Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan bentuk granula polisakarida pada dua spesies rumput
laut hijau. U. lactuca mengandung 30.89 1.87 % kadar abu, 2.24 0.37% kadar lemak, 2.850.79 %
kadar protein, 7.540.19 % serat kasar dan karbohidrat dengan perbedaan 20.862.29 %. C.crassa
mengandung kadar abu 46.25 0.33 %, kadar protein 2.32 0.35 %, kadar lemak 0.97 0.26 %, serat
kasar 29.591.36 %, karbohidrat by difference 20.862.29 %. Secara rinci kandungan polisakarida
sampel dianalisis dengan menggunakan metode Van Soest. U. lactuca mengandung hemiselulosa 16.42
%, selulosa 19.58 %, lignin 2.9 %. C. crassa mengandung 43.73 % hemiselulosa, 25.5 % selulosa dan 4
% lignin. Pengamatan mikroskopik polisakarida larut air dingin pada U. lactuca menunjukkan bentuk
granula polisakarida berbentuk bulat sedangkan pada C.crassa berbentuk serat serabut.
Kata kunci : Ulva lactuca,Chaetomorpha crassa, Chlorophyta, hemiselulosa, lignin, and selulosa,
ABSTRACT
This study aimed to determine the chemical content and polysaccharides profiles in two species from
green algae. U. lactuca 30.89 1.87% containing ash, 2:24 0.37% fat, 2.85 0.79% protein, 7:54
0.19% crude fiber, 56.48 1.65% carbohydrate by difference. C.crassa contained high levels of 46.25
0.33% ash, protein levels of 2:32 0.35%, fat 0.97 0.26%, crude fiber 29.59 1:36%, carbohydrate by
difference 20.86 2:29%. Polysaccharide content of the samples were analyzed using the method of
Van Soest. U. lactuca containing hemicellulose 16:42%, 19:58% cellulose, lignin 2.9%. C. crassa
contain 43.73% hemicellulose, 25.5% cellulose and 4% lignin. Microscopic observation of cold water-
soluble polysaccharides in the U. lactuca shows the Polysaccharide granules are round-shaped while the
C.crassa fibers.
Key words : Ulva lactuca, Chaetomorpha crassa, Chlorophyta, hemicellulose, lignin, dan selulosa,
105
Santi R. A. , Sunarti., T.C, Santoso D., Triwisari, D.A.
106
Jurnal Akuatika Vol. III No. 2/ September 2012 (105-114)
ISSN 0853-2523
bobot yang konstan. Kadar Air dihitung dengan Keterangan:
a= ml NaOH untuk titrasi blanko
rumus:
b= ml NaOH untuk titrasi contoh
N= normalitas NaOH
W= bobot contoh (g)
Keterangan :
A= cawan + contoh kering (g) 2.4. Kadar Abu
B=cawan kosong (g)
C=bobot contoh (g) Sebanyak 2 g contoh ditimbang dalam
cawan porselin yang telah dikeringkan dan
2.3. Kadar protein diketahui bobotnya, kemudian diarangkan
Sebanyak 0,1 g contoh dimasukkan dengan menggunakan pemanas bunsen hingga
dalam labu erlenmeyer lalu ditambahkan 2,5 ml tidak mengeluarkan asap lagi. Cawan perselin
H2SO4 pekat, 1 g katalis dan beberapa butir batu berisi contoh yang sudah diarangkan kemudian
didih. Larutan didestruksi hingga menghasilkan dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 600 0C
larutan jernih kemudian didinginkan. Larutan hingga proses pengabuan sempurna. Cawan
hasil destruksi dipindahkan ke alat destilasi dan porselin berisi abu didinginkan dalam desikator
ditambahkan 15 ml NaOH 50%. Labu dan ditimbang hingga mencapai bobot tetap.
erlenmeyer berisi 25 ml HCl 0,02 N dan 2-4
tetes indikator mengsel (campuran metil merah
Keterangan :
0,02 % dalam alcohol dan metil biru 0,02%
A= cawan + contoh kering (g)
dalam alkohol (2:1) diletakkan di bawah B=cawan kosong (g)
C=bobot contoh (g)
kondensor. Ujung tabung kondensor harus
terendam dalam larutan HCl. Destilasi
2.5. Kadar Lemak
dilakukan sampai volume larutan dalam
Sebanyak 2 g contoh bebas air
erlenmeyer mencapai 2 kali volume awal. Ujung
diekstraksi dengan pelarut organic heksan dalam
kondensor dibilas dengan akuades (ditampung
alat soxlet selama 6 jam. Contoh hasil ekstraksi
dalam erlenmeyer). Larutan yang berada dalam
diuapkan dengan cara diangin-anginkan dan
erlenmeyer dititrasi dengan NaOH 0,02 N
dikeringkan dalam oven bersuhu 105 0C. contoh
hingga diperoleh perubahan warna dari hijau
didinginkan dalam desikator dan ditimbang
menjadi ungu. Setelah itu dilakukan penetapan
hingga diperoleh bobot tetap.
blanko.
