swasta maupun
pemerintah. Pada tahapan ini sudah mulai didirikan bank-bank islam dan lembaga
investasi berbasis nonriba dengan konsep yang lebih jelas dan pemahaman ekonmi yang

12
lebih mapan. Bank islam pertama kali didirikan adalah Islamic Development Bank (IDB)
pada tahun 1975 di Jeddah, Saudi Arabia. Bank islam ini adalah kerja sama antara negara-
negara islam yang tergabung dalam OKI.
Tahap keempat kemudian ditandai dengan pengembangan pendekatan yang lebih
integratif dan sophisticated untuk membangun keseluruhan teori dan praktik ekonomi
islam terutama lembaga keuangan dan perbankan yang menjadi indikator ekonomi umat.
3.1. Penerapan ekonomi islam dalam sektor perbankan syariah
1) Ideologi perbankan syariah di Indonesia
Sektor keuangan adalah prioritas utama dalam menyediakan pembiayaan bagi tumbuh
kembangnya berbagai usaha yang akan menerapkan bisnis berbasis
syariah. Perkembangan yang berlaku dalam bidang perbankan di Indonesia di era
reformasi yaitu ditandai dengan disetujuinya Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang
perbankan, yang mana dalam undang-undang tersebut telah diatur dengan terperinci dasar
hukum dan jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank
syariah, undang-undang tersebut juga memberi wewenang dan arahan bagi bank-bank
umum untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversikan diri secara total
untuk menjadi bank syariah.
Nampaknya dalam perspektif perkembangan, kebijakan terhadap dunia perbankan
syariah di Indonesia sejak sepuluh tahun terakhir banyak mengalami kemajuan. Sejak 19
tahun pertama kali dicetuskan pada sekitar tahun 1973, kemudian tahun 1992 berdiri
Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai bank yang beroperasi berlandaskan pada prinsip
syariah yang pertama. Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 sekalipun tidak memuat
pasal khas yang menyebut prinsip syariah. Tapi sudah cukup menjadi dasar berdirinya
bank syariah pertama itu. Keberadaan bank syariah semakin kuat setelah lahirnya UU
Nombor 10 tahun 1998 yang secara tegas mengakui keberadaan bank syariah secara ko-
eksistensial dengan bank konvensional, jika selama 6 tahun BMI menjadi pemain tunggal
jasa perbankan syariah tetapi setelah lahirnya UU tersebut yang banyak dipengaruhi oleh
keadaan krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Maka bermunculan bank-bank syariah
seperti bank syariah Mandiri dan lain-lain.
Di sebutkan dalam undang-undang No 10 tahun 1998 itu tentang perubahan undang-
undang perbankan tentang adanya ketentuan syariah, dalam pasal 1 butir 13 disebutkan :
Yang dimaksud dengan Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
kelembagaan, kegiatan usaha, cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Sedangkan arti dari prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha
atau kegiatan usaha lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain

13
permbiayaan berdasarkan bagi hasil (Mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip
penyertaan modal (Musyarakah). Prinsip jual beli barang dengan memperoleh
keuntungan (Murabahah) atau pembiayaan modal berdasarkan prisip sewa murni tanpa
pilihan (Ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang
disewa dari pihak bank oleh pihak lain (Ijarah Iqtina). Maka dengan adanya UU No. 10
Tahun 1998 berlaku dual sistem dalam pentadbiran perbankan iaitu secara konvensional
dengan menggunakan bunga (interrest) untuk setiap peminjaman atau penyimpanan dana
dan mengunakan sistem bagi hasil yang merupkan dasar perbankan syariah.
Peluang dan kesempatan dari perkembangan diatas disambut dengan menggalakan
oleh mesyarakat perbankan, maka sejumlah bank mulai memberikan pelatihan dalam
bidang perbankan syariah bagi para pegawainya. Sebahagian bank ada yang mempelajari
untuk mendirikan cabang dalam bank yang sudah sedia ada dan sebahagian yang lain
mengkonvermasikan diri untuk menjadi bank syariah sepenuhnya, maka jenis perbankan
syariah di Indonesia dibagikan kepada dua bahagian :
a. Bank umum syariah, yaitu bank bank yang mengkonversikan diri sebagai bank
syariah secara penuh, contohnya adalah bank Syariah Mandiri (BSM) iaitu bank yang
merupakan hak milik kerajaan pertama yang berlandaskan dalam operasionalnya pada
prinsip syariah.
b. Bank cawangan syariah dari Bank Konvensional, perkembangan yang baik terjadi
di era reformasi ini dalam bidang perbankan di Indonesia adalah diperkenankannya
konversi cabang bank umum konvensional menjadi cabang syariah.
Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan merupakan perubahan
terhadap undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, dalam undang-undang No.
10 tahun 1998 ini telah dirubah dan dimasukan tambahan undang-undang baru khasnya
berkaitan dengan bank syariah. Kalau kita analisis berdasarkan Undang-undang tersebut
antara bank syariah dan bank konvesional dalam beberapa hal memiliki persamaan,
terutama dari segi teknikalnya penerimaan uang mekanisme transfer, syarat-syarat umum
untuk mendapatkan pembiayaan, tetapi terdapat perbedaan yang menyangkut aspek legal,
struktur organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja.
Tantangan berat perbankan syariah adalah menjadi sesuai syariah sekaligus tetap
dapat menjalankan fungsi perbankan.Bank syariah dihadapkan pada masalah
menggabungkan dua konsep yang kontradiktif. Di satu sisi harus menggantikan fungsi
perbankan, dan di sisi lain tidak boleh melanggar syariah. Untuk mewujudkan harapan
itu, pada dataran ideal, perbankan syariah harus mampu menunaikan tiga tugas berikut:

14
a) Menjalankan semua fungsi yang telah dilakukan bank-bank ribawi, seperti
pembiayaan (financing), memperlancar dan mempermudah urusan transaksi,
mengumpulkan dana masyarakat, kliring dan transfer, terlibat masalah moneter dan
praktek-praktek perbankan lainnya.
b) Berpegang pada hukum-hukum syariah, sekaligus menyesuaikan tuntutan zaman,
terutama pengembangan setiap aspek ekonomi,
c) Berpegang pada asas dan prinsip dasar ekonomi yang benar, yang sesuai ideologi
dan kaidah syariah Islam, serta tidak sekadar menggunakan dasar-dasar teori ekonomi
umum keuangan yang dibangun di atas dasar muamalah ribawiyah (transaksi riba).
Tiga tugas tersebut harus ditunaikan bank syariah agar dapat berjalan seiring
perkembangan zaman dengan semua fenomena dan problema kontemporernya.

2) Realita perbankan syariah di Indonesia saat ini


Tak ada gading yang tak retak. Tampaknya pribahasa itulah yang sesuai dengan
perkembangan perbankan syariah di Indonesia pada saat ini. Di balik perkembangan
perbankan syariah yang diinilai cukup baik, ternyata perbankan syariah masih memiliki
beberapa permasalahan.
Permasalahan pertama datang dari internal perbankan syariah itu sendiri.
Perkembangan perbankan syariah yang baik tidak diimbangi dengan pengetahuan dan
pemahaman yang baik dari karyawan perbankan syariah terhadap perbankan syariah dan
ekonomi Islam. Sehingga adanya anggapan di masyarakat, kinerja bank syariah tidak
sebaik kinerja bank konvensional. Hal ini bisa berakibat kurangnya kepercayaan
masyarakat terhadap bank syariah.
Kedua, bank syariah masih memiliki fasilitas-fasilitas yang belum terintegrasi dengan
baik, terutama fasilitas Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Bank syariah masih
menggunakan mesin ATM bank lain jika nasabahnya ingin melakukan transaksi melalui
mesin ATM. Meskipun ini merupakan kemudahan dari layanan ATM bersama, dimana
nasabah yang memiliki kartu ATM dari bank tempat ia mempunyai nomor rekening bisa
melakukan transaksi di mesin ATM bank lain, layanan ini menimbulkan ketidaknyamanan
bagi nasabah. Ketidaknyamanan tersebut adalah nasabah akan dikenakan fee jika
menggunakan mesin ATM bank lain untuk bertransaksi (misalnya tarik tunai, cek saldo,
transfer, dll).
Ketiga, jumlah cabang bank syariah di beberapa daerah juga masih sangat terbatas.
Hal ini berdampak pada minimnya masyarakat yang menggunakan jasa perbankan syariah.
Market share perbankan syariah pun menjadi tidak begitu tinggi. Seperti yang dilampirkan
situs infobank.com bahwa market share perbankan syariah belum mencapai 5 % dari total
asset bank secara nasional.

