Sie sind auf Seite 1von 11

140 Vol. 1, No.

2, JuliDesember 2009

Pengaruh Air Perasan Daun Gedi Hijau (Abelmoschus


Manihot) terhadap Konsentrasi HCl Lambung
Studi Eksperimental pada Tikus yang Diinduksi Acetylsalicylic Acid

The Effect of Gedi Hijau Leaves Aqueous (Abelmoschus Manihot)


on Gastric Acid Concentration
Experimental Study on Acetylsalicylic Acid-Induced Rats

Qathrunnada Djaman1
ABSTRACT
Background: Non steroidal antiinflammatory drugs such as Acetylsalicylic acid (ASA) have been largely used.
Its adverse reactions include superficial gastric erotion that result in peptic ulcer. The gedi hijau leaves have
long been used to relieve the digestive disorder. This study was conducted to verify the effect of leaf gedi
green leaves aqueous (Abelmoschus Manihot) on gastric acid concentration.
Design and method: This experimental study used the post test only control group design. Thirty white male
Wistar rats of 12 week old, 150-200 gram of body weight were randomly devided into five groups of six. The
five groups were administered orally with Acetylsalicylic acid 90 mg, Acetylsalicylic acid 90 mg + Sucralfat 72
mg, Acetylsalicylic acid 90 mg + gedi hijau 3 leaf gedi green , Acetylsalicylic acid 90 mg + 4 leaf gedi green,
Acetylsalicylic acid 90 mg + 5 leaf gedi green, respectively. They were fed on ad libitum for seven days. At the
eighth day, the rats were fasted for 12 hours before terminated. The concentration of HCL was tested using
Argentometry titration. The non parametric test of Kruskal-Wallis and Mann-Whitney were applied.

Result: significant different in gastric acid concentration among the treated groups (p 0.03 > 0.05).
Conclusion: Daun Gedi hijau leaves aqueous effect on the Acetylsalicylic acid-induced gastric acid, (Sains
Medika, 1 (2) : 140 - 147).

Keywords: ASA, Gedi hijau leaves, gastric acid

ABSTRAK
Pendahuluan: Penggunaan obat-obat golongan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) seperti
Acetylsalicylic acid (ASA) di masyarakat masih tinggi. Berefek iritasi terhadap mukosa lambung berakhir
timbulnya tukak lambung. Daun gedi hijau dimanfaatkan masyarakat mengatasi tukak lambung. Penelitian ini
bertujuan untuk membuktikan pengaruh air perasan daun gedi hijau terhadap konsentrasi HCl lambung pada
tikus yang diinduksi ASA.
Metode Penelitian: Penelitian eksperimental laboratorik ini menggunakan rancangan the post test only
control group design.Tikus putih galur wistar jantan umur 12 minggu berat 150-200 gram sebanyak 30 ekor
dibagi menjadi 5 kelompok : I kelompok kontrol (ASA 90 mg), II (ASA 90 mg + Sukralfat 72 mg), III (ASA 90 mg
+ 3 lembar daun gedi hijau) dan IV (ASA 90 mg + 4 lembar daun gedi hijau) serta V (ASA 90 mg + 5 lembar
daun gedi hijau). Semua perlakuan diberikan per oral selama tujuh hari, diberi makan-minum ad libitum. Hari
ke delapan dipuasakan 12 jam, lalu diterminasi. Konsentrasi HCl lambung diukur dengan titrasi Argentometri.
Data diuji non parametrik dengan Kruskal-Wallis dan Mann-Whitney.
Hasil Penelitian: Ada perbedaan konsentrasi HCl lambung antar kelompok perlakuan (p 0,03 < 0,05).

Kesimpulan: Air perasan daun gedi hijau berpengaruh terhadap konsentrasi HCl lambung tikus yang diinduksi
ASA, (Sains Medika, 1 (2) : 140 - 147).

