Sie sind auf Seite 1von 20

Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi Ahmad Syamsul Arifin

KECENDERUNGAN GLOBAL PENDIDIKAN TINGGI


DAN PERGESERAN PARADIGMA REFORMASI PENDIDIDIKAN
TINGGI PADA \INSTITUSI PENDIDIKAN TINGGI KEAGAMAAN
ISLAM
Ahmad Syamsul Arifin
Prodi PAI STIA Alma Ata Yogyakarta
Email: houseofhappiness@gmail.com

Abstract

Massifikation impact of globalization and the phenomenon has changed the


global trend of higher education around the world over the past decades. The global
trend include: globalization and internaionalisasi, access and equity, private higher
education and privatization, quality assurance framework, accountability and
qualifications, financing higher education, centralization and crisis of academic
profession, experience of students, teaching, learning and assessment, information
technology communication and distance education, research, university-industry
linkages. The global trend is also creating a number of opportunities and challenges
for institutions of higher education. More juah, the global trend is also helped
provide a significant impact to the paradigm shift in institutional reform of
higher education, including higher education which includes the Islamic religious
dimension of globalization, localization, and individualization.

Keywords: global trends, Higher Education, Higher Education Islamic Religious

PENDAHULUAN
Pusat Data dan Analisa (PDA) majalah Tempo pada tahun 2007 pernah
menyelenggarakan survei tentang persepsi masyarakat terhadap perguruan
tinggi di Indonesia. Hasilnya, dari sekian banyak Pendidikan Tinggi Keagamaan
Islam (PTKI) yang ada di Indonesia, hanya Universitas Islam Indonesia (UII)
yang berhasil menembus urutan ke-8 PTS terfavorit di Indonesia. Berdasarkan
hasil survei PDA majalah Tempo tersebut tidak ada satupun PTKIN baik dari
UIN, IAIN ataupun STAIN yang masuk top of mind terfavorit.1 Lebih lanjut,
setahun berikutnya, tepatnya pada edisi Februari 2008, Majalah Globe Asia
merilis data hasil survei dan pemeringkatan 10 Perguruan Tinggi Terbaik di

1
10 Universitas Terbaik, Edisi Khusus Perguruan Tinggi/Infografik, Majalah Tempo
edisi 20 Mei 2007.

LITERASI, Volume VI, No. 2 Desember 2015 135


Ahmad Syamsul Arifin Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi

Indonesia versi majalah tersebut, dan hasilnya, untuk kategori PTS, hanya
Univesitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang berhasil meringsek naik ke
peringkat ke-7 PTS terbaik di Indonesia. Sedangkan untuk kategori 10 PTN
terbaik, tidak ada satu pun PTKIN yang masuk dalam kategori tersebut.2
Berdasarkan ilustrasi tersebut, setidaknya kita dapat membayangkan
bagaiamana kondisi dan kualitas PTKI saat ini. Hingga saat ini, setidaknya
terdapat 681 lembaga Pendidikan Tinggi Kegamaan Islam, baik negeri
maupun swasta, dengan total program studi (prodi) sebanyak1430 prodi.
Dari seluruh jumlah total program studi tersebut, hampir sebagian besarnya
telah terkareditasi (lihat Gambar 1 ). Meskipun demikian, berdasarkan Angka
Partispasi Kasar (APK) pendidikan tinggi pada tahun 2012-2013, yakni sekitar
28,6%, PTKI hanya menyumbang sebesar 2,9%.3 Hal ini tentu saja sangat
ironis jika dibandingkan prosentase perkembangan PTKI di Indonesia, yang
pada tahun 2011 ditaksir telah mencapai 6,7 %.4

Gambar 1. Grafik Akreditasi Progrm Studi PTKIN dan PTAIS


Sumber: www.ranking-ptai.info

2
Peringkat PTN, Edisi Jumat, 30 Mei 2008 http://nasional.kompas.com/
read/2008/05/30/05101132/peringkat.ptn diakses 27 November 2014
3
Bidang Pendayagunaan dan Pelayanan Data dan Statistik Pendidikan, APK/APM
(Angka Partisipasi Kasar/Angka Partisipasi Murni) Tahun 2012/2013, Jakarta: Pusat Data dan
Statistik Pendidikan, Kemdikbud, 2013), 5.
4
Sebaran Lembaga, Fakultas dan Prodi pada PTKIN dan PTAIS, http://ranking-
ptai.info diakses tanggal 10 September 2014

136 LITERASI, Volume VI, No. 2 Desember 2015


Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi Ahmad Syamsul Arifin

Tabel 1. Angka Partisipasi Kasar Perguruan Tinggi Tahun 2012-2013

Kenyataan tersebut menegaskan bahwa hingga saat ini masih banyak


persoalan sekaligus tantangan besar yang masih dihadapi oleh PTKI. Persoalan
yang dialami oleh PTKI sangatlah kompleks, tidak hanya sekedar persoalan
infrastruktur dan manajerial semata, melainkan juga persoalan fundametal lain.
Penataan kembali Pendidikan Tinggi Kegamaan Islam mutlak dilakukan.
Sebagaimana dinyatakan dalam dokumen World Declaration on Higher Education for
the Twenty-First Century: Vision and Action oleh UNESCO, yang menyatakan bahwa
perubahan visi dan paradigma baru perguruan tinggi mutlak diperlukan di tengah-
tengah kondisi perubahan tatanan global yang cepat.5 Penataan tersebut menuntut
adanya penjaminan keefektifitasan kebijakan, transparansi, dan akuntabilitas
penyelenggaran pendidikan. Melalui upaya ini, Perguruan Tinggi Keagamaan Islam
diharapkan dapat melayani kebutuhan yang lebih beragam melalui kandungan
pendidikan (contents), metode, dan penyampaian pendidikan yang beragam dan
disandarkan pada jenis dan bentuk-bentuk baru hubungan dengan masyarakat
dan sektor-sektor masyarakat global secara lebih luas serta meningkatkan peran
dan daya saing PTKI pada tatanan masyarakat global.

