Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Disetujui,
Diketahui,
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Penulis
RIWAYAT HIDUP
KERANGKA PEMIKIRAN.............................................................................. 18
HASIL ............................................................................................................. 28
Keadaan Umum Lokasi Penelitian ........................................................... 28
Karakteristik Keluarga .............................................................................. 29
Karakteristik Bayi ...................................................................................... 31
Pengetahuan dan Sikap Ayah dan Ibu tentang ASI ................................. 32
Peranan Ayah dalam Pemberian ASI ....................................................... 34
Praktek Pemberian ASI ............................................................................ 35
Hubungan Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI dengan Karakteristik
Keluarga ................................................................................................... 36
Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Pengetahuan dan Sikap
Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI ...................................................... 38
Hubungan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI dengan Pengetahuan
dan Sikap Ayah tentang Pemberian ASI .................................................. 39
Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Peranan Ayah dalam
Pemberian ASI ......................................................................................... 40
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif .................. 40
PEMBAHASAN .............................................................................................. 41
Karakteristik Keluarga .............................................................................. 41
Pengetahuan dan Sikap Ayah dan Ibu tentang ASI ................................. 43
Peranan Ayah dalam Pemberian ASI ....................................................... 48
Praktek Pemberian ASI ............................................................................ 50
Hubungan Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI dengan Karakteristik
Keluarga ................................................................................................... 51
Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Pengetahuan dan Sikap
Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI ...................................................... 53
Hubungan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI dengan Pengetahuan
dan Sikap Ayah tentang Pemberian ASI .................................................. 54
Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Peranan Ayah dalam
Pemberian ASI ......................................................................................... 55
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif .................. 57
Latar Belakang
Air susu ibu (ASI) merupakan bentuk makanan ideal bagi bayi selama 6
bulan pertama kehidupan karena ASI menyediakan zat-zat gizi penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI mengandung protein tinggi yang
mudah diserap bayi serta mengandung laktosa dan karbohidrat yang tinggi.
Mineral di dalam ASI mudah diserap oleh bayi (Perkins & Vannais 2004). Selain
itu, ASI mengandung antibodi yang melindungi bayi dari penyakit dan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Apabila ASI tidak diberikan kepada bayi,
risiko kesehatan seperti malnutrisi, diare, dan kematian akan berdampak pada
kondisi kesehatan bayi.
Keuntungan dari ASI akan optimal jika pemberian ASI dilakukan secara
eksklusif tanpa pemberian makanan tambahan lain, selama 6 bulan pertama
kehidupan (WHO 1991, 1999). Sejalan dengan hal ini, pemerintah Indonesia
telah menetapkan kebijakan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 6
bulan pada Kepmenkes RI No. 450/MENKES/IV/2004. Berdasarkan Roesli
(2000), ASI merupakan sesuatu yang tidak ternilai harganya yang dapat
meningkatkan kesehatan dan kecerdasan anak secara optimal.
Keunggulan ASI tidak hanya dapat dirasakan bayi, ibu juga dapat
merasakan keunggulan ASI. Oksitosin, hormon yang dihasilkan selama
menyusui, merangsang kontraksi uterus dan membantu uterus kembali pada
ukuran normal, selain itu dapat menurunkan kemungkinan terjadinya pendarahan
pasca melahirkan serta mengurangi risiko ibu terkena kanker payudara dan
rahim (Jellife & Jellife 1979; Riordan 2005; WHO 1993). Selain itu, ASI lebih
murah dibandingkan susu formula karena untuk mendapatkan ASI tidak
memerlukan biaya, praktis, dan higienis.
Konsep tentang ASI eksklusif sekarang ini terasa semakin sulit untuk
dilaksanakan oleh ibu-ibu. Berdasarkan Sensus Dasar Kesehatan Indonesia,
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan menurun pada tahun 2003 menjadi
39,5%. Sementara pemakaian susu botol meningkat menjadi 32,4%. Proporsi ini
termasuk rendah dan mencerminkan ketidaktahuan mengenai ASI eksklusif bagi
perkembangan bayi pada awal pertumbuhannya (Departemen Kesehatan 2006).
Lebih lanjut, menurut UNICEF (2006), kira-kira sebanyak 30.000 kematian balita
dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif.
Alasan paling umum diberikan ibu untuk tidak memberikan ASI eksklusif
yaitu ibu yang harus bekerja, ibu yang tidak memiliki cukup ASI atau berpikir
tidak dapat memberikan ASI yang cukup dan kurangnya dukungan keluarga.
Selain itu, adanya pengaruh media massa mengenai iklan susu formula bagi bayi
sehingga mempengaruhi ibu untuk tidak memberikan ASI.
Kebanyakan wanita secara fisik mampu menyusui, asalkan mereka
mendapatkan dorongan yang cukup dan tidak diberi komentar yang mengecilkan
hati sementara sekresi ASI sedang terbentuk. Banyak ibu menyusui masih ragu
bahwa ASI akan keluar dan berhasil menyusui bayi jika mereka diyakinkan dan
didukung (Nelson 2000). Oleh karena itu, sangat dibutuhkan peran dan
dukungan keluarga terutama ayah dalam keberlanjutan ibu memberikan ASI.
Proses menyusui bukan hanya terjadi antara ibu dan bayi, tetapi ayah
juga mempunyai peran yang sangat penting dan dituntut keterlibatannya,
walaupun masih banyak ayah beranggapan cukup menjadi pengamat yang pasif
saja. Menurut Roesli (2000) dari semua dukungan bagi ibu menyusui, dukungan
sang ayah adalah dukungan yang paling berarti bagi ibu. Ayah dapat berperan
aktif dalam keberhasilan pemberian ASI khususnya ASI eksklusif karena ayah
akan turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (milk let down reflex)
yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu. Ayah cukup
memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan yang praktis.
Peran ayah sangat mempengaruhi pengambilan sikap dan keputusan ibu
memberikan ASI pada bayi. Penelitian yang dilakukan oleh Littman, Medendorp
& Goldfarb (1994) di Ohio terhadap 115 ibu yang baru melahirkan menunjukkan
kelancaran menyusui hanya 26.9% karena ayah tidak mengerti ASI. Sedangkan
keberhasilan menyusui hampir mencapai 98% karena ayah mengerti ASI. Oleh
karena itu, keterlibatan ayah dalam keberhasilan menyusui sangat besar. Bahkan
Michigan State University merekomendasikan pendidikan ASI bagi ayah.
Sampai saat ini penelitian tentang ASI eksklusif khususnya pengaruh
pengetahuan, sikap, dan peranan ayah dalam pemberian ASI eksklusif di
Indonesia belum ada. Pengetahuan tentang ASI perlu digali lebih dalam sebagai
wujud perhatian ayah mendukung keberhasilan ASI eksklusif atau menjadi ayah
ASI (breastfeeding father) untuk memacu kecerdasan dan kesehatan anak.
Selain itu, pengetahuan ayah tentang ASI diperlukan untuk memberikan
pengarahan dan saran pada ibu tentang pentingnya ASI.
