Sie sind auf Seite 1von 11

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/260980182

PERMODELAN PROSES PEMBUATAN NICKEL


PIG IRON (NPI) DENGAN BLAST FURNACE
UNTUK MENENTUKAN...

Conference Paper December 2012

CITATIONS READS

0 3,724

6 authors, including:

Zulfiadi Zulhan Widi Astuti


Bandung Institute of Technology Indonesian Institute of Sciences
21 PUBLICATIONS 6 CITATIONS 18 PUBLICATIONS 9 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Processing of Iron sand (titanomagnetite) concentrate processing, lateritic iron ore, nickel laterite ore
(limonite and saprolite) View project

All content following this page was uploaded by Zulfiadi Zulhan on 21 March 2014.

The user has requested enhancement of the downloaded file. All in-text references underlined in blue are added to the original document
and are linked to publications on ResearchGate, letting you access and read them immediately.
The third Indonesian Process Metallurgy Conference (IPM III) 2012

PERMODELAN PROSES PEMBUATAN NICKEL PIG IRON (NPI) DENGAN


BLAST FURNACE UNTUK MENENTUKAN KEBUTUHAN KOKAS, KOMPOSISI
PRODUK DAN TERAK SERTA KAPASITAS PABRIK SEBAGAI FUNGSI DARI
KANDUNGAN NIKEL DI BIJIH DAN VOLUME BLAST FURNACE

Zulfiadi Zulhan1, Yusuf2, Yuli Andi Sata3, Solichin2, Widi Astuti4, David Sibarani5,
M Dye Ralang Nugok5, Indra Bagoes R A5

1. Teknik Metalurgi, Institut Teknologi Bandung


2. Pusat Penelitian Metalurgi LIPI Puspitek Serpong
3. Technology Development, PT Antam Tbk
4. UPT Balai Pengolahan Mineral Lampung LIPI
5. Alumni Teknik Metalurgi, Institut Teknologi Bandung, (sekarang bekerja
di PT Krakatau POSCO)

ABSTRACT

Pembuatan nickel pig iron (NPI) dengan teknologi blast furnace telah dilakukan di China
sejak tahun 2005. Tanur blast furnace yang berukuran mini (volume < 500 m 3) dilarang
digunakan di China untuk pembuatan pig iron dan dibolehkan untuk pembuatan ferroalloy
karena masalah lingkungan. Tanur-tanur yang berukuran kecil ini kemudian digunakan
untuk membuat nickel pig iron yang mengandung nikel lebih kecil dari 15% bergantung
pada kandungan nikel dalam bijih. Kokas digunakan sebagai reduktor dan sumber energi
pada proses di blast furnace. Kebutuhan kokas per ton produk sangat bergantung kepada
jenis bijih nikel serta kandungan nikel dan besi yang digunakan. Oleh karenanya, sebuah
model perhitungan dibutuhkan untuk memperkirakan kebutuhan kokas per ton produk
yang dihasilkan. Selain itu, terak yang dihasilkan akan lebih banyak pada pengolahan bijih
nikel saprolit dibandingkan dengan bijih nikel limonit. Bahan imbuh ditambahkan untuk
mengatur komposisi terak yang sesuai. Produkfitas tanur juga sangat bergantung pada
jenis bijih nikel yang dilebur. Jumlah nikel pig iron yang dihasilkan dari bijih limonit dan
bijih saprolit akan sangat berbeda. Komposisi kimia dari produk dan terak yang dihasilkan
dari peleburan bijih nikel laterit dengan teknologi blats furnace diharapkan dapat diprediksi
dengan menggunakan model yang dikembangkan ini.

Kata kunci: nickel pig iron, blast furnace, kokas, limonit, saprolit.

I. PENDAHULUAN

Pengolahan nikel laterit dengan menggunakan jalur pirometalurgi pada umumnya


menggunakan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace atau sering disingkat dengan
RKEF. Survei yang telah dilakukan oleh JOM pada tahun 2005[1] menunjukkan bahwa
sekitar 72% nikel laterit diolah dengan teknologi RKEF menjadi produk ferronikel
sedangkan sisanya dalam bentuk nickel matte dan luppen. Kondisi saat ini, produksi
ferronikel dengan teknologi RKEF dapat mencapai lebih dari 90% dengan selesai
pembangunan beberapa pabrik baru seperti SNNC di Korea Selatan serta ekspasi dari
beberapa pabrik seperti yang dilakukan oleh PT Antam dengan mengoperasikan line-3
pada tahun 2006. Teknologi RKEF adalah merupakan teknologi yang efisien dan memiliki
biaya produksi yang rendah dibandingkan dengan teknologi lainnya[2].

