Sie sind auf Seite 1von 8

Jurnal Peternakan Indonesia, Oktober 2011 Vol.

13 (3)
ISSN 1907-1760

Kloning Gen Penyandi Antigen HBsAg100 dalam Rangka Produksi Protein Rekombinan
Sebagai Model Imunogen untuk Menghasilkan Antibodi

Gene Cloning Encoder HBsAg100 Antigen in Recombinant Protein Production Order


for Models to Generate Antibody Immunogen

S. Riyadi1, R. RA Maheswari2, M. Sudarwanto3,


Fransiska RZ4, dan M. Ali1
1
Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi Fakultas Peternakan UNRAM
2
Fakultas Peternakan IPB
3
Fakultas Kedokteran Hewan IPB
4
Fakultas Teknologi Pertanian IPB
e-mail: riyadi_unram@yahoo.com
(Diterima: 14 Februari 2011; Disetujui: 21 September 2011)

ABSTRACT
Since one decade ago, a new paradigm of vaccine design is emerging. Instead of
attenuated virulent microorganisms or killed virulent microorganisms, effective subunit
vaccines were developed using recombinant DNA technology. By using the technology, selected
genes of the virulent microorganisms can be cloned, expressed, and evaluated as vaccine
components. In this research, hydrophilic domain of S protein (aa 100-164)-encoding gene of
hepatitis B surface antigen was cloned for vaccine candidate production. The gene was ligated
with pGEX-4T-2 vector and sequenced. Sequences aligment of the amplified fragment with
genome of hepatitis B virus indicated that the sequences were identical. A major result achieved
from this research was clones carrying S antigens-encoding gene that could be used further for
production of recombinant hepatitis B vaccine candidates.

Keywords: antibodi, PCR, pGEX, hepatitis B, vaksin

PENDAHULUAN bahwa menggandakan jumlah molekul DNA


tidak hanya dapat dilakukan dengan
Teknologi kloning merupakan tero- memanfaatkan mekanisme kehidupan
bosan baru di bidang rekayasa genetika. mikroorganisma, tetapi dapat juga dilakukan
Menurut Winarno dan Agustinah (2007), melalui teknik PCR (Polymerase Chain
kloning adalah pengembangbiakan suatu Reaction).
mahluk hidup yang persis sama dengan Perkembangan teknologi molekuler
induknya tanpa melalui pembuahan, seperti (seperti kloning) yang sangat pesat telah
stek pada tanaman, tetapi kloning melalui membuka era baru dalam menghasilkan
rekayasa genetika jauh lebih rumit. Muladno berbagai jenis vaksin maupun obat yang
(2002) menjelaskan, bahwa pada prinsipnya dibutuhkan oleh hewan maupun manusia.
kloning DNA adalah proses penggandaan Penggunaan teknologi tersebut telah
jumlah DNA rekombinan melalui proses memudahkan dihasilkannya berbagai sub
perkembangbiakan sel bakteri (biasanya E. unit vaksin yang jauh lebih efektif jika
coli). Proses penggandaan tersebut dila- dibandingkan dengan vaksin yang dihasilkan
kukan dengan memasukkan DNA re- dengan teknologi konvensional meng-
kombinan ke dalam E.coli, diikuti dengan gunakan mikroorganisme virulen yang
inkubasi sel E.coli pada suhu optimal dilemahkan ataupun telah dibunuh.
sehingga sel berkembangbiak secara Indonesia merupakan daerah endemis
eksponensial. Selanjutnya dijelaskan pula, sedang sampai tinggi untuk penyakit

Kloning Gen Penyandi Antigen HBsAg100 (S. Riyadi et al.) 241


Vol. 13 (3)