Permasalahan tersebut melatarbelakangi penelitian ini untuk mengetahui
sejauh mana tingkat pengetahuan ASI ayah, sikap, dan peranan ayah dalam
praktek pemberian ASI eksklusif. Peranan ayah secara optimal pada ibu dan bayi
dapat mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif.
Tujuan
Tujuan Umum :
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh antara
pengetahuan, sikap, dan peranan ayah terhadap pemberian ASI eksklusif.
Tujuan Khusus :
1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga (besar keluarga, tingkat
pendidikan, akses informasi tentang ASI, dan tingkat ekonomi keluarga).
2. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan sikap ayah dan ibu tentang ASI
serta peranan ayah dalam pemberian ASI.
3. Mengidentifikasi praktek pemberian ASI.
4. Menganalisis hubungan pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dengan
karakteristik keluarga (tingkat pendidikan, akses informasi tentang ASI,
dan tingkat ekonomi keluarga).
5. Menganalisis hubungan praktek pemberian ASI dengan tingkat
pengetahuan dan sikap ayah dan ibu tentang ASI.
6. Menganalisis hubungan peranan ayah dalam pemberian ASI dengan
tingkat pengetahuan dan sikap ayah tentang ASI.
7. Menganalisis hubungan praktek pemberian ASI dengan peranan ayah
dalam pemberian ASI.
8. Mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi praktek pemberian ASI
eksklusif.
Hipotesis
1. Ada hubungan pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dengan
karakteristik keluarga.
2. Ada hubungan praktek pemberian ASI dengan tingkat pengetahuan dan
sikap ayah dan ibu tentang ASI.
3. Ada hubungan peranan ayah dalam pemberian ASI dengan pengetahuan
dan sikap ayah tentang ASI.
4. Ada hubungan praktek pemberian ASI dengan peranan ayah dalam
pemberian ASI.
Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat
bagi berbagai pihak, antara lain :
1. Bagi peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh semasa kuliah,
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mengolah dan menganalisis
data serta menginterpretasikannya ke dalam bentuk karya ilmiah.
2. Bagi daerah tempat penelitian (Kelurahan Kuningan Timur, Jakarta Selatan),
penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif baik dari ibu ataupun dari ayah
sebagai ayah ASI (breastfeeding father) sehingga dapat dijadikan bahan
pertimbangan bagi kegiatan posyandu, puskesmas atau badan kesehatan
lainnya untuk mempromosikan ASI eksklusif di masa mendatang.
3. Bagi pemerintah pusat, Departemen Kesehatan dan instansi yang terkait,
mengadakan program pendidikan ASI bagi ayah dan membuat kebijakan dan
memonitor tentang pemasaran susu formula bagi bayi dalam rangka
mempromosikan ASI eksklusif secara intensif.
4. Bagi masyarakat umum, memberikan informasi bahwa ASI eksklusif sangat
baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi, bermanfaat bagi ibu, dan
pentingnya keterlibatan ayah sebagai ayah ASI (breastfeeding father) dalam
keberhasilan pemberian ASI eksklusif.
TINJAUAN PUSTAKA
Air susu ibu (ASI) terkadang disebut sebagai darah putih karena dianggap
sama dengan darah plasenta dari kehidupan intrauterin. Sesungguhnya, ASI
merupakan jaringan kehidupan yang tidak terstruktur, seperti darah, dan dapat
mentransportasikan zat gizi yang digunakan untuk sistem biokimia, memperkuat
sistem imunitas dan menghancurkan patogen. ASI telah disesuaikan sepanjang
kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dan mencegah infeksi
pada bayi untuk pertumbuhan yang optimal, perkembangan, dan kelangsungan
hidup (American Academy of Pediatrics 1997; US Department of Health and
Human Services 2000, diacu dalam Riordan 2005).
Roesli (2000) menjelaskan bahwa ASI merupakan sumber zat gizi yang
sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan
pertumbuhan dan kebutuhan bayi. ASI adalah makanan bayi yang paling
sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan tatalaksana menyusui
yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan
bayi normal hingga usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan, bayi harus mulai diberi
makanan padat, tetapi ASI dapat diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih.
Komposisi ASI
Manfaat ASI
Kandungan antibodi dalam ASI dapat melindungi bayi dari penyakit dan
membantunya meningkatkan sistem kekebalan tubuh. ASI mengandung protein
tinggi yang mudah diserap oleh bayi juga mengandung laktosa dan karbohidrat
yang tinggi. Mineral dalam ASI mudah diserap oleh bayi (Perkins & Vannais,
2004). Lebih lanjut, Jellife & Jellife (1989) menjelaskan bahwa fakta mengenai
keuntungan ASI dari segi zat gizi, tingkah laku, ekonomi dan lingkungan bagi
negara berkembang dan sedang berkembang adalah sangat besar dan tidak
dapat diperdebatkan.
Banyak manfaat pemberian ASI khususnya ASI eksklusif yang dapat
dirasakan. Manfaat terpenting yang diperoleh bayi yaitu ASI memiliki kualitas dan
kuantitas sumber zat gizi yang sangat ideal bagi bayi, ASI meningkatkan daya
tahan tubuh bayi, ASI eksklusif meningkatkan kecerdasan dan meningkatkan
jalinan kasih sayang ibu dan bayi. Sehingga dengan adanya kasih sayang, ASI
menjadi dasar perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional, kematangan
spiritual, dan hubungan sosial yang baik (Roesli 2000, 2008).
Lebih lanjut Anderson, Johnstone, dan Remley (1999) diacu dalam
Riordan (2005) menjelaskan bahwa ASI dapat meningkatkan perkembangan
otak, anak yang disusui lebih pintar dibandingkan anak yang tidak disusui.
Sebuah meta analisis dari sebelas pelajar yang merupakan confounding variable
menunjukkan skor rata-rata perkembangan kognitif 3.2 poin lebih tinggi diantara
bayi yang disusui. Keuntungan ini terlihat pada masa awal dan lanjutan semasa
anak-anak.
Keunggulan ASI tidak hanya dapat dirasakan bayi, ibu juga bisa
merasakan keunggulan ASI. Oksitosin, hormon yang dihasilkan selama
menyusui, merangsang kontraksi uterus dan membantu uterus kembali pada
ukuran normal, selain itu dapat menurunkan kemungkinan terjadinya pendarahan
pasca melahirkan (Jellife & Jellife 1979; Perkins & Vannais 2004; WHO 1993).
Selain itu, manfaat ASI juga dapat dirasakan ibu yang menyusui bayinya,
yaitu mengurangi perdarahan setelah melahirkan, mengurangi terjadinya anemia,
menjarangkan kehamilan, mengecilkan rahim, berat badan lebih cepat normal
kembali, mengurang kemungkinan menderita kanker (kanker payudara dan
indung telur), mengurangi risiko keropos tulang, diabetes maternal, stress, dan
gelisah, pengeluaran lebih ekonomis atau murah, tidak merepotkan dan hemat
waktu dan dapat dibawa kemana-mana (portable) dan praktis serta memberi
kepuasan bagi ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif (Perkins & Vannais
2004; Roesli 2000).
