Sie sind auf Seite 1von 80

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERANAN AYAH TERHADAP

PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

YULIA NOVIKA JUHERMAN

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
ABSTRACT

YULIA NOVIKA JUHERMAN. A54104091. Knowledge, Attitude, and Roles of


Father In Exclusive Breastfeeding (Under direction of M. RIZAL M. DAMANIK
dan SITI MADANIJAH).

This cross-sectional study aimed at understanding the influence of


knowledge, attitude, and roles of father in exclusive breastfeeding in South Jakarta,
Indonesia. Questionnare data from 60 mothers and fathers pairs were obtained.
Breastfeeding practices are 41.7% exclusive breastfeeding, 16.6% semi-exclusive
breastfeeding, and 41.7% unexclusive breastfeeding for 6 months. Mother and father
knowledge about breastfeeding was not significantly associated with mother and
father education, mother and father access toward breastfeeding information, and
family class economy (p>0.05). Exclusive breastfeeding practice was significantly
associated with mother (p<0.01) and father (p<0.05) knowledge about breastfeeding
and mother and father attitudes toward breastfeeding (p<0.01). Especially for father,
roles of father in breastfeeding was significantly associated with father knowledge
about brestfeeding (p<0.01) and father attitudes toward breastfeeding (p<0.05). On
the contrary, exclusive breastfeeding practice was not significantly associated with
roles of father in breastfeeding (p>0.05). It showed that good or not the roles of
father in breastfeeding was not associated with successful exclusive brestfeeding.
Using multiple logistic regression analysis, mother with middle education (OR
= 8.66; 95% CI 1.36-55.07), high maternal education (OR = 46.12; 95% CI 1.65-
1286.15), family with high class economy (OR = 0.15; 95% CI 0.03-0.75), and
possitive maternal attitudes toward breastfeeding (OR = 10.91; 95% CI 2.52-47.29)
were risk factors for exclusive breastfeeding for 6 months. Breastfeeding education
programs for father are needed to understand the exclusive breastfeeding that father
have a important role in breastfeeding. The results suggest that high class economy
mother and father are more likely to practice unexclusive breastfeeding that have to
be an important part in breastfeeding education programs and exclusive
breastfeeding promotion to increase the optimum exclusive breastfeeding.

Keywords : knowledge, attitude, fathers role, exclusive breastfeeding


RINGKASAN

YULIA NOVIKA JUHERMAN. Pengetahuan, Sikap, dan Peranan Ayah


terhadap Pemberian ASI Eksklusif (dibimbing oleh M. RIZAL MARTUA DAMANIK
dan SITI MADANIJAH).

Pemberian ASI eksklusif bertujuan memenuhi kebutuhan gizi bayi untuk


pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Tujuan umum penelitian ini adalah
mempelajari pengaruh antara pengetahuan, sikap, dan peranan ayah terhadap
pemberian ASI eksklusif.
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Kuningan Timur, Kotamadya Jakarta
Selatan, Propinsi DKI Jakarta pada bulan Desember 2007 sampai bulan Januari
2008. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Contoh
merupakan keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu yang memiliki bayi usia 6-12
bulan dan dipilih secara acak dengan metode stratified random sampling with
proportional allocation. Jumlah contoh yang digunakan adalah 60 keluarga, terdiri
dari 19 contoh ekonomi bawah, 21 contoh ekonomi menengah, dan 20 contoh
ekonomi atas.
Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada ayah dan ibu dengan
menggunakan kuesioner yang telah dilakukan uji reliabilitas terlebih dahulu dengan
Cronbachs Alpha sebesar 0.889. Data sekunder diperoleh dari posyandu mengenai
data bayi usia 6-12 bulan dan dari pihak Kelurahan Kuningan Timur Kotamadya
Jakarta Selatan mengenai profil kelurahan dan tingkat ekonomi keluarga. Faktor-
faktor yang diduga mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah karakteristik
keluarga (pendidikan ayah dan ibu, tingkat ekonomi keluarga, dan akses ayah dan
ibu tentang informasi ASI), pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI, sikap ayah dan
ibu tentang pemberian ASI, dan peranan ayah dalam pemberian ASI. Data diolah
dengan menggunakan SPSS 13.0 for Windows dan analisis data dilakukan secara
statistik deskriptif dan inferensia dengan Rank Spearman Correlation dan Multiple
Logistic Regression.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui secara umum contoh yang memiliki
keluarga kecil lebih banyak dibandingkan keluarga besar. Lebih dari separuh ayah
dan ibu (65.0-76.0%) memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu lulusan SLTP atau
SLTA baik ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi bawah, menengah, maupun atas.
Sama halnya tingkat pendidikan, secara umum sebagian besar ayah dan ibu (50.0-
81.0%) memiliki akses yang sedang tentang ASI. Jumlah bayi yang berusia 6-9
bulan hampir sama dengan bayi yang berusia 10-12 bulan. Lebih dari separuh bayi
(65.0%) berjenis kelamin laki-laki dan sebagian besar bayi (97.4%) memiliki berat
badan lahir normal yaitu > 2500 g.
Sebagian besar ayah dan ibu (75.0-76.7%) memiliki tingkat pengetahuan
tentang ASI baik. Lebih dari separuh ibu (63.3%) memiliki sikap yang baik tentang
pemberian ASI sedangkan sekitar separuh ayah (51.7%) memiliki sikap yang
sedang tentang pemberian ASI. Peranan ayah dalam pemberian ASI terbesar yaitu
sedang (45.0%). Sebanyak 41.7% keluarga memberikan ASI eksklusif, 16.6% semi
eksklusif, dan 41.7% keluarga memberikan ASI tidak eksklusif.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang
nyata antara tingkat pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dengan tingkat
pendidikan ayah dan ibu, akses ayah dan ibu tentang informasi ASI, dan tingkat
ekonomi keluarga. Lebih lanjut, pemberian ASI eksklusif berhubungan nyata dengan
tingkat pengetahuan ayah tentang ASI (p = 0.028 dan r = 0.284*) dan berhubungan
sangat nyata dengan tingkat pengetahuan ibu tentang ASI (p = 0.007 dan r =
0.347**). Hubungan yang sangat nyata juga terdapat antara pemberian ASI eksklusif
dengan sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI (p = 0.003 dan r = 0.376** pada
ayah dan p = 0.001 dan r = 0.411** pada ibu).
Khusus bagi ayah, peranan ayah dalam pemberian ASI berhubungan sangat
nyata dengan tingkat pengetahuan ayah tentang ASI (p = 0.006 dan r = 0.348**) dan
berhubungan nyata dengan sikap ayah tentang pemberian ASI (p = 0.048 dan r =
0.257*). Akan tetapi, praktek pemberian ASI eksklusif tidak berhubungan nyata
dengan peranan ayah dalam pemberian ASI (p = 0.235 dan r = 0.156). Hal ini
menunjukkan baik atau rendahnya peranan ayah dalam pemberian ASI tidak
berhubungan dengan keberhasilan dalam pemberian ASI eksklusif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif diketahui dengan
menggunakan uji multiple regresi logistik. Faktor yang paling dominan
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah pendidikan ibu, tingkat ekonomi
keluarga, dan sikap ibu tentang pemberian ASI. Hal ini menunjukkan setiap
peningkatan faktor-faktor tersebut akan meningkatkan pemberian ASI eksklusif oleh
ibu pada bayi tetapi berbanding terbalik dengan tingkat ekonomi keluarga.

Kata kunci : pengetahuan, sikap, peranan ayah, pemberian ASI eksklusif


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengetahuan, Sikap, dan


Peranan Ayah terhadap Pemberian ASI Eksklusif adalah karya saya sendiri dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian terakhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2008

Yulia Novika Juherman


NRP A54104091
RINGKASAN

YULIA NOVIKA JUHERMAN. Pengetahuan, Sikap, dan Peranan Ayah


terhadap Pemberian ASI Eksklusif (dibimbing oleh M. RIZAL MARTUA
DAMANIK dan SITI MADANIJAH).

Pemberian ASI eksklusif bertujuan memenuhi kebutuhan gizi bayi untuk


pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Tujuan umum penelitian ini
adalah mempelajari pengaruh antara pengetahuan, sikap, dan peranan ayah
terhadap pemberian ASI eksklusif.
Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Kuningan Timur, Kotamadya
Jakarta Selatan, Propinsi DKI Jakarta pada bulan Desember 2007 sampai bulan
Januari 2008. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study.
Contoh merupakan keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu yang memiliki bayi
usia 6-12 bulan dan dipilih secara acak dengan metode stratified random
sampling with proportional allocation. Jumlah contoh yang digunakan adalah 60
keluarga, terdiri dari 19 contoh ekonomi bawah, 21 contoh ekonomi menengah,
dan 20 contoh ekonomi atas.
Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada ayah dan ibu dengan
menggunakan kuesioner yang telah dilakukan uji reliabilitas terlebih dahulu
dengan Cronbachs Alpha sebesar 0.889. Data sekunder diperoleh dari
posyandu mengenai data bayi usia 6-12 bulan dan dari pihak Kelurahan
Kuningan Timur Kotamadya Jakarta Selatan mengenai profil kelurahan dan
tingkat ekonomi keluarga. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pemberian
ASI eksklusif adalah karakteristik keluarga (pendidikan ayah dan ibu, tingkat
ekonomi keluarga, dan akses ayah dan ibu tentang informasi ASI), pengetahuan
ayah dan ibu tentang ASI, sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI, dan
peranan ayah dalam pemberian ASI. Data diolah dengan menggunakan SPSS
13.0 for Windows dan analisis data dilakukan secara statistik deskriptif dan
inferensia dengan Rank Spearman Correlation dan Multiple Logistic Regression.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui secara umum contoh yang memiliki
keluarga kecil lebih banyak dibandingkan keluarga besar. Lebih dari separuh
ayah dan ibu (65.0-76.0%) memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu lulusan
SLTP atau SLTA baik ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi bawah, menengah,
maupun atas. Sama halnya tingkat pendidikan, secara umum sebagian besar
ayah dan ibu (50.0-81.0%) memiliki akses yang sedang tentang ASI. Jumlah bayi
yang berusia 6-9 bulan hampir sama dengan bayi yang berusia 10-12 bulan.
Lebih dari separuh bayi (65.0%) berjenis kelamin laki-laki dan sebagian besar
bayi (97.4%) memiliki berat badan lahir normal yaitu > 2500 g.
Sebagian besar ayah dan ibu (75.0-76.7%) memiliki tingkat pengetahuan
tentang ASI baik. Lebih dari separuh ibu (63.3%) memiliki sikap yang baik
tentang pemberian ASI sedangkan sekitar separuh ayah (51.7%) memiliki sikap
yang sedang tentang pemberian ASI. Peranan ayah dalam pemberian ASI
terbesar yaitu sedang (45.0%). Sebanyak 41.7% keluarga memberikan ASI
eksklusif, 16.6% semi eksklusif, dan 41.7% keluarga memberikan ASI tidak
eksklusif.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang
nyata antara tingkat pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dengan tingkat
pendidikan ayah dan ibu, akses ayah dan ibu tentang informasi ASI, dan tingkat
ekonomi keluarga. Lebih lanjut, pemberian ASI eksklusif berhubungan nyata
dengan tingkat pengetahuan ayah tentang ASI (p = 0.028 dan r = 0.284*) dan
berhubungan sangat nyata dengan tingkat pengetahuan ibu tentang ASI (p =
0.007 dan r = 0.347**). Hubungan yang sangat nyata juga terdapat antara
pemberian ASI eksklusif dengan sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI (p =
0.003 dan r = 0.376** pada ayah dan p = 0.001 dan r = 0.411** pada ibu).
Khusus bagi ayah, peranan ayah dalam pemberian ASI berhubungan
sangat nyata dengan tingkat pengetahuan ayah tentang ASI (p = 0.006 dan r =
0.348**) dan berhubungan nyata dengan sikap ayah tentang pemberian ASI (p =
0.048 dan r = 0.257*). Akan tetapi, praktek pemberian ASI eksklusif tidak
berhubungan nyata dengan peranan ayah dalam pemberian ASI (p = 0.235 dan r
= 0.156). Hal ini menunjukkan baik atau rendahnya peranan ayah dalam
pemberian ASI tidak berhubungan dengan keberhasilan dalam pemberian ASI
eksklusif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif diketahui
dengan menggunakan uji multiple regresi logistik. Faktor yang paling dominan
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah pendidikan ibu, tingkat ekonomi
keluarga, dan sikap ibu tentang pemberian ASI. Hal ini menunjukkan setiap
peningkatan faktor-faktor tersebut akan meningkatkan pemberian ASI eksklusif
oleh ibu pada bayi tetapi berbanding terbalik dengan tingkat ekonomi keluarga.

Kata kunci : pengetahuan, sikap, peranan ayah, pemberian ASI eksklusif


PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERANAN AYAH TERHADAP
PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

YULIA NOVIKA JUHERMAN

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Judul Skripsi : Pengetahuan, Sikap, dan Peranan Ayah terhadap
Pemberian ASI Eksklusif
Nama : Yulia Novika Juherman
NRP : A54104091

Disetujui,

Drh. M. Rizal Martua Damanik, M.Rep.Sc.,PhD Dr. Ir. Siti Madanijah, MS


Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Diketahui,

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr


Dekan Fakultas Pertanian

Tanggal Lulus :
PRAKATA

Assalamualaikum Wr. Wb.


Syukur alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya kecil ini. Semoga
salawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada teladan kebaikan kita, Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya. Penelitian ini
berjudul Pengetahuan, Sikap dan Peranan Ayah terhadap Pemberian ASI
Eksklusif yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian pada Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis haturkan kepada :
Ayahanda Juherman dan Ibunda Lidya Sapta Yandri tercinta, atas segala
dukungan yang tidak ternilai baik moral maupun materil serta perhatian dan
curahan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. I love Mom and Dad.
Bapak Drh. M. Rizal Martua Damanik, M.Rep.Sc.,PhD dan Dr. Ir. Siti
Madanijah, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu,
tenaga, dan pikiran serta memberikan masukan kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya kecil ini dengan baik.
Adikku tersayang Yuda Aldikensa Juherman, terima kasih atas
dukungannya selama penulis melakukan penelitian, be your self and always do
the best. Sahabat dan Partner setia, Irnaldi Yoza Wijaya yang selalu memberikan
dukungan, bantuan, dan kebahagiaan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya kecil ini.
Oma Mahyar, tante Nanda dan keluarga, tante Fitra dan keluarga, om
Defit dan keluarga, tante An dan keluarga, serta keluarga besar lainnya yang
tidak henti mendoakan, memberikan dukungan, dan bantuan kepada penulis
sehingga penulis dapat fokus dalam menyelesaikan karya kecil ini.
Bapak Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku dosen pemandu yang telah
memberikan masukan dan bantuan selama seminar dan Prof. Dr. Ir. Hardinsyah,
MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk perbaikan
karya kecil ini agar lebih baik. Ibu Ir. Retnaningsih, M.Si selaku dosen
pembimbing akademik atas bimbingan dan bantuan kepada penulis selama
penulis kuliah di GMSK. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku dosen yang telah
membantu penulis dalam analisis statistik pada penelitian ini sehingga penulis
dapat menyelesaikan karya kecil ini dengan baik.
Saudari Devita Kusuma Rahingtyas, Marissa Indreswari, Novika Tri
Afianti, dan Saudara Bagus Zulfikhal Muthi selaku pembahas seminar yang telah
memberikan masukan yang berguna sehingga karya kecil ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Semua staf Kotamadya Jakarta Selatan dan Kelurahan Kuningan Timur
yang telah memberikan izin, bantuan dan informasi kepada penulis untuk
melakukan penelitian di Kuningan Timur. Bapak dan Ibu RW 04 serta ibu-ibu
kader posyandu (Ibu Mardiyah, Ibu Tuti, Ibu Aan, dan Ibu Atik) yang telah
membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.
Akhirnya kebahagiaan tak terkira penulis untuk dapat mempersembahkan
karya kecil ini. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca
dan masyarakat serta dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu
pengetahuan, khususnya dalam peningkatan pemberian ASI eksklusif. Penulis
menyadari bahwa karya ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna,
oleh karena itu saran dan kritik penulis harapkan untuk kesempurnaan karya ini.
Penulis menghaturkan maaf apabila terdapat hal yang kurang berkenan dalam
penulisan skripsi ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Bogor, Juli 2008