Kata Kunci : ASA, daun gedi hijau, HCl lambung

1 Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang


Pengaruh Air Perasan Daun Gedi Hijau (Abelmoschus Manihot) 141

PENDAHULUAN
Penggunaan obat-obat golongan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), seperti
Acetylsalicylic acid (ASA) di masyarakat masih sangat tinggi. Obat ini dikonsumsi untuk
menanggulangi penyakit sendi degeneratif dan rheumatoid arthritis serta mengatasi
rasa nyeri. Di samping kegunaan yang sesuai dengan indikasinya, obat ini mempunyai
efek iritasi pada mukosa lambung, berakibat perdarahan lambung yang berakhir
dengan timbulnya tukak lambung (Tarigan, 2006; Hirlan, 2006).
Terapi tukak lambung terutama ditujukan dengan menurunkan sekresi asam
lambung untuk memperbaiki keseimbangan antara faktor agresif (asam lambung dan
pepsin) dan faktor defensif dengan meningkatkan resistensi mukosa lambung
(pembentukan dan sekresi mukus, sekresi bikarbonat, aliran darah mukosa dan
regenerasi epitel) (Neal, 2006). Pengobatan tukak lambung yang diakibatkan oleh
penggunaan OAINS, selama ini menggunakan obat-obat kimia antara lain golongan
analog prostaglandin (PG), atau sukralfat yang berefek sitoproteksi terhadap mukosa
lambung, kesemuanya tidak lepas dari efek samping obat. Oleh karena itu, perlu
dipikirkan obat pengganti yang mempunyai efek sama dan lebih baik dengan efek
samping minimal. Salah satu alternatifnya yaitu dengan memanfaatkan tanaman obat
tradisional yang banyak tumbuh di wilayah Indonesia. Tumbuh-tumbuhan yang sering
dimanfaatkan untuk mengatasi tukak lambung oleh sebagian masyarakat kita adalah
daun Abelmoschus Manihot (gedi hijau).
Pohon daun gedi hijau ini tumbuh di Asia Tenggara merupakan tanaman tropis
yang banyak dijumpai di seluruh wilayah Indonesia. Daun gedi hijau di sebagian daerah
di Indonesia biasa digunakan sebagai makanan penyegar dan sebagai obat tradisional
untuk mengatasi berbagai penyakit antara lain nyeri lambung, demam dan mengatasi
sembelit. Akan tetapi sampai saat ini belum banyak publikasi atau penelitian tentang
khasiat daun gedi hijau (Anonim, 2005). Daun gedi hijau mengandung flavonoid,
saponin, polifenol dan alkaloid (Anonim, 2005; Zakaria dan Prangdimurti, 2000).
Flavonoid adalah senyawa yang memiliki aktifitas antioksidan yang dapat
mempengaruhi beberapa reaksi yang tidak diinginkan dalam tubuh, misalnya dapat
menghambat reaksi oksidasi, sebagai pereduksi radikal hidroksil dan superoksid serta
radikal peroksil (Abadi, 2002).
142 Vol. 1, No. 2, JuliDesember 2009

Chalid (2002) telah meneliti tentang pengaruh ekstrak daun gedi hijau terhadap
aktifitas enzim antioksidan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa aktifitas superoksida
dismutase (SOD) mencit perlakuan lebih tinggi dibanding kontrol, aktifitas mencit perlakuan
lebih rendah dibanding kontrol, aktifitas glutation peroksidase (GSH-PX) mencit perlakuan
relatif lebih rendah dibanding kontrol dan kadar glutation mencit perlakuan relatif lebih
tinggi dibanding kontrol serta kadar malondialdehid (MDA) mencit perlakuan tidak berbeda
dibanding kontrol. Trimurtini (2007) melaporkan bahwa dengan menggunakan dosis empiris
dari ekstrak daun cincau hijau dapat memperbaiki kerusakan mukosa lambung dan
menurunkan kadar HCl lambung yang diinduksi aspirin.