Hal tersebut juga dijelaskan oleh WHO (1993) bahwa ASI juga membantu
ibu untuk mengembalikan berat badan normal dan bentuk tubuh dengan cepat.
Ini memberikan kontribusi secara signifikan untuk jarak kelahiran anak dan
menurunkan tingkat fertilitas. Beberapa bukti menerangkan bahwa pemberian
ASI memberikan keuntungan psikologi karena dapat meningkatkan ikatan antara
ibu dan bayi.
Selanjutnya Roesli (2000) menjelaskan bahwa pemberian ASI eksklusif
sangat bermanfaat bagi negara karena dapat menghemat pengeluaran negara
terhadap penghematan devisa untuk pembelian susu formula, perlengkapan
menyusui dan biaya menyiapkan susu, penghematan untuk biaya sakit terutama
sakit muntah mencret dan saluran pernafasan, penghematan obat-obatan,
tenaga, dan sarana kesehatan, menciptakan generasi penerus bangsa yang
tangguh dan berkualitas untuk membangun negara sehingga menghindari
terjadinya generasi yang hilang khususnya bagi Indonesia.
Air susu ibu selain bermanfaat terhadap bayi dan ibu, juga bermanfaat
terhadap lingkungan karena akan mengurangi bertambahnya sampah dan polusi
di dunia. Dengan hanya memberikan ASI, manusia tidak memerlukan kaleng
susu, karton dan kertas pembungkus, botol plastik, dan dot karet. Selain itu, air
susu ibu tidak menambah polusi udara, karena untuk membuatnya tidak
memerlukan pabrik dan transportasi yang mengeluarkan asap, dan tidak perlu
menebang hutan untuk membangun pabrik susu yang besar-besar.
ASI Eksklusif
Pemberian ASI eksklusif berarti memberikan hanya ASI saja. Ini berarti
bayi tidak diberi air putih, teh, minuman ramuan, cairan lain, maupun makanan
selama 6 bulan pertama usianya. Penting untuk menyebutkan jenis minuman dan
makanan yang biasa diberikan dalam 6 bulan pertama. Dalam sebuah program
ditemukan bahwa ibu-ibu menganggap pesan jangan memberi cairan tidak
berlaku untuk teh/minuman herbal atau cairan lain (Anonymous 2002).
Hal yang sama juga dijelaskan oleh Roesli (2000) yaitu yang dimaksud
dengan ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah
bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula,
jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti
pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim.
Keuntungan dari ASI akan optimal jika bayi hanya diberi ASI saja secara
eksklusif tanpa pemberian makanan tambahan lain, selama 6 bulan pertama
kehidupannya. Berdasarkan hal tersebut, rekomendasi UNICEF dan WHO
menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, selain ASI,
pemberian makanan dengan vitamin saja, obat dan teh herbal serta pemberian
air kepada bayi tidak dianjurkan (WHO 1991).
Rekomendasi ini didasarkan pada pengetahuan bahwa air tidak
dibutuhkan, tidak juga saat udara panas, dan penggunaan air dan botol yang
tidak bersih dapat berbahaya bagi kesehatan bayi (Brown et al. 1989). ASI
eksklusif dan lanjutan bagi kesehatan bayi dapat meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan bayi selama tiga bulan pertama kehidupan serta tidak
mempengaruhi pola pertumbuhan normal selama tahun pertama kehidupan
(Kramer et al. 2002, diacu dalam Riordan 2005).
Lebih lanjut, Roesli (2000) menjelaskan bahwa bayi sehat pada umumnya
tidak memerlukan makanan tambahan sampai usia 6 bulan. Pada keadaan
khusus dibenarkan untuk mulai memberi makanan padat setelah bayi berumur 4
bulan tetapi belum mencapai 6 bulan. Misalnya karena terjadi penurunan berat
badan bayi dari standar atau terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan
pemberian ASI eksklusif tidak berjalan baik. Namun, sebelum diberi makanan
tambahan, sebaiknya ibu mencoba memperbaiki cara menyusui terlebih dahulu.
Setiap tahunnya terdapat 1-1,5 juta bayi di dunia yang meninggal karena
tidak diberi ASI eksklusif (WHO 2000). Lebih lanjut, kira-kira 30.000 kematian
balita di Indonesia dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif (UNICEF
2006). Bayi yang disusui secara eksklusif 6 bulan dan tetap diberi ASI hingga 11
bulan saja dapat menurunkan kematian balita sebanyak 13%. Selain itu, ibu yang
berhasil memberikan ASI secara eksklusif pada bayi akan merasakan kepuasan,
kebanggaan, dan kebahagiaan yang mendalam (Roesli 2000).
Menurut Roesli (2000) terdapat tujuh langkah untuk keberhasilan
pemberian ASI secara eksklusif, yaitu :
1. Mempersiapkan payudara bila diperlukan
2. Mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui
3. Menciptakan dukungan keluarga, teman, dan sebagainya
4. Memilih tempat melahirkan yang sayang bayi
5. Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI eksklusif
6. Mencari ahli persoalan menyusui seperti klinik laktasi dan atau
konsultasi laktasi untuk persiapan apabila ibu menemui kesukaran
7. Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan menyusui.
Berdasarkan Roesli (2008), hasil penelitian di Jakarta-Indonesia
menunjukkan bayi yang diberi kesempatan untuk menyusu dini, hasilnya delapan
kali lebih berhasil ASI eksklusif. Selain itu, inisiasi dini atau menyusu dini dapat
menurunkan risiko kematian bayi.
Praktek Pemberian ASI
Karakteristik Keluarga
Karakteristik bayi
Umur Waktu Inisiasi Dini
Jenis kelamin Status gizi bayi
Promosi susu formula
Berat badan
Keterangan:
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
Variabel yang dianalisis
Variabel yang tidak dianalisis
Keterangan :
= Jumlah contoh tiap kelompok berdasarkan tingkat ekonomi keluarga
= Jumlah populasi pada tiap kelompok populasi
= Jumlah keseluruhan contoh (keluarga yang memiliki bayi usia 6-12 tahun)
= Jumlah contoh
Tabel 1 Proporsi Jumlah Contoh tiap Kelompok Contoh berdasarkan Tingkat
Ekonomi Keluarga
Kelompok Jumlah Populasi Jumlah Contoh
Keluarga Tingkat Ekonomi Bawah 24 19
Keluarga Tingkat Ekonomi Menengah 26 21
Keluarga Tingkat Ekonomi Atas 25 20
Total 75 60
Jadi, jumlah contoh yang akan diteliti adalah 60 keluarga. Rincian contoh
berdasarkan tiap kelompok yaitu 24 keluarga tingkat ekonomi bawah, 26
keluarga tingkat ekonomi menengah, dan 25 keluarga tingkat ekonomi atas.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada
contoh dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner yang digunakan telah
dilakukan uji reliabilitas terlebih dahulu dengan Cronbachs Alpha sebesar 0.889
terhadap 85 pertanyaan secara keseluruhan sehingga dapat diketahui bahwa
item-item pertanyaan yang terdapat pada kuesioner adalah reliabel.