lihat, UNESCO, Higher Education in the Twenty-First Century: Vision and Action (Paris:
5

UNESCO, 1998)

LITERASI, Volume VI, No. 2 Desember 2015 137


Ahmad Syamsul Arifin Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi

KECENDERUNGAN GLOBAL PADA PENDIDIKAN TINGGI DI


ERA GLOBAL
Albacth et al. (2009) dalam bukunya yang berjudul Trends in Global Higher
Education; Tracking an Academic Revolution (A Report Prepare For UNESCO 2009
World Conference on Higher Education) menyebutkan bahwa sejak konferensi
dunia UNESCO tentang Higher Education (HE) di tahun 1998 hingga sekarang
setidaknya muncul sejumlah kecenderungan dan isu-isu global yang menjadi
bahan diskusi pada beberapa dekade terakir yang telah memberikan dampak
yang cukup besar bagi proses tranformasi dan reformasi pendidikan tinggi di
seluruh dunia. 6

Globalisasi dan Internasionalisasi


Globalisasi merujuk pada sejumlah proses yang menjadikan negara-
negara menjadi terintegrasi melalui perdagangan barang, modal, pekerja dan
gagasan.7 Proses ini telah menciptakan sebuah tatanan konsep multidimensional
yang menjadikan aspek-aspek sosial, budaya, teknologi, politik dan ideologi
menjadi semakin homogen, dan setiap negara memiliki ketergantungan
yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh prinsip-
prinsip pasar bebas.8 Globalisasi telah menciptakan egalitarianisme dalam
bidang sosial, memicu munculnya internasionalisasi budaya, menciptakan
saling ketergantungan dalam proses produksi dan pemasaran dalam bidang

6
Altbach, Philip G., et al , Higher Education; Tracking an Academic Revolution (A Report
Prepare For UNESCO 2009 World Conference on Higher Education) .(Paris, UNESCO: 2009),
iii-xxi
7
Istilah Globalisasimemiliki pengertian yang sangat luas. Sejumlah definisi terkait
istilah Globalisasi diberikan oleh sejumlah ahli. Wallerstein (1988 ) memberikan definisi
globalisasi sebagai sebuah sistem kapitalis dunia. Deepak Nayyar (2006) mendefinisikan
istilah globalisasi sebagai sebuah proses pengintegrasian ekonomi dunia. Giddens (2000)
mendefinisikannya sebagai peningkatan interdependensi bangsa-bangsa dalam aspek
sosial, politik dan Steger (2003) mendefinisikan istilah globalisasi sebagai sebuah konsep
multidimensional yang menggambarkan sebuah interdependensi yang mendalam, sedangkan
Harvey (2003) menyamakannya dengan sebuah filosofi neo-liberal. Rangkuman definisi tersebut
dapat dilihat dalam F. Maringe, The Meanings of Globalization and Internationalization in
HE: Findings from a World Survey dalam Globalization and Internationalization in Higher
Education: Theoretical, Strategic and Management Perspectives,ed. Maringe et al. (New Yok:
Continuum International Publishing Group, 2010), 23-24.
8
F. Maringe. The Meanings of Globalization and Internationalization in HE: Findings
from a World Survey dalam Globalization and Internationalization in Higher Education:
Theoretical, Strategic and Management Perspectives, ed. Maringe et al. (New Yok: Continuum
International Publishing Group, 2010), 24.

138 LITERASI, Volume VI, No. 2 Desember 2015


Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi Ahmad Syamsul Arifin

ekonomi, dan menciptakan liberalisasi dalam bidang politik.9 Globalisasi juga


telah menyebabkan terbentuknya pola dan dimensi baru yang identik dengan
mulai memudarnya batas-batas negara, menyempitnya ruang dan waktu, serta
menjadikan dunia tanpa batas (borderless). Setiap negara akan masuk dalam
pusaran persaingan seluruh aspek dinamika dunia. Globalisasi juga ditandai
oleh semakin ketatnya persaingan antar negara di berbagai bidang.
Sedangkan internasionalisasi pendidikan merupakan serangkaian dimensi dan
aspek dari seluruh aktivitas dan strategi baik sektoral, nasional, dan institusional
yang didesain untuk menggabungkan sistem pendidikan internasional ke dalam
sistem pendidikan yang ada. Internasionalisasi perguruan tinggi (HE) pada level
nasional, sektoral dan institusional merupakan sebuah proses pengintegrasian
dimensi internasional, inter-kurtural, atau global ke dalam tujuan, fungsi atau
penyelenggaran pendidikan tinggi. Fokus internasionaliasi pendidikan tinggi
terkait pada persoalan bagaiamana meningkatkan kualitas perguruan tinggi dalam
persaingan pasar tenaga kerja global serta bagaiman mengukur kualitas tersebut.
Kebijakan Internasionalisasi pendidikan tinggi berkisar pada program studi luar
negeri yang memungkinkan mahasiswa belajar tentang budaya lain, menyediakan
akses pendidikan tinggi di sejumlah negara, serta aktivitas lain untuk meningkatkan
perspektif dan ketrampilan internasional mahasiswa, meningkatkan program bahasa
asing dan memberikan pemahaman lintas budaya.
Lebih lanjut, bentuk kerjasama dan kemitraannya diarahkan pada
pengembangan untuk mengurangi resiko, meningkatkan daya saing,
meningkatkan citra dan memperluas basis ilmu pengetahuan untuk penelitian
dan pendidikan. Untuk mewujudkan sistem pendidikan tinggi internasional,
dibutuhkan sebuah sistem universal yang dapat memudahkan terjadinya
pertukaran informasi dan pelajar.10
Menurut Knight, internasionalisasi pendidikan, dalam konteks globalisasi,
merupakan reaksi terhadap kekuatan global, namun pada saat yang bersamaan
juga sebagai agen dari globaliasi itu sendiri.11 Dengan demikian, internasionalisasi
pendidikan dan globalisasi merupakan satu kesatuan layaknya dua sisi mata uang
yang tidak dapat dipisahkan.
Bagi sebagian pihak, globalisasi dan internasionalisasi pendidikan tinggi
ini telah menawarkan sejumlah peluang baru untuk belajar dan melakukan
penelitian tanpa dibatasi lagi batas-batas nasional (national boundaries). Namun bagi
9
Ibid.
10
Ibid., 26
11
J. Knight, Internationalisation of Higher Education. dalam Organisation for
Economic Cooperation and Development, Quality and Internationalisation in Higher Education,
(Paris: OECD, 1999), 14.