107
Santi R. A. , Sunarti., T.C, Santoso D., Triwisari, D.A.
108
Jurnal Akuatika Vol. III No. 2/ September 2012 (105-114)
ISSN 0853-2523
dalam oven 105 0C sampai diperoleh berat yang air, air panas, H2SO4 0,05% dan NaOH 0,05%.
tetap (sekitar 8 jam), kemudian ditimbang. Campuran tepung dan pelarut didiamkan selama
satu jam pada suhu 30 0C. campuran kemudian
c) Kadar Selulosa dan Lignin
disaring dengan kertas saring biasa, ampas yang
Sebanyak 0,5 g sampel lolos ayakan 30
diperoleh kemudian direndam kembali dengan
mesh dimasukkan ke dalam erlenmeyer labu
air panas (100 0C) selama satu jam. Campuran
didih dan ditambahkan 100 ml larutan ADF.
kemudian disaring kembali dan ampasnya
Campuran direfluks pada pendingin tegak
direndam kembali dengan H2SO4 0,05% selama
selama 60 menit dan disaring melalui filter glass
satu jam pada suhu 100 0C. Campuran kemudian
2-G-4 dan ditempatkan pada gelas piala 100 ml.
disaring kembali. Ampas yang diperoleh
sebanyak 25 ml H2SO4 72% (15 0C) ke dalam
direndam kembali dengan menggunakan NaOH
filter glass dan diaduk mengunakan gelas
0,05% selama satu jam pada suhu 100 0C.
pengaduk sampai terbentuk pasta halus dan
Rendemen polisakarida dari setiap pelarut
biarkan gelas pengaduk berada dalam filter
diperoleh dengan cara mengendapkan filtrat dari
glass. Pasta dibiarkan selama 3 jam pada suhu
0 setiap hasil saringan dengan menggunakan
20-23 C sambil diaduk-aduk setiap 1 jam
methanol dan etanol absolut masing-masing
sekali. penyaringan dilakukan dengan bantuan
sebanyak 100 ml selama 24 jam. Setelah
vakum, residu dicuci dengan air panas sampai
direndam filtrate kembali disaring dan endapan
filtrate bebas asam (cek dengan kertas lakmus).
dikeringanginkan dan kemudian ditimbang.
Penggiran gelas dan gelas pengaduk juga harus
dicuci menggunakan air panas. Aseton
2.10. Bentuk Granula
digunakan untuk membilas filtrate. Filtrate
0 Tepung rumput laut direndam dalam air
dikeringkan dalam oven 100 C sampai
kemudian diamati bentuk granulanya
diperoleh berat yang tetap, kemudian ditimbang,
menggunakan mikroskop binokuler dengan
selanjutnya filter diabukan pada suhu 400-600
0 pembesaran 200x.
C sampai diperoleh berat yang tetap, biarkan
hingga agak dingin dan ditimbang.
III. HASIL DAN DISKUSI
3.1. Analisis Proksimat
2.9. Fraksinasi Polisakarida Hasil analisis proksimat ditampilkan
Sampel tepung rumput laut diekstrak pada Tabel 1. Nilai protein yang diperoleh
dengan empat jenis pelarut secara bertahap. dalam penelitian lebih rendah jika dibandingkan
Pelarut yang digunakan secara berurutan yaitu : dengan species yang tumbuh di perairan Chili
109
Santi R. A. , Sunarti., T.C, Santoso D., Triwisari, D.A.
dan Brazil (Ortiz, et. al., 2007, Padua et al, asam amino esensial yang umum dijumpai pada
2004). Secara umum Ulva lactuca mengandung Ulva lactuca adalah lisin,fenilalanin,metionin,
kadar protein yang rendah dan bersusun dari 17 leusin dan valin (Ortiz, et. al., 2006).
asam amino esensial (Qasim, 1991). Beberapa
Ulva lactuca mengandung lemak dan Secara umum C.crassa memiliki kandungan
karbohidrat yang lebih tinggi daripada C.crassa. serat kasar yang lebih tinggi. Rumput laut
Nilai kadar lemak rumput laut pada umumnya dikenal sebagai sumber serat kasar yang penting
kurang dari 4% dan secara umum lebih rendah dalam ilmu nutrisi dan dapat digunakan sebagai
dari tanaman darat seperti kedelai. Lemak pada makanan fungsional terapi bagi penderita
rumput laut lebih banyak tersusun oleh poli obesitas. Variasi komposisi kimia pada rumput
asam lemak tak jenuh (PUFA) khususnya PUFA laut sangat dipengaruh oleh lokasi geografi
C18 yang merupakan asam lemak tidak jenuh tempat tumbuh, musim dan jenis spesies.
yang sangat dibutuhkan oleh manusia maupun
hewan (Ortiz et al., 2006). 3.2. Komposisi Serat
Kadar abu pada C.crassa lebih tinggi Polisakarida pada rumput laut tersusun
daripada U.lactuca. Kadar abu yang diperoleh
dari hidrokoloid penyusun dinding sel dan
dalam penelitian ini sangat tinggi jika
bahan pengisi ruang antara sel. Diantaranya
dibandingkan penelitian Mabeau & Fleurence,
1993; dan Wong dan Cheung 2000. Secara yang bernilai komersil adalah karagenan dan
umum rumput laut memiliki kandungan mineral
agar-agar. Pada rumput laut hijau lebih banyak
lebih tinggi dari tanaman sayuran darat seperti
ditemukan polisakarida xilan dan ulvan.
bayam.