Data primer meliputi karakteristik keluarga, karakteristik bayi, akses
informasi ayah dan ibu, pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI, sikap ayah dan
ibu tentang pemberian ASI, peranan ayah dalam pemberian ASI, dan praktek
pemberian ASI oleh ibu pada bayi. Praktek pemberian ASI diperoleh melalui hasil
jawaban delapan pertanyaan mengenai praktek pemberian ASI. Praktek
pemberian ASI tersebut dikelompokkan menjadi tiga yaitu pemberian ASI
eksklusif, semi eksklusif, dan tidak eksklusif. Data sekunder diperoleh dari
posyandu mengenai data keluarga bayi usia 6-12 bulan, dan dari pihak
Kelurahan Kuningan Timur Kotamadya Jakarta Selatan mengenai profil
kelurahan dan tingkat ekonomi keluarga.
Pengolahan dan Analisis Data
Pada tahap awal, data yang diperoleh dan terkumpul dilakukan proses
entry, editing, coding, dan cleaning data menggunakan Microsoft Excel 2003.
Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan SPSS 13.0 for Windows
dengan analisis Rank Spearman Correlation dan Multiple Logistic Regression.
Data karakteristik keluarga contoh ditabulasi berdasarkan tingkat ekonomi
keluarga, terdiri dari besar keluarga yaitu keluarga kecil dan keluarga besar,
tingkat pendidikan ayah dan ibu dikategorikan menjadi tiga yaitu rendah, sedang,
dan tinggi serta tingkat ekonomi keluarga dikategorikan menjadi tiga yaitu bawah,
menengah, dan atas. Karakteristik bayi terdiri dari umur bayi yaitu enam sampai
sembilan bulan dan sepuluh sampai dua belas bulan, jenis kelamin bayi, dan
berat badan lahir bayi dikelompokkan menjadi dua yaitu kurang dan normal.
Data akses ibu dan ayah terhadap informasi ASI diketahui dengan
mengajukan empat pertanyaan. Hasil jawaban masing-masing pertanyaan
dipersentasekan dan dikategorikan menggunakan metode Slamet (1993) yaitu :
Keterangan :
IK = interval kelas
NT = nilai tertinggi
NR = nilai terendah
Pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI diukur dengan mengajukan 20
pertanyaan dan memberi skor pada jawaban dari kuesioner. Pemberian skor
jawaban benar adalah (1) dan salah (0). Total skor maksimal adalah 20 dan
minimal adalah 0. Tingkat pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dihitung
dengan membandingkan skor yang diperoleh dengan skor total kemudian
disajikan dalam bentuk persentase. Selanjutnya menurut Khomsan (2000)
dikategorikan menjadi 3 yaitu rendah, sedang, dan baik.
Sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI diukur dengan mengajukan 10
pernyataan pada ayah dan 15 pertanyaan pada ibu serta memberi skor pada
jawaban dari kuesioner. Pemberian skor jawaban benar adalah (1) dan salah (0).
Total skor maksimal adalah 10 pada ayah dan 15 pada ibu serta skor minimal
adalah 0. Sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI dihitung dengan
membandingkan skor yang diperoleh dengan skor total kemudian disajikan
dalam bentuk persentase. Total skor dikategorikan menjadi 3 yaitu rendah,
sedang, dan baik.
Peranan ayah dalam pemberian ASI dikur dengan mengajukan 20
pernyataan dan memberi skor pada jawaban yang diklasifikasikan menjadi : ya
adalah (2), kadang-kadang (1), dan tidak (0). Total skor dikategorikan menjadi 3
yaitu rendah, sedang, dan baik. Data praktek pemberian ASI diukur dengan
delapan pertanyaan tentang cara pemberian ASI. Hasil jawaban dikategorikan
menjadi dua yaitu pemberian ASI eksklusif dan tidak eksklusif. Jenis dan kategori
data secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jenis dan Kategori Pengukuran Data
No Jenis Data Kategori Pengukuran Dasar Pengukuran
Keterangan :
K
( ) : Peluang pembe
erian ASI ekksklusif (1 = eksklusif,
e 0 = tidak ekskklusif)
0 : kon
nstanta
1 n : koe
efisien regressi
1 : bes
sar keluarga (0 = 4 , 1 = > 4)
2 : ting
gkat pendidikkan ibu seda
ang (0 = tida
ak, 1 = ya)
8 : ting
gkat ekonom
mi keluarga m
menengah (0
0 = tidak, 1 = ya)
9 : ting
gkat ekonom
mi keluarga a
atas (0 = tida
ak, 1 = ya)
10 : ting
gkat pengeta
ahuan ASI ib
bu sedang (0
0 = tidak, 1 = ya)
11 : ting
gkat pengeta
ahuan ASI ib
bu baik (0 = tidak,
t 1 = ya
a)
12 : ting
gkat pengeta
ahuan ASI ayyah sedang (0 = tidak, 1 = ya)
13 : ting
gkat pengeta
ahuan ASI ayyah baik (0 = tidak, 1 = yya)
14 : sika
ap ibu tentan
ng pemberia
an ASI sedan
ng (0 = tidakk, 1 = ya)
15 : sika
ap ibu tentan
ng pemberia
an ASI baik (0
( = tidak, 1 = ya)
16 : sika
ap ayah tenttang pemberrian ASI sed
dang (0 = tidak, 1 = ya)
17 : sika
ap ayah tenttang pemberrian ASI baik
k (0 = tidak, 1 = ya)
Definisi Operasio
onal
K
Keluarga ad
dalah rumah
h tangga yan
ng mempunai bayi usia 6-12 bulan dan terdiri
darri ayah, ibu dan
d anak de
engan anggo
ota keluarga
a yang tingga
al bersama
di bawah sattu atap, ya
ang hidupnya tergantu
ung dari pe
engelolaan
mberdaya ke
sum eluarga yang
g sama.
B
Besar keluarga adalah jumlah anggota kelu
uarga yang tinggal dalam rumah
tan
ngga yang hidupnya te
ergantung dengan
d pen
ngelolaan su
umberdaya
yan
ng bersangkkutan. Besar keluarga dikelompokk
d kan menjadi dua, yaitu
keluarga kecil dan
d keluarga
a besar.
J
Jenis min adalah dibedakan
kelam d attas laki-laki dan
d peremp
puan.
B
Berat bayi lahir adalah
h hasil pengukuran timb
bangan beratt badan saa
at kelahiran
ak, diperoleh
ana h dari catata
an.
P
Pendidikan Ayah adala
ah pendidika
an formal ya
ang telah ditamatkan ayyah dengan
jen
njang pendid
dikan yaitu SD, SLTP an Perguruan Tinggi.
P, SLTA, da
Ka
ategori tingkkat pendidika
an dikelomp
pokkan men
njadi rendah
h, sedang,
dan tinggi.
Pendidikan Ibu adalah pendidikan formal yang telah ditamatkan ibu dengan
jenjang pendidikan yaitu SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi.
Kategori tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi rendah, sedang,
dan tinggi.
Akses informasi tentang ASI adalah meliputi jenis media massa yang biasa
dibaca/didengar/dilihat, pernah atau tidaknya mendengar ASI eksklusif
serta sumber memperoleh informasi tersebut, dan sumber informasi
dalam hal gizi dan kesehatan yang dapat memberikan wawasan baru
bagi ibu khususnya ASI eksklusif.