Penulis
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang, Propinsi Sumatera Barat, pada tanggal 15


November 1986 dari ayahanda Bripka Juherman dan ibunda Lidya Sapta Yandri.
Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.
Tahun 2004 penulis lulus SMU Negeri 10 Padang dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB). Penulis memilih Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga, Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti berbagai organisasi
kampus, seminar, dan kegiatan kampus. Penulis memiliki pengalaman organisasi
sebagai anggota divisi Kajian Strategis dan Keprofesian pada Himpunan
Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian (HIMAGITA) periode 2005-2006,
Bendahara Umum Korps Sukarela Palang Merah Indonesia (KSR-PMI) Unit I IPB
Periode 2005-2006 dan anggota Umum KSR-PMI Unit I IPB 2006-2007. Selain
itu, penulis pernah menjadi ketua seminar Nuansa Pangan, Gizi, dan Keluarga
(NPGK) X HIMAGITA IPB pada bulan September 2006 dan asisten praktikum
mata kuliah Ilmu Gizi Dasar tahun ajaran 2007/2008.
DAFTAR ISI

PRAKATA ...................................................................................................... vii


DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
Tujuan....................................................................................................... 3
Hipotesis ................................................................................................... 4
Kegunaan ................................................................................................. 4

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 5


Air Susu Ibu (ASI) ..................................................................................... 5
Komposisi ASI ............................................................................. 5
Manfaat ASI ................................................................................. 6
ASI Eksklusif ............................................................................................. 8
Praktek Pemberian ASI ............................................................................ 10
Risiko Kesehatan Penggunaan Susu Formula bagi Bayi ......................... 11
Karakteristik Keluarga .............................................................................. 12
Pengetahuan dan Sikap tentang ASI ....................................................... 13
Peranan Ayah dalam Pemberian ASI ....................................................... 14

KERANGKA PEMIKIRAN.............................................................................. 18

METODE PENELITIAN .................................................................................. 21


Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 21
Cara Pengambilan Contoh ....................................................................... 21
Jenis dan Cara Pengumpulan Data .......................................................... 22
Pengolahan dan Analisis Data ................................................................. 23
Definisi Operasional ................................................................................. 26

HASIL ............................................................................................................. 28
Keadaan Umum Lokasi Penelitian ........................................................... 28
Karakteristik Keluarga .............................................................................. 29
Karakteristik Bayi ...................................................................................... 31
Pengetahuan dan Sikap Ayah dan Ibu tentang ASI ................................. 32
Peranan Ayah dalam Pemberian ASI ....................................................... 34
Praktek Pemberian ASI ............................................................................ 35
Hubungan Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI dengan Karakteristik
Keluarga ................................................................................................... 36
Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Pengetahuan dan Sikap
Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI ...................................................... 38
Hubungan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI dengan Pengetahuan
dan Sikap Ayah tentang Pemberian ASI .................................................. 39
Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Peranan Ayah dalam
Pemberian ASI ......................................................................................... 40
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif .................. 40
PEMBAHASAN .............................................................................................. 41
Karakteristik Keluarga .............................................................................. 41
Pengetahuan dan Sikap Ayah dan Ibu tentang ASI ................................. 43
Peranan Ayah dalam Pemberian ASI ....................................................... 48
Praktek Pemberian ASI ............................................................................ 50
Hubungan Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI dengan Karakteristik
Keluarga ................................................................................................... 51
Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Pengetahuan dan Sikap
Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI ...................................................... 53
Hubungan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI dengan Pengetahuan
dan Sikap Ayah tentang Pemberian ASI .................................................. 54
Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Peranan Ayah dalam
Pemberian ASI ......................................................................................... 55
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif .................. 57

KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 59


Kesimpulan .............................................................................................. 59
Saran ....................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 61
LAMPIRAN .................................................................................................... 64
DAFTAR TABEL
1. Proporsi Jumlah Contoh tiap Kelompok Contoh berdasarkan Tingkat
Ekonomi Keluarga .................................................................................... 22
2. Jenis dan Kategori Pengukuran Data ....................................................... 24
3. Karakteristik Contoh pada Tiga Tingkat Ekonomi Keluarga ..................... 30
4. Sebaran Contoh berdasarkan Akses Informasi tentang ASI .................... 31
5. Karakteristik Bayi berdasarkan Jenis Kelamin ......................................... 31
6. Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI ........... 32
7. Sebaran Contoh berdasarkan Jawaban yang Benar dari Pertanyaan
Pengetahuan tentang ASI ........................................................................ 32
8. Sebaran Contoh berdasarkan Sikap tentang Pemberian ASI ................. 33
9. Sebaran Ayah berdasarkan Sikap tentang Pemberian ASI...................... 33
10. Sebaran Ibu berdasarkan Sikap tentang Pemberian ASI ......................... 34
11. Sebaran Ayah berdasarkan Peranan dalam Pemberian ASI ................... 34
12. Sebaran Ayah berdasarkan Jenis Peranan dalam Pemberian ASI .......... 35
13. Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI ............................ 35
14. Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI tidak Eksklusif .... 36
15. Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI dan
Tingkat Pendidikan ................................................................................... 36
16. Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI dan
Akses Informasi ........................................................................................ 37
17. Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI dan
Tingkat Ekonomi Keluarga ...................................................................... 37
18. Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI dan Pengetahuan
Ayah dan Ibu tentang ASI......................................................................... 38
19. Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI dan Sikap
Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI ...................................................... 38
20. Sebaran Ayah berdasarkan Peranan dalam Pemberian ASI dan
Pengetahuan tentang ASI ........................................................................ 39
21. Sebaran Ayah berdasarkan Peranan dalam Pemberian ASI dan
Sikap tentang Pemberian ASI .................................................................. 39
22. Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI dan Peranan
Ayah dalam Pemberian ASI ..................................................................... 40
23. Faktor Risiko Pemberian ASI Eksklusif .................................................... 40
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pemberian ASI Eksklusif .............................................................. 20
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Analisis Statistik Hubungan Antar Variabel dengan


Rank Spearman Correlation ...................................................... 65
Lampiran 2. Hasil Analisis Statistik Faktor Risiko Pemberian ASI Eksklusif
dengan Multiple Logistic Regression ......................................... 66
Lampiran 3. Kuisioner Penelitian Ibu ............................................................. 67
Lampiran 4. Kuisioner Penelitian Ayah.......................................................... 70
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Air susu ibu (ASI) merupakan bentuk makanan ideal bagi bayi selama 6
bulan pertama kehidupan karena ASI menyediakan zat-zat gizi penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI mengandung protein tinggi yang
mudah diserap bayi serta mengandung laktosa dan karbohidrat yang tinggi.
Mineral di dalam ASI mudah diserap oleh bayi (Perkins & Vannais 2004). Selain
itu, ASI mengandung antibodi yang melindungi bayi dari penyakit dan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Apabila ASI tidak diberikan kepada bayi,
risiko kesehatan seperti malnutrisi, diare, dan kematian akan berdampak pada
kondisi kesehatan bayi.
Keuntungan dari ASI akan optimal jika pemberian ASI dilakukan secara
eksklusif tanpa pemberian makanan tambahan lain, selama 6 bulan pertama
kehidupan (WHO 1991, 1999). Sejalan dengan hal ini, pemerintah Indonesia
telah menetapkan kebijakan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 6
bulan pada Kepmenkes RI No. 450/MENKES/IV/2004. Berdasarkan Roesli
(2000), ASI merupakan sesuatu yang tidak ternilai harganya yang dapat
meningkatkan kesehatan dan kecerdasan anak secara optimal.
Keunggulan ASI tidak hanya dapat dirasakan bayi, ibu juga dapat
merasakan keunggulan ASI. Oksitosin, hormon yang dihasilkan selama
menyusui, merangsang kontraksi uterus dan membantu uterus kembali pada
ukuran normal, selain itu dapat menurunkan kemungkinan terjadinya pendarahan
pasca melahirkan serta mengurangi risiko ibu terkena kanker payudara dan
rahim (Jellife & Jellife 1979; Riordan 2005; WHO 1993). Selain itu, ASI lebih
murah dibandingkan susu formula karena untuk mendapatkan ASI tidak
memerlukan biaya, praktis, dan higienis.
Konsep tentang ASI eksklusif sekarang ini terasa semakin sulit untuk
dilaksanakan oleh ibu-ibu. Berdasarkan Sensus Dasar Kesehatan Indonesia,
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan menurun pada tahun 2003 menjadi
39,5%. Sementara pemakaian susu botol meningkat menjadi 32,4%. Proporsi ini
termasuk rendah dan mencerminkan ketidaktahuan mengenai ASI eksklusif bagi
perkembangan bayi pada awal pertumbuhannya (Departemen Kesehatan 2006).
Lebih lanjut, menurut UNICEF (2006), kira-kira sebanyak 30.000 kematian balita
dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif.
Alasan paling umum diberikan ibu untuk tidak memberikan ASI eksklusif
yaitu ibu yang harus bekerja, ibu yang tidak memiliki cukup ASI atau berpikir
tidak dapat memberikan ASI yang cukup dan kurangnya dukungan keluarga.
Selain itu, adanya pengaruh media massa mengenai iklan susu formula bagi bayi
sehingga mempengaruhi ibu untuk tidak memberikan ASI.
Kebanyakan wanita secara fisik mampu menyusui, asalkan mereka
mendapatkan dorongan yang cukup dan tidak diberi komentar yang mengecilkan
hati sementara sekresi ASI sedang terbentuk. Banyak ibu menyusui masih ragu
bahwa ASI akan keluar dan berhasil menyusui bayi jika mereka diyakinkan dan
didukung (Nelson 2000). Oleh karena itu, sangat dibutuhkan peran dan
dukungan keluarga terutama ayah dalam keberlanjutan ibu memberikan ASI.
Proses menyusui bukan hanya terjadi antara ibu dan bayi, tetapi ayah
juga mempunyai peran yang sangat penting dan dituntut keterlibatannya,
walaupun masih banyak ayah beranggapan cukup menjadi pengamat yang pasif
saja. Menurut Roesli (2000) dari semua dukungan bagi ibu menyusui, dukungan
sang ayah adalah dukungan yang paling berarti bagi ibu. Ayah dapat berperan
aktif dalam keberhasilan pemberian ASI khususnya ASI eksklusif karena ayah
akan turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (milk let down reflex)
yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu. Ayah cukup
memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan yang praktis.
Peran ayah sangat mempengaruhi pengambilan sikap dan keputusan ibu
memberikan ASI pada bayi. Penelitian yang dilakukan oleh Littman, Medendorp
& Goldfarb (1994) di Ohio terhadap 115 ibu yang baru melahirkan menunjukkan
kelancaran menyusui hanya 26.9% karena ayah tidak mengerti ASI. Sedangkan
keberhasilan menyusui hampir mencapai 98% karena ayah mengerti ASI. Oleh
karena itu, keterlibatan ayah dalam keberhasilan menyusui sangat besar. Bahkan
Michigan State University merekomendasikan pendidikan ASI bagi ayah.
Sampai saat ini penelitian tentang ASI eksklusif khususnya pengaruh
pengetahuan, sikap, dan peranan ayah dalam pemberian ASI eksklusif di
Indonesia belum ada. Pengetahuan tentang ASI perlu digali lebih dalam sebagai
wujud perhatian ayah mendukung keberhasilan ASI eksklusif atau menjadi ayah
ASI (breastfeeding father) untuk memacu kecerdasan dan kesehatan anak.
Selain itu, pengetahuan ayah tentang ASI diperlukan untuk memberikan
pengarahan dan saran pada ibu tentang pentingnya ASI.
Permasalahan tersebut melatarbelakangi penelitian ini untuk mengetahui
sejauh mana tingkat pengetahuan ASI ayah, sikap, dan peranan ayah dalam
praktek pemberian ASI eksklusif. Peranan ayah secara optimal pada ibu dan bayi
dapat mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif.

Tujuan
Tujuan Umum :
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh antara
pengetahuan, sikap, dan peranan ayah terhadap pemberian ASI eksklusif.

Tujuan Khusus :
1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga (besar keluarga, tingkat
pendidikan, akses informasi tentang ASI, dan tingkat ekonomi keluarga).
2. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan sikap ayah dan ibu tentang ASI
serta peranan ayah dalam pemberian ASI.
3. Mengidentifikasi praktek pemberian ASI.
4. Menganalisis hubungan pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dengan
karakteristik keluarga (tingkat pendidikan, akses informasi tentang ASI,
dan tingkat ekonomi keluarga).
5. Menganalisis hubungan praktek pemberian ASI dengan tingkat
pengetahuan dan sikap ayah dan ibu tentang ASI.
6. Menganalisis hubungan peranan ayah dalam pemberian ASI dengan
tingkat pengetahuan dan sikap ayah tentang ASI.
7. Menganalisis hubungan praktek pemberian ASI dengan peranan ayah
dalam pemberian ASI.
8. Mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi praktek pemberian ASI
eksklusif.
Hipotesis
1. Ada hubungan pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dengan
karakteristik keluarga.
2. Ada hubungan praktek pemberian ASI dengan tingkat pengetahuan dan
sikap ayah dan ibu tentang ASI.
3. Ada hubungan peranan ayah dalam pemberian ASI dengan pengetahuan
dan sikap ayah tentang ASI.
4. Ada hubungan praktek pemberian ASI dengan peranan ayah dalam
pemberian ASI.

Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat
bagi berbagai pihak, antara lain :
1. Bagi peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh semasa kuliah,
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mengolah dan menganalisis
data serta menginterpretasikannya ke dalam bentuk karya ilmiah.
2. Bagi daerah tempat penelitian (Kelurahan Kuningan Timur, Jakarta Selatan),
penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif baik dari ibu ataupun dari ayah
sebagai ayah ASI (breastfeeding father) sehingga dapat dijadikan bahan
pertimbangan bagi kegiatan posyandu, puskesmas atau badan kesehatan
lainnya untuk mempromosikan ASI eksklusif di masa mendatang.
3. Bagi pemerintah pusat, Departemen Kesehatan dan instansi yang terkait,
mengadakan program pendidikan ASI bagi ayah dan membuat kebijakan dan
memonitor tentang pemasaran susu formula bagi bayi dalam rangka
mempromosikan ASI eksklusif secara intensif.
4. Bagi masyarakat umum, memberikan informasi bahwa ASI eksklusif sangat
baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi, bermanfaat bagi ibu, dan
pentingnya keterlibatan ayah sebagai ayah ASI (breastfeeding father) dalam
keberhasilan pemberian ASI eksklusif.
TINJAUAN PUSTAKA

Air Susu Ibu (ASI)

Air susu ibu (ASI) terkadang disebut sebagai darah putih karena dianggap
sama dengan darah plasenta dari kehidupan intrauterin. Sesungguhnya, ASI
merupakan jaringan kehidupan yang tidak terstruktur, seperti darah, dan dapat
mentransportasikan zat gizi yang digunakan untuk sistem biokimia, memperkuat
sistem imunitas dan menghancurkan patogen. ASI telah disesuaikan sepanjang
kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dan mencegah infeksi
pada bayi untuk pertumbuhan yang optimal, perkembangan, dan kelangsungan
hidup (American Academy of Pediatrics 1997; US Department of Health and
Human Services 2000, diacu dalam Riordan 2005).
Roesli (2000) menjelaskan bahwa ASI merupakan sumber zat gizi yang
sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan
pertumbuhan dan kebutuhan bayi. ASI adalah makanan bayi yang paling
sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan tatalaksana menyusui
yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan
bayi normal hingga usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan, bayi harus mulai diberi
makanan padat, tetapi ASI dapat diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih.