1
The third Indonesian Process Metallurgy Conference (IPM III) 2012

Teknologi blast furnace mulai dioperasikan di China pada sejak tahun 2005 untuk
menghasilkan nickel pig iron yang didorong oleh harga nikel yang cenderung meningkat
pada saat itu dan permintaan nikel di dalam negeri China tinggi untuk menghasilkan baja
tahan karat. Selain itu, usaha untuk menghasilkan besi mengandung nikel (nickel pig iron)
dari bijih nikel laterit jenis limonit juga dipicu oleh harga baja bekas / besi tua (scrap baja)
yang tinggi dan langka sebagai salah satu bahan pembuatan baja tahan karat serta
langkah yang diambil oleh pemerintah China untuk menutup blast furnace yang berukuran
< 500 m3 untuk menghasilkan pig iron karena permasalahan lingkungan. Blast furnace
berukuran mini ini (mini blast furnace, MBF) diizinkan untuk memprouduksi ferroalloy
termasuk nickel pig iron. Peningkatan produksi nickel pig iron di China dari tahun 2005
2011 diperlihatkan pada Gambar 1.
Produksi NPI di China
300

250
Nikel [Ribu Ton]

200

150

100

50

0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Gambar 1. Produksi NPI di China dari tahun 2005 - 2011[3].

Produksi nickel pig iron dibagi dalam tiga grade yaitu:


1. Low grade (LG) NPI, kandungan nikel 1,6-17%
2. Medium grade (MG) NPI I, kandungan nikel 4-6% dan MG-NPI II, kandungan
nikel 6-8%.
3. High grade (HG) NPI, kandungan nikel 10-15%

Perbandingan produksi ketiga grade tersebut ditunjukkan pada Gambar 2 dimana terlihat
bahwa produksi LG-NPI (Ni<2%) cenderung menurun yang disebabkan oleh pemerintah
China menutup beberapa blast furnace dan pasar (market) untuk LG-NPI relatif kecil.
Perusahaan-perusahaan yang memproduksi NPI di China serta teknologi yang digunakan
ditunjukkan pada Tabel 1.

2009 2010
18%
39% 40%
52%
30%

21%

<2% Ni 4-8% Ni >10% Ni


<2% Ni 4-8% Ni >10% Ni

Gambar 2. Persentase produksi NPI berdasarkan grade di China pada tahun 2009 dan
2010[3].

2
The third Indonesian Process Metallurgy Conference (IPM III) 2012

Tabel 1. Perusahaan dan teknologi yang digunakan untuk memproduksi NPI serta
kapasitas produksi di China.
Perusahaan Teknologi Produk Kapasitas (ribu ton Ni/th)
Shandong Haixin BF, SAF 10-15% Ni 30
Zhanhua Weiye SAF 10-15% Ni 20
Inner Mongolia SAF 10-15% Ni 20
Fujian Dingxin SAF 10-15% Ni 20
Zhanhua Hugo BF 6-8% Ni 10
Xuzhou Jinxiang SAF 10-15% Ni 10
Shanxi BF 4-6% Ni 9
Henan Qingpu BF 4-7% Ni 8
Sichuan SAF 10-12% Ni 6
Huaibei SAF 10-15% Ni 6
Guangxi Xinheli BF 1-2% Ni 4
Sichuan BF 1-2% Ni & 4-6% Ni 4
Fujian SAF 10-15% Ni 4

Dengan keluarnya UU No. 4 tahun 2009 dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2012 tentang peningkatan nilai tambah
mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral, teknologi blast furnace
untuk memproduksi nickel pig iron banyak dikaji oleh perusahaan-perusahan, lembaga
penelitian dan universitas untuk melihat kemungkinan aplikasinya di Indonesia. Kendala
dari aplikasi teknologi ini adalah kebutuhan kokas yang relatif tinggi dan harga kokas yang
mahal di Indonesia. Kebutuhan kokas sangat bergantung pada jenis bijih nikel laterit
(limonit atau saprolit) yang akan diolah serta kandungan nikel dan besi dalam bijih
tersebut. Oleh karenanya, sebuah model dikembangkan untuk menentukan kebutuhan
kokas sebagai sumber energi dan reduktor, jumlah bahan imbuh yang dibutuhkan untuk
mendapatkan terak yang baik serta kapasitas produksi dari pabrik untuk volume blast
furnace tertentu.