Pengetahuan ayah tentang ASI adalah kemampuan ayah menjawab 20
pertanyaan mengenai ASI. Tingkat pengetahuan ayah tentang ASI
dihitung dalam persentase serta dikategorikan menjadi kurang, sedang,
dan baik.
Pengetahuan ibu tentang ASI adalah kemampuan ibu menjawab 20 pertanyaan
mengenai ASI. Tingkat pengetahuan ibu tentang ASI dihitung dalam
persentase serta dikategorikan menjadi kurang, sedang, dan baik.
Sikap ayah tentang pemberian ASI adalah ungkapan perasaan ayah dan
kecenderungan perilaku ayah tentang pemberian ASI yang diukur
dengan 10 pernyataan dan dikategorikan kurang, sedang, dan baik.
Sikap ibu tentang pemberian ASI adalah ungkapan perasaan ibu dan
kecenderungan perilaku ibu tentang pemberian ASI yang diukur dengan
15 pernyataan dan dikategorikan menjadi kurang, sedang, dan baik.
Peranan ayah dalam pemberian ASI adalah kegiatan yang dilakukan ayah
dalam membantu dan mendukung ibu dan bayi dalam pemberian ASI.
Peranan ayah diukur dengan 20 pernyataan dan dikategorikan menjadi
kurang, sedang, dan baik.
Praktek pemberian ASI eksklusif adalah riwayat pemberian ASI saja tanpa
makanan dan minuman tambahan selama 6 bulan oleh ibu kepada bayi.
HASIL
Letak Geografis
Karakteristik Keluarga
Karakteristik Bayi
Setiap bayi memiliki karakteristik yang berbeda, baik jenis kelamin, umur,
maupun berat badan lahir. Hal ini yang menyebabkan pengamatan pada
karakteristik anak penting sebagai tambahan data penelitian walaupun tidak
dilihat secara langsung hubungannya dalam pemberian ASI eksklusif.
Tabel 5 Karakteristik Bayi berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Total
No Karakteristik Bayi Laki-laki Perempuan
n % n % n %
1 Usia (bulan)
6-9 20 51.3 9 42.9 29 48.3
10-12 19 48.7 12 57.1 31 51.7
Total 39 100.0 21 100.0 60 100.0
2 Berat Badan Lahir (g)
< 2500 1 2.6 0 0.0 1 1.7
> 2500 38 97.4 21 100.0 59 98.3
Total 39 100.0 21 100.0 60 100.0
Jumlah bayi laki-laki lebih besar dua kali lipat daripada bayi perempuan.
Secara umum, usia bayi berkisar antara 6-12 bulan dengan rata-rata 9 bulan.
Jumlah bayi laki-laki dan perempuan hampir sama antara usia 6-9 bulan dan 10-
12. Hampir seluruh bayi memiliki berat badan lahir (BBL) adalah normal dan
hanya terdapat 1 orang bayi laki-laki lahir dengan berat badan kurang (Tabel 5).
Pengetahuan dan Sikap Ayah dan Ibu tentang ASI
Tabel 8 menunjukkan lebih dari separuh ibu memiliki sikap yang baik
tentang pemberian ASI sedangkan lebih dari separuh ayah memiliki sikap yang
sedang tentang pemberian ASI. Sebaran ayah dan ibu berdasarkan sikap
tentang pemberian ASI dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10.
Tabel 8 Sebaran Contoh berdasarkan Sikap tentang Pemberian ASI
Ayah Ibu
No Sikap tentang Pemberian ASI
n % n %
1 Baik 24 40.0 38 63.3
2 Sedang 31 51.7 11 18.3
3 Rendah 5 8.3 11 18.3
Total 60 100.0 60 100.0
Ayah memiliki sikap yang baik tentang pemberian ASI meliputi ASI
merupakan makanan terbaik bagi bayi, pengetahuan ASI penting bagi ayah,
ayah perlu mendukung ibu selama menyusui dan ayah berperan penting dalam
pemberian ASI eksklusif. Selain itu, ayah masih memiliki sikap yang rendah
tentang pemberian ASI meliputi ASI eksklusif dapat digantikan susu formula saat
ibu bekerja atau bepergian dan ASI dapat digantikan susu formula saat bayi
berumur 6 bulan (Tabel 9).
Tabel 9 Sebaran Ayah berdasarkan Sikap tentang Pemberian ASI
Tidak
Setuju
No Jenis Pernyataan Setuju
n % n %
1 ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi 60 100.0 0 0.0
Sosialisasi susu formula di rumah sakit terutama rumah
2 21 35.0 39 65.0
sakit bersalin atau bidan
3 Bayi diberi ASI saja hingga berumur 6 bulan 45 75.0 15 25.0
ASI eksklusif digantikan susu formula saat ibu bekerja
4 29 48.3 31 51.7
atau bepergian
5 ASI diganti susu formula saat bayi berumur 6 bulan 53 88.3 7 11.7
6 Pengetahuan tentang ASI juga penting untuk ayah 54 90.0 6 10.0
7 Ayah berperan penting dalam keberhasilan ASI eksklusif 51 85.0 9 15.0
Pemberian ASI yang mendapat dukungan ayah dapat
8 52 86.7 8 13.3
mempererat hubungan emosional orang tua-anak.
Ayah tidak mempermasalahkan perubahan bentuk tubuh
9 49 81.7 11 18.3
istri yang cenderung gemuk selama menyusui.
10 Ayah tidak perlu mendukung ibu selama menyusui 7 11.7 53 88.3
Ibu memiliki sikap yang baik tentang pemberian ASI meliputi ASI eksklusif
sangat penting karena bermanfaat bagi sistem imunitas bayi, ASI merupakan
makanan terbaik bagi bayi dan dukungan ayah dibutuhkan ibu selama menyusui.
Selain itu, ibu masih memiliki sikap yang rendah dalam hal ayah tidak perlu
membantu ibu merawat bayi selama menyusui dan bayi setelah lahir tidak perlu
secepatnya diberi ASI (Tabel 10).