Komposisi ASI

Berdasarkan Roesli (2000), ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur


pokok, antara lain, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor
pertumbuhan, hormon, enzim, zat kekebalan, dan sel darah putih. Semua zat ini
terdapat secara proporsional dan seimbang satu dengan yang lainnya. Cairan
hidup yang mempunyai keseimbangan biokimia yang sangat tepat ini bagai suatu
simfoni nutrisi bagi pertumbuhan bayi sehingga tidak mungkin ditiru manusia.
Lebih lanjut Moriss et al. (1986) diacu dalam Riordan (2005) menjelaskan
bahwa ASI terdiri dari 10% zat padat untuk energi dan pertumbuhan, sisanya
merupakan air yang penting untuk mempertahankan kadar air tubuh. Nilai pH
awal kolostrum adalah 7.45, nilai ini turun menjadi 7.00 dan meningkat secara
bertahap menjadi 7.4 setelah 10 bulan. Perubahan secara signifikan ini belum
diketahui penyebabnya.
Roesli (2000) menjelaskan lebih lanjut bahwa ASI berbeda dengan susu
sapi. Komposisi ASI berlainan dengan komposisi susu sapi, karena susu sapi
disesuaikan dengan laju pertumbuhan anak sapi dan ASI disesuaikan dengan
laju pertumbuhan anak manusia. Selain itu, komposisi ASI sangat spesifik
sehingga dari satu ibu ke ibu lainnya berbeda dan komposisi ASI ternyata tidak
tetap dan tidak sama dari waktu ke waktu. Jadi, komposisi ASI disesuaikan
dengan kebutuhan bayi saat tertentu.
Perbedaan komposisi ASI dari hari ke hari (stadium laktasi) berdasarkan
Roesli (2000) adalah sebagai berikut :
1. Kolostrum (susu jolong) yaitu ASI yang keluar dari hari pertama sampai
hari ke-4 atau ke-7, kaya zat anti-infeksi dan berprotein tinggi. Kolostrum
yang encer dan berwarna kuning atau terkadang jernih lebih menyerupai
darah daripada susu, sebab mengandung sel hidup yang menyerupai sel
darah putih yang dapat membunuh kuman penyakit. Oleh karena itu,
kolostrum ini harus diberikan kepada bayi.
2. Air susu transisi atau peralihan yaitu ASI yang keluar sejak hari ke-4 atau
ke-7 sampai hari ke-10 atau ke-14. Kadar protein ASI merendah
sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin meninggi.
3. Air susu matang (mature) yaitu ASI yang keluar setelah hari ke-14 dan
seterusnya dengan komposisi relatif konstan.
Selain itu, perbedaan komposisi ASI dari menit ke menit yaitu ASI yang
keluar pada lima menit pertama dinamakan foremilk. Foremilk mempunyai
komposisi yang berbeda dengan ASI yang keluar kemudian (hindmilk). Foremilk
lebih encer. Hindmilk mengandung lemak 4-5 kali lebih banyak dibanding
foremilk. Diduga hindmilk inilah yang mengenyangkan bayi.

Manfaat ASI

Kandungan antibodi dalam ASI dapat melindungi bayi dari penyakit dan
membantunya meningkatkan sistem kekebalan tubuh. ASI mengandung protein
tinggi yang mudah diserap oleh bayi juga mengandung laktosa dan karbohidrat
yang tinggi. Mineral dalam ASI mudah diserap oleh bayi (Perkins & Vannais,
2004). Lebih lanjut, Jellife & Jellife (1989) menjelaskan bahwa fakta mengenai
keuntungan ASI dari segi zat gizi, tingkah laku, ekonomi dan lingkungan bagi
negara berkembang dan sedang berkembang adalah sangat besar dan tidak
dapat diperdebatkan.
Banyak manfaat pemberian ASI khususnya ASI eksklusif yang dapat
dirasakan. Manfaat terpenting yang diperoleh bayi yaitu ASI memiliki kualitas dan
kuantitas sumber zat gizi yang sangat ideal bagi bayi, ASI meningkatkan daya
tahan tubuh bayi, ASI eksklusif meningkatkan kecerdasan dan meningkatkan
jalinan kasih sayang ibu dan bayi. Sehingga dengan adanya kasih sayang, ASI
menjadi dasar perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional, kematangan
spiritual, dan hubungan sosial yang baik (Roesli 2000, 2008).
Lebih lanjut Anderson, Johnstone, dan Remley (1999) diacu dalam
Riordan (2005) menjelaskan bahwa ASI dapat meningkatkan perkembangan
otak, anak yang disusui lebih pintar dibandingkan anak yang tidak disusui.
Sebuah meta analisis dari sebelas pelajar yang merupakan confounding variable
menunjukkan skor rata-rata perkembangan kognitif 3.2 poin lebih tinggi diantara
bayi yang disusui. Keuntungan ini terlihat pada masa awal dan lanjutan semasa
anak-anak.
Keunggulan ASI tidak hanya dapat dirasakan bayi, ibu juga bisa
merasakan keunggulan ASI. Oksitosin, hormon yang dihasilkan selama
menyusui, merangsang kontraksi uterus dan membantu uterus kembali pada
ukuran normal, selain itu dapat menurunkan kemungkinan terjadinya pendarahan
pasca melahirkan (Jellife & Jellife 1979; Perkins & Vannais 2004; WHO 1993).
Selain itu, manfaat ASI juga dapat dirasakan ibu yang menyusui bayinya,
yaitu mengurangi perdarahan setelah melahirkan, mengurangi terjadinya anemia,
menjarangkan kehamilan, mengecilkan rahim, berat badan lebih cepat normal
kembali, mengurang kemungkinan menderita kanker (kanker payudara dan
indung telur), mengurangi risiko keropos tulang, diabetes maternal, stress, dan
gelisah, pengeluaran lebih ekonomis atau murah, tidak merepotkan dan hemat
waktu dan dapat dibawa kemana-mana (portable) dan praktis serta memberi
kepuasan bagi ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif (Perkins & Vannais
2004; Roesli 2000).
Hal tersebut juga dijelaskan oleh WHO (1993) bahwa ASI juga membantu
ibu untuk mengembalikan berat badan normal dan bentuk tubuh dengan cepat.
Ini memberikan kontribusi secara signifikan untuk jarak kelahiran anak dan
menurunkan tingkat fertilitas. Beberapa bukti menerangkan bahwa pemberian
ASI memberikan keuntungan psikologi karena dapat meningkatkan ikatan antara
ibu dan bayi.
Selanjutnya Roesli (2000) menjelaskan bahwa pemberian ASI eksklusif
sangat bermanfaat bagi negara karena dapat menghemat pengeluaran negara
terhadap penghematan devisa untuk pembelian susu formula, perlengkapan
menyusui dan biaya menyiapkan susu, penghematan untuk biaya sakit terutama
sakit muntah mencret dan saluran pernafasan, penghematan obat-obatan,
tenaga, dan sarana kesehatan, menciptakan generasi penerus bangsa yang
tangguh dan berkualitas untuk membangun negara sehingga menghindari
terjadinya generasi yang hilang khususnya bagi Indonesia.
Air susu ibu selain bermanfaat terhadap bayi dan ibu, juga bermanfaat
terhadap lingkungan karena akan mengurangi bertambahnya sampah dan polusi
di dunia. Dengan hanya memberikan ASI, manusia tidak memerlukan kaleng
susu, karton dan kertas pembungkus, botol plastik, dan dot karet. Selain itu, air
susu ibu tidak menambah polusi udara, karena untuk membuatnya tidak
memerlukan pabrik dan transportasi yang mengeluarkan asap, dan tidak perlu
menebang hutan untuk membangun pabrik susu yang besar-besar.

ASI Eksklusif

Pemberian ASI eksklusif berarti memberikan hanya ASI saja. Ini berarti
bayi tidak diberi air putih, teh, minuman ramuan, cairan lain, maupun makanan
selama 6 bulan pertama usianya. Penting untuk menyebutkan jenis minuman dan
makanan yang biasa diberikan dalam 6 bulan pertama. Dalam sebuah program
ditemukan bahwa ibu-ibu menganggap pesan jangan memberi cairan tidak
berlaku untuk teh/minuman herbal atau cairan lain (Anonymous 2002).
Hal yang sama juga dijelaskan oleh Roesli (2000) yaitu yang dimaksud
dengan ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah
bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula,
jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti
pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim.
Keuntungan dari ASI akan optimal jika bayi hanya diberi ASI saja secara
eksklusif tanpa pemberian makanan tambahan lain, selama 6 bulan pertama
kehidupannya. Berdasarkan hal tersebut, rekomendasi UNICEF dan WHO
menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, selain ASI,
pemberian makanan dengan vitamin saja, obat dan teh herbal serta pemberian
air kepada bayi tidak dianjurkan (WHO 1991).
Rekomendasi ini didasarkan pada pengetahuan bahwa air tidak
dibutuhkan, tidak juga saat udara panas, dan penggunaan air dan botol yang
tidak bersih dapat berbahaya bagi kesehatan bayi (Brown et al. 1989). ASI
eksklusif dan lanjutan bagi kesehatan bayi dapat meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan bayi selama tiga bulan pertama kehidupan serta tidak
mempengaruhi pola pertumbuhan normal selama tahun pertama kehidupan
(Kramer et al. 2002, diacu dalam Riordan 2005).
Lebih lanjut, Roesli (2000) menjelaskan bahwa bayi sehat pada umumnya
tidak memerlukan makanan tambahan sampai usia 6 bulan. Pada keadaan
khusus dibenarkan untuk mulai memberi makanan padat setelah bayi berumur 4
bulan tetapi belum mencapai 6 bulan. Misalnya karena terjadi penurunan berat
badan bayi dari standar atau terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan
pemberian ASI eksklusif tidak berjalan baik. Namun, sebelum diberi makanan
tambahan, sebaiknya ibu mencoba memperbaiki cara menyusui terlebih dahulu.
Setiap tahunnya terdapat 1-1,5 juta bayi di dunia yang meninggal karena
tidak diberi ASI eksklusif (WHO 2000). Lebih lanjut, kira-kira 30.000 kematian
balita di Indonesia dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif (UNICEF
2006). Bayi yang disusui secara eksklusif 6 bulan dan tetap diberi ASI hingga 11
bulan saja dapat menurunkan kematian balita sebanyak 13%. Selain itu, ibu yang
berhasil memberikan ASI secara eksklusif pada bayi akan merasakan kepuasan,
kebanggaan, dan kebahagiaan yang mendalam (Roesli 2000).
Menurut Roesli (2000) terdapat tujuh langkah untuk keberhasilan
pemberian ASI secara eksklusif, yaitu :
1. Mempersiapkan payudara bila diperlukan
2. Mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui
3. Menciptakan dukungan keluarga, teman, dan sebagainya
4. Memilih tempat melahirkan yang sayang bayi
5. Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI eksklusif
6. Mencari ahli persoalan menyusui seperti klinik laktasi dan atau
konsultasi laktasi untuk persiapan apabila ibu menemui kesukaran
7. Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan menyusui.
Berdasarkan Roesli (2008), hasil penelitian di Jakarta-Indonesia
menunjukkan bayi yang diberi kesempatan untuk menyusu dini, hasilnya delapan
kali lebih berhasil ASI eksklusif. Selain itu, inisiasi dini atau menyusu dini dapat
menurunkan risiko kematian bayi.
Praktek Pemberian ASI

Menurut sensus Dasar Kesehatan Indonesia, pemberian ASI eksklusif


selama 6 bulan pada 1997 sebesar 42.4% turun menjadi 39.5% tahun 2003.
Sementara pemakaian susu botol meningkat dari 10.8% tahun 1997 menjadi
32.4% pada tahun 2003. Proporsi ini termasuk rendah dan mencerminkan
ketidaktahuan mengenai ASI eksklusif bagi perkembangan bayi pada awal
pertumbuhannya. Padahal pemberian ASI secara eksklusif sangat bermanfaat
bagi bayi dan mengurangi risiko kanker payudara dan rahim pada ibu
(Departemen Kesehatan 2006).
Roesli (2000) menjelaskan dari penelitian terhadap 900 ibu di sekitar
Jabodetabek tahun 1995 diperoleh fakta bahwa yang dapat memberi ASI secara
eksklusif selama 4 bulan hanya sekitar 5%, padahal 95% ibu-ibu tersebut
menyusui. Berdasarkan penelitian tersebut juga didapatkan bahwa 37.9% dari
ibu-ibu tersebut tidak pernah mendapatkan informasi khusus tentang ASI,
sedangkan 70.4% ibu tidak pernah mendengar informasi tentang ASI eksklusif.
Alasan ibu untuk tidak menyusui terutama yang secara eksklusif sangat
bervariasi. Namun, beberapa alasan yang sering dikemukakan adalah ibu
merasa ASInya tidak cukup, ibu bekerja dengan cuti hamil 3 bulan, ibu takut
ditinggal ayah karena mitos perubahan bentuk payudara setelah menyusui,
pendapat bahwa tanpa pemberian ASI anak juga bisa berhasil, adanya pendapat
bahwa bayi akan tumbuh menjadi anak yang manja dan tidak mandiri, susu
formula lebih praktis, dan takut tubuh tetap gemuk.
Selain itu, beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif
selama 6 bulan kepada bayi adalah sikap ibu terhadap pemberian ASI, dukungan
keluarga terutama ayah, waktu yang dibutuhkan untuk inisiasi dini, kondisi puting
ibu, teknik menyusui bayi dan ikatan ibu dan bayi yang baik. Selain itu, semakin
tinggi tingkat pendidikan ibu sangat berhubungan dengan pemberian ASI
eksklusif (Cernadas et al. 2003).
Menurut Dowshen, Izenberg, dan Bass (2002) diacu dalam Adwinanti
(2004) karena tidak dapat mengukur ASI sebagaimana menakar susu formula,
maka cara untuk menentukan bayi sudah memperoleh ASI dalam jumlah cukup
yaitu bayi akan buang air kecil enam sampai delapan kali sehari, air seninya
berwarna jernih dan kepucatan, bayi akan buang air besar dua sampai lima kali
sehari, bayi terlihat puas, dan berat badan bayi meningkat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lawoyin, Olawoyi, dan
Onadeko (2001) di Ibadan, Nigeria diketahui tingkat pekerjaan ibu dan fasilitas
kelahiran pada kelas dua dan tiga mempengaruhi pemberian ASI eksklusif oleh
ibu pada bayi. Ibu yang berumur 24 tahun atau lebih muda dan ibu yang pernah
melahirkan lebih dari satu kali cenderung tidak mau memberikan ASI eksklusif.
Ibu-ibu yang tinggal di daerah semi perkotaan memberikan ASI eksklusif
kepada bayi lebih tinggi dibandingkan ibu-ibu yang tinggal di daerah pedesaan di
Mangochi District, Malawi. Bertempat tinggal di pedesaan dan melahirkan bayi
selain di fasilitas kesehatan memberikan faktor risiko untuk berhenti memberikan
ASI eksklusif sebelum 6 bulan (Kamudoni et al. 2007).
Kebanyakan wanita secara fisik mampu menyusui, asalkan mereka
mendapatkan dorongan yang cukup dan tidak memiliki pengalaman menyusui
yang buruk serta tidak diberi komentar yang mengecilkan hati sementara sekresi
ASI sedang terbentuk. Banyak ibu yang ambivalensi terhadap ASI akan mampu
menyusui secara berhasil jika mereka diyakinkan dan didukung (Nelson 2000).