Berdasarkan penggunaan di masyarakat dan adanya efek farmakologis yang


dihasilkan oleh senyawa yang terkandung dalam daun cincau hijau, maka penelitian ini
ingin menilai pengaruh air perasan daun gedi hijau terhadap konsentrasi HCl lambung
tikus galur wistar yang diinduksi ASA. Dengan dosis yang digunakan mengacu pada
Trimurtini (2007), yaitu digunakan tiga macam dosis, dosis pertama dosis empiris
setara dengan 2 lembar daun gedi hijau, dosis kedua 1 dosis empiris setara dengan 4
lembar daun gedi hijau, dan dosis ke tiga adalah 2 dosis empiris setara dengan 8
lembar daun gedi hijau.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental laboratorik dengan
rancangan post test only control group design. Waktu penelitian antara bulan Maret
sampai Mei 2008. Tempat penelitian di laboratorium Unit Pengembangan Hewan
Percobaan Universaitas Gajah Mada (UPHP UGM) Yogyakarta, Laboratorium Penelitian
dan Pengujian Terpadu Universitas Gajah Mada (LPPT UGM), Yogyakarta dan
Laboratorium Sentral Patologi Anatomi RS Dokter Kariadi Semarang.
Populasi penelitian ini adalah tikus jantan galur wistar yang dikembangkan di
laboratorium UPHP UGM. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 ekor tikus.
Pengambilan sampel dilakukan dari populasi tikus secara acak sederhana, dengan
kriteria inklusi, antara lain: jenis kelamin jantan, umur 12 minggu, berat badan 150-200
gram, dan sehat (gerak aktif, nafsu makan baik) tidak ada kelainan anatomi. Kriteria
eksklusi tikus mati sebelum tiba waktu observasi.
Pengaruh Air Perasan Daun Gedi Hijau (Abelmoschus Manihot) 143

Subyek penelitian ini adalah ASA dan sukralfat. Dosis ASA pada penelitian ini
diperoleh dari hasil konversi dosis ASA untuk manusia dewasa (Berat Badan/BB 70 Kg)
sebesar 5 gram/hari (Wilmana, 1995) ke dosis tikus (BB 200 gram), sehingga diperoleh
dosis ASA pada tikus sebesar 90 mg/ ekor (Donatus et al., 1992). Dosis sukralfat untuk
manusia 4 gram/hari (Wilmana, 1995) dikonversi ke tikus menjadi 0,018 4.000 mg =
72 mg (Donatus et al., 1992).

Air perasan daun gedi hijau adalah air yang diperoleh dari remasan daun gedi
hijau sebanyak 2-5 daun gedi hijau (dosis empiris). Dosis daun gedi hijau dibagi menjadi
3, yaitu: dosis, 1 dosis, dan 2 dosis, masing-masing kelompok diremas dengan
aquades sebanyak 18 ml. Sebelum diberikan ke tikus, air perasan daun gedi hijau
diperiksa keasamannya (pH). Untuk manusia dewasa bisa menggunakan 5 daun gedi
dicampur dengan air matang 250 ml dan peras daun gedi tersebut serta disaring dan
tuangkan ke dalam gelas bisa di minum 1-2 kali setiap hari.
Sebelum penelitian, tikus diadaptasikan dalam suasana laboratorium selama
satu minggu. Pemeliharaan dilakukan dengan memberikan makanan berupa pelet dari
laboratorium dan diberi air minum ad libitum. Tikus ditimbang setiap hari dan dilakukan
pengamatan terhadap tingkah lakunya. Tikus dinyatakan sehat dan dapat digunakan
untuk penelitian bila tingkah lakunya tidak menunjukkan gejala-gejala sakit serta berat
badannya tidak berubah < 10% berat badan awal. Semua perlakuan diberikan per oral
mengunakan nasogastric tube dengan volume yang disamakan yaitu 3 ml yang
diberikan satu kali dalam sehari, pagi hari sebelum pemberian pakan standart.
Pada hari ke 8 semua tikus dipuasakan 12 jam, tidak diberi makan dan minum.
Setelah itu semua tikus dikorbankan dengan dianestesi menggunakan dietyl ether.
Perut tikus dibuka, kemudian dicari lambungnya dengan batas-batasannya. Perbatasan
pilorus dan duodenum serta ujung oesofagus diikat, kemudian lambung dilepaskan.
Lambung ditoreh sepanjang curvatura mayor, cairan lambung dikeluarkan, volumenya
diukur, kemudian ditentukan konsentrasi HCl.
Konsentrasi HCl lambung adalah jumlah HCl lambung yang didapat melalui titrasi
dengan larutan AgNO3 0,0141 N dalam satuan ml yang dijadikan persen (%). Pemeriksaan
konsentrasi HCl lambung dengan metode Argentometri (Winkler, 1994). Prinsip metode ini
adalah dalam suasana netral atau basa lemah, ion klorida diendapkan menjadi perak
klorida. Kelebihan perak nitrat bereaksi dengan kalium kromat yang berwarna merah bata.
Tiap porsi cairan lambung yang diperoleh diukur banyaknya.
144 Vol. 1, No. 2, JuliDesember 2009