Tabel 10 Sebaran Ibu berdasarkan Sikap tentang Pemberian ASI
Tidak
Setuju
No Jenis Pernyataan Setuju
n % n %
1 ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi 59 98.3 1 1.7
2 Bayi setelah lahir tidak perlu secepatnya diberi ASI 56 93.3 4 6.7
3 Sebelum ASI keluar bayi tidak perlu diberi minuman lain 22 36.7 38 63.3
4 Sosialisasi susu formula di rumah sakit bersalin/bidan 24 40.0 36 60.0
5 Bayi diberi ASI eksklusif hingga berumur 6 bulan 53 88.3 7 11.7
ASI eksklusif digantikan susu formula saat ibu bekerja
6 33 55.0 27 45.0
atau bepergian
7 Kandungan gizi susu formula dapat menggantikan ASI 41 68.3 19 31.7
ASI eksklusif sangat penting karena bermanfaat bagi
8 60 100.0 0 0.0
sistem imunitas bayi
Pemberian ASI penting karena meningkatkan hubungan
9 54 90.0 6 10.0
psikologis antara ibu dan anak
10 ASI diganti susu formula saat bayi berumur 6 bulan 54 90.0 6 10.0
Ibu akan mengikuti saran Ayah memberikan susu formula
11 45 75.0 15 25.0
kepada bayi sebagai pengganti ASI eksklusif
12 Pengetahuan tentang ASI juga penting untuk ayah 53 88.3 7 11.7
13 Ayah berperan penting dalam keberhasilan ASI eksklusif 51 85.0 9 15.0
14 Dukungan Ayah dibutuhkan ibu selama ASI eksklusif 59 98.3 1 1.7
Ayah tidak perlu membantu ibu dalam mengurus dan
15 57 95.0 3 5.0
merawat bayi selama masa menyusui
Tingkat Pendidikan
Ayah dan ibu dengan tingkat pengetahuan tentang ASI baik memiliki
akses informasi tentang ASI yang baik pula (Tabel 16). Hasil korelasi Spearman
menunjukkan tingkat pengetahuan ASI ayah berhubungan nyata dengan akses
informasi tentang ASI (p = 0.04 dan r = 0.266*) dan tidak berhubungan nyata
dengan akses informasi ibu tentang ASI (p = 0.161 dan r = 0.183).
Tabel 16 Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI dan
Akses Informasi
Akses Informasi tentang ASI
Tingkat Total
Rendah Sedang Tinggi
Pengetahuan ASI
n % n % n % n %
Ayah
Rendah 3 42.9 2 4.2 0 0.0 5 8.3
Sedang 0 0.0 10 21.3 0 0.0 10 16.7
Baik 4 57.1 35 74.5 6 100.0 45 75.0
7 100.0 47 100.0 6 100.0 60 100.0
Ibu
Rendah 2 13.3 1 2.9 0 0.0 3 5.0
Sedang 2 13.3 9 25.7 0 0.0 11 18.3
Baik 11 73.4 25 71.4 10 100.0 46 76.7
Total 15 100.0 35 100.0 10 100.0 60 100.0
Tabel 17 menunjukkan ayah dan ibu yang berasal dari keluarga tingkat
ekonomi atas memiliki tingkat pengetahuan tentang ASI yang lebih baik
dibandingkan dengan keluarga ekonomi menengah dan bawah. Namun, uji
korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan nyata antara tingkat
pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dengan tingkat ekonomi keluarga (p =
0.249 dan r = 0.151 pada ayah dan p = 0.596 dan r = 0.07 pada ibu).
Tabel 17 Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI dan
Tingkat Ekonomi Keluarga
Tingkat Ekonomi Keluarga
Tingkat Total
Rendah Sedang Tinggi
Pengetahuan ASI
n % n % n % n %
Ayah
Rendah 1 5.3 4 19.0 0 0.0 5 8.3
Sedang 2 10.5 6 28.6 2 10.0 10 16.7
Baik 16 84.2 11 52.4 18 90.0 45 75.0
19 100.0 21 100.0 20 100 60 100.0
Ibu
Rendah 0 0.0 3 14.3 0 0.0 3 5.0
Sedang 5 26.3 4 19.0 2 10.0 11 18.3
Baik 14 73.7 14 66.7 18 90.0 46 76.7
Total 19 100.0 21 100.0 20 100 60 100.0
Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Pengetahuan dan Sikap
Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI
Ayah dan ibu yang memberikan ASI eksklusif memiliki sikap yang lebih
baik dibandingkan ayah dan ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif (Tabel 19).
Uji korelasi Spearman menunjukkan praktek pemberian ASI eksklusif
berhubungan sangat nyata dengan sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI (p
= 0.003 dan r = 0.376** pada ayah dan p = 0.001 dan r = 0.411** pada ibu).
Tabel 19 Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI dan Sikap
Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI
Sikap tentang Pemberian ASI
Praktek Ayah Ibu
Pemberian ASI Rendah Sedang Baik Rendah Sedang Baik
n % n % n % n % n % n %
Tidak Eksklusif 4 80.0 16 51.6 5 20.8 8 72.7 7 63.6 10 26.3
Eksklusif 1 20.0 15 48.4 19 79.2 3 27.3 4 36.4 28 73.7
Total 5 100.0 31 100.0 24 100.0 11 100.0 11 100.0 38 100.0
Hubungan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI dengan Pengetahuan
dan Sikap Ayah tentang Pemberian ASI
Ayah dengan sikap tentang pemberian ASI yang baik memiliki peranan
yang baik dalam pemberian ASI daripada ayah yang memiliki sikap tentang
pemberian ASI sedang dan rendah (Tabel 21). Uji korelasi Spearman
menunjukkan peranan ayah dalam pemberian ASI berhubungan nyata dengan
sikap ayah tentang pemberian ASI (p = 0.48 dan r = 0.257*).
Tabel 21 Sebaran Ayah berdasarkan Peranan dalam Pemberian ASI dan Sikap
tentang Pemberian ASI
Peranan Ayah SIkap Ayah tentang Pemberian ASI
Total
dalam Pemberian Rendah Sedang Baik
ASI n % n % n % n %
Rendah 2 40.0 7 22.6 1 4.2 10 16.7
Sedang 1 20.0 15 48.4 11 45.8 27 45.0
Baik 2 40.0 9 29.0 12 50.0 23 38.3
Total 5 100.0 31 100.0 24 100.0 60 100.0
Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Peranan Ayah
dalam Pemberian ASI
Karakteristik Keluarga
Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh ibu memiliki sikap yang
baik tentang pemberian ASI sedangkan lebih dari separuh ayah memiliki sikap
sedang tentang pemberian ASI. Hal ini diduga karena sebagian besar tingkat
pengetahuan ASI ayah dan ibu adalah baik sehingga mempengaruhi
terbentuknya sikap yang baik tentang pemberian ASI pada bayi.
Seluruh ayah setuju ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi tetapi
hanya 75.0% ayah setuju bayi diberi ASI saja selama 6 bulan dan 48.3% ayah
setuju ASI eksklusif digantikan susu formula saat istri bekerja atau bepergian. Hal
ini diduga karena ayah khawatir ASI tidak mencukupi kebutuhan gizi bayi selama
6 bulan dan dengan memberikan susu formula pada bayi maka ibu akan bebas
melakukan pekerjaan dan aktivitas lainnya. Selain itu, umumnya ayah
menyerahkan keputusan pemberian ASI eksklusif sepenuhnya pada ibu.
Penelitian Abdullah (2001) di Kota Bogor menjelaskan ayah merupakan
pihak yang sering diajak diskusi sebelum mengambil keputusan pemberian ASI
eksklusif, namun kenyataannya ayah berperan sangat kecil saat pengambilan
keputusan dan banyak dilakukan oleh ibu. Hal ini diduga karena masih adanya
stereotip bahwa masalah domestik merupakan urusan ibu, sehingga ketika
berdiskusi hanya membicarakan perawatan anak secara umum dan
menyerahkan sepenuhnya pengambilan keputusan kepada ibu.