hepatitis B,oleh karena itu, pada tahun 1987, hepatitis B rekombinan dengan teknologi
WHO menetapkan Pulau Lombok sebagai rekayasa DNA menggunakan bakteri ini
model imunisasi masal hepatitis B pertama akan menggantikan metode produksi vaksin
di dunia. Hasil proyek tersebut menunjukkan konvensional dari plasma yang memiliki
penggunaan vaksin konvensional mampu kelemahan seperti rendahnya imuno-
menurunkan prevalensi hepatitis B hanya genisitas, sumber plasma yang terus
sampai 70% (Mulyanto et al., 2002). Hasil berkurang (karena jumlah penderita penyakit
imunisasi tersebutdinyatakan belum optimal, hepatitis B menurun sejalan dengan
hal ini antara lain disebabkan karena vaksin keberhasilan vaksinasi), serta kekhawatiran
konvensional yang digunakan (Korean adanya kontaminasi penyakit lain pada
Green Cross) berasal dari plasma darah serum donor. Karena gen penyandi antigen
orang asing sehingga tidak mampu tersebut diisolasi dari virus hepatitis B yang
menstimulasi munculnya tanggap kebal terdapat di Indonesia, maka antigen ini
(antibodi) spesifik yang mampu melawan diharapkan dapat menghasilkan kandidat
virus hepatitis B yang terdapat di Indonesia vaksin rekombinan hepatitis B yang sesuai
(Joung et al., 2004). dengan genetik virus tersebut di Indonesia.
Berdasarkan permasalahan tersebut,
pada penelitian ini dilakukan rekayasa METODE
terhadap gen penyandi antigen permukaan
hepatitis B untuk menghasilkan antigen Untuk mengamplifikasi fragmen S
HBsAgpada E. coli dengan menggunakan (asam amino nomor 100-164) dari gen
teknologi rekombinan. Kendala utama penyandi antigen permukaan virus hepatitis
produksi antigen tersebut pada bakteri E. B, digunakan plasmid pGET-HB (disediakan
coli adalah tingkat ekspresinya sangat oleh Prof. Mulyanto, Laboratorum Hepatitis
rendah (Maruyama et al., 2000). Rendahnya Mataram) yang membawa gen-gen per-
tingkat ekspresi tersebut disebabkan oleh mukaan virus hepatitis B sebagai cetakan.
bagian hidrofobik (Lu et al., 2002; Kumar et Untuk amplifikasi tersebut, digunakan
al., 2005). Oleh karena itu, pada penelitian primer HBVS.100(f) (5-TATCAAGG-
ini bagian yang dikloning adalah bagian TATGTTGCCCGTTTG -3) dan HBV-
penyandi epitop yang bersifat hidrofilik (dari ADWS (r) (5-AAGCTTCATTACTCCC-
asam amino 100-164). Selain itu, gen ATAGGTATTTTGCGAAAG-3). Enzim
penyandi antigen permukaan hepatitis B di DNA polimerase yang digunakan adalah
atas akan digabung (fusi) dengan gen enzim pyrobest (Takara Bioinc., Otsu,
penyandi enzim gluthation-S-transferase Japan). Fragmen tersebut kemudian diligasi
(GST) untuk meningkatkan ekspresi maupun dengan teknik Kloning TA menggunakan
solubilitas antigen yang sangat penting vektor pGEX-4T-2 (Pharmacia). Plasmid
untuk aktivitas maupun proses purifikasi rekombinan tersebut kemudian ditrans-
(Sheu et al., 1995; Vikis and Guan, 2000; formasi ke bakteri E. coli DH5. Kultur
Koschoreck et al., 2005). Gen penyandi bakteri dilakukan pada media Luria Bertani.
antigen permukaan hepatitis B yang Sedangkan isolasi plasmid untuk sekuensing
digunakan pada penelitian ini adalah gen digunakan Kit Nucleospin (Macherey,
yang diisolasi dari virus hepatitis B sub tipe Nalgen).
adw sebagai subtype utama di Indonesia.
Hal ini dimaksudkan untuk membuat Amplifikasi gen penyandi HBsAg100
kandidat vaksin galur lokal yang mampu Campuran PCR yang digunakan
memberikan respon antibodi yang spesifik adalah 0,1 unit enzim DNA polymerase
sesuai dengan genetik virus hepatitis B yang pyrobest (Takara Bioinc., Otsu, Japan)
terdapat di Indonesia. dengan bufernya; 0,5 M primer forward (f)
Dihasilkannya kandidat vaksin dan reverse (r); 0,2 mM dNTP; 1 ng/ml