Keduanya lebih mudah dicerna oleh bakteri usus
110
Jurnal Akuatika Vol. III No. 2/ September 2012 (105-114)
ISSN 0853-2523
(Burtin, 2003). Serat kasar pada rumput laut pengembangan biomassa rumput laut sebagai
dapat dibagi lagi menjadi selulosa, hemiselulosa bahan baku pakan dan bioenergi yang lebih
dan lignin. Dibandingkan dengan tanaman darat, mudah dikonversi daripada biomassa
kadar lignin pada rumput laut lebih rendah dari lignoselulosik dari darat. Secara umum,
tanaman darat (Wi, et. al., 2009; Mosier, et. al., kandungan serat kasar pada C.crassa lebih
111
Santi R. A. , Sunarti., T.C, Santoso D., Triwisari, D.A.
112
Jurnal Akuatika Vol. III No. 2/ September 2012 (105-114)
ISSN 0853-2523
biomassa alternatif untuk berbagai keperluan Journal Phycology (43): page 882-891.
DOI: 10.1111/j.1529-8817.2007.00397.
seperti pakan dan bioenergi.
Mosier, N., Wyman, C., Dale, B., Elander, R.,
UCAPAN TERIMA KASIH Lee, Y.Y., Holtzapple, M., Ladisch, M.,
2005. Features of promising technologies
Penelitian ini didanai oleh Dana Hibah
for pretreatment of lignocellulosic
Penelitian 2009 dari Osaka Gas Foundation- biomass. Bioresour. Technol. 96, 673
686.
PPLH IPB. Ucapan terimakasih disampaikan
kepada Sari yang telah membantu terkumpulnya Mabeau, S., & Fleurence, J. (1993). Seaweed in
food products: bio-chemical and
data, para teknisi laboratorium atas bantuan
nutritional aspects. Trends in Food
teknis yang diberikan dan PKSPL IPB yang Science and Tech-nology, 4, 103107.
telah memfasilitasi penelitian ini hingga akhir.
Ortiz J, Romero N, Robert P, Araya J, Lopez-
Hernandez J, Bozzo C, Navarrete E,
Osorio A, Rios A. 2006. Dietary fiber,
DAFTAR PUSTAKA
amino acid, fatty acid and tocopherol
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, contents of the edible seaweeds Ulva
Sedarnawati, Budiyanto S. 1989. Analisis lactuca and Durvillaea antarctica. Food
Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas, Chemistry (99):98-104.
Institut Pertanian Bogor.
Mrcia de Pdua; Paulo Srgio Growoski
Burtin P. 2003. Nutritional Value Of Seaweeds. Fontoura; Alvaro Luiz Mathias.2004.
Electron. J. Environ. Agric. Food Chem., Chemical composition of Ulvaria
2 (4), 2003. [498-503]
oxysperma (Ktzing) bliding, Ulva lactuca
Denis C, Michle Moranais a, Min Li, Estelle (Linnaeus) and Ulva fascita (Delile).
Deniaud, Pierre Gaudin, Gatane Braz. arch. biol. technol. vol. 47 no. 1
Wielgosz-Collin,Gilles Barnathan, Pascal Curitiba Mar. 2004. Doi : 10. 1590/
Jaouen, Jol Fleurence. 2010. Study of the S1516-89132004000100007
chemical composition of edible red
macroalgae Grateloupia turuturu from Sanchez-Machado DJ, Lopez-Cervantes, Lopez-
Brittany (France). Food Chemistry (119) Hernandez J, Paseiro-Losada P. 2004.
913917. Fatty acids, total lipid, protein and ash
contens of processed edible seaweeds.
Kaehler, S., & Kennish, R. (1996). Summer and Food Chemistry (85): 439-444.
winter comparisons in the nutritional
value of marine macroalgae from Hong Sullivan, L.O. Murphy B. McLoughlin P.
Kong. Botanica Marina, 39, 1117. Duggan P. Lawlor P.G., Hughes H.
Gardiner G.E. 2010. Prebiotics from
Martone, P. T. 2007. Kelp versus Marine Macroalgae for Human and
coralline;cellular basis for mechanical Animal Health Applications.Review. Mar.
strength in the wave-swept seaweed Drugs, 8, 2038-2064; doi : 10.3390/
Calliathron (Corallinaceae, Rhodophyta). md8072038.
113
Santi R. A. , Sunarti., T.C, Santoso D., Triwisari, D.A.
114