LITERASI, Volume VI, No. 2 Desember 2015 139


Ahmad Syamsul Arifin Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi

sebagian lain, globalisasi dan internasionalisasi pendidikan tinggi dianggap sebagai


serangan terhadap budaya dan ototnomi nasional. Tidak dapat diragukan lagi,
globalisasi dan internasionalisasi pendidikan tinggi telah memberikan dampak yang
luar biasa bagi universitas-universitas di seluruh belahan dunia. Setidaknya 2,5 juta
lebih pelajar, ribuan sarjana dari berbagai disiplin ilmu dan universitas telah
melakukan ekspansi secara bebas ke berbagai penjuru dunia dan menjalin ribuan
perjanjian kesepakatan dan kerjasama. 12

Akses dan Keadilan


Persoalan kemudahan dan keadilan dalam akses pendidikan bagi setiap orang
merupakan salah satu topik utama yang selalu didengungkan dalam Konferensi
Pendidikan Tinggi Dunia sejak konferensi itu pertama kali diselenggarakan yakni di
tahun 1998. Dalam bentuk yang sederhana, akses yang lebih besar pada pendidikan
tinggi diartikan sebagai pemberian kemungkinan yang lebih besar bagi setiap orang
untuk mendapatkan kesempatan belajar di perguruan tinggi. Sejumlah penelitian
telah menunjukkan bahwa persoalan kemudahan dan persamaan dalam akses
pendidikan tinggi dipengaruhi oleh berbagai variabel. Namun setidaknya para
peneliti sepakat bahwa pemberian akses yang sama bagi setiap orang dalam arti
yang sebenar-benarnya berarti mengatasi persoalan ketidakadilan dan kesenjangan
sosial-ekonomi antar bangsa di dunia.13
Gorard et. Al (2006) mengutip sebuah laporan Dewan Pendanaan
Pendidikan Tinggi Inggris menyatakan bahwa:
Inequalities in higher education participation are evident throughout the life course and
include differences in terms of time (and age), place, gender, ethnicity, first language, parental
(and sibling) social class, parental education,type of school attended, housing tenure, health/
disability, criminal activity, learning difficulties, family structure and religious background.
Multiple social disadvantages can result in initial education and, subsequently, participation
in other forms of learning. Parental income and education are particularly influential.
Occupational status and family size are also relevant . . . Quality of life factors (such as
infant health) are important for understanding disengagement from education rather than
participation within it. . . . . The question is raised as to whether policymakers should seek
to reduce inequality in education directly, or seek to reduce the wider inequalities that are
reflected in education.

Altbach, Philip G., et al , Higher Education; Tracking an Academic Revolution ..., v


12

Gorard, S., Smith, E., May, H.,Thomas, L.,Adnett, N. and Slack, K. 2006. Review
13

of Widening Participation Research: Addressing the Barriers to Participation in Higher Education.


Diakses dari: http://www.hefce.ac.uk/pubs/RDreports/2006/rd13_06/ pada 1 mei 2009.

140 LITERASI, Volume VI, No. 2 Desember 2015


Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi Ahmad Syamsul Arifin

Berdasarkan laporan tersebut, persoalan kesenjangan akses pendidikan


dipengaruhi oleh sejumlah hal antara lain perbedaan waktu (usia), tempat, jenis
kelamin, etnis, bahasa ibu, orang tua (saudara), kelas sosial, pendidikan orang
tua, jenis sekolah yang didatangi, kesehatan/cacat, aktivitas kriminal, kesulitan
belajar, struktur keluarga dan agama. Persoalan-persoalan sosial dan ekonomi
tersebut akan mempengaruhi pendidikan awal hingga aktivitas partisipatif lain
dalam hal aktivitas pembelajaran lainnya.
Sejumlah negara telah mengambil langkah-langkah krusial untuk
mengentaskan persoalan akses pendidikan ini; Kementerian Pendidikan
Meksiko, misalnya, telah melakukan investasi besar-besarkan untuk menambah
layanan pendidikan pada daerah-daerah yang kurang beruntung. Hasilnya,
sekitar 90% dari jumlah mahasiswa yang masuk perguruan tinggi merupakan
anak pertama dari setiap keluarga di wilayah tersebut, dan 40% diantaranya
tinggal di wilayah kumuh. Pemerintah Ghana, Kenya, Uganda, dan Republik
Tanzania juga telah mampu meningkatkan partisipasi perempuan pada
pendidikan tinggi. Pemerintah India juga membuat kebijakan untuk mewajibkan
tiap universitas menyediakan satu ruangan kuliah bagi masyarakat kasta
rendah. Begitu pula halnya dengan dewan legislatif Brasil yang mewajibkan
tiap universitas untuk menyediakan ruang kuliah bagi calon mahasiswa yang
cacat dan Afro-Brazilia.14