Kadar Cl (mg/lt) = (A-B 35,45 1000)


Volume sampel (ml)

dimana :
A = Volume AgNO3 untuk titrasi sampel
B = Volume AgNO3 untuk titrasi blanko
N = Normalitas AgNO3 0,0141 N
Data dianalisa secara deskriptif untuk menampilkan nilai mean, median, modus
dan simpangan baku dan disajikan dalam bentuk tabel. Kadar HCl lambung ditampilkan
dalam grafik box plot berdasarkan kelompok perlakuan. Untuk melihat pengaruh air
perasan daun gedi hijau terhadap konsentrasi HCl lambung dianalisis menggunakan uji
Kruskall Wallis.

HASIL PENELITIAN
Kadar HCl untuk kelompok ASA dan ASA + sukralfat lebih tinggi daripada
kelompok-kelompok yang mendapat daun gedi hijau (Tabel 1). Grafik Boxplot pada
Gambar 1 menunjukkan konsentrasi HCl lambung dalam persentase tidak berdistribusi
normal, karena nilai mediannya tidak berada ditengah-tengah kotak, nilai Whisker tidak
terbagi secara simetris ke atas dan ke bawah serta ada nilai ekstrim atas dan bawah.
Untuk uji normalitas dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk diperoleh seluruh data
pada masing-masing kelompok berdistribusi normal dengan nilai p > 0,05. Namun, pada
uji homogenitas dengan uji Levene Statistic nilai p 0,03 < 0,05, sehingga digunakan uji
non-parametrik Kruskal-Wallis sebagai pengganti uji One Way Anova. Hasil uji tes
Kruskal-Wallis didapat p 0,03 > 0,05, menunjukkan ada perbedaan konsentrasi HCl
lambung antar kelompok perlakuan (Tabel 2).
Tabel 1. Konsentrasi HCl lambung tikus pada masing-masing kelompok perlakuan

Kelompok N Mean Rank


Perlakuan

Konsentrasi HCL ASA/kontrol (1) 6 19,08


(%)
ASA + Sukraflat 6 19,00
(II)

ASA + dosis 6 11.25


daun gedi hijau
(III)

ASA + 1 dosis 6 13,67


daun gedi hijau
(IV)

ASA + 2 dosis 6 14,50


daun gedi hijau
(V)

Chi-Square : 3.692

Asymp Sig : 0.03 > Nilai P

PEMBAHASAN
Konsentrasi HCl lambung di antara kelompok perlakuan berbeda dengan nilai (p
0,03 < 0,05). Hal ini menunjukkan konsentrasi HCl lambung pada kelompok ASA
berbeda dengan kelompok perlakuan lainnya (air perasan daun cincau hijau dan
sukralfat). Sukralfat pada suasana asam akan membentuk pasta kental yang secara
selektif mengikat pada dasar tukak sehingga melindungi tukak terhadap difusi asam,
juga mempunyai sifat sitoproteksi dan bersifat antasida (Neal, 2006; Greer, 2006).
Demikian pula dengan dau gedi hijau yang mempunyai pH antara 3-4 merupakan
antasida atau penghambat sekresi asam lambung. Daun gedi hijau dalam penelitian ini
terbukti berefek sitoprotektif dan terbukti berpengaruh terhadap konsentrasi HCl
lambung.
Daun gedi hijau mengandung komponen polifenol dan flavonoid yang berperan
sebagai antioksidan (Heranani dan Raharjo, 2004; Priyanto, 2007). Hal ini sesuai dengan
Chalid (2002) yang menunjukkan adanya peningkatan aktifitas enzim antioksidan
Superoksida dismutase (SOD) dan kadar Malondialdehid (MDA) yang tidak berbeda
dengan kelompok kontrol pada mencit yang diberi ekstrak daun cincau hijau. Dalam
penelitian ini terbukti bahwa air perasan daun gedi hijau berpengaruh terhadap
konsentrasi HCl lambung tikus yang diinduksi ASA.
Pengaruh Air Perasan Daun Gedi Hijau (Abelmoschus Manihot) 145
Penelitian ini menggunakan air perasan daun gedi hijau, berbeda dengan
Trimurtini (2007) yang menggunakan ekstrak daun cincau hijau. Air perasan daun gedi
hijau diberikan bersama-sama dengan ASA yang bertujuan sebagai preventif terhadap
tukak lambung akibat induksi ASA, sedangkan penelitian Trimurtini (2007) ekstrak daun
gedi hijau diberikan tidak bersamaan pemberian ASA, ASA diberikan lebih dahulu
selama tujuh hari, dilanjutkan pemberian ekstrak daun gedi hijau selama tujuh hari
yang bertujuan sebagai terapi tukak lambung akibat induksi ASA. Makna dari penelitian
ini sebagai informasi bagi masyarakat dapat digunakan sebagai alternatif pencegahan
tukak lambung, dengan takaran yang secara empiris biasa digunakan.
Kendala dalam penelitian ini antara lain sulitnya memasukkan air perasan daun gedi
hijau lewat sonde karena cepat berubah menjadi mengental dan sulitnya mengambil cairan
lambung tikus, karena masih terdapat gumpalan daun gedi hijau dilambung tikus, walaupun
telah dipuasakan selama 12 jam. Penelitian ini hanya meneliti efek sitoprotektif air perasan
daun gedi hijau terhadap mukosa lambung tikus, namun kandungan/senyawa dalam daun
gedi hijau yang berefek sitoprotektif belum diketahui.