Risiko Kesehatan terhadap Susu Formula bagi Bayi

Pemberian susu formula meniadakan keuntungan dari zat kekebalan


tubuh, dimana payudara menghasilkan zat antibodi bagi oganisme untuk bayi
telah diketahui. Beberapa dekade terakhir, hal ini telah dibuktikan bahwa susu
formula bayi dapat meningkatkan risiko terkena berbagai macam penyakit
(Riordan 2005).
Lebih lanjut, Riordan (2005) menjelaskan bahwa susu formula tidak
hanya dapat terkontaminasi, melainkan susu tersebut kurang zat kekebalan
tubuh dari faktor kesehatan yang terkandung dalam air susu ibu. Selain itu, susu
formula mengandung zat gizi yang asing bagi tubuh manusia atau tercampur
dengan proporsi nonfisiologis. Selanjutnya, tindakan pemberian susu botol
berbeda dengan air susu ibu dan dapat menimbulkan masalah cardiopulmonary
pada beberapa bayi. Akibat dari pemberian susu formula dapat berlanjut setelah
masa kanak-kanak.
Sosialisasi susu formula di rumah sakit atau rumah bersalin dan promosi
susu formula di media massa dapat menghambat pemberian ASI eksklusif.
Berdasarkan penelitian Amiruddin (2006) di Makassar, ibu yang memberikan ASI
tidak eksklusif mendapatkan promosi susu formula yang lebih banyak
dibandingkan ibu yang memberikan ASI eksklusif.
Pemberian susu formula juga dapat mengganggu kesehatan ibu.
Ketidakadaan ibu menyusui dapat menyebabkan kehamilan berikutnya yang
berpengaruh buruk bagi kesehatan ibu. Ibu yang memberikan susu formula bagi
bayinya dibandingkan dengan ibu yang menyusui, lebih mudah nantinya terkena
masalah kesehatan seperti osteoporosis, kanker payudara, dan kanker rahim.
Ibu yang memberikan susu botol dan memiliki penyakit diabetes tidak akan
menikmati tanda menjadi lebih baik seperti pengalaman ibu menyusui yang
memiliki diabetes (Riordan 2005).
Ibu-ibu yang memilih untuk memberikan ASI eksklusif merupakan langkah
yang tepat. Banyak hal positif yang dapat dirasakan oleh bayi dan ibu. Bayi yang
diberi susu formula sangat rentan terserang penyakit. Hal ini diperkuat oleh
CARE (2006) dalam Roesli (2008) yaitu beberapa penyakit yang mengintai bayi
susu formula adalah infeksi saluran pencernaan, saluran pernapasan dan infeksi
telinga tengah, meningkatkan risiko alergi, serangan asma dan kegemukan,
meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes, kanker dan
risiko penyakit menahun, menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif, serta
meningkatkan kurang gizi dan risiko kematian bayi.
Apabila ibu memberikan ASI eksklusif, ibu akan lebih jarang tinggal di
rumah untuk merawat bayinya yang sakit dibandingkan bayi susu formula. Selain
itu, pemakaian susu formula yang tercemar dapat menyebabkan infeksi dan susu
formula dapat meningkatkan risiko efek samping zat pencemar lingkungan.

Karakteristik Keluarga

Menurut Atmojo (1997) dalam Adwinanti (2004), ukuran keluarga yang


besar akan menambah beban keluarga apabila disertai rendahnya tingkat
pendapatan keluarga, lebih buruk lagi apabila tingkat pendidikan kepala keluarga
dan ibu juga terbelakang. Oleh karena itu, aspek pendapatan keluarga dan
pendidikan memegang peranan penting terhadap kualitas status gizi anak balita.
Selain itu, Hastuti (2006) menambahkan bahwa semakin banyak jumlah anak
dalam keluarga maka perhatian akan anak akan terbagi sehingga kehangatan
kepada masing-masing anak akan berkurang, dengan kata lain semakin banyak
anak maka alokasi waktu, perhatian, dan tingkat keeratan yang diberikan
orangtua kepada anak akan berkurang seiring pertambahan jumlah anak.
Keluarga tradisional adalah suatu keluarga dimana ibu merupakan
pengurus utama rumah tangga dan yang utama bertanggung jawab terhadap
pengasuhan anak ketika ayahnya adalah pekerja penuh untuk di luar rumah.
Ayah ingin melihat anak berkembang dewasa tetapi peran ayah dalam
pengasuhan hanya terlihat sebagai yang kedua (Riordan 2005).
Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan
kecerdasan dan keterampilan manusia, sehingga kualitas sumberdaya manusia
sangat tergantung dari kualitas pendidikan (Badan Pusat Statistik 2003). Menurut
Khomsan (2002), ibu yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan lebih semangat
untuk mencari dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam
pengasuhan anaknya.
Salah satu ukuran ekonomi adalah tingkat pendapatan keluarga. Tingkat
pendapatan yang lebih tinggi memberikan peluang lebih besar bagi keluarga
untuk memilih pangan yang baik dari jumlah maupun jenisnya. Besar pendapatan
keluarga menggambarkan tingkat kesejahteraan keluarga (BPS 1991).

Pengetahuan dan Sikap tentang ASI

Pengetahuan tentang ASI


Pengetahuan adalah segala informasi yang diperoleh dari pihak luar diri
subyek yang disertai pemahaman pada informasi yang diterima. Pengetahuan
dapat diperoleh dengan cara bertanya pada orang lain, mendengarkan informasi
atau melalui media massa (Azis 1995, diacu dalam Adwinanti 2004).
Pengetahuan tentang manfaat breastfeeding (menyusui) berpengaruh kuat
terhadap awalan dan periode menyusui seorang ibu (Anonymous 2006).
Ibu dan ayah yang mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui sebelum
melahirkan bayi merupakan langkah mencapai keberhasilan pemberian ASI
secara eksklusif. Calon ayah berperan aktif terhadap keberhasilan seorang ibu
dalam praktek pemberian ASI berdasarkan pada tingkat pengetahuan tentang
ASI yang diperolehnya (Roesli 2000). Selain itu, semakin tinggi tingkat
pendidikan ibu maka sangat berhubungan dengan keberhasilan pemberian ASI
eksklusif (Cernadas et al. 2003).
Salah satu kendala meningkatkan ASI eksklusif adalah kurangnya
pengetahuan tentang menyusui dari satu generasi atau bahkan lebih. Banyak ibu
masa kini medapati bahwa ibu dan nenek mereka kurang pengetahuan tentang
menyusui dan tidak mampu memberikan banyak dukungan (Welford 2001).
Menurut Welford (2001) menyusui adalah suatu pengalaman belajar, dan
bagi beberapa ibu, menyusui adalah suatu masa penuh tantangan. Riordan dan
Auerbach (1998) pun menyatakan bahwa menyusui bukanlah murni insting
seorang ibu, dengan demikian perlu dipelajari dan dikembangkan pengetahuan
mengenai laktasi sehingga ibu dan bayinya mendapatkan manfaat yang optimal
dari aktivitas menyusui.

Sikap tentang Pemberian ASI

Sikap berkaitan dengan pikiran dan keyakinan seseorang terhadap suatu


objek. Disamping itu, sikap mempunyai fungsi psikologis yang berbeda pada
setiap orang yang dapat mempengaruhi bagaimana orang memegang sikap yang
diyakininya (Atkinson et al. 2000, diacu dalam Suciarni 2004).
Sikap juga merupakan bagian dari tingkah laku manusia yang dapat
dilihat dengan mata dan sebagai bagian yang paling menonjol dari tingkah laku
manusia. Sikap sangat penting dalam kehidupan manusia, untuk itu diperlukan
informasi guna mendukung manusia dalam bersikap (Arikunto 1996, diacu dalam
Suciarni 2004).
Hal ini juga dijelaskan oleh Roesli (2000) bahwa dengan menciptakan
sikap yang positif mengenai ASI dan menyusui dapat meningkatkan keberhasilan
pemberian ASI secara eksklusif. Lebih lanjut, Riordan (2005) menambahkan
bahwa ayah memiliki peran penting dalam mendukung pemberian ASI, terutama
sekali apabila ayah memiliki pemikiran atau sikap yang positif terhadap
pemberian ASI.

Peranan Ayah dalam Pemberian ASI

Ayah memegang peranan penting dalam keberhasilan dan kegagalan


menyusui. Sekarang ini, masih banyak ayah yang berpendapat salah bahwa
menyusui adalah urusan ibu dan bayinya. Ayah menganggap cukup menjadi
pengamat yang pasif saja. Sebenarnya ayah mempunyai peran yang sangat
menentukan dalam keberhasilan menyusui karena ayah akan turut menentukan
kelancaran refleks pengeluaran ASI (milk let down reflex) yang sangat
dipengaruhi oleh emosi atau perasaan ibu (Roesli 2000).
Selain itu, menurut WABA (2006) seringkali ibu cenderung ingin menyusui
dan merasa percaya diri apabila mendapat dukungan dari ayah. Akan tetapi,
seringkali ayah, pada umumnya yang pertama kali menjadi ayah merasa bukan
bagian dalam menyusui dan tidak memiliki peran dalam proses menyusui.
Ayah merupakan orang yang sangat memiliki pengaruh dalam
mendukung periode awal pemberian air susu ibu (ASI) (Bar-yam & Darby 1997;
Gorman, Byrd & VanDerslice 1995; Pavill 2002, diacu dalam Riordan 2005).
Menurut Roesli (2000) dari semua dukungan bagi ibu menyusui, dukungan sang
ayah adalah dukungan yang paling berarti bagi ibu. Ayah dapat berperan aktif
dalam keberhasilan pemberian ASI khususnya ASI eksklusif dengan cara
memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan yang praktis.
Pengertian tentang peran yang penting ini merupakan langkah pertama seorang
ayah untuk dapat mendukung ibu agar berhasil menyusui secara eksklusif.
Menurut Roesli (2000), kini banyak para ayah yang ingin berperan dalam
perawatan bayinya meskipun pada umumnya mereka hanya memiliki waktu yang
sangat terbatas. Para ayah mungkin hanya memiliki waktu di pagi dan sore hari
atau pada akhir minggu saja. Disamping keterbatasan waktu, para ayah sering
merasa canggung untuk ikut merawat bayinya sehingga merasa terhambat untuk
memulai berperan sehingga dorongan ekstra pada ayah sangat diperlukan.
Beberapa ayah mendukung secara serius dengan menggendong bayi
pada ibu dan meletakkan tidur kembali setelah disusui. Sebagian lain ayah
mengangkat tangan menjelang waktu menyusui, merasa menyusui adalah tugas
utama ibu dan ayah tidak dibutuhkan dan dilibatkan (Perkins & Vannais 2004).
Reaksi ayah untuk bayi yang diberikan ASI adalah bermacam-macam
bentuk. Beberapa ayah akan bersemangat untuk berpartisipasi dalam
meletakkan bayinya ke payudara ibu, memberikan saran dan biasanya
membantu. Sebagian pria yang pertama kali menjadi ayah, akan mundur dan
mengamati tapi tidak berinteraksi. Sebagian kecil pria yang pertama kali menjadi
ayah kelihatan sangat terkejut dengan pemberian awal ASI, kemungkinan
dikarenakan ketidakbiasaan melihat payudara ibu terekspos (Riordan 2005).
Ketika ayah memulai peranannya dalam memberikan perhatian dari awal
kepada bayi, mereka lebih senang merasakan bahwa mereka merupakan bagian
penting dari kehidupan bayi (Riordan 2005). Ayah memainkan peranan penting
sebagai pendukung pemberian ASI, terutama ketika mereka memiliki suatu
pikiran positif yang berhubungan dengan pemberian ASI (Riordan 2005).
Berdasarkan Riordan (2005), secara mutlak pemikiran mengenai
pemberian ASI menjaga kedekatan hubungan ayah dan anak adalah penerimaan
dari asumsi bahwa cara yang paling signifikan bagi ayah berinteraksi dengan
anaknya adalah melalui pemberian makanan bagi anak. Berhubungan dengan
ASI eksklusif, maka ayah dianjurkan untuk mempertimbangkan beberapa cara
dalam berinteraksi dengan bayinya, terutama sekali selama periode awal ketika
makanan formula mulai meningkatkan risiko dari kegagalan pemberian ASI.
Manfaat saran ayah dengan cara yang spesifik dapat mendukung
pasangannya. Mereka dapat membantu ibu untuk merasa nyaman saat posisi
menyusui, memberikan dukungan zat gizi dan membantu pekerjaan rumah
tangga, menyendawakan dan menghibur bayi, menjaga ibu dari kelelahan,
membatasi kunjungan tamu dan menunjukkan kesenangan dari keputusan untuk
memberikan ASI (Riordan 2005).
Selain itu, upaya yang dapat dilakukan ayah adalah menyendawakan bayi
setelah disusui, membantu mengganti popok, memijat buah hati, memandikan
bayi, mengayun-ayunkan bayi, bernyanyi atau membaca untuk bayi, dan bermain
dengan bayi. Bermain biasanya merupakan hal pertama yang diminta ibu untuk
dilakukan ayah. Sering, bayi dengan cepat mengenal ayah sebagai teman
bermain dan ibu sebagai pemberi perhatian karena ayah menghabiskan banyak
waktu bermain dengan bayi dan sedikit waktu untuk memberikan perhatiannya,
seperti mengganti, memberi makan dan membersihkan (Riordan 2005).
Perhatian ayah dapat meningkatkan kapasitas motivasi bagi ibu untuk
menyusui dan mendorong sang ibu untuk terlibat proses menyusui bagi bayinya
walaupun dalam situasi masalah menyusui (Anonymous 2006). Suasana
kehidupan rumah tangga yang damai dan tenang sangat penting bagi ibu yang
sedang menyusui (Winarno 1995, diacu dalam Gulo 2002).
Secara psikologis ASI juga dipengaruhi oleh unsur kejiwaan. Oleh sebab
itu, ibu menyusui perlu ketenangan jiwa dan juga dorongan dari orang-orang
dekatnya. Ayah bayi adalah orang terdekat ibu menyusui. Kaum ayah dituntut
selalu meyakinkan bahwa ibu pasti mampu menyusui. Hal ini akan
menumbuhkan kepercayaan bagi ibu untuk menyusui bayi semaksimal mungkin.
Ayah yang berperan mendukung ibu agar menyusui sering disebut
breastfeeding father. Pada dasarnya seribu ibu menyusui mungkin tidak lebih
dari sepuluh orang diantaranya tidak dapat menyusui bayinya karena alasan
fisiologis. Jadi, sebagian besar ibu dapat menyusui dengan baik. Hanya saja
ketaatan mereka untuk menyusui ekslusif 4-6 bulan dan dilanjutkan hingga dua
tahun yang mungkin tidak dapat dipenuhi secara menyeluruh. Itulah sebabnya
dorongan ayah dan kerabat lain diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan diri
ibu akan kemampuan menyusui secara sempurna (Khomsan 2006).
Penelitian yang dilakukan Clinical Pediatric tahun 1994 terhadap 115 ibu
yang baru melahirkan menunjukkan bahwa kelancaran menyusui hanya 26.9%
karena ayah tidak mengerti peranannya. Sedangkan keberhasilan menyusui
hampir mencapai 98% karena ayah paham akan peranannya. Makanya
keterlibatan ayah dalam keberhasilan menyusui sangat besar. Bahkan Michigan
State University merekomendasikan pendidikan ASI bagi ayah (Littman,
Medendorp & Goldfarb 1994).
Berdasarkan penelitian Abdullah (2001) di Kota Bogor diketahui bahwa
ayah atau ayah bayi merupakan pihak yang paling banyak diajak diskusi sebelum
mengambil keputusan pemberian ASI eksklusif, namun pada kenyataannya saat
pengambilan keputusan ayah berperan sangat kecil sekali dan banyak dilakukan
oleh ibu. Pengambilan keputusan yang didominasi oleh ibu diduga karena masih
adanya stereotip bahwa masalah domestik merupakan urusan ibu, sehingga
ketika berdiskusi lebih banyak membicarakan hal perawatan anak secara umum
dan menyerahkan sepenuhnya keputusan yang akan diambil kepada ibu. Ibu
menjadi pihak yang sentral dalam pengambilan keputusan pemberian ASI.
Lebih lanjut Roesli (2008) menjelaskan bahwa di Australia dan di
beberapa negara bagian di Amerika, selain empat bulan cuti ibu melahirkan, ada
juga cuti bagi ayah yang mempunyai bayi baru lahir selama 2-4 minggu.
Sedangkan di Swedia, Finlandia, Swiss, Austria, dan Kanada, tidak ada cuti ibu
atau ayah yang mempunyai bayi baru lahir. Namun, cuti orangtua tersebut
dibayar selama satu tahun penuh. Syaratnya, mereka tidak boleh cuti bersama,
ibu harus cuti empat bulan pertama dengan dibayar penuh. Setelah itu, ayah cuti
selama dua bulan selanjutnya yang dibayar 80-90%.
KERANGKA PEMIKIRAN