15
Selanjutnya, permasalahan juga datang dari kebutuhan akan regulasi Dewan Syariah
Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang belum terealisasi, mengingat
pentingnya untuk mendukung terwujudnya sektor jasa keuangan syariah yang sesuai
dengan prinsip syariah.
Dan puncak dari permasalahan di atas adalah, masih kurangnya sosialisasi pada
masyarakat tentang perbankan syariah. Masyarakat masih memiliki pengetahuan yang
kurang baik tentang bank syariah. Seperti, masyarakat masih beranggapan sistem bunga
pada bank konvensional dan sistem bagi hasil pada bank syariah merupakan dua sistem
yang sama, sehingga masyarakat lebih memilih menggunakan jasa perbankan
konvensional yang dinilai telah berpengalaman dalam menjalankan usaha perbankan
walalupun sebenarnya perbankan konvensional memberikan sesuatu yang negatif bagi
nasabahnya, baik dari segi dunia maupun akhirat.
Melihat realitas yang terjadi, perbankan syariah akhir-akhir ini sebagai lembaga
pembiayaan untuk berbagai usaha yang coba menghindari riba, namun fakta
operasioanalnya masih banyak memberatkan nasabah. Kehadiran bank syariah khususnya
di Indonesia tidak membawa perubahan berarti , karena misi perbankan syariah masih
belum bisa membawa kemaslahatan bagi umat. Hal mana disebabkan praktiknya belum
mencerminkan sepenuhnya terhadap upaya untuk fokus mengeluarkan umat dari
cengkraman riba yang membawa kemiskinan dan bencana.
Bank syariah hadir karena disyariahkan, hal mana ditunjukkan oleh mayoritas bank
syariah berafiliasi atau tunduk kepada bank konvensional yang membentuknya. Dengan
kata lain hanya strategi perbankan konvensional mengakomodir pasar syariah di
Indonesia. Meskipun ada bank Muamalat yang dibentuk secara tersendiri. Namun tetap
saja secara nasioanal bank yang disyariahkan tersebut masih tunduk dibawa kebijakan
Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang secara makro berada dalam koridor sistem riba.
Walaupun demikian keberadaan bank syariah boleh diterima karena umat Islam masih
punya piihan yang baik diantara pilihan terburuk.
Berdasarkan situasi yang dimaksud, dibutuhkan lembaga pembiayaan alternatif bebas
riba untuk membiayai semua jenis usaha yang akan diimplementasikan berdasarkan sistem
ekonomi kaffahisme. Mitra pembiayaan harus menganut azas bisa bagi untung dan rugi.
Pilihannya hanya dengan membentuk lembaga pembiayaan baru, dimana proses awal bisa
memakai badan hukum koperasi simpan pinjam yang bebas riba.

3) Proyeksi sektor perbankan syariah dimasa mendatang

16
Setelah mengetahui realita perbankan syariah di Indonesia seperti yang dijelaskan
sebelumnya, tentu akan timbul pertanyaan bagaimana nasib perbankan syariah di
Indonesia esok?. Seperti yang Allah jelaskan di Al Quran, Surat Ar Rad ayat 11, Allah
tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sampai kaum tersebut mengubah keadaannya
sendiri. Bank syariah masih bisa tumbuh lebih baik lagi dari saat ini jika memang serius
melakukan perubahan dan perbaikan.

Pembenahan menuju idealitas

Apa yang menjadi permasalahan saat ini harus segera dibenahi. Mulai dari intern
perbankan syariah itu sendiri (misalnya up grading knowledge karyawan perbankan
syariah tentang ekonomi Islam) sampai masalah efektivitas regulasi dewan syariah oleh
majelis Ulama Indonesia dalam megawasi jalannya aktivitas perbankan agar tetap
berada dalam koridor syariah.

Perbaikan sangat diperlukan mengingat perbankan syariah sangat berpotensi


menguatkan perekonomian negara. Perbankan syariah juga mendapat dukungan dari
Lembaga Keuangan Islam di seluruh dunia sehingga nantinya membantu perkembangan
perbankan syariah maupun perekonomian negara menuju arah yang lebih baik.