Pendidikan Tinggi Swasta dan Privatisasi


Pertumbuhan pendidikan tinggi swasta di seluruh dunia telah mengalami
peningkatan yang luar biasa beberapa dekade terakhir. Bahkan pendidikan
tinggi swasta di beberapa negara Asis Timur, seperti Jepang, Republik Korea
dan Filipina telah menjadi kekuatan dominan di negara-negara tersebut.
Pendidikan tinggi swasta di sejumlah negara telah menjadi destinasi favorit bagi
hampir separuh populasi di negar-negara seperti Meksiko, Brazil dan Chili.
Pendidikan tinggi swasta telah mengalami perkembangan yang cukup pesat di
Eropa Tengah dan Timur, beberapa negara pecahan Uni Soviet dan Afrika.
Perkembangan yang signifikan juga terjadi di Cina dan India.15
Kecenderungan lain yang terjadi adalah privatisasi perguruan tinggi
negeri. Sejumlah negara-negara besar telah mengurangi proporsi subsidi negara
untuk perguruan tinggi negeri. Akibatnya, sejumlah universitas mencari dana
tambahan dari sumber pendanaan lain. Biaya pendidikan mahasiswa menjadi
sumber pendapatan terbesar. Sumber-sumber pendapatan lain diantaranya

Altbach, Philip G., et al , Higher Education; Tracking an Academic Revolution ...,viii


14

Ibid., xiv
15

LITERASI, Volume VI, No. 2 Desember 2015 141


Ahmad Syamsul Arifin Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi

dana hibah penelitian, penjualan produk-produk universitas, jasa konsultasi


dan penelitian, kerjasama universitas dan perusahaan. Pada beberapa kasus,
penciptaan sumber pendanaan ini acapkali menciptakan konflik-konflik
tersendiri dengan peran-peran lama institusi pendidikan dan telah turut
berkontribusi atas komersialisasi institusi.

Kerangka Kerja Penjaminan Mutu, Akuntabilitas dan Kualifikasi


Penjaminan mutu pendidikan tinggi telah menjadi salah satu agenda
utama kebijakan pendidikan di sejumlah negara. Sebagian negara masih
berkutat dengn tahap awal desain dan implementasi aktivitas penjaminan
mutu pendirian lembaga, menetapkan standard, prosedur dan penjadwalan.
Namun pada beberapa universitas di sejumlah negara telah mulai beralih pada
tahapan yang lebih komplek, mereka mulai bergulat dengan isu-isu yang lebih
dalam dan kompleks terkait persoalan penjaminan mutu di pendidikan tinggi.
Dari satu dekade ke dekade selanjutnya, pemahaman tentang kualitas
terus mengalami pergeseran dan terus beradaptasi dengan perubahan konteks
dan urgensi. Berdasarkan hasil konferensi UNESCO 1998 telah disebutkan
bahwa:
Quality in higher education is a multidimensional concept, which should embrace
all its functions, and activities-; teaching and academic programmes, research and
scholarship, staffing, students, buildings, facilities, equipments, services to the community,
and academic environment. 16

Namun pada dekade selanjutnya, pemahaman tentang definisi kualitas


diperbaharui ulang dalam laporan Konverensi UNESCO-CEPES dengan lebih
merefleksikan penambahan tingkat kompeksitas lingkungan pendidikan pada
pendidikan tinggi.
Quality in higher education is a multi-dimensional, multi-level, and dynamic concept
that relates to the contextual settings of an educational model, to the institutional
mission and objectives, as well as to the specific standards within a given system,
institution, programme, or discipline.17
Keanekaragaman (diversity) telah menciptakan lingkungan pendidikan,
mahasiswa, dan peluang yang beranekaragam. Di lain pihak, keanekaragaman
tersebut juga menghadirkan tantangan yang lebih besar bagi universitas untuk
16
van Ginkel, H.J.A. and Rodrigues Dias, M.A. Institutional and politicalchallenges of
accreditation at the international level. J. Tres (ed.), Higher Education in the World 2007, (New
York: Palgrave Macmillan, 2007), 39.
17
Altbach, Philip G., et al , Higher Education; Tracking an Academic Revolution ..., 4

142 LITERASI, Volume VI, No. 2 Desember 2015


Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi Ahmad Syamsul Arifin

menetapkan standar atau tolak ukur yang tepat untuk dapat diperbandingkan
dengan institusi lain atau negara lain.

Pembiayaan Pendidikan Tinggi


Isu tentang pembiayaan pendidikan tinggi pada dekade awal abad 21
didominasi oleh dua fenomena. Pertama, peran pendidikan yang semakin
penting untuk perjuangan ekonomi, individu, dan masyarakat bagi terciptanya
demokrasi dan keadilan sosial. Kedua, peningkatan pembiayaan pendidikan
secara signifikan. Massifikasi, yang didorong oleh demografis dan tingginya
persentase minat para pelajar untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi, telah
menaikkan tekanan bagi pembiayaan untuk kegiatan pengajaran dan penelitian.
Tekanan pembiayaan pembiayaan tersebut semakin tumbuh melebihi daya
ekoniomi masyarakat.
Kondisi ini kemudian diperparah dengan adanya krisis ekonomi global
yang melanda dunia. Situasi ini ditandai dengan melambatnya pertumbuhan
ekonomi di negara-negara berkembang akibat dipengaruhi gejolak ekonomi
yang terjadi di negara-negara maju. Dampak krisis ini akan mempengaruhi
kemampuan tiap pemerintahan pada seluruh negara-negara di dunia untuk
memenuhi alokasi kebutuhan dan pembiayaan di bidang pendidikan, kesehatan
dan kesetaraan gender.18 Meskipun level, kondisi dan situasi serta durasi yang
dihasilkan dari dampak krisis global ini variatif dari satu negara ke negara lain,
namun setidaknya setiap lembaga pendidikan tinggi turut merasakan dampak
negatif dari perkembangan ini.