ASI merupakan makanan yang paling ideal bagi kelangsungan hidup,


pertumbuhan dan perkembangan bayi. Keuntungan ASI akan optimal apabila
bayi diberi ASI saja hingga 6 bulan pertama kehidupan, yang disebut ASI
eksklusif. Pemberian ASI eksklusif dapat mencegah bayi dari berbagai penyakit
infeksi dan risiko penyakit lainnya karena ASI mengandung zat kekebalan tubuh.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan ibu dalam
memberikan ASI eksklusif kepada bayi secara optimal. Faktor tersebut berasal
dari ibu, ayah, dan keluarga serta lingkungan. Beberapa faktor yang
mempengaruhi ibu adalah pendidikan, pekerjaan ibu, akses informasi ibu tentang
ASI, pengetahuan dan sikap ibu tentang ASI. Sedangkan beberapa faktor yang
mempengaruhi ayah adalah pendidikan ayah, akses informasi ayah tentang ASI,
pengetahuan dan sikap ayah tentang ASI serta peranan ayah dalam pemberian
ASI eksklusif pada bayi.
Semakin tinggi tingkat pendidikan ayah dan ibu maka pengetahuan dan
keterampilan dalam pengasuhan bayi akan meningkat. Selain itu, ayah dan ibu
akan bersikap terbuka dalam menerima informasi tentang ASI. Tingkat ekonomi
keluarga sangat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif, pada keluarga dengan
pendapatan tinggi terdapat kecenderungan ibu beralih ke susu formula karena
daya beli dan alasan praktis. Akan tetapi, keluarga dengan tingkat ekonomi atas
memiliki kesempatan dan fasilitas yang lebih besar dalam mengakses informasi
tentang ASI.
Pemberian ASI khususnya ASI eksklusif tidak hanya melibatkan ibu dan
bayi. Dukungan keluarga terutama ayah berperan penting dalam keberhasilan
dan kegagalan pemberian ASI eksklusif. Ibu dan ayah yang mempelajari ASI dan
tatalaksana menyusui merupakan langkah dalam mencapai keberhasilan
pemberian ASI secara eksklusif. Semakin tinggi tingkat pengetahuan ayah
mengenai ASI eksklusif maka akan terbentuk sikap positif tentang pemberian
ASI. Lebih lanjut, sikap positif ayah tentang pemberian ASI akan mempengaruhi
peranan ayah dalam pemberian ASI sehingga akan mempengaruhi keberhasilan
pemberian ASI eksklusif.
Peranan ayah yang baik dapat membantu keberhasilan ibu dalam
memberikan ASI eksklusif karena ayah dapat memberikan dukungan baik secara
emosional maupun bantuan praktis dalam pengasuhan bayi atau meringankan
pekerjaan domestik ibu. Peranan ayah dengan cara menciptakan suasana
tenang, nyaman, dan aman dapat mempengaruhi emosi atau perasaan ibu
sehingga dapat meningkatkan rasa percaya diri ibu dalam memberikan ASI
terutama ASI eksklusif kepada bayi.
Karakteristik Keluarga
Pendidikan
Tingkat ekonomi
Akses informasi tentang ASI

Pengetahuan Ayah Pengetahuan Ibu


tentang ASI tentang ASI

Sikap Ayah tentang Sikap Ibu tentang


Pemberian ASI Pemberian ASI

Peranan Ayah dalam


Pemberian ASI

Praktek Pemberian ASI


Eksklusif oleh Ibu

Karakteristik bayi
Umur Waktu Inisiasi Dini
Jenis kelamin Status gizi bayi
Promosi susu formula
Berat badan

Keterangan:
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
Variabel yang dianalisis
Variabel yang tidak dianalisis

Gambar 1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif


METODE

Desain, Tempat dan Waktu

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross


sectional study, pengamatan terhadap variabel pengaruh dan terpengaruh
dilakukan sekaligus pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan di 3 RW dari 5 RW
secara acak yang terdapat di Kelurahan Kuningan Timur, Kotamadya Jakarta
Selatan. Pemilihan kelurahan dilakukan secara purposive dengan pertimbangan
bahwa di Kelurahan Kuningan Timur memiliki tiga strata ekonomi yaitu tingkat
ekonomi bawah, menengah dan atas. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Desember 2007 sampai bulan Januari 2008.

Cara Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh dilakukan dengan metode stratified random


sampling with proportional allocation berdasarkan strata ekonomi yaitu atas,
menengah, dan bawah. Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga yang terdiri
dari ayah dan ibu yang tinggal di Kelurahan Kuningan Timur dan memiliki bayi
usia 6-12 bulan dengan tingkat ekonomi bawah, menengah, dan atas. Jumlah
keluarga yang memiliki bayi usia 6-12 bulan di RW terpilih diketahui berdasarkan
data yang terdapat pada posyandu masing-masing RW, sehingga diperoleh 75
keluarga. Dalam penentuan jumlah contoh digunakan rumus Isaac dan Michael.
. . .
. .
Keterangan :
S = Jumlah contoh
= diasumsikan kesalahan sebesar 10%
N = Jumlah populasi (75)
P = Probability (0.4)
Q = 1-P = 0.6
d = Taraf kesalahan (0.05)
Diperoleh jumlah contoh minimum yaitu 46 keluarga dari populasi yang
akan diteliti. Akan tetapi, jumlah contoh yang akan diteliti adalah sebanyak 60
keluarga. Populasi yang akan diteliti terbagi menjadi beberapa kelompok
berdasarkan tingkat ekonomi keluarga. Oleh karena itu diperlukan proporsi
contoh yang sesuai dari setiap kelompok tersebut.
Perhitungan proporsi contoh sesuai kelompok dapat dilihat pada
perhitungan dengan menggunakan rumus berikut :

Keterangan :
= Jumlah contoh tiap kelompok berdasarkan tingkat ekonomi keluarga
= Jumlah populasi pada tiap kelompok populasi
= Jumlah keseluruhan contoh (keluarga yang memiliki bayi usia 6-12 tahun)
= Jumlah contoh
Tabel 1 Proporsi Jumlah Contoh tiap Kelompok Contoh berdasarkan Tingkat
Ekonomi Keluarga
Kelompok Jumlah Populasi Jumlah Contoh
Keluarga Tingkat Ekonomi Bawah 24 19
Keluarga Tingkat Ekonomi Menengah 26 21
Keluarga Tingkat Ekonomi Atas 25 20
Total 75 60

Jadi, jumlah contoh yang akan diteliti adalah 60 keluarga. Rincian contoh
berdasarkan tiap kelompok yaitu 24 keluarga tingkat ekonomi bawah, 26
keluarga tingkat ekonomi menengah, dan 25 keluarga tingkat ekonomi atas.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada
contoh dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner yang digunakan telah
dilakukan uji reliabilitas terlebih dahulu dengan Cronbachs Alpha sebesar 0.889
terhadap 85 pertanyaan secara keseluruhan sehingga dapat diketahui bahwa
item-item pertanyaan yang terdapat pada kuesioner adalah reliabel.
Data primer meliputi karakteristik keluarga, karakteristik bayi, akses
informasi ayah dan ibu, pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI, sikap ayah dan
ibu tentang pemberian ASI, peranan ayah dalam pemberian ASI, dan praktek
pemberian ASI oleh ibu pada bayi. Praktek pemberian ASI diperoleh melalui hasil
jawaban delapan pertanyaan mengenai praktek pemberian ASI. Praktek
pemberian ASI tersebut dikelompokkan menjadi tiga yaitu pemberian ASI
eksklusif, semi eksklusif, dan tidak eksklusif. Data sekunder diperoleh dari
posyandu mengenai data keluarga bayi usia 6-12 bulan, dan dari pihak
Kelurahan Kuningan Timur Kotamadya Jakarta Selatan mengenai profil
kelurahan dan tingkat ekonomi keluarga.
Pengolahan dan Analisis Data

Pada tahap awal, data yang diperoleh dan terkumpul dilakukan proses
entry, editing, coding, dan cleaning data menggunakan Microsoft Excel 2003.
Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan SPSS 13.0 for Windows
dengan analisis Rank Spearman Correlation dan Multiple Logistic Regression.
Data karakteristik keluarga contoh ditabulasi berdasarkan tingkat ekonomi
keluarga, terdiri dari besar keluarga yaitu keluarga kecil dan keluarga besar,
tingkat pendidikan ayah dan ibu dikategorikan menjadi tiga yaitu rendah, sedang,
dan tinggi serta tingkat ekonomi keluarga dikategorikan menjadi tiga yaitu bawah,
menengah, dan atas. Karakteristik bayi terdiri dari umur bayi yaitu enam sampai
sembilan bulan dan sepuluh sampai dua belas bulan, jenis kelamin bayi, dan
berat badan lahir bayi dikelompokkan menjadi dua yaitu kurang dan normal.
Data akses ibu dan ayah terhadap informasi ASI diketahui dengan
mengajukan empat pertanyaan. Hasil jawaban masing-masing pertanyaan
dipersentasekan dan dikategorikan menggunakan metode Slamet (1993) yaitu :


Keterangan :
IK = interval kelas
NT = nilai tertinggi
NR = nilai terendah
Pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI diukur dengan mengajukan 20
pertanyaan dan memberi skor pada jawaban dari kuesioner. Pemberian skor
jawaban benar adalah (1) dan salah (0). Total skor maksimal adalah 20 dan
minimal adalah 0. Tingkat pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dihitung
dengan membandingkan skor yang diperoleh dengan skor total kemudian
disajikan dalam bentuk persentase. Selanjutnya menurut Khomsan (2000)
dikategorikan menjadi 3 yaitu rendah, sedang, dan baik.
Sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI diukur dengan mengajukan 10
pernyataan pada ayah dan 15 pertanyaan pada ibu serta memberi skor pada
jawaban dari kuesioner. Pemberian skor jawaban benar adalah (1) dan salah (0).
Total skor maksimal adalah 10 pada ayah dan 15 pada ibu serta skor minimal
adalah 0. Sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI dihitung dengan
membandingkan skor yang diperoleh dengan skor total kemudian disajikan
dalam bentuk persentase. Total skor dikategorikan menjadi 3 yaitu rendah,
sedang, dan baik.
Peranan ayah dalam pemberian ASI dikur dengan mengajukan 20
pernyataan dan memberi skor pada jawaban yang diklasifikasikan menjadi : ya
adalah (2), kadang-kadang (1), dan tidak (0). Total skor dikategorikan menjadi 3
yaitu rendah, sedang, dan baik. Data praktek pemberian ASI diukur dengan
delapan pertanyaan tentang cara pemberian ASI. Hasil jawaban dikategorikan
menjadi dua yaitu pemberian ASI eksklusif dan tidak eksklusif. Jenis dan kategori
data secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jenis dan Kategori Pengukuran Data
No Jenis Data Kategori Pengukuran Dasar Pengukuran

1 Karakteristik Besar keluarga : Program


Keluarga 1. Kecil ( 4 orang) Keluarga Berencana
2. Besar (> 4 orang)
Tingkat pendidikan ayah dan ibu :
1. Rendah (tidak lulus SD dan lulus SD)
2. Sedang (lulus SLTP dan SLTA)
3. Tinggi (lulus perguruan tinggi)
Akses informasi :
1. Kurang (< NR + 1 IK) Slamet (1993)
2. Sedang (NR + 1 IK) < x < (NR + 2IK)
3. Baik ( NR + 2 IK)
Tingkat ekonomi keluarga :
1. Bawah (< Rp.1.000.000,00)
2. Menengah(Rp.1.000.000,00-2.000.000,00) Sensus Penduduk
3. Atas (> Rp.2.000.000,00) Kelurahan Kuningan
Timur Tahun 2007
2 Karakteristik Bayi Umur :
1. 6-9 bulan
2. 10-12 bulan
Berat Badan Lahir
1. Kurang (< 2500 g)
2. Normal ( 2500 g)

3 Pengetahuan Tingkat Pengetahuan tentang ASI : Tingkat Pengetahuan


tentang ASI 1. Rendah (< 60%) Gizi (Khomsan 2000)
2. Sedang (60-80%)
3. Baik (> 80%)

4 Sikap tentang Sikap tentang Pemberian ASI :


Pemberian ASI 1. Rendah (< 60%)
2. Sedang (60-80%)
3. Baik (> 80%)

5 Peranan dalam Peranan dalam Pemberian ASI :


Pemberian ASI 1. Rendah (< 60%)
2. Sedang (60-80%)
3. Baik (> 80%)

Praktek Pemberian ASI : WHO (1991, 1999)


6 Praktek
1. Tidak Eksklusif (< 6 bulan) dan Kepmenkes RI
Pemberian ASI
2. Eksklusif (6 bulan) No.
450/MENKES/IV/2004
Data
a yang dianalisis seca
ara deskrip
ptif yaitu ke
eadaan um
mum lokasi
p
penelitian, karakteristikk keluarga berdasark
kan tingkatt ekonomi keluarga,
k
karakteristik
k bayi, akses
s ayah dan ibu terhadap
p informasi A
ASI, pengettahuan dan
s
sikap ayah dan ibu te
entang ASI, peranan ayah
a dalam pemberian ASI, dan
p
praktek pem
mberian ASI. Variabel dengan jenis
s data kateg
gorik tersebu
ut disajikan
d
dalam bentu
uk statistik deskriptif yan
ng meliputi ju
umlah dan persentase.
Selanjutnya, da
ata dianalissis dengan
n menggun
nakan uji Spearman
Correlation yaitu hubungan antarra pengetah
huan ayah dan ibu te
entang ASI
d
dengan kara
akteristik ke
eluarga (pen
ndidikan aya
ah dan ibu,, akses aya
ah dan ibu
t
terhadap infformasi ASI,, dan tingka
at ekonomi keluarga),
k da
an sikap aya
ah dan ibu
t
tentang pem
mberian AS
SI dengan pengetahua
an ayah dan ibu ten
ntang ASI.
S
Selanjutnya, hubungan antara peranan ayah da
alam pembe
erian ASI dengan sikap
a
ayah tentang pemberian ASI dan p mberian ASI dengan perranan ayah
praktek pem
d
dalam pemb
berian ASI.
Selain itu, pen
nelitian ini juga menganalisis p
pengaruh karakteristik
k
keluarga, tin
ngkat penge
etahuan ASI ayah dan ibu, sikap ayah dan ib
bu tentang
p
pemberian ASI, dan peranan
p aya
ah dalam pemberian
p A
ASI terhada
ap praktek
p
pemberian A oleh ibu
ASI u. Analisis p
pengaruh ini dilakukan untuk
u menge
etahui nilai
f
faktor risiko
o atau Odd
ds Ratio (O
OR) variabe
el independen terhada
ap variabel
d
dependen m
menggunaka
an Multiple Logistic
L Regression dengan metode
e Backwald
Wald. Berda
asarkan Pra
atiknya (1986
6), nilai eksp
ponen beta dari variabe
el di dalam
m
model akhir menunjukka
an besar risiko dari varia
abel terhada
ap efek yang
g dipelajari.
Rum
mus yang digunakan ada
alah sebagai berikut :

Keterangan :
K
( ) : Peluang pembe
erian ASI ekksklusif (1 = eksklusif,
e 0 = tidak ekskklusif)
0 : kon
nstanta
1 n : koe
efisien regressi

1 : bes
sar keluarga (0 = 4 , 1 = > 4)

2 : ting
gkat pendidikkan ibu seda
ang (0 = tida
ak, 1 = ya)