242 Kloning Gen Penyandi Antigen HBsAg100 (S. Riyadi et al.)


Vol. 13 (3)

plasmid pGEMT-HB sebagai cetakan. elektroforesis merupakan indikasi bahwa


Program PCR yang digunakan adalah klon yang diamplifikasi mengandung
denaturasi awal pada suhu 94oC selama 5 plasmid rekombinan. Koloni yang mengan-
menit ; siklus yang terdiri dari denaturasi dung plasmid rekombinan tersebut pada
pada 94oC selama 30 detik, annealing pada replika kemudian dikultur pada media LB
suhu 54oC selama 30 detik dan elongasi pada suhu 37oC selama 12 jam dengan
(ekstensi) pada suhu 72oC selama 30 detik; goyangan untuk isolasi plasmid rekombinan.
diakhiri dengan 72oC selama 5 menit dan Isolasi plasmid dilakukan dengan teknik
20o C sampai sampel diangkat untuk standar (Sambrook et al., 1989). Sekuensing
dielektroforesis. dilakukan setelah amplifikasi dengan Kit
Bigdye menurut prosedur Ali (2006) dengan
Konstruksi plasmid rekombinan menggunakan primer pGEX-5. Sekuensing
Hasil PCR kemudian dimurnikan tersebut dimaksudkan untuk memastikan
dengan DNA Gel extraction kit dan diligasi bahwa pada gen target tidak terdapat mutasi.
dengan plasmid pGEX-4T-2 (Pharmacia)
yang telah dipotong dengan enzim Sma1. HASIL DAN PEMBAHASAN
Campuran reaksi dari ligasi tersebut adalah
produk PCR 2 l, 25 ng/l pGEX-4T-2, 1 l Selubung virus hepatitis B (hepatitis B
kit ligasi, dilanjutkan dengan inkubasi pada virus envelope) terdiri dari membran
suhu 12oC selama 18 jam. Setelah itu, glikoprotein dimana terdapat 3 bagian
transformasi dilakukan dengan E. coli DH5 protein permukaan yaitu antigen pre-S1 (119
untuk kemudian ditumbuhkan pada media asam amino), pre-S2 (55 asam aminio) dan S
LB yang mengandung ampicilin pada suhu (226 asam amino) (Yamada et al., 2001;
37oC selama 14 jam. Koloni bakteri yang Jaoude and Sureau, 2005, Barrera et al.,
tumbuh diduga memiliki plasmid 2005). Beberapa ahli menggolongkan ketiga
rekombinan. Untuk memastikan hal tersebut, protein tersebut sebagai protein kecil
akan dilakukan skrining koloni yang (small), sedang (middle) dan besar (large).
membawa plasmid tersebut dengan teknik Antigen S telah digunakan secara luas
PCR koloni. sampai saat ini sebagai vaksin konvensional.
Menurut Hu et al (2004), asam amino ke
Transformasi, skrining dan sekuensing 139-147 pada bagian S merupakan epitop
Skrining terhadap koloni E. coli DH5 utama pada protein S tersebut. Sedangkan
yang membawa plasmid rekombinan asam amino Pre-S1 dan Pre-S2 masih dikaji
dilakukan dengan PCR koloni dengan tingkat immunogenisitasnya melalui
campuran reaksi sebagai berikut: 0,2 mM serangkaian diagnosa (Maruyama et al.,
dNTP; 0,5 U Ex Taq dan bufernya; 0,5 mM 2000).
primer pGEX-5 dan pGEX-3, 1 l sampel Mengacu kepada Hu et al., (2004)
(koloni yang telah diencerkan dalam 20 l yang menyatakan bahwa asam amino ke
air steril). Untuk keperluan lebih lanjut, 139-147 pada protein bagian S merupakan
dibuat replika dari koloni bakteri yang epitop utama pada protein, maka pada
diskrining pada media LB yang mengandung penelitian ini dilakukan amplifikasi hanya
ampicilin dan ditumbuhkan pada suhu 37oC. dari asam amino ke-100 sampai 164.
Program PCR yang digunakan adalah 5 Adapun jumlah nukleotidanya mencapai 195
menit pada 94oC, 25 siklus untuk suhu 94oC pasang basa, namun dengan penambahan
selama 30 detik, 60oC selama 30 detik dan adaptor yang sengaja dibuat menyebabkan
30 detik pada suhu 72oC, diakhiri dengan total produk PCR target mencapai 206
72oC selama 5 menit dan 20oC sampai pasang basa. Selain itu, bagian asam amino
sampel diangkat untuk dielektroforesis. tersebut dipilih karena merupakan protein
Adanya pita DNA dari gambar hasil yang bersifat hidrophilik, sehingga dapat