II. PEMBUATAN MODEL

Model blast furnace yang dibuat menggunakan prinsip dari neraca massa dan neraca
panas dengan tujuan untuk menentukan kebutuhan kokas yang merupakan fungsi dari
kandungan besi, nikel serta oksida-oksida pengotor lainnya dalam bijih. Prediksi
kandungan pengotor dalam produk seperti silikon, posfor, sulfur, mangan, kromium
dilakukan dengan menggunakan data-data kesetimbangan termodinamika dan
persamaan-persamaan empirik berikut:

1. Kesetimbangan silikon dengan silika (SiO2) dalam terak[4]:


(SiO2) + 2[C] = [Si] + 2{CO}
KSi = 10 (-30.935 / T + 20,455)
[%Si]/(%SiO2) = 6,73 * 10-4 * KSi * SiO2 / (pCO)2

2. Kesetimbangan mangan dengan mangan oksida (MnO) dalam terak[4]:

3
The third Indonesian Process Metallurgy Conference (IPM III) 2012

(MnO) + [C] = [Mn] + {CO}


KMn = 10 (-15.090 / T + 10,97)
[%Mn]/(%MnO) = 1,07 * 10-2 * KMn * MnO / pCO

3. Kesetimbangan kromium dengan kromium oksida (Cr2O3) dalam terak:


(Cr2O3) + 3[C] = 2[Cr] + 3{CO}
KCr = e (-803.200 / (8,314*T) + (541,5/8,314))
[%Cr]2/(%Cr2O3) = KCr * Cr2O3 / (pCO)3

4. Distribusi posfor dalam terak dan dalam lelehan logam[5]:


(%P) terak /[%P]logam = 10 (11.570 / T 10,52 + 0,072 * (%CaO + 0,3 * %MgO) + 2,5 * Log(%Fe slag-10,52)

5. Distribusi sulfur dalam terak dan dalam lelehan logam[6,7]:


(%S)terak / [%S]logam = 10 ((-935 / T) + 1,375) * CS * fS / aO

Dimana:
SiO2 = Koefisien aktivitas SiO2 dalam terak
MnO = Koefisien aktivitas MnO dalam terak
Cr2O3 = Koefisien aktivitas Cr2O3 dalam terak
aO = aktivitas oksigen dalam lelehan logam
fS = koefisien aktivitas sulfur dalam lelehan logam
CS = kapasitas sulfida (kemampuan terak untuk mengikat sulfur)

Kapasitas sulfida (CS) ditentukan dengan menggunakan persamaan yang diintroduksi


oleh KTH berikut ini[6,7]:

Kandungan karbon dalam produk diasumsikan tetap yaitu sekitar 4%. Model yang dibuat
terdiri dari neraca nikel, rotary dryer, sintering, blast furnace, dimensi furnace untuk
menentukan kapasitas produksi per tahun. Neraca nikel tipikal dan input-output neraca
massa diperlihatkan pada Gambar 3 dan Gambar 4 secara berurutan.

Gambar 3. Neraca nikel.

4
The third Indonesian Process Metallurgy Conference (IPM III) 2012

Gambar 4. Input output program NPI - blast furnace.

Diagram Rist dan diagram Baur-Glaesner digunakan untuk melihat apakah reaksi
langsung dan reaksi tidak langsung yang diasumsikan dapat terjadi (Gambar 5).
Kapasitas produksi ditentukan berdasarkan volume efektif dari blast furnace (Gambar 6).
Selain itu, model blast furnace yang dibuat ini juga menghitung jumlah tuyere yang
dipasang di sekeliling blast furnace berdasarkan persamaan Pavlov dan Rice[8].