KESIMPULAN
Air perasan daun gedi hijau berpengaruh terhadap konsentrasi HCl lambung
tikus yang diinduksi ASA.

SARAN
Perlu dilakukan penelitian mengenai kandungan zat aktif yang lain dalam daun
gedi hijau.
146 Vol. 1, No. 2, JuliDesember 2009

DAFTAR PUSTAKA

Chalid SY., 2002, Pengaruh Perasan daun gedi hijau (Abelmoschus Manihot) terhadap
aktifitas enzim antioksidan pada mencit C3H bertumor kelenjar susu. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Donatus IA, Suhardjono D, Nurlaila, Sugiyanto, Hakim L, Wahyono D, et al., 1992,
Petunjuk Praktikum Toksikologi, Edisi ke 1, Yogyakarta: Laboratorium
Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi, UGM: 21.
Greer D, 2006, Peptic Ulcer Disease Pharmacological Treatment, Hospital Pharmacist,
13: 245-6.
Heranani dan Raharjo M, 2004, Tanaman Berkhasiat Antioksidan, Penebar Swadaya,
Jakarta.
Hirlan, 2006, Gastritis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Marcellussimadibrata,
Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke-4 FKUI, Jakarta,: 337-9.
Neal MJ, 2006, Obat yang Bekerja Pada Saluran Gastrointestinal I: Ulkus Peptikum,
Dalam: Safitri A, ED., At a Glance Farmakologi Medis, Edisi ke 5, Penerbit
Erlangga, Jakarta: 30-1.
Priyanto, 2007, Toksisitas radikal bebas, Dalam: Sunaryo H, ED., Toksisitas Obat, Zat
Kimia dan Terapi Antidotum, Edisi ke 1, Leskonfi, Depok: 43-54.
Tarigan P., 2006, Tukak gaster, Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Marcellussimadibrata, Setiati S, eds, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi ke-4.
Trimurtini I., 2007, Pengaruh Ekstrak Air Daun Gedi Hijau (Cyclea barbata Myers) Pada
Mukosa dan Kadar HCl Gaster Tikus Galur Wistar yang Di Induksi Aspirin.
Disampaikan pada PIN PAAI, Padang.
Wilmana PF., 1995, Analgesik-antipiretik, Analgesik Anti-inflamasi Non Steroid dan Obat
Pirai, Dalam: Ganiswara SG, Setiabudi R, Suyatna FD, Purwantyastuti., eds.,
Farmakologi dan Terapi, Edisi ke 4, Farmakologi FK UI, Jakarta: 207-12.
Winkler W., 1994, Penetapan Kadar Klorida Cara Titrimetri Titrasi Argentrometri,
Dalam: Sudaryat Y., ed., Penuntun Praktikum Kimia, Semarang: 33-4.
Zakaria FR dan Prangdimurti E., 2000, Skrining aktifitas biologis tanaman cincau untuk
pengkayaan khasiat gel daun gedi hijau, Considated report, Institut Pertanian
Bogor, Bogor.

Das könnte Ihnen auch gefallen