Kloning Gen Penyandi Antigen HBsAg100 (S. Riyadi et al.) 243


Vol. 13 (3)

memudahkan ekspresi pada bakteri. cepat, yaitu 40 detik per 1 kilo pasang basa.
Untuk mendapatkan gen tersebut, Hal ini dikarenakan enzim polymerase
berbagai upaya optimalisasi terhadap kondisi Pyrobest merupakan enzim dengan tingkat
reaksi amplifikasi telah dilakukan. Langkah- kecermatan tinggi (high fidelity) yang
langkah optimalisasi tersebut diantaranya memiliki kemampuan proof-reading.
mengatur suhu dan waktu annealing, Produk PCR selanjutnya dimurnikan
mengatur konsentrasi DNA sebagai cetakan dari adanya kelebihan primer-primer mau-
dan primer, serta mengatur konsentrasi pun substrat dan enzim yang digunakan pada
enzim polymerase DNA. campuran PCR dengan teknik pemotongan
Campuran PCR yang berhasil gel menggunakan DNA Gel extraction kit.
digunakan untuk mendapatkan hasil PCR Selanjutnya, hasil pemurnian tersebut
yang optimal adalah 0,1 unit enzim DNA digunakan pada tahap ligasi dengan plasmid
polymerase pyrobest (Takara Bioinc., Otsu, pGEX-4T-2 (Pharmacia) yang telah dipotong
Japan) dengan bufernya; 0,5 M primer dengan enzim Sma1. Karena enzim yang
forward (f) dan backward (b); 0,2 mM digunakan untuk proses amplifikasi di atas
dNTP; 1 ng/ml plasmid pGEMT-HB sebagai adalah enzimPyrobestyang tergolong enzim
cetakan. Penggunaan DNA dengan kon- yang mempunyai tingkat kecermatan tinggi
sentrasi kurang dari 1 ng/ml menghasilkan (high fidelity), maka produk PCR yang
pita gen target yang tidak terlalu jelas. dihasilkan berbentuk blunt-end. Oleh karena
Sedangkan penggunaan DNA melebihi 1 itu, teknik ligasi yang sesuaiadalah teknik
ng/ml menyebabkan munculnya beberapa blunt-end.
pita produk PCR yang tidak sesuai dengan Campuran reaksi dari reaksi ligasi
ukuran pita target. Program PCR yang tersebut adalah produk PCR yang telah
berhasil digunakan adalah 94oC selama 5 diphosphorilasi sebanyak 2 l, 25 ng/l
menit, 25 siklus pada 94oC selama 30 detik, plasmid pGEX-4T-2 yang telah di-
54oC selama 30 detik dan 72oC selama 30 phosphorilasi, 1 l kit ligasi,kemudian
detik, diakhiri dengan 72oC selama 5 menit diinkubasi pada suhu 12oC selama 18 jam.
dan 20oC sampai sampel diangkat untuk Selanjutnya, dilakukan transformasi dengan
dielektroforesis. Untuk menemukan suhu E. coli DH5dan kemudian ditumbuhkan
annealing yang ideal (54oC), telah dilakukan pada media LB yang mengandung ampisilin
PCR menggunakan beberapa suhuannealing pada suhu 37oC selama 14 jam. Koloni
mulai dari 50oC, 52oC, dan 56oC. Namun bakteri yang tumbuh diduga memiliki
pita gen target terjelas diperoleh pada saat plasmid rekombinan. Untuk memastikan hal
menggunakan suhu 54oC. tersebut, dilakukan skrining koloni yang
Ketepatan suhu dan waktu annealing, membawa plasmid tersebut dengan teknik
konsentrasi DNA dan primer, serta kon- PCR koloni.
sentrasi enzim polymerase DNA yang Introduksi plasmid pGEX-HB100 ke
digunakan sangat menentukan keberhasilan dalam bakteri inang E. coli DH5
amplifikasi. Penggunaan suhu annealing (transformasi) berhasil dilakukan dengan
54oC selama 30 detik telah menyebabkan teknik heat shock.Koloni bakteri E. coli
primer-primer yang digunakan dapat DH5 pembawa plasmid rekombinan pGEX-
menempel pada daerah spesifik dari DNA HB100hasil transformasi ditumbuhkan
cetakan. Selain itu, waktu yang diperlukan pada media seleksi (ampisilin 50 l/ml)
untuk tahap extention selama 30 detik pada yang mengandung X-gal dan IPTG. Hasil
suhu 72oC karena enzim polymerase kultur dari bakteri tersebut dapat dilihat pada
Pyrobest yang dipergunakan memerlukan Gambar 2. Koloni bakteri yang berwarna
waktu 1 menit per 1 kilo pasang basa. putih diduga membawa plasmid rekombinan
Berbeda dengan enzim polymerase Ex Taq pGEX-HB100, sedangkan koloni bakteri
yang biasanya memiliki kemampuan lebih yang berwarna biru tidak membawa plasmid