Sentralisasi dan Krisis Profesi Akademik


Persaingan ketat antara permintaan penambahan kuota mahasiswa yang
dapat melanjutkan dan mendaftarkan diri ke pendidikan tinggi (enrolment
demand), pembatasan anggaran serta akuntabilitas yang lebih besar telah
menciptakan suatu kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan bagi
profesi akademik di seluruh dunia. Tidak ada universitas yang dapat mencapai
kesuksesan tanpa didukung oleh staf pengajar yang well-qualified dan memiliki
komitmen tinggi. Kampus yang hebat maupun kurikulum yang inovatif tidak
akan ada artinya tanpa didukung oleh tenaga pengajar (baca: profesor) yang
hebat.
Sekarang ini ada kecenderungan bahwa pendidikan tinggi di seluruh
dunia lebih menekankan pada pembangunan fisik daripada lebih berfokus pada
persoalan software orang-orang yang dapat menjadikan institusi pendidikan

Ibid., 67-77
18

LITERASI, Volume VI, No. 2 Desember 2015 143


Ahmad Syamsul Arifin Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi

mencapai kesuksesan. Di banyak negara, setengah atau lebih dari profesor-


profesor yang ada semakin mendekati masa pensiun. Di pihak lain, jumlah guru
besar muda yang dihasilkan untuk menggantikan tempat dari para profesor
senja tersebut masih sangat sedikit, dan tidak jarang pula sebagian dari
doktor-doktor yang ada lebih memilih untuk bekerja di luar bidang akademik.
Persoalan ini tentu dapat menghambat proses percepatan dan
pengembangan pendidikan tinggi di seluruh dunia. Vietnam, misalnya, setiap
tahun setidaknya membutuhkan tidak kurang dari 12.000 orang akademisi,
namun hanya 10 % dari profesi akademik ini yang memegang gelar doktor.19
Tantangan terkait isu profesi akademik ini sanagatlah kompleks. Sebagian
dari persoalan tersebut terkait langsung dengan persoalan sistem dan kebijakan
pendidikan tinggi, keungan dan atau persoalan-persoalan lain yang tercipta
sebagai dampak persoalan masifikasi. Langkah-langkah yang tepat perlu untuk
dilakukan mengatasi persoalan profesi akademik ini, yang sekaligus juga dapat
memperbaiki capaian kesuksesan dari pendidikan tinggi. Perluasan kesempatan
untuk studi dan mendapatkan gelar master dan doktor melalui suatu program
akademik yang tepat dan penguatan ruh profesi akademik melalui pemberian
pelatihan, kompensai dan status yang tepat merupakan sejumlah alternatif
yang ditawarkan untuk mengatasi persoalan ini. Hal yang tidak kalah penting
adalah memastikan kembali bahwa profesi akademik dapat dilihat oleh para
pembuat kebijakan dan masyarakat luas sebagai kunci keberhasilan dari sebuah
pendidikan tinggi.

Pengalaman Pelajar
Pergeseran jumlah, karakteristik, kebutuhan dan ketertarikan mahasiswa
telah memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap pendidikan tinggi
selama 10 tahun terakhir. Kekhawatiran atas tuntutan dan perhatian yang lebih
besar kepara mahasiswa, sebagai variabel kunci stakeholder, pada beberapa
dekade mendatang akan terus meningkat di seluruh dunia.
Tuntutan tersebut akan mengarahkan, baik langsung maupun tidak
langsung, kepada tingkat ukuran, ruang lingkup, kualitas maupun sifat dari
suatu pendidikan tinggi. Bagaimana cara yang tepat untuk mengakomodasi
dan sekaligus secara efektif dapat memberikan pelayanan yang tepat kepada
mahasiswa yang semakin banyak, beragam dan global ini akan menjadi salah
satu bahan pertimbangan utama bagi para pembuat kebijakan dan pimpinan
lembaga untuk menentukan langkah-langkah strategis di masa mendatang.

Ibid., 89
19

144 LITERASI, Volume VI, No. 2 Desember 2015


Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi Ahmad Syamsul Arifin

Pengajaran, Pembelajaran, dan Penilaian


Momentum perubahan dan pergeseran paradigma pendidikan tinggi
pada kurun satu dekade terakhir telah membawa serta perubahan besar
terhadap pendekatan dalam proses pengajaran, pembelajaran dan penilaian.
Tantangan-tantangan yang muncul dari pergeseran ini turut berdampak pada
penciptaan perubahan-perubahan sistem kebijakan pendidikan, kelembagaan,
dan disiplin keilmuan secara signifikan. Privatisasi, massifikasi dan komodifikasi
akan turut pula mendorong peningkatan kebutuhan suatu universitas untuk
memprioritaskan sektor pengajaran, pembelajaran dan penilaian.

Teknologi Informasi dan Komunikasi dan Pendidikan Jarak Jauh


Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan pendidikan jarak jauh
(distance education) merupakan dua hal yang berbeda, akan tetapi keterkaitan
antar aspek-aspeknya saling berhubungan erat. ICT dan pendidikan jarak jauh
telah memainkan peran yang cukup signifikan dalam penentuan dan pembuatan
kebijakan pendidikan tinggi selama satu dasawarsa terakhir. Kebutuhan untuk
memberikan pelayanan prima kepada populasi yang lebih luas dan beragam
melalui cara-cara yang lebih fleksibel, efektif dan bahkan murah telah mendorong
perubahan sistem pendidikan tinggi dan lembaga pendidikan tinggi di seluruh dunia.
Internet telah memberikan perubahan besar dan nyata terkait bagaimana
ilmu pengetahuan dikomunikasikan. Keberadaan TIK di negara-negara maju
telah mempengaruhi dan memperluas secara eksponensial semua dimensi
pendidikan tinggi. Surel dan jejaring sosial online telah menjembatani
terselenggaranya aktivitas kolaborasi akademik dan joint research. Trend jurnal
elektronik semakin menyebar dan pada beberapa bidang peranannya semakin
subtantif. Jurnal akademik juga telah menggeser penerbit-penerbit lokal yang
kemudian mulai beralih ke internet untuk mendistribusikan publikasi mereka.
Gerakan pendidikan terbuka (Opensource education movement) kemudian
memanfaatkan momentum ini dengan menyediakan akses gratis bagi siapapun
untuk mendapatkan pelatihan, kurikulum dan pendekatan pedagogis lain yang
tidak ditemukan pada universitas lokal. Selama beberapa dekade sektor ini
didominasi oleh universitas terbuka skala global. Indira Gandhi National
Open University di India setidaknya telah memiliki 1,8 juta mahasiswa. University
of Soth Africa (UNISA) yang mengklaim sebagai institusi pembelajaran jarak
jauh di Benua Afrika telah memiliki sekitar 250 ribu mahasiswa. African Virtual
University yang menyelenggarakan pendidikan lintas negara dan bahasa telah
menyelenggarakan pendidikan jarak jauh pada lebih dari 27 negara.20
20
Ibid.,129-135