100 100
90
%CO/(%CO + %CO 2) or %H2/(%H2 + %H2O)

90
%Oxygen Removed (100*O/430)

Fe3O4
Fe

80
80
Fe-O-CO-CO2
70
70
Fe-O-H2-H2O
60
60 C-CO-CO2
50 Ni-O-CO-CO2
50
Ni-O-H2-H2O
40
40
30
FeO
Fe

30
20
20
10
10
0
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
%CO2 / (%CO + %CO2) or %H2O / (%H2 + %H2O)
Temperature [ oC]

Gambar 5. Diagram Rist dan Baur-Glaesner.

5
The third Indonesian Process Metallurgy Conference (IPM III) 2012

Gambar 6. Dimensi blast furnace, produktivitas, jumlah tuyere.

III. HASIL PERMODELAN DAN PEMBAHASAN

Beberapa data kebutuhan kokas untuk produksi pig iron dan nickel pig iron dari literatur
serta dari data industri digunakan sebagai pembanding dari model yang dibuat. Hasil
perbandingan diperlihatkan pada Gambar 7. Kebutuhan kokas untuk menghasilkan satu
ton pig iron berkisar antara 0,32 0,45 ton sedangkan untuk menghasilkan satu ton nickel
pig iron maka jumlah kokas yang dihasilkan sangat bervariasi dari 1,3 1,7 ton
bergantung pada jenis bijih nikel laterit yang diolah (limonit atau saprolit), kandungan
besi, kandungan nikel serta kandungan oksida-oksida MgO, SiO2, Al2O3 dalam bijih.
Gambar 7 secara umum memperlihatkan bahwa model yang dibuat dapat digunakan
untuk memprediksi kebutuhan kokas baik untuk blast furnace yang memproduksi pig iron
maupun nickel pig iron.

Untuk menentukan kebutuhan kokas dari tipikal bijih nikel di Indonesia, bijih nikel limonit
dan saprolit seperti diperlihatkan pada Tabel 2 digunakan sebagai input komposisi bijih ke
dalam program (model). Kebutuhan kokas dialurkan sebagai fungsi dari pencampuran
bijih nikel limonit dan saprolit. Hasil perhitungan kebutuhan kokas, komposisi nikel dalam
nickel pig iron ditunjukkan pada Gambar 8. Kebutuhan kokas meningkat seiring dengan
meningkatnya persentase bijih nikel saprolit dalam pencampuran (blending) yang
diumpankan ke dalam blast furnace. Peningkatan konsumsi kokas ini disebabkan oleh
jumlah besi yang menurun dan jumlah oksida-oksida SiO2 dan MgO pembentuk terak
yang meningkat dengan penambahan proporsi bijih nikel saprolit dalam campuran
sehingga energi yang dibutuhkan untuk melebur terak menjadi lebih besar. Korelasi
antara kandungan besi dan nikel dalam bijih, kandungan nikel dalam NPI dan jumlah
terak yang dihasilkan per ton nickel pig iron diperlihatkan pada Gambar 9.

6
The third Indonesian Process Metallurgy Conference (IPM III) 2012

2.0

Pig Iron

Konsumsi Kokas, Industri (t/t pig iron)


Nickel Pig Iron
1.5

1.0

0.5

0.0
0.0 0.5 1.0 1.5 2.0
Konsumsi kokas, Model (t/t pig iron)

Gambar 7. Perbandingan kebutuhan kokas untuk pig iron dan nickel pig iron dari model
dan dari data industri.

Tabel 2. Tipikal komposisi bijih nikel laterit di Indonesia.

ORE %Ni %Fe %SiO2 %CaO %MgO %Al2O3 %P2O5 %Cr2O3 %MnO LOI % H2Ofree
Limonit 1,34 38,55 15,63 0,12 4,63 7,88 0,09 2,16 1,07 11,30 33,00
Saprolit 1,74 11,96 41,02 0,43 27,11 2,40 0,02 0,75 0,27 8,70 33,00

13.00

12.00
% Ni dalam Bijih, Konsumsi Kokas (t/t NPI)

% Ni dalam NPI 2.80


11.00 % Ni dalam Bijih (blending)
10.00 Konsumsi Kokas

9.00 2.30
%Ni dalam NPI

8.00

7.00

6.00 1.80

5.00

4.00

3.00 1.30

2.00

1.00

- 0.80
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
%Bijih Saprolit
%Bijih Limonit
Gambar 8. Hasil perhitungan kebutuhan kokas dan kandungan nikel dalam NPI sebagai
fungsi dari pencampuran bijih nikel limonit dan bijih nikel saprolit.