244 Kloning Gen Penyandi Antigen HBsAg100 (S. Riyadi et al.)


Vol. 13 (3)

rekombinan (Gambar 1). cetakan.


Hasil amplifikasi yang kedua ujungnya
berbentuk tumpul (blunt end) tersebut
memiliki keunggulan sekaligus kelemahan
untuk ligasi. Produk PCR yang berujung
tumpul akan memudahkan dalam melakukan
proses ligasi, dimana hanya dibutuhkan 1
jenis enzim restriksi dengan karakteristik
memotong secara langsung untk
menghasilkan ujung tumpul juga. Enzim
Gambar 1. Koloni E. coli DH5 pembawa restriksi yang memiliki kemampuan tersebut
plasmid pGEX-HB100hasil transformasi diantaranya adalah enzim SmaI. Hal ini akan
yang ditumbuhkan pada media seleksi mengurangi biaya penggunaan untuk
(ampisilin). Koloni berwarna putih pembelian enzim restriksi. Namun
merupakan koloni bakteri pembawa kelemahannya adalah peluang dihasilkannya
plasmid rekombinan, sedangkan koloni gen rekombinan yang benar dan yang salah
berwarna biru tidak membawa plasmid adalah 50%. Dengan kata lain, peluang ligasi
rekombinan. ujung tumpul pada salah satu ujung produk
Untuk memastikan bahwa bakteri- PCR dengan ujung hasil pemotongan vektor
bakteri berwarna putih pembawa gen akan sama dengan peluang ligasi dengan
HB100, maka dilakukan skrining dengan arah yang berlawanan.
PCR menggunakan koloni bakteri tersebut Kelemahan akibat kedua ujung tumpul
sebagai cetakan (PCR Koloni). Primer yang produk PCR tersebut dapat diatasi melalui
digunakan untuk PCR koloni tersebut harus skrining dengan teknik PCR koloni. Primer-
dapat mengamplifikasi bagian 5-insert dan primer yang digunakan untuk PCR koloni
bagian 3-dari plasmid. Hal ini dilakukan tersebut harus dapat mengamplifikasi bagian
untuk memastikan tidak terjadi kesalahan 5-insert dan bagian 3-dari plasmid.
arah insert. Amplifikasi hanya akan terjadi Amplifikasi hanya akan terjadi pada DNA
pada DNA rekombinan yang tidak rekombinan yang tidak tersambung secara
tersambung secara terbalik.Adanya pita terbalik. Jika gen target tersambung secara
tunggal DNAdari gambar hasil elektroforesis terbalik, maka PCR koloni tidak akan
merupakan indikasi bahwa klon yang menghasilkan pita setelah elektrophoresis.
diamplifikasi mengandung plasmid Koloni yang mengandung plasmid
rekombinan. Hasil PCR koloni tersebut rekombinan dengan hasil PCR koloni pita
ditampilkan pada Gambar 2. tunggal kemudian dikultur dari replika pada
media LB pada suhu 37oC selama 12 jam
1000 pb dengan goyangan untuk isolasi plasmid
900 pb
800 pb M 1 2
rekombinan. Hasil elektroforesis dari hasil
700 pb isolasi plasmid rekombinan ditampilkan
600 pb
500 pb pada Gambar 3. Pada gambar tersebut
400 pb terlihat hasil isolasi plasmid rekombinan
300 pb dengan ukuran sekitar 5.106 pasang basa,
250 pb
200 pb
yang terdiri dari vektor pGEX-4T-2
150 pb mencapai 4.900 pasang basa dan gen target
100 pb
50 pb
206 pasang basa.
Plasmid hasil isolasi tersebut
Gambar 2. Hasil elektrophoresis dari PCR kemudian disekuensing. Hasil sekuensing
koloni. M = Marker, 1 dan 2 = E. coli DH5 nukleotida disejajarkan dengan sekuen asli
pembawa plasmid pGEX-HB100 sebagai virus hepatitis B. Pensejajaran (alignment)