LITERASI, Volume VI, No. 2 Desember 2015 145


Ahmad Syamsul Arifin Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi

Daya tarik dari pendidikan jarak jauh ini adalah disebabkan kemampuan
untuk mengakomodasi kebutuhan berbagai peserta didik orang-orang yang
berada jauh dari pusat-pusat pendidikan, sedang bekerja, ibu rumah tangga,
ataupun narapidana. Meskipun demikian, resiko dan tantangan dari model
pendidikan jarak jauh ini sangatlah besar, namun yang paling utama adalah
berkaitan dengan jaminan kualitas dari penyelenggarannya.

Penelitian
Fungsi penelitian terus mengalami perkembangan secara signifikan.
Penelitian akhir-akhir telah diakui sebagai peran sosial yang penting dari sebuah
universitas. Bidang kajian penelitian tidak hanya terbatas pada wialayah-wialyah
kajian keilmuan tradisional, akan tetapi juga pada wilayah-wilayah interdisipliner.
Bagi sebagian pihak, aktivitas pendanaan dan pelaksanaan kegiatan
penelitian merupakan sumber dari status dan prestis internasional. Akan tetapi,
dana penelitian saat ini cenderung terkonsentasi di lembaga-lembaga elit di
sejumlah negara, terutama negara-negara kaya. Sejumlah negara, khususnya
negara berkembang, terus melakukan proyek ambisius untuk terus mendorong
aktivitas dan kualitas penelitian mereka, seperti Cina, Republik Korea, Meksiko,
Brasil dan Chili.
Pendanaan aktivitas penelitian, sebagian besar berasal dari pendanaan
publik dan pada saat yang bersamaa kerjasama dan keterkaitan antara
industri dan universitas (University-Industry Linkage) menjadi semakin umum
dan penting. Pola ini kemudian berpotensi untuk memperluas kemungkinan
pengembangan pendanaan dan kapasiatas penelitian.

Keterkaitan Universitas-Industri (University-Industry Linkage)


Cara pandang para pembuat kebijakan pendidikan tinggi pada beberapa
tahun terkahir telah mengalami pergeseran. Saat ini berbeda dari masa yang
lalu tatkala pendidikan tinggi hanya dianggap sebagai bagian dari kebijakan
sosial pendidikan tinggi dianggap sebagai komponen penting dari kebijakan
ekonomi nasional dan regional. Pada tahun 1980-an awal perubahan paradigma
tersebut terjadi di Amerika Serikat, ketika Bay-Dole Act diberlakukan untuk
memfasilitasi peranan universitas dalam hal transfer teknologi berbasis paten
dan sejumlah program yang dilembagakan untuk memperkuat hubungan
antara universitas dan industri pada level negara bagian dan negara.21 Saat ini
sejumlah negara telah memiliki merik-metrik yang secara eksplisit menjelaskan
keterkaitan antara universitas dan ekonomi, seperti Inggris dan Skotlandia,

Ibid., 153
21

146 LITERASI, Volume VI, No. 2 Desember 2015


Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi Ahmad Syamsul Arifin

dan lebih jauh lagi telah menetapkan aliran-aliran pendanaan pemerintah


berdasarkan metrik-metrik tersebut.
Globalisasi yang berlangsung telah membuka mata negara-negara
di berbagai belahan dunia akan arti penting daya saing pada skala global.
Pemerintahan suatu negara semakin bergantung dengan universitas sebagai
sebuah jangkar dalam sistem inovasi di negara mereka dan universitas memiliki
peranan penting bagi kelangsungan hidup mereka menghadapi persaingan
global ini, yakni pernanan sebagai knowledge economy. Hal ini berimbas pula
pada pola hubungan antara universitas dengan industri. Dengan dukungan
kemajuan teknologi, pola hubungan antara universitas dengan industri menjadi
lebih intens, terjalin dua arah, dan saling menguntungkan .

PERGESERAN PARADIGMA REFORMASI PENDIDIKAN TINGGI


Saat ini, kecenderugan peningkatan kualitas pendidikan tidak hanya
disandarkan pada perbaikan infrastruktur pendidikan, akan tetapi juga perlu
mempertimbangkan kecenderungan-kecenderungan dan isu-isu global,
sebagaimana yang telah dikemukakan di atas. Salah satu tujuan pendidikan modern
adalah membantu tiap individu untuk melihat peran yang tepat bagi mereka di
dunia. Kesadaran sebagai bagian dari masyarakat global juga sangat diperlukan.
Di era integrasi global, aktivitas atau tindakan tiap individu akan berdampak bagi
orang lain, tanggung jawab terhadap aktivitas-aktivitas tersebut juga akan meluas
hingga masyarakat sekitar atau bahkan masyarakat di luar batas-batas negara mereka.
Dampak dari persoalan lingkungan di suatu negara, misalnya, akan terasa
di seluruh penjuru dunia, meskipun sumber persoalan tersebut hanya terbatas
di area atau wilayah yang kecil. Pemahaman terhadap realitas baru merupakan
langkah awal untuk meningkatkan kualias para pelajar. Pendidikan memainkan
peran vital untuk mencipatakan pemahaman yang lebih baik terhadap realitas-
realitas baru tersebut sejak usia dini.
Selain itu, pemeliharaan dan penguatan pengetahuan lokal dan budaya lokal
juga memiliki peranan penting bagi penguatan pendidikan tinggi di suatu negara.
Suzanne Grant Lewis, menekankan pentingnya menjaga kemampuan lokal suatu
negara untuk mendukung dan mengembangkan pengetahuan, budaya dan bahasa
lokal dalam menghadapi induksi homogenisasi kurikulum di era global.22