Lebih lanjut, terdapat 35.0% ayah setuju adanya sosialisasi susu formula
di rumah bersalin atau bidan. Sosialisasi susu formula di rumah sakit dapat
menghambat pemberian ASI eksklusif pada bayi. Hal ini dapat dilihat dengan
adanya 16.6% contoh yang memberikan ASI semi eksklusif pada bayi. Praktek
pemberian ASI semi eksklusif adalah pemberian susu formula pada awal
kelahiran bayi sebelum bayi disusui ibu tetapi tidak dilanjutkan setelah ibu keluar
dari rumah bersalin. Berdasarkan penelitian Amiruddin (2006) di Makassar, ibu
yang memberikan ASI tidak eksklusif mendapatkan promosi susu formula yang
lebih banyak dibandingkan ibu yang memberikan ASI eksklusif. Adanya promosi
susu formula di rumah sakit dapat mempengaruhi sikap pemberian ASI ibu.
Sebagian besar ayah setuju pengetahuan ASI juga penting bagi ayah dan
ayah memiliki peranan penting dalam pemberian ASI eksklusif dengan cara
mendukung ibu selama menyusui sehingga mempererat hubungan emosional
orang tua dan anak. Hal ini menunjukkan ayah sudah mengetahui pentingnya
ASI eksklusif bagi kehidupan bayi sehingga ayah mau ikut berperan dalam
pemberian ASI. Selain itu, ayah tidak mempermasalahkan perubahan bentuk
tubuh isteri selama menyusui dan secara tidak langsung sikap ini merupakan
bentuk dukungan positif bagi ibu.
Seperti halnya sikap ayah tentang pemberian ASI, sebagian besar ibu
setuju ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi sehingga ibu setuju bayi diberi
ASI saja hingga 6 bulan atau disebut ASI eksklusif. Selain itu, sebagian besar ibu
setuju ASI eksklusif bermanfaat bagi sistem imunitas tubuh bayi dan dapat
meningkatkan hubungan psikologis antara ibu dan bayi.
Akan tetapi, lebih dari separuh ibu setuju ASI eksklusif digantikan susu
formula saat ibu bekerja atau bepergian dan saat bayi berumur 6 bulan serta
kandungan gizi susu formula dapat menggantikan ASI. Hal ini diduga karena ibu
tidak mau repot memompa ASI sehingga memilih praktis menggunakan susu
formula. Selain itu, ibu terpengaruh iklan susu formula yang menggambarkan
seolah-olah kandungan gizi susu formula sangat lengkap dibandingkan ASI.
Berdasarkan WHO (1999), adanya pengaruh media massa mengenai iklan susu
formula bagi bayi dapat mempengaruhi ibu untuk tidak memberikan ASI.
Sebagian besar ibu setuju bahwa bayi setelah lahir tidak perlu segera
diberi ASI, hanya 36.7% ibu setuju bayi tidak perlu diberi makanan atau minuman
lain sebelum ASI keluar, dan 40% ibu setuju dengan sosialisasi susu formula di
rumah sakit. Hal ini diduga karena ibu tidak mengetahui pentingnya menyusui
dini yang mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan
penelitian Roesli (2008) di Jakarta menunjukkan bayi yang diberi kesempatan
menyusu dini memiliki peluang delapan kali lebih berhasil ASI eksklusif.
Terdapat 75.0% ibu akan mengikuti saran ayah untuk memberikan susu
formula pada bayi untuk menggantikan ASI. Hal ini diduga karena besarnya
peran ayah dalam keluarga sehingga dapat mempengaruhi sikap ibu yang positif.
Oleh karena itu, sikap positif ayah tentang ASI dan peranan ayah yang baik
dalam pemberian ASI dapat mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI
eksklusif oleh ibu pada bayi.
Sebagian besar ibu setuju pengetahuan tentang ASI juga penting bagi
ayah, ayah berperan penting dalam pemberian ASI eksklusif, dan dukungan ayah
dibutuhkan dalam masa menyusui. Akan tetapi, terdapat 95.0% ibu berpendapat
ayah tidak perlu membantu ibu dalam mengurus dan merawat bayi selama
menyusui. Hal ini menjelaskan ibu menyadari pentingnya dukungan ayah saat
menyusui tetapi bentuk dukungan yang diinginkan ibu hanya berupa dukungan
emosional saja tanpa terlibat langsung mengurus dan merawat bayi yang
merupakan tanggung jawab ibu dan dapat dilakukan sendiri oleh ibu.
Tingkat Pendidikan
Pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dapat ditingkatkan apabila ayah
dan ibu dapat dengan mudah mengakses informasi tentang gizi dan kesehatan
khususnya ASI. Berdasarkan hasil penelitian diketahui ayah dan ibu dengan
tingkat pengetahuan tentang ASI baik memiliki akses informasi tentang ASI yang
baik pula.
Uji korelasi Spearman menunjukkan tingkat pengetahuan ASI ayah
berhubungan nyata dengan akses informasi tentang ASI (p = 0.04 dan r =
0.266*). Hal ini menunjukkan semakin baik akses informasi ayah tentang ASI
maka akan meningkatkan tingkat pengetahuan ayah tentang ASI. Akan tetapi,
tingkat pengetahuan ASI ibu tidak berhubungan nyata dengan akses informasi
tentang ASI (p = 0.161 dan r = 0.183). Hal ini diduga karena tidak semua ibu
mengetahui dan memahami informasi ASI secara keseluruhan.
Berdasarkan Riordan (2005) terdapat sepuluh cara dan sumber informasi
tentang ASI eksklusif yaitu membaca buku tentang ASI, membaca majalah
tentang pengasuhan, mencari informasi di internet, chatting online, bertemu
dengan konsultan laktasi, menemukan dokter yang tepat yang mendukung
pemberian ASI eksklusif, berbicara dengan suster, memanfaatkan kelompok
sosial, mendengarkan teman dan keluarga, dan mengikuti kelas kehamilan dan
melahirkan. Beberapa hal di atas dapat membantu ayah dan ibu dalam
memperoleh informasi mengenai ASI eksklusif.
Tingkat Ekonomi Keluarga
Hasil penelitian menunjukkan ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi atas
memiliki pengetahuan tentang ASI yang lebih baik dibandingkan ayah dan ibu
dengan tingkat ekonomi menengah dan bawah. Uji korelasi Spearman
menunjukkan pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI berhubungan tidak nyata
dengan tingkat ekonomi keluarga (p = 0.249 dan r = 0.151 pada ayah dan p =
0.596 dan r = 0.07 pada ibu).
Hal ini menjelaskan bahwa tingkat ekonomi keluarga tidak berhubungan
dengan baik rendahnya pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI. Hal ini diduga
karena tingkat ekonomi keluarga tidak mempengaruhi secara langsung
pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI. Selain itu, pengetahuan tentang ASI
dapat diperoleh ayah dan ibu di posyandu sehingga tidak memerlukan biaya.