Hal penting yang juga tidak boleh dilupakan adalah memaksimalkan sosialisasi
perbankan syariah di masyarakat. Jika masyarakat sudah memiliki pengetahuan serta
pemahaman yang baik mengenai perbankan syariah dan ekonomi Islam, maka
masyarakat tidak perlu ragu lagi terhadap kinerja perbankan syariah. Sehingga, market
share bank syariah akan lebih meningkat dan mampu melampaui target Bank Indonesia,
yaitu pada Desember 2008, market share bank syariah hampir mencapai 5 % dari total
asset bank secara nasional. Namun BI sudah tidak bicara market share 5% lagi. Tapi,
kini yang di prioritaskan soal pertumbuhan, growth-nya yang penting karenaItu akan
lebih menarik dilihat oleh investor karena bank syariah punya growth yang tinggi,
yakni di atas 34%. Ini yang ingin ditampilkan dibandingkan dengan market share.

Oleh karena itu masyarakat pun Insya Allah akan diridhoi Allah karena sudah
menerapakan hukum dan aturan-Nya terutama dalam bidang ekonomi. Apa lagi dewasa
ini sudah banyak lembaga-lembaga kajian ekonomi Islam, baik untuk masyarakat umum
atau kalangan tertentu seperti mahasiswa.

Mewujudkan Karakter Bank Syariah

17
Membumikan ketiga tugas bank syariah sangat tergantung kebijakan para
praktisi, para pengawas syariahnya, serta pemerintah, untuk mengarahkan perbankan
syariah memiliki karakter berbeda dengan perbankan konvensional. Inilah karakter
yang dapat membuatnya menunaikan tugas-tugasnya itu.
Bersih dari semua bentuk riba dan muamalah yang dilarang syariat
Ini harus menjadi jorgan dan syiar utama bank syariah. Tanpa itu, ia tidak boleh
menyebut lembaga keuangan syariah. Dr. Ghorib al-Gamal menyatakan, karekteristik
bersih dari riba perbankan syariah adalah karekteristik utamanya dan menjadikan
keberadaannya seiring tatanan yang benar untuk masyarakat Islam. Lembaga keuangan
syariah harus mewarnai seluruh aktivitasnya dengan ruh dan motivasi akidah, yang
menjadikan para praktisinya selalu merasa bahwa aktivitas mereka tidak sekadar
bertujuan merealisasikan keuntungan semata. Namun perlu ditambahkan bahwa itu
adalah salah satu cara berjihad dalam mengemban beban risalah dan upaya
menyelamatkan umat dari praktek-praktek yang menyelisihi norma dasar Islam. Di atas
itu semua, para praktisi hendaknya merasa aktivitasnya adalah ibadah dan ketakwaan
yang akan mendapatkan pahala dari Allah bersama balasan materi duniawi yang
didapatkan. Mengarahkan segala kemampuan untuk mengembangkan dana masyarakat
(at-Tanmiyah) dengan jalan is-titsmar (pengembangan modal) melalui usaha, bukan
dengan jalan utang (al-Qardh) yang mengahasilkan keuntungan. Untuk itu, lembaga
keuangan syariah harus dapat mengelola hartanya dengan salah satu dari dua hal
berikut, yang telah diakui secara syariah:
a) Investasi pengembangan modal langsung dan riil (al-Is-titsmar al-Mubaasyir).
Yakni, bank melakukan sendiri pengelolaan harta perniagaan dalam proyek-
proyek riil yang menguntungkan.
b) Investasi modal dengan musyarakah. Yakni,bank menanam saham dalam modal
sektor riil, yang menjadikan bank syariah tersebut sebagai syariek (sekutu)
dalam kepemilikan proyek tersebut dan berperan dalam administrasi,
menejemen dan pengawasannya. Bank menjadi syariek dalam semua yang
dihasilkan proyek tersebut. Baik berupa keuntungan maupun kerugian, sesuai
prosentase yang disepakati para syariek.
Karena bank syariah dibangun di atas asas dan prinsip Islam, seluruh
aktivitasnya tunduk kepada standar halal dan haram yang telah ditentukan syariah. Hal
ini menuntut lembaga keuangan membuat beberapa terobosan berikut:

18
Pertama, mengarahkan pengembangan modal (investasi) dan memusatkannya
di lingkaran produk barang dan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan umum
kaum Muslimin.
Kedua, menjaga jangan sampai produknya terjerumus dalam lingkaran haram.
Ketiga, menjaga setiap tahapan produknya tetap berada dalam lingkaran
halal.
Keempat, menjaga setiap penyebab produknya (sistem operasi dan
sejenisnya) selaras dengan aturan.
Kelima, memusatkan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat dan maslahat
umum sebelum melihat kepada profit yang akan didapat.
Mengikat pengembangan ekonomi dengan pertumbuhan sosial
Lembaga keuangan syariah tidak hanya mengikat pengembangan ekonomi dan
pertumbuhan sosial semata. Namun harus menjadikan pertumbuhan sosial masyarakat
sebagai asas. Dengan demikian, bank syariah harus memenuhi dua tuntutan ini sekaligus
untuk perbaikan masyarakat dan mewujudkan keadilan. Tidak sebagaimana umumnya
bank ribawi yang hanya menitikberatkan pada keuntungan, tanpa peduli pertumbuhan
sosial kemasyarakatan.
Mengumpulkan harta nganggur dan mengalihkannya untuk aktivitas is-titsmaar
(pengembangan modal) dan pengelolaan. Targetnya, pembiayaan (tamwiel) pada proyek-
proyek perdagangan, industri dan pertanian. Ini karena kaum Muslimin yang tidak ingin
menyimpan hartanya di bank-bank ribawi berharap adanya bank syariah untuk
menyimpan harta mereka.
Memudahkan sarana pembayaran dan memperlancar gerakan pertukaran
perdagangan langsung (Harakah at-Tabaadul at-Tijaari al-Mubasyir) di seluruh dunia
Islam. Bank juga bekerja sama mewujudkan gerakan tersebut, dengan seluruh lembaga
keuangan syariah dunia agar dapat menunaikan tugasnya dengan baik.
Menghidupkan tatanan zakat, dan bank sekaligus merangkap sebagai lembaga
zakat, yang mengumpulkan harta zakat bank tersebut. Lalu manajemen lembaga
keuangan sendiri yang mengelola lembaga zakat tersebut.
Membangun baitul mal kaum Muslimin dan mendirikan lembaga khusus untuk
itu, yang dikelola langsung oleh lembaga keungan tersebut.
Menanamkan kaidah adil dan kesamaan terkait dengan untung dan rugi, dan
menjauhkan unsur ihtikaar (penimbunan barang agar menaikkan harga). Bank syariah
harus berupaya menyebarkan kemaslahatan untuk kaum Muslimin seutuhnya.

19
Beberapa karakter perbankan syariah yang disampaikan sebagian ulama itu bisa
menjadi tolak ukur evaluasi produk-produk perbankan syariah dan kegiatannya di
Indonesia.
Sebagai penutup, pertama, kaum Muslimin harus mengetahui hakikat istilah-
istilah syariah agar tidak tertipu janji dan propaganda. Tolok ukurnya hakikat, dan bukan
istilah atau nama.
Kedua, kami mengajak dewan pengawas syariah, praktisi perbankan syariah dan
masyarakat untuk memahami hakikat istilah yang digunakan produk perbankan syariah
dan membandingkannya dengan praktek yang diterapkan perbankan syariah di negeri
kita, agar semuanya bergerak berdasarkan ilmu dan berhenti pun dengan ilmu.
Harapan-harapan ke arah perbankan syariah yang lebih baik dari hari ini masih
sangat besar. Pintu ke arah itu masih terbuka lebar asalkan semua pihak yang terlibat
dalam perbankan syariah benar-benar serius memperbaiki keadaan yang terjadi saat ini
serta selalu Istiqomah di Allah yang menuntun kebahagian dunia dan akhirat.

4.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Utsman. 2015. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Islam, (Online),
(http://www.pengertianpakar.com/2015/04/pengertian-dan-ruang-lingkup-hukum-
islam.html, diakses 18 September 2016)

Huda, Nurul. 2014. Filsafat Sistem Ekonomi Syariah, (Online), (http://daruttaibin.com/filsafat-


sistem-ekonomi-syariah/, diakses 15 September 2016)

Muttaqiena, Abida. 2010. Dasar-dasar Ekonomi Syariah, (Online),


(http://www.slideshare.net/abida/dasardasar-ekonomi-syariah, diakses 18 September
2016)

Purnama, Chamdan. 2016. KONSEP DASAR EKONOMI ISLAM, (Online),


(http://www.academia.edu/8443798/KONSEP_DASAR_EKONOMI_ISLAM, diakses
16 September 2015)

Sabatini, Dianti. 2014. Penerapan Ekonomi Syariah di Indonesia, (Online),


(http://www.kompasiana.com/bumkeyk/penerapan-ekonomi-syariah-di-
indonesia_54f6f6dca33311410e8b4571, diakses 18 September 2016)

21

Das könnte Ihnen auch gefallen