7
The third Indonesian Process Metallurgy Conference (IPM III) 2012

13 40
Jumlah terak

Terak (t/t NPI); % Ni dalam NPI; % Ni dalam bijih


12
% Ni dalam NPI
11 35
% Ni dalam bijih
10
% Fe dalam Bijih
9
30

% Fe dalam bijih
8
7
25
6
5
20
4
3
2 15

1
0 10
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
% Bijih Saprolit
% Bijih Limonit

Gambar 9. Hasil perhitungan hubungan antara kandungan besi dan nikel dalam bijih
nikel, kandungan nikel dalam NPI dan jumlah terak yang dihasilkan sebagai fungsi dari
campuran bijih nikel limonit dan saprolit.

Kapasitas produksi pabrik per tahun untuk tanur berukuran 210 m3 diperlihatkan pada
Gambar 10. Produksi nikel dan NPI per tahun sangat bergantung pada kandungan nikel
dan besi serta kandungan oksida-oksida pembentuk terak. Jumlah nikel yang diproduksi
per tahun meningkat seiring dengan peningkatan proporsi bijih nikel saprolit dalam umpan
ke dalam blast furnace. Sebaliknya, jumlah NPI produksi NPI menurun dengan
meningkatnya proporsi bijih nikel saprolit dalam umpan. Perbandingan ketinggian terak
dan lelehan logam serta komposisi kimia NPI untuk pengolahan bijih nikel laterit dan
limonit diperlihatkan pada Gambar 11.

4,500 100,000

90,000

4,000
80,000

70,000
Nikel (ton/tahun)

NPI (ton/tahun)

3,500
60,000

50,000
3,000

40,000

30,000
2,500
Nickel
20,000
NPI

2,000 10,000
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
%Bijih Saprolit
%Bijih Limonit
Gambar 10. Kapasitas produksi nikel dan NPI per tahun untuk blast furnace dengan
volume 210 m3.

8
The third Indonesian Process Metallurgy Conference (IPM III) 2012

Komposisi NPI

Limonit Saprolit
%Ni 3,62 11,59
%C 4,00 4,00
%Si 0,24 0,34
%Mn 0,64 0,10
%P 0,05 0,11
%S 0,17 0,34
%Cr 1,91 1,89

Limonit Saprolit

Gambar 11. Perbandingan ketinggian lelehan dalam blast furnace dan komposisi kimia
untuk pengolahan bijih limonit dan saprolit.

Pengolahan bijih nikel saprolit 100% menghasilkan terak yang lebih banyak dibandingkan
dengan bijih nikel limonit. Selain jumlah oksida-oksida pembentuk terak yang lebih besar
dalam bijih nikel saprolit dibandingkan dengan bijih nikel limonit, jumlah bahan imbuh
(fluks) yang harus ditambahkan ke dalam bijih nikel saprolit juga lebih besar. Jumlah terak
yang banyak mungkin dapat menyebabkan permasalahan pada proses peleburan bijih
nikel saprolit. Oleh karenanya, sebelum mengaplikasikan teknologi ini untuk mengolah
bijih nikel saprolit, pabrik-pabrik blast furnace yang sudah teruji kemampuannya di China
sebaiknya dikunjungi untuk mengumpulkan data-data lebih lanjut mengenai
pengoperasian teknologi blast furnace ini. Kebutuhan kokas yang tinggi per ton NPI
seperti diperlihatkan pada Gambar 8 merupakan kelemahan dari teknologi blast furnace
ini. Alternatif bahan reduktor dan sumber energi, misal arang kayu, arang batok kelapa
atau kokas dari batubara noncoking coal sebaiknya diteliti dan dicari kemungkinan
aplikasinya untuk mensubstitusi kokas, mengurangi ketergantungan pada impor bahan
baku dan menjamin kesinambungan dari operasi blast furnace.