22
David E. Bloom, Globalization and Education An Economic Perspective, dalam
Globalization: Culture and Education in the New Millennium, ed. Marcelo M Suarez-Orozco
dan Qin-Hilliard Desire B. (Berkley Los Angeles London: University of California Press,
2004), 73

LITERASI, Volume VI, No. 2 Desember 2015 147


Ahmad Syamsul Arifin Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi

Lebih lanjut, Cheng (2005) menambahkan bahwa selain pemahaman akan


isu dan kecenderungan global, pendidikan tinggi juga perlu memperhatikan
persoalan dimensi lokalisasi dan individualisasi Cheng kemudian menyebutnya
dengan istilah triplization process. Menurutnya, reformasi pendidikan secara
berkelanjutan merupakan salah satu kebutuhan yang tidak terelakkan sebagai
akibat tantangan lokal dan gloal yang muncul dari arus perubahan lingkungan
pendidikan yang cepat, kompleks, ambigu dan menghilangkan batas-batas antar
institusi dan sistem pendidikan; dengan memperhatikan tripilization process
secara komprehensif, dapat dijadikan sebagai landasan untuk membangun
sebuah paradigma baru pendidikan tinggi modern.23

Globalisasi
Globalisasi mengacu pada transfer, adaptasi, dan pengembangan
nilai-nilai, pengetahuan, teknologi, dan perilaku norma di negara-negara dan
masyarakat di berbagai belahan dunia. Fenomena yang khas dan saling terkait
dengan pertumbuhan jaringan global (misalnya internet, e-komunikasi seluruh
dunia), transfer global. Semua hal tersebut terwujud dalam jaringan teknologi,
ekonomi, sosial, politik, budaya, dan aspek pembelajaran, aliansi internasional
dan kompetisi, kerjasama internasional dan pertukaran, desa global, integrasi
multikututral, dan penggunaan standar internasional dan benchmark.
Implikasi globalisasi pendidikan harus memaksimalkan relevansi
pendidikan untuk pembangunan global dan penyatuan intelektual sumber
daya, dukungan dan inisiatif dari berbagai belahan dunia dalam pengembangan
pendidikan.

Lokalisasi
Lokalisasi mengacu pada transfer, adaptasi, dan pengembangan nilai-
nilai yang terkait, pengetahuan, teknologi, dan norma-norma perilaku dari/
ke konteks lokal. Beberapa karakteristik dan contoh lokalisasi adalah sebagai
berikut: jaringan lokal, adaptasi eksternal teknologi, ekonomi, sosial, politik,
budaya, dan pembelajaran inisiatif untuk masyarakat lokal, desentralisasi kepada
masyarakat lokal, pengembangan budaya asli, keterlibatan masyarakat lokal,
kerjasama antar lembaga, dan dukungan masyarakat; relevansi dan legitimasi;
dan pemenuhan kebutuhan berbasis komunitas, norma-norma dan etos sosial
masyarakat lokal.

23
Yin Cheong Cheng, New Paradigm for Re-engineering Education Globalization,
Localization and Individualization (Netherland: Springer, 2005) , 25.

148 LITERASI, Volume VI, No. 2 Desember 2015


Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi Ahmad Syamsul Arifin

Implikasi dari lokalisasi untuk refor masi pendidikan adalah


memaksimalkan relevansi pendidikan dengan pembangunan daerah dan
membawa dukungan masyarakat dan sumber daya, kemitraan dan kolaborasi
lokal dalam setiap aspek penyelenggaraan pendidikan. Beberapa contoh praktik
lokalisasi termasuk keterlibatan masyarakat dalam pendidikan, privatisasi
dalam pendidikan, kolaborasi publik dalam kelembagaan, jaminan institusional
akuntabilitas; pelaksanaan otonomi kelembagaan berdasarkan manajemen dan
kurikulum berbasis masyarakat

Individualisasi
Individualisasi mengacu pada transfer, adaptasi, dan pengembangan
terkait nilai-nilai, pengetahuan, teknologi, dan norma-norma perilaku untuk
memenuhi individu kebutuhan dan karakteristik. Individualisasi untuk proses
pembangunan manusia didasarkan pada teori-teori motivasi dan kebutuhan
manusia.
Beberapa contoh individualisasi dalam pendidikan adalah penyediaan
jasa individual, penekanan pada potensi diri setiap peserta didik, promosi
atas inisiatif dan kreativitas pesera didik, dan dorongan untuk aktualisasi
diri. Implikasi utama dari individualisasi dalam pendidikan adalah untuk
memaksimalkan motivasi, inisiatif, dan kreativitas peserta didik dan pendidik
dalam aktivitas pembelajaran melalui langkah-langkah seperti menerapkan
program pendidikan individu; perancangan desai pembelajaran individu;
mendorong siswa untuk pebelajar mandiri, aktualisasi diri, dan penginisiasi,
memenuhi kebutuhan khusus individu; dan pengembangan kontekstualisasi
kecerdasan majemuk (mulitiple intelligence) peserta didik.

LITERASI, Volume VI, No. 2 Desember 2015 149


Ahmad Syamsul Arifin Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi

Tabel 3. Implikasi Tripilization terhadap Pendidikan

Sebagai lembaga pendidikan yang memiliki peranan besar dalam


meningkatkan kehidupan intelektual, kultural dan dan sosial bangsa Indonesia,
Pendidikan Tinggi Kegamaan Islam tidak dapat diabaikan peran dan fungsinya
dalam upaya peningkatan mutu pendidikan nasional. Meskipun demikian, jika
tanpa adanya internal conciousness for improvement, maka mustahil bagi PTKI di
Indonesia dapat melanjutkan kiprah strategisnya dalam persaingan global di masa
mendatang karena abad 21 ditandai dengan mega-kompetisi, yakni masyarakat
yang mampu berkompetisi dengan baik dan memiliki kesadaran global (global
consiousness) atas berbagai kecenderungan global dan pergeseran paradigma global
reformasi pendidikan.

