Sie sind auf Seite 1von 9

RESUME BUKU

PANCASILA SEBAGAI SUMBER HUKUM

DISUSUN OLEH :

TITIES AMRIHTASARI SURYONO

I0615039

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

JURUSAN ARSITEKTUR

UNIVERSITAS NEGERI SEBELAS MARET SURAKARTA


2015

A. Dasar Negara

Negara memiliki dasar yang dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan


negara. Dasar negara merupakan suatu norma dasar (ground norm) bagi negara
yang bersangkutan yang selanjutnya menjadi sumber bagi perundangan negara.
Sebagai norma dasar maka dasar negara menjadi norma hukum tertinggi dalam
suatu negara.

Hukum berisi norma-norma yang merupakan pedoman untuk bertingkah


laku. Hans Kelsen seorang ahli filsafat hukum menyatakan bahwa norma hukum
itu berjenjang dan bertingkat. Suatu norma berdasar pada norma yang lebih tinggi
dan norma yang lebih tinggi ini berlaku berdasarkan norma yang lebih tinggi lagi.
Demikian seterusnya sampai pada norma dasar yang disebut ground norm, yaitu
norma tertinggi di negara yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut. Jadi norma
hukum itu berjenjang dan membentuk suatu hierarki.

Norma-norma hukum dalam suatu negara membentuk kesatuan tata


hukum yang berpuncak pada ground norm. Norma dasar yang merupakan norma
tertinggi dalam sistem norma hukum tersebut tidak dibentuk oleh suatu norma
yang lebih tinggi lagi, tetapi norma dasar itu ditetapkan terlebih dahulu oleh
Masyarakat yang merupakan puncak tempat bergantung bagi norma-norma yang
berada di bawahnya. Hans Nawiasky mengembangkan lebih lanjut teori Hans
Kelsen bahwa jenjang norma sebagaimana dikemukakan Hans Kelsen itu
berkelompok-kelompok yang terdiri dari empat tingkat.

Sedangkan Hans Kelsen tidak membedakan dalam kelompok-kelompok


sehingga jenjang itu sifatnya umum dan dua tingkat saja yaitu ground norm dan
norm.

Kelompok tingkatan norma menurut Hans Nawiasky, yaitu sebagai berikut


1. Staatsfundamental norm atau norma fundamental negara.
2. Staatsgrund gesetz atau aturan dasar atau pokok negara.

3. Formellgeset atau undang-undang.

4. Verordnung autonome satzung atau aturan pelaksana dan aturan otonom.

Menurut Hans Nawiasky, norma hukum tertinggi dan merupakan


kelompok pertama, disebut staatsfundamental norm atau norma fundamental
negara. Prof. Drs. Notonagoro menyebutkan staatsfundamental norm sebagai
pokok kaidah fundamental negara. Joeniarto menyebut norma pertama, sedangkan
Hamid S.Attamimi menyebut dengan cita hukum (rechtsidee). Norma pertama ini
tidak dibentuk dengan norma yang lebih tinggi lagi, tetapi ditetapkan oleh
masyarakat dan menjadi tempat norma hukum di bawahnya.

Norma fundamental ini berisi norma yang menjadi dasar bagi


pembentukan konstitusi atau undang undang dasar suatu negara. Di dalam negara,
staatsfundamental norm merupakan landasan dasar filosofi yang mengandung
kaidah-kaidah dasar bagi pengaturan negara lebih lanjut. Di Indonesia norma
hukum tertinggi ini adalah Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945. Jadi Pancasila sebagai dasar negara dapat disebut sebagai berikut:
1. Norma hukum tertinggi,
2. Staatsfundamental norm,
3. Norma pertama,
4. Cita hukum (rechtsidee),
5. Pokok kaidah negara yang fundamental.

Aturan dasar dibawah norma fundamental negara adalah aturan dasar atau
pokok negara yang isinya bersifat pokok dan merupakan aturan umum dan garis
besar seperti pembagian kekuasaan negara, hubungan antar lembaga negara, serta
hubungan negara dengan warga negara. Di Indonesia aturan dasar negara ini
tertuang dalam Batang Tubuh UUD 1945, ketetapan MPR serta hukum dasar tidak
tertulis yang disebut Konvensi Ketatanegaraan. Aturan dasar negara ini menjadi
dasar bagi pembentukan undang undang atau aturan yang lebih rendah.

Hamid.S Attamimi mengatakan bahwa isi penting dari aturan dasar selain
pokok-pokok kebijaksanaan negara juga berisi aturan-aturan untuk
memberlakukan dan memberikan kekuatan mengikat kepada norma hukum
peraturan perundangan atau menggariskan tata cara membentuk peraturan
perundangan yang mengikat umum.