Kandungan nikel dalam produk dari pengolahan bijih nikel saprolit dengan menggunakan
data komposisi kimia bijih nikel pada Tabel 2 adalah 11,59%. Sedangkan pada peleburan
bijih nikel limonit, kandungan nikel dalam produk (NPI) adalah 3,62%. Mengacu ke
Peraturan Menteri ESDM No. 7 tahun 2012, maka nickel pig iron yang dihasilkan dari
peleburan bijih nikel limonit tidak dapat diekspor karena kandungan nikelnya lebih kecil
dari 6%. Pasar NPI lebih besar di China sebagai bahan baku untuk pembuatan baja tahan
karat (stainless steel). Pasar NPI untuk konsumsi dalam negeri belum tersedia hingga
saat ini karena belum ada industri pembuatan baja tahan karat di Indonesia. Produk NPI
ini hampir sama dengan ferronikel dan nickel matte yang hampir 100% diekspor ke luar
negeri baik untuk dimurnikan lebih lanjut untuk produk nickel matte atau sebagai bahan
baku industri baja tahan karat.

Berdasarkan Gambar 9, untuk mencapai nikel lebih besar dari 6% dalam produk nickel
pig iron, maka bijih nikel limonit harus dicampur dengan bijih nikel saprolit dengan

9
The third Indonesian Process Metallurgy Conference (IPM III) 2012

perbandingan bijih nikel saprolit minimal 60%. Bijih nikel saprolit pada umumnya
digunakan untuk menghasilkan ferronickel atau nickel matte di Indonesia dan bijih nikel
limonit belum dimanfaatkan. Oleh karenanya, aturan dari pengolahan level minimum
untuk nickel pig iron, kandungan nikel diturunkan dari sebelumnya 6% menjadi 3%
sehingga pengolahan nickel pig iron dengan teknologi blast furnace dapat berkembang di
Indonesia dan pemanfaatan bijih nikel limonit dapat dilakukan.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Sebuah model untuk mensimulasikan proses pembuatan nickel pig iron (NPI) dengan
blast furnace telah dikembangkan. Model ini dapat digunakan untuk memprediksi
kebutuhan kokas, komposisi kimia dari lelehan logam dan terak, serta kapasitas produksi
dari blast furnace. Kapasitas pabrik (jumlah NPI yang diproduksi per tahun) sangat
bergantung pada jenis bijih nikel yang diolah (limonit saprolit atau campuran keduanya).
Ouput dari program dapat digunakan untuk menentukan keekonomian dan
mengoptimalkan proses pembuatan NPI dengan teknologi blast furnace. Peleburan bijih
nikel limonit dengan teknologi blast furnace menghasilkan NPI dengan kandungan nikel
sekitar 3-4%. Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 7 tahun 2012, produk ini belum
dapat diekspor karena kandungan nikel dalam NPI untuk pengolahan bijih nikel limonit
lebih kecil dari 6%. Oleh karenanya, disarankan untuk menurunkan level minimum
kandungan nikel dalam produk NPI menjadi 3% sehingga bijih nikel limonit yang hingga
saat ini belum diolah di Indonesia dapat dimanfaatkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Warner, A.E.M., Diaz, C.M., Dalvi, A.D., Mackey, P.J., Tarasov, A.V., 2006. JOM
World Nonferrous Smelter Survey, Part III: Nickel: Laterite, JOM, April, 11-20.
2. Von Krueger, A.E.M., Diaz, C.A., Vieira, C.B., Araujo, F.G.S., Seshadri, V., 2010.
Relevant Aspects Related to Production of Iron Nickel Alloys (Pig Iron Containing
Nickel) in Mini Blast Furnace, Proceedings of the 12th International Ferroalloys
Congress, Helsinki, Finland, 671-680.
3. Cartman, R., 2012. Nickel Pig Iron A Long Term Solution? 3rd Euronickel
Conference, Helsinki.
4. Biswas, A.K., 1981. Principles of Blast Furnace Ironmaking, Cootha Publishing
House.
5. Suito, H., Inoue R., 2006. Behavior of Phosphorous Transfer from CaO-FetO-P2O5
(-SiO2) Slag to CaO Particles, ISIJ International, 11: 180-187.
6. Nzotta, M.M., Sichen, D., Seetharaman, S., 1998. Sulphide Capacities in Some Multi
Component Slag Systems. ISIJ International, 11: 1170-1179.
7. Anderson, M.A.T., Joensson, P.G., Nzotta, M.M., 1999. Apllication of the Sulphide
Capacity Concept on High-Basicity Ladle Slags Used in Bearing-Steel Production.
ISIJ International, 11: 1140-1149.
8. Wegmann, Eu F., 1984. A Reference Book for Blast Furnace Operators, Mir
Publisher.


10

View publication stats

Das könnte Ihnen auch gefallen