Kloning Gen Penyandi Antigen HBsAg100 (S. Riyadi et al.) 245


Vol. 13 (3)

gen insert dengan bagian genom virus DH5. Hasil sekuensing menunjukkan tidak
Hepatitis B dapat dilihat pada Gambar4. terdapat mutasi pada gen hasil kloning. Oleh
Hasil pensejajaran (aligment) sekuensing karena itu, penelitian lanjutan yang harus
plasmid rekombinan yang diisolasi dari dilakukan adalah uji ekspresi untuk
koloni bakteri rekombinan menunjukkan menghasilkan protein rekombinan sebagai
kesamaan dengan sekuen dari bagian genom kandidat vaksin.
virus hepatitis B. Hal ini menunjukkan
bahwa gen hasil amplifikasi tersebut tidak UCAPAN TERIMA KASIH
mengalami mutasi dan dapat digunakan
untuk menghasilkan antigen hepatitis B Pada kesempatan ini penulis
bagian S pada bakteri. Plasmid rekombinan mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr.
yang tidak memiliki mutasi pada sekuen dr. Mulyanto (Direktur Laboratorium
insertnya selanjutnya disimpan untuk Hepatitis Mataram) yang telah menyediakan
ditransformasikan pada E. coli BL21 untuk bakteri E. coli DH5 pembawa plasmid
memproduksi protein HBsAg100. pGEMT-HB. Juga kepada Dr. Sulaiman
Ngongu Depamede dan I Gusti Ayu Sri
KESIMPULAN DAN SARAN Andayani, S.Si. (Laboratorium Imunologi
Universitas Mataram) serta kepada Dedy
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat Iswaini, S.Pt. dan Susila Yati, S.Si.
disimpulkan bahwa gen penyandi antigen (Laboratorium Mikrobiologi dan
HBsAg100 berhasil diamplifikasi, kemudian Bioteknologi) atas bantuannya selama
diligasi dengan vektor pGEX-4T-2, dan penelitian.
ditransformasikan ke dalam bakteri E. coli

19.329 pb
7.743 pb
6.223 pb
4.254 pb
3.472 pb
2.690 pb
1.882 pb
1.489 pb
925 pb
421 pb

Gambar 3. Pita DNA plasmid pGEX-4T-2 rekombinan hasil elektroforesis dalam 1% agrosa M :
marker DNA . Lajur 1 : Pita DNA plasmid utuh pGEX-4T-2 rekombinan. Lajur 2, 3, 4, 5, 6, 7 :
pita DNA plasmid pGEX-4T-2 rekombinan yang dipotong dengan enzim Sma1.