B. Konstitusi

Konstitusi berasal dari istilah bahasa Perancis yaitu constituer yang


artinya membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksudkan ialah
pembentukan suatu negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara.
Sedangkan istilah undang-undang dasar merupakan terjemahan istilah yang
dalam bahasa Belanda disebut gronwet. Dalam bahasa lndonesia, wet
diterjemahkan undang-undang dan gron artinya tanah.

Di negara-negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa


nasional, dipakai istilah constitusion yang artinya konstitusi.

Pengertian konstitusi dalam praktik dapat berarti lebih luas dari pada
pengertian UUD, tetapi ada juga yang menyamakan dengan pengertian UUD.
Berikut ini ditunjukkan beberapa ahli hukum yang mendukung, antara yang
membedakan dengan yang menyamakan pengertian konstitusi dengan UUD.

Berikut ini hal yang membedakan pengertian konstitusi dengan UUD.

1. Herman Heller membagi pengertian konstitusi menjadi tiga, yaitu sebagai


berikut.

1. Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai


suatu kenyataan, sehingga mengandung pengertian politik sosiologis.
2. Konstitusi merupakan satu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat,
sehingga mengandung pengertian yuridis.

3. Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang


tinggi yang berlaku dalam suatu negara.

Pendapat Herman Heller tersebut dapat disimpulkan bahwa jika


pengertian undang-undang dasar itu harus dihubungkan dengan pengertian
konstitusi, maka artinya undang-undang dasar itu baru merupakan sebagian dari
pengertian konstitusi, yaitu konstitusi yang tertulis saja. Di samping itu, konstitusi
itu tidak hanya bersifat yuridis saja, tetapi mengandung pengertian logis dan
politis.

2. F. Lassalle dalam bukunya Uber Verfassung Swesen membagi konstitusi dalam


dua pengertian sebagai berikut.

1. Pengertian sosiologis atau politis (sosiologisghe atau politisghe begrip).


Konstitusi adalah sintesis faktor aktor kekuatan yang nyata (dereelem
achtsfactoren) dalam masyarakat, sehingga konstitusi menggambarkan
hubungaan antara kekuasaan-kekuasaan yang terdapat dengan nyata dalam
suatu negara. Kekuasaan tersebut di antaranya raja, parlemen, kabinet,
pressure groups, partai politik, dan lain-lain, itulah sesungguhnya
konstitusi.

2. Konstitusi dalam pengertian yuridis

Dari pengertian sosiologis dan politis itu, ternyata Lassalle menganut


paham bahwa konstitusi sesungguhnya mengandung pengertian yang lebih luas
dari sekedar undang-undang dasar. Tetapi dalam pengertian yuridis, Lassalle
terpengaruh pula oleh paham kodifikasi yang menyamakan konstitusi dengan
undang-undang dasar.

Adapun batasan-batasannya dapat di rumuskan sebagai berikut.


1. Suatu kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan-pembatasan
kekuasaan kepada para pengusaha.

2. Suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus petugasnya dari


suatu sistem politik.

3. Suatu deskripsi dari lembaga-lembaga negara.

4. Suatu deskripsi yang menyangkut misalnya hak-hak asasi manusia.

Di negara-negara yang mendasarkan dirinya atas demokrasi konstitusional,


undang-undang dasar mempunyai fungsi yang khas yaitu membatasi kekuasaan
pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat
semena-mena sehingga hak-hak warganegara akan lebih dilindungi. Gagasan ini
dinamakan konstitusionalisme. Pada prinsipnya tujuan konstitusi adalah untuk
membatasi kesewenangan tindakan pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang
diperintah, dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.

Setiap konstitusi senantiasa mempunyai dua tujuan, yaitu:


1. Untuk memberikan pembatasan dan pengawasan terhadap kekuasaan
politik,

2. Untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak penguasa, serta


menetapkan bagi penguasa tersebut batas-batas kekuasaan mereka.

Konstitusi menempati posisi yang sangat penting dalam kehidupan


ketatanegaraan suatu negara karena konstitusi menjadi barometer kehidupan
bernegara dan berbangsa yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan para
pendahulu, sekaligus ide-ide dasar yang digariskan oleh The founding fathers,
serta memberikan arahan kepada generasi penerus bangsa dalam mengemudikan
suatu negara yang mereka pimpin.