Pada hasil penelitian dapat diketahui ayah yang memiliki peranan baik
dalam pemberian ASI memiliki pengetahuan ASI yang baik pula. Selain itu, tidak
terdapat ayah dengan pengetahuan ASI rendah yang berperan baik dalam
pemberian ASI. Adanya pengetahuan ayah mengenai pentingnya manfaat ASI
bagi bayi dan ibu serta hubungan psikologis ayah dan bayi akan membuat ayah
menyadari pentingnya ASI sehingga ayah akan berperan baik dalam pemberian
ASI dengan dukungan emosional dan bantuan-bantuan praktis.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan peranan ayah dalam pemberian
ASI berhubungan sangat nyata dengan pengetahuan ayah tentang ASI (p =
0.006 dan r =.348**). Semakin tinggi tingkat pengetahuan ayah tentang ASI
maka semakin baik peranan ayah dalam pemberian ASI. Menurut Roesli (2000),
calon ayah berperan aktif terhadap keberhasilan ibu dalam praktek pemberian
ASI berdasarkan pada tingkat pengetahuan tentang ASI yang diperolehnya.
Sikap Ayah tentang Pemberian ASI
Sikap ayah yang baik tentang pemberian ASI akan berhubungan dengan
peranan ayah dalam pemberian ASI oleh ibu pada bayi. Adanya sikap ayah yang
baik tentang pemberian ASI akan membentuk pikiran positif mengenai ASI
eksklusif sehingga ayah akan ikut terlibat dalam pemberian ASI sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya dalam membantu ibu dan bayi.
Pada hasil penelitian diketahui ayah yang memiliki peranan baik dalam
pemberian ASI memiliki sikap tentang pemberian ASI yang lebih baik
dibandingkan ayah yang memiliki peranan kurang dalam pemberian ASI. Lebih
lanjut, uji korelasi Spearman menunjukkan peranan ayah dalam pemberian ASI
berhubungan nyata dengan sikap ayah tentang pemberian ASI (p = 0.48 dan r =
0.257*).
Hal ini menunjukkan semakin baik sikap ayah tentang pemberian ASI
maka ayah semakin berperan dalam mendukung dan membantu ibu dan bayi
selama pemberian ASI. Menurut Riordan (2005), ayah berperan penting dalam
mendukung pemberian ASI, terutama sekali apabila ayah memiliki sikap yang
positif tentang pemberian ASI.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil beberapa kesimpulan
yaitu sebagai berikut :
1. Sebagian besar contoh memiliki keluarga kecil (75-85%). Lebih dari
separuh ayah dan ibu memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu lulusan
SLTP atau SLTA (65-76%) dan memiliki akses yang sedang tentang ASI
eksklusif (50-81%) baik ayah dan ibu pada tingkat ekonomi bawah,
menengah, maupun atas.
2. Sebagian besar ayah (77.0%) dan ibu (75.0%) memiliki tingkat
pengetahuan tentang ASI baik. Lebih dari separuh ibu memiliki sikap
yang baik tentang ASI (63.3%) dan terdapat 51.7% ayah yang memiliki
sikap sedang tentang pemberian ASI. Selain itu, terdapat 45.0% ayah
berperan sedang dalam pemberian ASI eksklusif.
3. Sebanyak 41.7% keluarga memberikan ASI eksklusif, 16.6% semi
eksklusif, dan 41.7% keluarga memberikan ASI tidak eksklusif.
4. Tingkat pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI tidak berhubungan
dengan besar keluarga, pendidikan ayah dan ibu, akses informasi ASI
ibu, dan tingkat ekonomi keluarga. Akan tetapi, tingkat pengetahuan ASI
ayah berhubungan dengan akses ayah terhadap informasi ASI.
5. Praktek pemberian ASI eksklusif berhubungan dengan tingkat
pengetahuan ASI ayah dan ibu. Selanjutnya, praktek pemberian ASI
eksklusif juga berhubungan dengan sikap ayah dan ibu tentang
pemberian ASI.
6. Peranan ayah dalam pemberian ASI berhubungan dengan tingkat
pengetahuan ASI ayah dan sikap ayah tentang pemberian ASI.
7. Praktek pemberian ASI eksklusif tidak berhubungan dengan peranan
ayah dalam pemberian ASI.
8. Faktor yang paling dominan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif
adalah pendidikan ibu, tingkat ekonomi keluarga atas, dan sikap ibu yang
baik tentang pemberian ASI.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka diharapkan :
5. Bagi aparat Kelurahan Kuningan Timur, Jakarta Selatan, penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi kegiatan posyandu,
puskesmas atau badan kesehatan lainnya dalam rangka mempromosikan
ASI eksklusif di masa mendatang.
6. Bagi Pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah, Departemen
Kesehatan dan instansi yang terkait, mengadakan program pendidikan
ASI bagi ayah dan ibu khususnya dari tingkat ekonomi atas dan
pemberdayaan petugas kesehatan tentang ASI serta membuat kebijakan
dan memonitor tentang pemasaran susu formula bagi bayi dalam rangka
mempromosikan ASI eksklusif secara intensif.
7. Bagi calon ayah dan ayah diharapkan keterlibatannya sebagai ayah ASI
(breastfeeding father) untuk meningkatkan keberhasilan pemberian ASI
eksklusif.
8. Hendaknya petugas kesehatan lebih meningkatkan penyuluhan mengenai
informasi ASI eksklusif dan menyusui dini.
9. Bagi petugas penolong kelahiran hendaknya tidak menganjurkan ibu dan
memberi susu formula kepada bayi baru lahir yang dapat menyebabkan
kegagalan pemberian ASI eksklusif.
10. Bagi peneliti lain, sebaiknya dilakukan penelitian yang lebih komprehensif
dengan sampel besar mengenai peranan ayah dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif seperti menyusui dini, fasilitas
ruangan ibu melahirkan, kondisi payudara ibu, teknik menyusui bayi,
paritas, pekerjaan ibu, dan promosi susu formula sehingga diperoleh
gambaran yang lengkap tentang praktek pemberian ASI eksklusif.
DAFTAR PUSTAKA
Brown K.H., Black R, L. Romana, & C. Kanashiro. 1989. Infant feeding practices
and their relationship with diarrhea and other diseases in Huasear (Lima),
Peru. Pediatrics, 83, 31-40.
Jelliffe, D.B. & Jelliffe, E.F.P. 1979. Human Milk in the Modern World :
Psychosocial, Nutritional, and Economic Significance. Oxford University
Press : New York.
Kamudoni, P., K. Maleta, Z. Shi, & G.H. Ottesen. 2007. Feeding pratices in the
first 6 months and associated factors in a rural and suburban community in
Mangochi District, Malawi. Journal of Human Lactation, 23, 325.
Lawoyin, T.O., J.F. Olawoyi, & M.O Onadeko. 2001. Factors associated with
exclusive breastfeeding in Ibadan, Nigeria. Journal of Human Lactation, 17,
321.
Littman, H., Medendorb, S.V, & Goldfarb, J. 1994. The decision to breastfeed :
The importance of fathers approval. Clinical Pediatric Journal, 33 (4), 214-
219.
Riordan. 2005. Breastfeeding and Human Lactation (3rd ed). Jones and Barlett
Publisher : Massachusetts.
Slamet, Y. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Dabara Publisher : Solo.