150 LITERASI, Volume VI, No. 2 Desember 2015


Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi Ahmad Syamsul Arifin

Sebuah institusi yang menginginkan untuk memperoleh hasil kinerja yang


lebih baik, akan terlibat secara obyektif dalam upaya evaluasi dan penilaian
terhadap kekuatan dan lingkungan kebijakan mereka dalam rangka perbaikan
kinerja, melakukan penguatan pada tujuan institusi, dan menerjemahkan tujuan
tersebut dalam sebuah perencanaan pembaharuan secara efektif.
Salmi mencontohkan, dari hasil penelitiannya di University of So Paulo,
ditemukan bahwa lembaga yang telah merasa berpuas diri dengan visi-misi
mereka atau tidak memiliki visi ambisius masa depan yang lebih baik, atau terus
beroperasi dengan paradigma konvensional, berakhir dengan kesenjangan
kinerja bila dibandingkan dengan para pesaing-pesaing nasional maupun
internasional mereka.24
Donoghue and Kennerley dalam Salmi menggambarkan perbedaan pola
kinerja institusi antara lembaga-lembaga yang berkinginan untuk memperoleh
hasil kinerja yang lebih baik dengan lembaga-lembaga yang tidak ambisisus
atau memilih untuk bertahan dengan gaya konvensional tersebut dalam
sebuah bagan berikut.25

Stagnation Diamon

Gambar 2. Pola Kinerja Institusi Lembaga yang tidak ambisi

Jamil Salmi, The Challenge of Establishing World-Class Universities, (Washington: The


24

World Bank, 2009), 54


25
Ibid., 53

LITERASI, Volume VI, No. 2 Desember 2015 151


Ahmad Syamsul Arifin Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi

Gambar 3. Pola Kinerja Institusi Lembaga yang Menginginkan Perubahan


Change Diamon
Sumber: The Challenge of Establishing World-Class Universities, 2009

KESIMPULAN
Kecenderungan global yang melanda perguruan tinggi di seluruh penjuru
dunia, telah mengakibatkan pergeseran paradigma reformasi pendidikan tinggi.
Pergeseran paradigma tersebut tentu memberikan pengaruh besar terhadap
penyelenggaran pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan tinggi di seluruh
dunia, termasuk lembaga-lembaga pendidikan Pendidikan Tinggi Keagamaan
Islam di Indonesia. Tanpa adanya internal conciousness for improvement, maka
mustahil bagi PTKI di Indonesia dapat melanjutkan kiprah strategisnya dalam
persaingan global, karena abad 21 menuntut kesadaran global sebuah institusi
pendidikan tinggi atas berbagai isu dan kecenderungan global dan pergeseran
paradigma global reformasi pendidikan jika ingin tetap survive di era mega-
kompetisi ini.

152 LITERASI, Volume VI, No. 2 Desember 2015


Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi Ahmad Syamsul Arifin

DAFTAR PUSTAKA

Altbach, Philip G., et al , 2009,Higher Education; Tracking an Academic Revolution


(A Report Prepare For UNESCO 2009 World Conference on Higher
Education), Paris, UNESCO.
Bidang Pendayagunaan dan Pelayanan Data dan Statistik Pendidikan, 2013,
APK/APM (Angka Partisipasi Kasar/Angka Partisipasi Murni) Tahun
2012/2013, Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan, Kemdikbud.
Bloom, David E. , 2004, Globalization and Education An Economic
Perspective, dalam Globalization: Culture and Education in the New
Millennium, ed. Marcelo M Suarez-Orozco dan Qin-Hilliard Desire
B., Berkley Los Angeles London: University of California Press.
Maringe. F, 2010, The Meanings of Globalization and Internationalization
in HE: Findings from a World Survey dalam Globalization and
Internationalization in Higher Education: Theoretical, Strategic and
Management Perspectives,ed. Maringe et al., New Yok: Continuum
International Publishing Group
J. Knight, 1999, Internationalisation of Higher Education. dalam
Organisation for Economic Cooperation and Development, Quality and
Internationalisation in Higher Education, Paris: OECD
Jamil Salmi, 2009, The Challenge of Establishing World-Class Universities,
Washington: The World Bank.
UNESCO, 1998, Higher Education in the Twenty-First Century: Vision and Action,
Paris: UNESCO
van Ginkel, 2007, H.J.A. and Rodrigues Dias, M.A. Institutional and
politicalchallenges of accreditation at the international level. J. Tres (ed.),
Higher Education in the World 2007, New York: Palgrave Macmillan.
Cheng, Yin Cheong, 2005, New Paradigm for Re-engineering Education
Globalization, Localization and Individualization, Netherland: Springer.
10 Universitas Terbaik, Edisi Khusus Perguruan Tinggi/Infografik, Majalah
Tempo edisi 20 Mei 2007.
Peringkat PTN, Edisi Jumat, 30 Mei 2008 diakses dari http://nasional.
kompas.com/read/2008/05/30/05101132/peringkat.ptn diakses pada
14 November 2014
Sebaran Lembaga, Fakultas dan Prodi pada PTKIN dan PTAIS, http://
ranking-ptai.info diakses tanggal 10 September 2014

LITERASI, Volume VI, No. 2 Desember 2015 153


Ahmad Syamsul Arifin Kecenderungan Global Pendidikan Tinggi

Gorard, S., Smith, E., May, H.,Thomas, L.,Adnett, N. and Slack, K. 2006.
Review of Widening Participation Research: Addressing the Barriers to
Participation in Higher Education. Diakses dari: http://www.hefce.
ac.uk/pubs/RDreports/2006/rd13_06/ pada 1 Mei 2014.

154 LITERASI, Volume VI, No. 2 Desember 2015

Das könnte Ihnen auch gefallen