C. Kaitan antara Dasar Negara dengan Konstitusi


Dasar negara menjadi sumber bagi pembentukan konstitusi. Sebagaimana
telah dikemukakan sebelumnya bahwa dasar negara menempati kedudukan
sebagai norma hukum tertinggi negara. Sebagai norma hukum tertinggi maka ia
menjadi sumber bagi pembentukan norma-norma hukum di bawahnya. Konstitusi
adalah salah satu norma hukum di bawah dasar negara. Dengan demikian
konstitusi bersumber dari dasar negara. Norma hukum di bawahnya isinya tidak
boleh bertentangan dengan norma dasar dan isi norma tersebut bertujuan
mencapai cita-cita yang terkandung dalam dasar negara. Dasar negara merupakan
cita-cita hukum dari negara. Menurut Hamid S . Attairimi, sebagai norma hukum
tertinggi maka citra hukum atau dasar negara ini mempunyai fungsi regulatif dan
fungsi konstitusi.

Fungsi regulatif adalah sebagai tolok ukur untuk menguji apakah norma
hukum yang di bawah dasar negara berlaku tersebut bertentangan atau tidak dan
bersifat adil atau tidak. Fungsi konstitutif adalah sebagai pembentuk hukum
bahwa tanpa adanya dasar negara tersebut norma hukum bawahnya akan
kehilangan makna sebenarnya.

D. Kedudukan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945

Hubungan antara norma fundamental negara yaitu Pancasila dengan aturan


dasar negara yaitu dapat dilihat pada UUD Penjelasan UUD 1945 yaitu penjelasan
umum sebagai berikut Undang-undang dasar menciptakan pokok-pokok pikiran
yang terkandung dalam pembukaan di dalam pasal-pasalnya. Pokok-pokok
pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum
(rechtside) yang menguasai hukum dasar negara baik hukum dasar yang tertulis
(undang-undang dasar) maupun hukum dasar yang tidak tertulis. Undang-undang
dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini di dalam pasal-pasalnya. Dalam
penjelasan umum UUD 1945 ditegaskan bahwa Pabcasila adalah cita hukum
hukum (rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara baik tertulis maupun
tidak-tertulis.
Pancasilsa sebagai landasan filosofis untuk pedoman dalam menemukan
muatan-muatan. Peranan Pancasila membimbing pemikiran para pembentuk
hukum sekaligus memberikan landasan yang kuat terhadap produk hukum. Asas
kerohanian Pancasila sebagai suatu dasar falsafah negara mempunyai kedudukan
yang amat istimewa, yaitu falsafah hidup kenegaraan dan hukum bagi bangsa
Indonesia.

Landasan norma dasar sangat dalam pembentukan hukum. Tanpa landasan


norma dasar sulit untuk dibentuk bahkan akan kehilangan kekuatan sepiritualnya.
Pancasila mempunyai sifat religius dan sifat kultural yang memperkuat
pembentukan hukum. Pancasila sebagai kaidah fundamental memiliki peran
sebagai cita-cita kenegaraan yang di perjuangkan secara yuridis melalui
pembentukan hukum tatanegara. Melalui kaidah fundamental dapat diebntuk
secara kesinambungan tertib hukum dalam bernegara.

Pembukaan merupakan suasana kebatinan negara. Pembukaan memuat


asas kerohanian negara, asas politik negara, asa tujuan negara serta menjadi dasar
hukum bagi undang-undang. Pancasila dengan batang tubuh merupakan wujud
yuridis konstitusional yang teleh dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945
sebagaimana yang terdapat rumusan pancasila yang sangat jelas kedudukannya
sebagai sumber hukum tertinggi negara.

Dalam Ketetapan MPR No.III MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata
urutan peraturan perundang- undangan disebutkan bahwa Pancasila merupakan
sumber hukum dasar nasional Indonesia. Sumber hukum adalah sumber yang
dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan perundang-undangan. Adapun
peraturan perundangan negara Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar 1945.

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

3. Undang-undang.
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang(perpu).

5. Peraturan Pemerintah.

6. Keputusan Presiden.

7. Peraturan daerah.

Dengan demikian jelaslah bahwa Pancasila sebagai dasar negara


merupakan sumber hukum bagi penyusunan perundangan dasar negara. UUD
1945 adalah peraturan perundangan tertinggi negara Indonesia yang
bersumberkan pada pancasila.

DAFTAR PUSTAKA

Budiyono, Kabul. 2009. Pendidikan Pancasila untuk Perguuruan Tinggi. Bandung:


Alfabeta

Das könnte Ihnen auch gefallen