246 Kloning Gen Penyandi Antigen HBsAg100 (S. Riyadi et al.)


Vol. 13 (3)

Gambar 4. Alignment sekuen gen insert (penyandi antigen HBsAg100) dengan bagian genom
virus Hepatitis B (VHB)

DAFTAR PUSTAKA QF., and Gao ZL. 2004. Yeast


expression and DNA immunization of
Ali, M. 2006. High-throughput monoclonal hepatitis B virus gene wiyh second-
antibody production using cell-free loop deletion of determinant region.
protein synthesis system. Ph.D thesis. Word J. Gastroenterol., 10, 2989-2993.
Nagoya University, Japan. Hu H., Jaoude, A. G., and Sureau, C. 2005. Role of
Peng XM., Huang YS., Gu L., Xie the antigenic loop of the hepatitis B
QF., and Gao ZL. 2004. Yeast virus envelope proteins in infectivity
expression and DNA immunization of of hepatitis B delta virus. J. Virology,
hepatitis B virus gene wiyh second- 79, 10460-10466.
loop deletion of determinant region.
Word J. Gastroenterol., 10, 2989-2993. Joung, YH., Youm, JW., Jeon, J H., Lee,
BC., Ryu, C.J., Hong, HJ., Kim, HC.,
Barrera, A., Guerra, B., Notvall, L., and Joung, H., and Kim, H. S. 2004.
landford, R. E. 2005. Mapping of the Expression of the hepatitis B surface S
Hepatitis B virus Pre-S1 domain and preS2 antigens in tubulers of
involved in receptor recognition. J. Solanum tuberosum. Plant Cell Rep,
Virology, 79, 9786-9798. 22; 925-930. (2004).
Hu H., Peng XM., Huang YS., Gu L., Xie

Kloning Gen Penyandi Antigen HBsAg100 (S. Riyadi et al.) 247


Vol. 13 (3)

Koschorreck M., Fischer M., Barth S., and mass immunization program. Report
Pleiss J. 2005. How to find soluble meeting of the US-Japan cooperative
proteins: a comprehensive analysis of medical science program asian region
alfa/beta hydrolases for recombinant collaboration research project 2001,
expression in E. coli. BMC Genomics, Sanghai.
6, 1-10. Sambrook, J., Fritsch, EF., and Maniatis, T.
Kumar, S. G. B., Ganapathi, TR., Revathi, 1989. Molecular Cloning: A
L., Srinivas, VA. and Bapat. 2005. Laboratory Manual. ColdSpringHarbor
Expression of hepatitis B surface Laboratory Press, New York.
antigen in transgenic pitaana plants. Sheu SY., and Lo SJ. 1995. Deletion or
Planta, 222, 484-493.
alteration of hydrophobic amino acids
Lu YY., Li K., Cheng J., Wang L., Liu Y., at the firs and third transmembrane
and Zhang LX. 2002. Cloning and domains of hepatitis B surface antigen
expression of the preS1 gene of enhances its production in Escherichia
hepatitis B virus in yeast cells. coli. Gene, 160, 179-184.
Hepatobiliary Pancreat Dis Int. 1, 238- Vikis HG., and Guan KL. 2000. Glutathione-
242. S-Transferase-Fusion Based Assays
Maruyama, J., Ohnuma, H., Yoshikawa, A., for Studying Protein-Protein
Kadokura, H., Nakajima, H., and Interaction. In: Methods in Molecular
Kitamoto. 2000. Production and Biology, vol. 261. Humana Press Inc.,
product quality assessment of human Totowa, NJ.
hepatitis B virus pre-S2 antigen in Winarno FG, Agustinah W. 2007. Pengantar
submerged and solid-state culture of Bioteknologi. Ed Revisi. Bogor: M-
Aspergillus oryzae. J. Biosci. Bioeng., Brio Press.
90, 118-120.
Yamada T., Iwabuki H., Kanno T., Tanaka
Muladno. 2002. Tekonologi Rekayasa H., kawai T., Fukuda H., Kondo A.,
genetikaa. Bogor Baru: Pustaka Seno M., Tanizawa K., and Kuroda S.
Wirausaha Muda. Bogor. 2001. Physicochemical and
Mulyanto, Soewignjo, S., Gunawan, S., immunological characterization of
Sumarsidi, D., Kadir, S., and Wiryo, hepatitis B virus envelope particles
H. 2002. Hepatitis B seroprevalence exclusively consisting of the entire L
among children in Mataram, (pre-S1+pre-S2+S) protein. Vaccine,
Indonesia: following a seven-year 19, 3154-3163.

248 Kloning Gen Penyandi Antigen HBsAg100 (S. Riyadi et al.)

Das könnte Ihnen auch gefallen