3 : ting gi (0 = tidak, 1 = ya)


gkat pendidikkan ibu tingg

4 : aksses informassi ibu tentang


g ASI sedang (0 = tidak, 1 = ya)

5 : aksses informassi ibu tentang


g ASI baik (0
0 = tidak, 1 = ya)
6 : aksses informassi ayah tentang ASI seda
ang (0 = tida
ak, 1 = ya)

7 : aksses informassi ayah tentang ASI baik (0 = tidak, 1 = ya)

8 : ting
gkat ekonom
mi keluarga m
menengah (0
0 = tidak, 1 = ya)

9 : ting
gkat ekonom
mi keluarga a
atas (0 = tida
ak, 1 = ya)

10 : ting
gkat pengeta
ahuan ASI ib
bu sedang (0
0 = tidak, 1 = ya)

11 : ting
gkat pengeta
ahuan ASI ib
bu baik (0 = tidak,
t 1 = ya
a)

12 : ting
gkat pengeta
ahuan ASI ayyah sedang (0 = tidak, 1 = ya)

13 : ting
gkat pengeta
ahuan ASI ayyah baik (0 = tidak, 1 = yya)

14 : sika
ap ibu tentan
ng pemberia
an ASI sedan
ng (0 = tidakk, 1 = ya)

15 : sika
ap ibu tentan
ng pemberia
an ASI baik (0
( = tidak, 1 = ya)

16 : sika
ap ayah tenttang pemberrian ASI sed
dang (0 = tidak, 1 = ya)

17 : sika
ap ayah tenttang pemberrian ASI baik
k (0 = tidak, 1 = ya)

18 : perranan ayah dalam


d pemb
berian ASI se
edang (0 = tiidak, 1 = ya))

19 : perranan ayah dalam


d pemb
berian ASI ba
aik (0 = tidakk, 1 = ya)

Definisi Operasio
onal

K
Keluarga ad
dalah rumah
h tangga yan
ng mempunai bayi usia 6-12 bulan dan terdiri
darri ayah, ibu dan
d anak de
engan anggo
ota keluarga
a yang tingga
al bersama
di bawah sattu atap, ya
ang hidupnya tergantu
ung dari pe
engelolaan
mberdaya ke
sum eluarga yang
g sama.
B
Besar keluarga adalah jumlah anggota kelu
uarga yang tinggal dalam rumah
tan
ngga yang hidupnya te
ergantung dengan
d pen
ngelolaan su
umberdaya
yan
ng bersangkkutan. Besar keluarga dikelompokk
d kan menjadi dua, yaitu
keluarga kecil dan
d keluarga
a besar.
J
Jenis min adalah dibedakan
kelam d attas laki-laki dan
d peremp
puan.
B
Berat bayi lahir adalah
h hasil pengukuran timb
bangan beratt badan saa
at kelahiran
ak, diperoleh
ana h dari catata
an.
P
Pendidikan Ayah adala
ah pendidika
an formal ya
ang telah ditamatkan ayyah dengan
jen
njang pendid
dikan yaitu SD, SLTP an Perguruan Tinggi.
P, SLTA, da
Ka
ategori tingkkat pendidika
an dikelomp
pokkan men
njadi rendah
h, sedang,
dan tinggi.
Pendidikan Ibu adalah pendidikan formal yang telah ditamatkan ibu dengan
jenjang pendidikan yaitu SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi.
Kategori tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi rendah, sedang,
dan tinggi.
Akses informasi tentang ASI adalah meliputi jenis media massa yang biasa
dibaca/didengar/dilihat, pernah atau tidaknya mendengar ASI eksklusif
serta sumber memperoleh informasi tersebut, dan sumber informasi
dalam hal gizi dan kesehatan yang dapat memberikan wawasan baru
bagi ibu khususnya ASI eksklusif.
Pengetahuan ayah tentang ASI adalah kemampuan ayah menjawab 20
pertanyaan mengenai ASI. Tingkat pengetahuan ayah tentang ASI
dihitung dalam persentase serta dikategorikan menjadi kurang, sedang,
dan baik.
Pengetahuan ibu tentang ASI adalah kemampuan ibu menjawab 20 pertanyaan
mengenai ASI. Tingkat pengetahuan ibu tentang ASI dihitung dalam
persentase serta dikategorikan menjadi kurang, sedang, dan baik.
Sikap ayah tentang pemberian ASI adalah ungkapan perasaan ayah dan
kecenderungan perilaku ayah tentang pemberian ASI yang diukur
dengan 10 pernyataan dan dikategorikan kurang, sedang, dan baik.
Sikap ibu tentang pemberian ASI adalah ungkapan perasaan ibu dan
kecenderungan perilaku ibu tentang pemberian ASI yang diukur dengan
15 pernyataan dan dikategorikan menjadi kurang, sedang, dan baik.
Peranan ayah dalam pemberian ASI adalah kegiatan yang dilakukan ayah
dalam membantu dan mendukung ibu dan bayi dalam pemberian ASI.
Peranan ayah diukur dengan 20 pernyataan dan dikategorikan menjadi
kurang, sedang, dan baik.
Praktek pemberian ASI eksklusif adalah riwayat pemberian ASI saja tanpa
makanan dan minuman tambahan selama 6 bulan oleh ibu kepada bayi.
HASIL

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Letak Geografis

Kelurahan Kuningan Timur merupakan salah satu dari 8 kelurahan yang


terdapat di Kecamatan Setiabudi Kotamadya Jakarta Selatan, Propinsi DKI
Jakarta. Batas wilayah Kelurahan Kuningan Timur yaitu sebelah utara
berbatasan dengan Jl. Prof. Dr. Satrio atau Jl. Casablanka (Kelurahan Karet
Kuningan), sebelah selatan berbatasan dengan Jl. Jendral Gatot Subroto,
sebelah barat berbatasan dengan Jl. KH. Guru Mughni dan sebelah timur
berbatasan dengan Kali Cideng Atas.
Wilayah Kelurahan Kuningan Timur dengan luas 214.70 ha merupakan
kawasan Kelurahan terluas yang ada di Kecamatan Setiabudi yang terdiri dari 5
RW dan 31 RT dengan kepadatan penduduk 29 jiwa/ha. Sebagian merupakan
wilayah Pemukiman Penduduk dan sebagian lagi merupakan Wilayah
Perkantoran dan Kantor Kedutaan Perwakilan dari Negara Asing.

Sarana dan Prasarana

Kelurahan Kuningan Timur memiliki beberapa sarana dan prasarana yang


cukup lengkap seperti sarana peribadatan, pendidikan, kesehatan, perhubungan,
komunikasi dan perekonomian. Sarana kesehatan yang ada di Kelurahan
Kuningan Timur yaitu 1 rumah sakit, 4 pos kesehatan, 3 praktek dokter, 3 klinik
kesehatan, 1 bidan, 4 klinik KB, 4 BKIA, 4 posyandu, 2 apotik, 4 GSI dan 1
puskesmas keliling. Sarana dan prasarana peribadatan terdiri dari 9 masjid, 7
mushola dan 15 majelis taklim. Sarana pendidikan yang ada yaitu 2 gedung TK,
5 gedung SD, 2 gedung SMP dan 1 gedung SMA.
Sarana perhubungan yang tersedia yaitu meliputi lalu lintas darat dengan
sarana umum yang biasa digunakan yaitu busway, taksi, kopaja, angkutan kota,
ojek motor dan bajay. Sedangkan saranan dan prasarana komunikasi yang
digunakan adalah telepon umum, wartel dan telepon rumah. Kelurahan Kuningan
Timur juga memiliki pasar, komplek pertokoan dan supermarket sebagai sarana
perkonomian.
Keadaan Penduduk

Berdasarkan Laporan Tahunan Kelurahan Kuningan Timur tahun 2006,


jumlah penduduk Kelurahan Kuningan Timur secara keseluruhan adalah 6.317
jiwa, yang terdiri dari 3355 laki-laki dan 2962 perempuan. Jumlah penduduk yang
paling banyak terdapat pada usia 20-24 tahun sebanyak 798 jiwa dan yang
paling sedikit pada usia 75 ke atas sebanyak 32 orang.
Kelurahan Kuningan Timur memiliki 1.510 keluarga dengan tingkat
ekonomi yang berbeda. Tingkat ekonomi keluarga dinyatakan ke dalam tiga
kelompok, yaitu tingkat ekonomi atas, menengah, dan bawah berdasarkan
sensus penduduk Kelurahan Kuningan Timur tahun 2007. Jumlah keluarga
berdasarkan tingkat ekonomi, yaitu 478 KK dengan ekonomi bawah, 529 KK
dengan ekonomi menengah, dan 513 KK dengan ekonomi kaya.
Mata pencaharian penduduk Kelurahan Kuningan Timur cukup beragam,
yang terbanyak yaitu penduduk dengan mata pencaharian sebagai pegawai
swasta sebanyak 988 orang, pegawai negeri sipil 497 orang, wiraswasta 449
orang, buruh 348 orang, pedagang 184 orang, dan TNI/POLRI 125 orang. Selain
itu, sebagian besar penduduk memiliki pendidikan lulusan SLTP atau SLTA .

Karakteristik Keluarga

Karakteristik contoh yang diteliti adalah besar keluarga, tingkat


pendidikan, akses informasi tentang ASI, dan tingkat ekonomi keluarga.
Karakteristik contoh diidentifikasi berdasarkan tingkat ekonomi keluarga. Tabel 3
menunjukkan secara umum contoh yang memiliki keluarga kecil lebih banyak
dibandingkan keluarga besar. Lebih lanjut, pada umumnya tingkat pendidikan
dan akses informasi ayah dan ibu tentang ASI adalah sedang pada tiga tingkat
ekonomi keluarga.
Lebih lanjut, sebagian besar ayah dan ibu memiliki tingkat pendidikan
sedang yaitu lulusan SLTP atau SLTA baik ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi
bawah, menengah, maupun atas. Sama halnya tingkat pendidikan, secara umum
sebagian besar ayah dan ibu memiliki akses yang sedang tentang ASI eksklusif.
Sebaran contoh berdasarkan jawaban pertanyaan akses informasi tentang ASI
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3 Karakteristik Contoh pada Tiga Tingkat Ekonomi Keluarga

Tingkat Ekonomi Keluarga


Total
No Karakteristik Bawah Menengah Atas
n % n % n % n %
1 Besar Keluarga
Kecil ( 4 orang) 16 84.2 18 85.7 15 75.0 49 81.7
Besar (>4 orang) 3 15.8 3 14.3 5 25.0 11 18.3
Total 19 100.0 21 100.0 20 100.0 60 100.0
2 Tingkat Pendidikan
Ayah
Rendah 5 26.3 3 14.3 0 0.0 8 13.3
Sedang 14 73.7 16 76.2 13 65.0 43 71.7
Tinggi 0 0.0 2 9.5 7 35.0 9 15.0
Total 19 100.0 21 100.0 20 100.0 60 100.0
Ibu
Rendah 4 21.1 4 19.0 1 5.0 9 15.0
Sedang 15 78.9 15 71.5 15 75.0 45 75.0
Tinggi 0 0.0 2 9.5 4 20.0 6 10.0
Total 19 100.0 21 100.0 20 100.0 60 100.0
3 Akses informasi ASI
Ayah
Kurang 3 15.8 3 14.2 1 5.0 7 11.7
Sedang 15 78.9 17 81.0 15 75.0 47 78.3
Baik 1 5.3 1 4.8 4 20.0 6 10.0
Total 19 100.0 21 100.0 20 100.0 60 100.0
Ibu
Kurang 4 21.1 7 33.3 4 20.0 15 25.0
Sedang 13 68.4 12 57.2 10 50.0 35 58.3
Baik 2 10.5 2 9.5 6 30.0 10 16.7
Total 19 100.0 21 100.0 20 100.0 60 100.0
Keterangan :
Tingkat Pendidikan : Rendah (tidak lulus dan lulus SD)
Sedang (lulus SLTP dan SLTA)
Tinggi (lulus Perguruan Tinggi)

Tabel 4 menunjukkan persentase terbesar jenis media massa yang


banyak digunakan ayah dan ibu adalah televisi. Hampir seluruh ayah dan ibu
pernah mendengar dan atau membaca informasi tentang ASI eksklusif. Dilihat
dari sumber informasi, sebagian besar informasi ayah dan ibu berasal dari dokter
atau bidan. Disamping itu, apabila ada hal yang ditanyakan ayah dan ibu
mengenai gizi dan kesehatan, pada umumnya ayah dan ibu menanyakan kepada
dokter atau bidan.
Tabel 4 Sebaran Contoh berdasarkan Akses Informasi tentang ASI
Ayah Ibu
No Pertanyaan Akses Informasi ASI
n % n %
1 Media massa sumber informasi
Radio 9 15.0 7 11.7
Surat kabar 18 30.0 11 18.3
Majalah 10 16.7 8 13.3
Televisi 41 68.3 50 83.3
Internet 1 1.7 2 3.3
2 Mendengar informasi ASI eksklusif
Ya 56 93.3 58 96.7
Tidak 4 6.7 2 3.3
Total 60 100.0 60 100.0
3 Asal informasi ASI
Media massa 10 17.8 14 24.1
Teman atau tetangga 3 5.0 0 0.0
Keluarga 6 10.7 4 6.9
Bidan/Dokter 42 75.0 49 84.5
4 Sumber informasi gizi kesehatan
Keluarga 8 13.3 5 8.3
Teman atau tetangga 4 6.9 3 5.0
Bidan/Dokter 55 91.7 58 96.7

Karakteristik Bayi

Setiap bayi memiliki karakteristik yang berbeda, baik jenis kelamin, umur,
maupun berat badan lahir. Hal ini yang menyebabkan pengamatan pada
karakteristik anak penting sebagai tambahan data penelitian walaupun tidak
dilihat secara langsung hubungannya dalam pemberian ASI eksklusif.
Tabel 5 Karakteristik Bayi berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Total
No Karakteristik Bayi Laki-laki Perempuan
n % n % n %
1 Usia (bulan)
6-9 20 51.3 9 42.9 29 48.3
10-12 19 48.7 12 57.1 31 51.7
Total 39 100.0 21 100.0 60 100.0
2 Berat Badan Lahir (g)
< 2500 1 2.6 0 0.0 1 1.7
> 2500 38 97.4 21 100.0 59 98.3
Total 39 100.0 21 100.0 60 100.0
Jumlah bayi laki-laki lebih besar dua kali lipat daripada bayi perempuan.
Secara umum, usia bayi berkisar antara 6-12 bulan dengan rata-rata 9 bulan.
Jumlah bayi laki-laki dan perempuan hampir sama antara usia 6-9 bulan dan 10-
12. Hampir seluruh bayi memiliki berat badan lahir (BBL) adalah normal dan
hanya terdapat 1 orang bayi laki-laki lahir dengan berat badan kurang (Tabel 5).
Pengetahuan dan Sikap Ayah dan Ibu tentang ASI

Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI

Tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ayah tentang ASI tidak


berbeda jauh dengan ibu. Sebagian besar ayah dan ibu memiliki tingkat
pengetahuan tentang ASI yang baik. Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang
benar dari pertanyaan pengetahuan tentang ASI dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 6 Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI
Tingkat Pengetahuan Ayah Ibu
No
tentang ASI n % n %
1 Baik 45 75.0 46 76.7
2 Sedang 10 16.7 11 18.3
3 Rendah 5 8.3 3 5.0
Total 60 100.0 60 100.0
Pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI yang masih rendah meliputi
waktu menyusui bayi segera setelah melahirkan dan tindakan memompa ASI
saat ibu bekerja atau bepergian meninggalkan bayi berumur kurang dari 6 bulan.
Selain itu, terdapat sebagian kecil ayah dan ibu yang tidak memiliki pengetahuan
mengenai pengertian dan kandungan zat kekebalan tubuh yang terdapat pada
kolostrum (Tabel 7).
Tabel 7 Sebaran Contoh berdasarkan Jawaban yang Benar dari Pertanyaan
Pengetahuan tentang ASI
Ayah Ibu
No Jenis Pertanyaan
n % n %
1 ASI merupakan jenis susu terbaik bagi bayi 60 100 59 98.3
2 Keunggulan ASI dibandingkan susu lain 59 98.3 57 95.0
3 Menyusui bayi segera setelah melahirkan 29 48.3 30 50.0
4 Pengertian kolostrum 48 80.0 48 80.0
5 Kolostrum diberikan pada bayi 46 76.7 49 81.7
6 Zat yang terkandung di dalam kolostrum 45 75.0 45 75.0
7 Pengertian ASI eksklusif 45 75.0 51 85.0
8 Lama pemberian ASI eksklusif 48 80.0 53 88.3
9 Waktu bayi diberikan makanan pendamping ASI 50 83.3 52 86.7
10 ASI eksklusif meningkatkan sistem imunitas bayi 55 91.7 58 96.7
11 Anak ASI eksklusif lebih tahan penyakit atau infeksi 55 91.7 56 93.3
12 Pemberian ASI eksklusif bermanfaat bagi ibu 54 90.0 56 93.3
13 Pemberian ASI meningkatkan hubungan ibu dan bayi 56 93.3 57 95.0
14 Frekuensi ASI diberikan pada bayi 57 95.0 58 96.7
15 Porsi makan ibu menyusui lebih banyak dari biasa 59 98.3 58 96.7
16 Payudara yang baik digunakan untuk menyusui 56 93.3 57 95.0
17 Tanda-tanda bayi gizi cukup selama ASI eksklusif 55 91.7 55 91.7
Tindakan memompa ASI saat ibu bekerja atau
18 42 70.0 44 73.3
bepergian meninggalkan bayi umur kurang 6 bulan
Menciptakan suasana yang tenang dan nyaman
19 57 95.0 54 90.0
membantu kelancaran produksi ASI ibu
20 Jenis makanan yang membantu produksi ASI 60 100.0 59 98.3
Sikap Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI

Tabel 8 menunjukkan lebih dari separuh ibu memiliki sikap yang baik
tentang pemberian ASI sedangkan lebih dari separuh ayah memiliki sikap yang
sedang tentang pemberian ASI. Sebaran ayah dan ibu berdasarkan sikap
tentang pemberian ASI dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10.
Tabel 8 Sebaran Contoh berdasarkan Sikap tentang Pemberian ASI
Ayah Ibu
No Sikap tentang Pemberian ASI
n % n %
1 Baik 24 40.0 38 63.3
2 Sedang 31 51.7 11 18.3
3 Rendah 5 8.3 11 18.3
Total 60 100.0 60 100.0
Ayah memiliki sikap yang baik tentang pemberian ASI meliputi ASI
merupakan makanan terbaik bagi bayi, pengetahuan ASI penting bagi ayah,
ayah perlu mendukung ibu selama menyusui dan ayah berperan penting dalam
pemberian ASI eksklusif. Selain itu, ayah masih memiliki sikap yang rendah
tentang pemberian ASI meliputi ASI eksklusif dapat digantikan susu formula saat
ibu bekerja atau bepergian dan ASI dapat digantikan susu formula saat bayi
berumur 6 bulan (Tabel 9).
Tabel 9 Sebaran Ayah berdasarkan Sikap tentang Pemberian ASI
Tidak
Setuju
No Jenis Pernyataan Setuju
n % n %
1 ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi 60 100.0 0 0.0
Sosialisasi susu formula di rumah sakit terutama rumah
2 21 35.0 39 65.0
sakit bersalin atau bidan
3 Bayi diberi ASI saja hingga berumur 6 bulan 45 75.0 15 25.0
ASI eksklusif digantikan susu formula saat ibu bekerja
4 29 48.3 31 51.7
atau bepergian
5 ASI diganti susu formula saat bayi berumur 6 bulan 53 88.3 7 11.7
6 Pengetahuan tentang ASI juga penting untuk ayah 54 90.0 6 10.0
7 Ayah berperan penting dalam keberhasilan ASI eksklusif 51 85.0 9 15.0
Pemberian ASI yang mendapat dukungan ayah dapat
8 52 86.7 8 13.3
mempererat hubungan emosional orang tua-anak.
Ayah tidak mempermasalahkan perubahan bentuk tubuh
9 49 81.7 11 18.3
istri yang cenderung gemuk selama menyusui.
10 Ayah tidak perlu mendukung ibu selama menyusui 7 11.7 53 88.3
Ibu memiliki sikap yang baik tentang pemberian ASI meliputi ASI eksklusif
sangat penting karena bermanfaat bagi sistem imunitas bayi, ASI merupakan
makanan terbaik bagi bayi dan dukungan ayah dibutuhkan ibu selama menyusui.
Selain itu, ibu masih memiliki sikap yang rendah dalam hal ayah tidak perlu
membantu ibu merawat bayi selama menyusui dan bayi setelah lahir tidak perlu
secepatnya diberi ASI (Tabel 10).
Tabel 10 Sebaran Ibu berdasarkan Sikap tentang Pemberian ASI
Tidak
Setuju
No Jenis Pernyataan Setuju
n % n %
1 ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi 59 98.3 1 1.7
2 Bayi setelah lahir tidak perlu secepatnya diberi ASI 56 93.3 4 6.7
3 Sebelum ASI keluar bayi tidak perlu diberi minuman lain 22 36.7 38 63.3
4 Sosialisasi susu formula di rumah sakit bersalin/bidan 24 40.0 36 60.0
5 Bayi diberi ASI eksklusif hingga berumur 6 bulan 53 88.3 7 11.7
ASI eksklusif digantikan susu formula saat ibu bekerja
6 33 55.0 27 45.0
atau bepergian
7 Kandungan gizi susu formula dapat menggantikan ASI 41 68.3 19 31.7
ASI eksklusif sangat penting karena bermanfaat bagi
8 60 100.0 0 0.0
sistem imunitas bayi
Pemberian ASI penting karena meningkatkan hubungan
9 54 90.0 6 10.0
psikologis antara ibu dan anak
10 ASI diganti susu formula saat bayi berumur 6 bulan 54 90.0 6 10.0
Ibu akan mengikuti saran Ayah memberikan susu formula
11 45 75.0 15 25.0
kepada bayi sebagai pengganti ASI eksklusif
12 Pengetahuan tentang ASI juga penting untuk ayah 53 88.3 7 11.7
13 Ayah berperan penting dalam keberhasilan ASI eksklusif 51 85.0 9 15.0
14 Dukungan Ayah dibutuhkan ibu selama ASI eksklusif 59 98.3 1 1.7
Ayah tidak perlu membantu ibu dalam mengurus dan
15 57 95.0 3 5.0
merawat bayi selama masa menyusui

Peranan Ayah dalam Pemberian ASI

Tabel 11 menunjukkan persentase terbesar peranan ayah dalam


pemberian ASI adalah sedang. Selain itu, persentase ayah yang memiliki
peranan dalam pemberian ASI baik lebih besar dibandingkan peranan ayah
dalam pemberian ASI rendah. Sebaran ayah berdasarkan peranan dalam
pemberian ASI dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 11 Sebaran Ayah berdasarkan Peranan dalam Pemberian ASI

Peranan Ayah dalam Jumlah


No
Pemberian ASI
n %
1 Baik 23 38.3
2 Sedang 27 45.0
3 Rendah 10 16.7
Total 60 100.0
Peranan ayah dalam pemberian ASI yang sering dilakukan pada ibu
adalah menyarankan ibu mengkonsumsi makanan yang memperlancar ASI dan
menciptakan suasana nyaman dan tenang selama menyusui. Sedangkan
peranan ayah dalam pemberian ASI yang sering dilakukan pada bayi adalah
menggendong bayi dan diberikan pada ibu untuk disusui (Tabel 12).
Tabel 12 Sebaran Ayah berdasarkan Jenis Peranan dalam Pemberian ASI
Kadang- Tidak
No Sering
Jenis Pernyataan kadang Pernah
n % n % n %
1 Ayah menasehati pentingnya ASI eksklusif 45 75.0 13 21.7 2 3.3
Ayah menyarankan ibu mengkonsumsi
2 56 93.3 3 5.0 1 1.7
makanan yang memperlancar ASI
Ayah pernah menyarankan ibu untuk
3 28 46.7 23 38.3 9 15.0
memberikan susu formula pada bayi
Ayah mendukung ibu tetap memberikan
4 48 80.0 5 8.3 7 11.7
ASI eksklusif walaupun bekerja atau sibuk
5 Ayah mendukung ibu dengan susu formula 35 58.3 19 31.7 6 10.0
6 Ayah bekerja dan mengurus bayi tugas ibu 24 40.0 16 26.7 20 33.3
Ayah menciptakan suasana nyaman dan
7 54 90.0 5 8.3 1 1.7
tenang selama menyusui
Ayah menggendong bayi dan diberikan
8 50 83.3 9 15.0 1 1.7
pada ibu untuk disusui
9 Ayah membantu ibu mengganti popok bayi 42 70.0 17 28.3 1 1.7
10 Ayah membantu ibu memandikan bayi 12 20.0 30 50.0 18 30.0
11 Ayah menyanyikan lagu untuk bayi 24 40.0 28 46.7 8 13.3
12 Ayah mengajak bayi bermain 41 68.3 18 30.0 1 1.7
13 Ayah menyendawakan bayi setelah disusui 33 55.0 19 31.7 8 13.3
14 Ayah membantu pekerjaan rumah tangga 36 60.0 22 36.7 2 3.3
Ayah membantu mengurus bayi saat
15 37 61.7 21 35.0 2 3.3
terbangun tengah malam
Ayah membeli susu untuk menjaga
16 31 51.7 21 35.0 8 13.3
kesehatan ibu dan kelancaran produksi ASI
17 Ayah membeli makanan memperlancar ASI 40 66.7 15 25.0 5 8.3
Ayah membeli buku atau majalah tentang
18 15 25.0 10 16.7 35 58.3
ASI untuk ibu
Ayah mengantar ibu ke dokter periksa
19 53 88.3 5 8.3 2 3.3
kesehatan
Ayah mengantar bayi ke dokter periksa
20 36 60.0 14 23.3 10 16.7
kesehatan dan imunisasi

Praktek Pemberian ASI

Praktek pemberian ASI dikelompokkan menjadi tiga yaitu pemberian ASI


eksklusif, ASI semi eksklusif, dan ASI tidak eksklusif. Tabel 13 menunjukkan
persentase contoh yang memberikan ASI eksklusif dan semi eksklusif lebih
banyak dibandingkan contoh yang memberikan ASI tidak eksklusif. Sebaran
contoh berdasarkan pemberian ASI tidak eksklusif dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 13 Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI
Jumlah
No Praktek Pemberian ASI
n %
1 Pemberian ASI Eksklusif 25 41.7
2 Pemberian ASI Semi Eksklusif 10 16.6
3 Pemberian ASI tidak Eksklusif 25 41.7
Total 60 100.0
Tabel 14 menunjukkan dari 41.7% contoh yang tidak memberikan ASI
eksklusif, terdapat sebagian besar contoh yang memberikan ASI saja pada bayi
namun kurang dari 6 bulan sesuai anjuran pemberian ASI eksklusif. Persentase
terbesar contoh yang memberikan ASI eksklusif kurang dari 6 bulan adalah
selama 4 bulan (32.0%).
Tabel 14 Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI tidak Eksklusif
Jumlah
Praktek Pemberian ASI tidak Eksklusif
n %
Eksklusif 1 bulan 6 24.0
Eksklusif 2 bulan 4 16.0
Eksklusif 3 bulan 2 8.0
Eksklusif 4 bulan 8 32.0
Eksklusif 5 bulan 1 4.0
ASI + air, madu, gula sejak awal menyusui 2 8.0
ASI + pisang sejak awal menyusui 2 8.0
Total 25 100.0

Hubungan Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI dengan


Karakteristik Keluarga

Tingkat Pendidikan

Tabel 15 menunjukkan ayah dan ibu dengan tingkat pendidikan tinggi


memiliki tingkat pengetahuan tentang ASI yang baik. Namun, uji korelasi
Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan nyata antara tingkat
pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dengan tingkat pendidikan ayah dan ibu
(p = 0.097 dan r = 0.216 pada ayah dan p = 0.117 dan r = 0.205 pada ibu).
Tabel 15 Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI dan
Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Tingkat Total
Rendah Sedang Tinggi
Pengetahuan ASI
n % n % n % n %
Ayah
Rendah 0 0.0 5 11.6 0 0.0 5 8.3
Sedang 3 37.5 7 16.3 0 0.0 10 16.7
Baik 5 62.5 31 72.1 9 100.0 45 75.0
8 100.0 43 100.0 9 100.0 60 100.0
Ibu
Rendah 2 22.2 1 2.2 0 0.0 3 5.0
Sedang 1 11.1 10 22.2 0 0.0 11 18.3
Baik 6 66.7 34 75.6 6 100.0 46 76.7
Total 9 100.0 45 100 6 100.0 60 100.0
Akses Informasi tentang ASI

Ayah dan ibu dengan tingkat pengetahuan tentang ASI baik memiliki
akses informasi tentang ASI yang baik pula (Tabel 16). Hasil korelasi Spearman
menunjukkan tingkat pengetahuan ASI ayah berhubungan nyata dengan akses
informasi tentang ASI (p = 0.04 dan r = 0.266*) dan tidak berhubungan nyata
dengan akses informasi ibu tentang ASI (p = 0.161 dan r = 0.183).
Tabel 16 Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI dan
Akses Informasi
Akses Informasi tentang ASI
Tingkat Total
Rendah Sedang Tinggi
Pengetahuan ASI
n % n % n % n %
Ayah
Rendah 3 42.9 2 4.2 0 0.0 5 8.3
Sedang 0 0.0 10 21.3 0 0.0 10 16.7
Baik 4 57.1 35 74.5 6 100.0 45 75.0
7 100.0 47 100.0 6 100.0 60 100.0
Ibu
Rendah 2 13.3 1 2.9 0 0.0 3 5.0
Sedang 2 13.3 9 25.7 0 0.0 11 18.3
Baik 11 73.4 25 71.4 10 100.0 46 76.7
Total 15 100.0 35 100.0 10 100.0 60 100.0

Tingkat Ekonomi Keluarga

Tabel 17 menunjukkan ayah dan ibu yang berasal dari keluarga tingkat
ekonomi atas memiliki tingkat pengetahuan tentang ASI yang lebih baik
dibandingkan dengan keluarga ekonomi menengah dan bawah. Namun, uji
korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan nyata antara tingkat
pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dengan tingkat ekonomi keluarga (p =
0.249 dan r = 0.151 pada ayah dan p = 0.596 dan r = 0.07 pada ibu).
Tabel 17 Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI dan
Tingkat Ekonomi Keluarga
Tingkat Ekonomi Keluarga
Tingkat Total
Rendah Sedang Tinggi
Pengetahuan ASI
n % n % n % n %
Ayah
Rendah 1 5.3 4 19.0 0 0.0 5 8.3
Sedang 2 10.5 6 28.6 2 10.0 10 16.7
Baik 16 84.2 11 52.4 18 90.0 45 75.0
19 100.0 21 100.0 20 100 60 100.0
Ibu
Rendah 0 0.0 3 14.3 0 0.0 3 5.0
Sedang 5 26.3 4 19.0 2 10.0 11 18.3
Baik 14 73.7 14 66.7 18 90.0 46 76.7
Total 19 100.0 21 100.0 20 100 60 100.0
Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Pengetahuan dan Sikap
Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI

Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI

Ayah dan ibu yang memberikan ASI eksklusif memiliki tingkat


pengetahuan tentang ASI yang lebih baik dibandingkan ayah dan ibu yang tidak
memberikan ASI eksklusif (Tabel 18). Uji korelasi Spearman menunjukkan
praktek pemberian ASI eksklusif berhubungan nyata dengan tingkat
pengetahuan ayah tentang ASI (p = 0.028 dan r = 0.284*) dan berhubungan
sangat nyata dengan tingkat pengetahuan ibu tentang ASI (p = 0.007 dan r =
0.347**).
Tabel 18 Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI dan Tingkat
Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI
Tingkat Pengetahuan tentang ASI
Praktek Ayah Ibu
Pemberian ASI Rendah Sedang Baik Rendah Sedang Baik
n % n % n % n % n % n %
Tidak Eksklusif 3 60.0 7 70.0 15 33.3 3 100.0 7 63.6 15 32.6
Eksklusif 2 40.0 3 30.0 30 66.7 0 0.0 4 36.4 31 67.4
Total 5 100.0 10 100.0 45 100.0 3 100.0 11 100.0 46 100.0

Sikap Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI

Ayah dan ibu yang memberikan ASI eksklusif memiliki sikap yang lebih
baik dibandingkan ayah dan ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif (Tabel 19).
Uji korelasi Spearman menunjukkan praktek pemberian ASI eksklusif
berhubungan sangat nyata dengan sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI (p
= 0.003 dan r = 0.376** pada ayah dan p = 0.001 dan r = 0.411** pada ibu).
Tabel 19 Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI dan Sikap
Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI
Sikap tentang Pemberian ASI
Praktek Ayah Ibu
Pemberian ASI Rendah Sedang Baik Rendah Sedang Baik
n % n % n % n % n % n %
Tidak Eksklusif 4 80.0 16 51.6 5 20.8 8 72.7 7 63.6 10 26.3
Eksklusif 1 20.0 15 48.4 19 79.2 3 27.3 4 36.4 28 73.7
Total 5 100.0 31 100.0 24 100.0 11 100.0 11 100.0 38 100.0
Hubungan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI dengan Pengetahuan
dan Sikap Ayah tentang Pemberian ASI

Pengetahuan Ayah tentang ASI

Ayah dengan tingkat pengetahuan tentang ASI baik memiliki peranan


yang lebih baik dibandingkan ayah dengan tingkat pengetahuan tentang ASI
sedang dan rendah (Tabel 20). Uji korelasi Spearman menunjukkan peranan
ayah dalam pemberian ASI berhubungan sangat nyata dengan tingkat
pengetahuan ayah tentang ASI (p = 0.006 dan r =.348**).
Tabel 20 Sebaran Ayah berdasarkan Peranan dalam Pemberian ASI dan
Pengetahuan tentang ASI
Peranan Ayah Tingkat Pengetahuan Ayah tentang ASI
Total
dalam Pemberian Rendah Sedang Baik
ASI n % n % n % n %
Rendah 2 40.0 3 30.0 5 11.1 10 16.7
Sedang 3 60.0 5 50.0 19 42.2 27 45.0
Baik 0 0.0 2 20.0 21 46.7 23 38.3
Total 5 100.0 10 100.0 45 100.0 60 100.0

Sikap Ayah tentang Pemberian ASI

Ayah dengan sikap tentang pemberian ASI yang baik memiliki peranan
yang baik dalam pemberian ASI daripada ayah yang memiliki sikap tentang
pemberian ASI sedang dan rendah (Tabel 21). Uji korelasi Spearman
menunjukkan peranan ayah dalam pemberian ASI berhubungan nyata dengan
sikap ayah tentang pemberian ASI (p = 0.48 dan r = 0.257*).
Tabel 21 Sebaran Ayah berdasarkan Peranan dalam Pemberian ASI dan Sikap
tentang Pemberian ASI
Peranan Ayah SIkap Ayah tentang Pemberian ASI
Total
dalam Pemberian Rendah Sedang Baik
ASI n % n % n % n %
Rendah 2 40.0 7 22.6 1 4.2 10 16.7
Sedang 1 20.0 15 48.4 11 45.8 27 45.0
Baik 2 40.0 9 29.0 12 50.0 23 38.3
Total 5 100.0 31 100.0 24 100.0 60 100.0
Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Peranan Ayah
dalam Pemberian ASI

Tabel 22 menunjukkan peranan ayah pada ibu yang memberikan ASI


eksklusif lebih baik dibandingkan peranan ayah pada ibu yang tidak memberikan
ASI eksklusif. Namun, uji korelasi Spearman menunjukkan praktek pemberian
ASI eksklusif tidak berhubungan nyata dengan peranan ayah dalam pemberian
ASI (p = 0.235 dan r = 0.156).
Tabel 22 Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI dan Peranan
Ayah dalam Pemberian ASI
Peranan Ayah dalam Pemberian ASI
Praktek Pemberian Total
Rendah Sedang Baik
ASI Eksklusif
n % n % n % n %
ASI tidak Eksklusif 6 60.0 11 40.7 8 34.8 25 41.7
ASI Eksklusif 4 40.0 16 59.3 15 65.2 35 58.3
Total 10 100.0 27 100.0 23 100.0 60 100.0

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif

Tabel 23 menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI


eksklusif. Berdasarkan uji multiple logistic regression terdapat tiga faktor yang
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif yaitu pendidikan ibu, tingkat ekonomi,
dan sikap ibu tentang pemberian ASI.
Tabel 23 Faktor Risiko Pemberian ASI Eksklusif
Faktor Risiko Kategori B P Value OR
Pendidikan Ibu Sedang
2.159 0.022 8.664
(Rendah = 0)
Tinggi
3.831 0.024 46.120
(Rendah = 0)
Tingkat Ekonomi Keluarga Atas
-1.856 0.021 0.156
(Rendah = 0)
Sikap Ibu tentang pemberian ASI Baik
2.390 0.001 10.914
(Rendah = 0)
Keterangan : (x) : peluang pemberian ASI eksklusif (0 = tidak eksklusif, 1 = eksklusif)
PEMBAHASAN

Karakteristik Keluarga

Hasil penelitian menunjukkan jumlah anggota keluarga contoh berkisar


antara 3-7 orang. Secara umum, contoh dengan keluarga kecil lebih banyak
dibandingkan keluarga besar. Keluarga kecil adalah keluarga yang memiliki
jumlah anggota keluarga kurang atau sama dengan empat orang. Hastuti (2006)
menjelaskan semakin banyak jumlah anak dalam keluarga maka alokasi waktu,
perhatian, dan tingkat keeratan yang diberikan orangtua kepada anak akan
berkurang seiring pertambahan jumlah anak.
Lebih lanjut, baik ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi bawah,
menengah, maupun atas pada umumnya memiliki tingkat pendidikan sedang
yaitu lulusan SLTP atau SLTA. Akan tetapi, tidak ada ayah dan ibu dengan
tingkat ekonomi bawah yang memiliki tingkat pendidikan tinggi yaitu lulusan
perguruan tinggi. Uji korelasi Spearman menunjukkan tingkat ekonomi keluarga
berhubungan sangat nyata dengan tingkat pendidikan ayah (p = 0.000 dan r =
0.467**) dan berhubungan nyata dengan tingkat pendidikan ibu (p = 0.024 dan r
= 0.291).
Hal ini diduga karena biaya pendidikan yang mahal sehingga ayah dan
ibu dengan tingkat ekonomi bawah tidak dapat melanjutkan pendidikan. Menurut
Sularyo (1993) dalam Suciarni (2004) latar belakang pendidikan orangtua
merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan keadaan gizi anak.
Status pendidikan dan status kesehatan seorang ibu menentukan praktek
pengasuhan anak termasuk praktek pemberian makan kepada bayi.
Sama halnya tingkat pendidikan, baik ayah dan ibu dengan tingkat
ekonomi bawah, menengah, maupun atas pada umumnya memilik akses
informasi tentang ASI yang sedang. Akan tetapi, ayah dan ibu dengan ekonomi
atas memiliki akses informasi tentang ASI yang lebih baik dibandingkan ayah dan
ibu dengan tingkat ekonomi bawah dan menengah. Hal ini diduga karena ayah
dan ibu dengan tingkat ekonomi atas memiliki fasilitas yang dapat mengakses
informasi lebih lengkap khususnya ASI. Selain itu, ayah dan ibu dengan tingkat
ekonomi atas cenderung memiliki tingkat pendidikan baik sehingga lebih bersikap
terbuka dalam menerima informasi dari luar khususnya ASI eksklusif.
Sebaliknya, masih ada ayah dan ibu yang memiliki akses kurang
terhadap informasi gizi dan kesehatan khususnya ASI. Hal ini diduga karena
masih terdapat 6.7% ayah dan 3.3% ibu yang belum pernah mendengar dan atau
membaca informasi tentang ASI eksklusif. Selain itu, diduga karena masih ada
ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi bawah memiliki pendidikan rendah.
Pengetahuan ayah dan ibu mengenai ASI dapat ditingkatkan apabila
ayah dan ibu dengan mudah dapat mengakses informasi mengenai gizi dan
kesehatan khususnya ASI. Informasi ASI dapat diperoleh melalui media massa
(surat kabar, majalah, televisi, radio, dan internet), keluarga, teman atau
tetangga, serta dokter atau bidan.
Media massa yang digunakan ayah dan ibu sebagai sumber informasi
digunakan untuk mengetahui sejauhmana ayah dan ibu mempunyai akses dan
memanfaatkan informasi yang ada baik media cetak maupun media elektronik.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui televisi merupakan media massa yang
paling banyak digunakan oleh ayah dan ibu, selanjutnya surat kabar, majalah,
radio, dan internet. Lebih lanjut, televisi merupakan media yang banyak
menampilkan iklan susu formula dibandingkan tentang ASI.
Hasil penelitian juga menunjukkan lebih dari 90.0% ayah dan ibu pernah
mendengar atau membaca informasi tentang ASI eksklusif. Akan tetapi, terdapat
6.7% ayah dan 3.3% ibu yang belum pernah mendengar atau membaca
informasi tentang ASI eksklusif. Hal ini menunjukkan masih ada ayah dan ibu
yang belum terjangkau akses informasi ASI eksklusif. Dilihat dari sumbernya,
lebih dari separuh ayah dan ibu memperoleh informasi dari dokter/bidan,
selanjutnya media massa, keluarga, tetangga, dan teman.
Berdasarkan Riordan (2005) terdapat sepuluh cara dan sumber informasi
tentang ASI eksklusif yaitu membaca buku tentang ASI, membaca majalah
tentang pengasuhan, mencari informasi di internet, chatting online, bertemu
dengan konsultan laktasi, menemukan dokter yang tepat yang mendukung
pemberian ASI eksklusif, berbicara dengan suster, memanfaatkan kelompok
sosial, mendengarkan teman dan keluarga, dan mengikuti kelas kehamilan dan
melahirkan. Beberapa hal di atas dapat membantu ayah dan ibu dalam
memperoleh informasi mengenai ASI eksklusif.
Disamping itu, apabila ada hal yang ingin ditanyakan ayah dan ibu
mengenai gizi dan kesehatan, sebagian besar ayah dan ibu menanyakan kepada
dokter/bidan. Selain dokter atau bidan, sumber informasi gizi dan kesehatan
lainnya adalah keluarga, tetangga dan teman.

Pengetahuan dan Sikap Ayah dan Ibu tentang ASI

Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI

Berdasarkan hasil penelitian diketahui tingkat pengetahuan ayah tentang


ASI tidak berbeda jauh dengan ibu. Sebagian besar ayah dan ibu memiliki tingkat
pengetahuan ASI yang baik. Hal ini diduga karena sebagian besar akses
informasi ayah dan ibu tergolong sedang sehingga mereka mudah dalam
memperoleh informasi tentang ASI. Hal ini diperkuat oleh Khomsan (2002), ibu
yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan lebih semangat untuk mencari
dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam pengasuhan anaknya,
sama halnya dengan ayah.
Namun sebaliknya, masih ada ayah dan ibu yang memiliki tingkat
pengetahuan tentang ASI yang kurang. Hal ini diduga karena masih ada ayah
dan ibu yang belum pernah mendengar atau membaca informasi ASI serta
memiliki akses yang rendah terhadap informasi ASI.
Salah satu kendala dalam meningkatkan penggunaan ASI eksklusif
adalah kurangnya pengetahuan tentang menyusui dalam keluarga. Banyak ibu
masa kini mendapati ibu dan nenek mereka kurang pengetahuan tentang
menyusui dan tidak mampu memberikan dukungan (Welford 2001).
Sebagian besar ayah dan ibu sudah mengetahui ASI merupakan jenis
susu terbaik bagi bayi dan lebih unggul dari susu lainnya. Hal ini menjelaskan
bahwa selain ibu, ayah juga memiliki pengetahuan mengenai ASI sehingga
diharapkan dapat mendukung ibu dalam memberikan ASI khususnya ASI
eksklusif kepada bayi.
Hanya 48.3% ayah dan 50.0% ibu yang mengetahui bayi harus segera
disusui setelah melahirkan. Hal ini menunjukkan masih banyak ibu yang tidak
mengetahui pentingnya menyusui bayi segera setelah melahirkan. Berdasarkan
Roesli (2008), hasil penelitian di Jakarta-Indonesia tahun 2003 menunjukkan
bahwa bayi yang diberi kesempatan untuk menyusu dini, hasilnya delapan kali
lebih berhasil ASI eksklusif.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar ayah dan ibu mengetahui
pengertian kolostrum dan kandungan zat kekebalan tubuh yang terkandung
dalam kolostrum serta mengetahui kolostrum sebaiknya diberikan kepada bayi.
Hal ini menunjukkan bahwa ayah dan ibu sudah memiliki pengetahuan yang baik
mengenai kolostrum.
Menurut Roesli (2000), kolostrum yang disebut juga cairan emas yaitu
ASI yang keluar dari hari pertama sampai hari ke-4 atau ke-7, kaya zat anti-
infeksi dan berprotein tinggi. Kolostrum yang encer dan sering berwarna kuning
atau terkadang jernih ini lebih menyerupai darah daripada susu, sebab
mengandung sel hidup yang menyerupai sel darah putih yang dapat membunuh
kuman penyakit. Oleh karena itu, kolostrum ini harus diberikan kepada bayi.
Sebagian besar ayah dan ibu mengetahui pengertian ASI eksklusif dan
lama pemberian ASI eksklusif yaitu 6 bulan. Akan tetapi, terdapat 12.7-25.0%
ayah dan ibu yang tidak mengetahui pengertian dan lama pemberian ASI
eksklusif 6 bulan. Hal ini menunjukkan masih terdapat ayah dan ibu yang kurang
informasi tentang ASI khususnya ASI eksklusif sehingga tidak tahu tentang ASI
eksklusif. Lebih dari 90% ayah dan ibu mengetahui manfaat ASI eksklusif seperti
meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi, mencegah bayi dari penyakit dan
infeksi, meningkatkan hubungan psikologis antara ibu dan bayi serta bermanfaat
bagi ibu. Hal ini dapat menjadi dasar bagi ayah untuk memberi dukungan pada
ibu agar memberikan ASI secara eksklusif pada bayi.
Sebagaimana dijelaskan oleh Roesli (2000) bahwa yang dimaksud
dengan ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah
bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula,
jeruk, madu, air teh, air putiih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti
pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Lebih lanjut, WHO
(1991) menjelaskan rekomendasi UNICEF dan WHO telah menetapkan jangka
waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.
Sebagian besar ayah dan ibu mengetahui tanda-tanda bayi dengan gizi
cukup selama pemberian ASI eksklusif yaitu bayi sering buang air kecil, tidak
rewel, dan berat badan terus bertambah. Hal ini dapat mengurangi kekhawatiran
ayah dan ibu bahwa ASI saja tidak mencukupi kebutuhan bayi hingga berumur
enam bulan dan meningkatkan kepercayaan diri ibu dalam menyusui bayi secara
eksklusif.
Menurut Dowshen, Izenberg, dan Bass (2002), karena tidak dapat
mengukur ASI seperti menakar susu formula, maka cara menentukan bayi sudah
memperoleh ASI dalam jumlah cukup yaitu bayi buang air kecil enam sampai
delapan kali sehari, air seni berwarna jernih dan pucat, bayi buang air besar dua
sampai lima kali sehari, bayi terlihat puas, dan berat badan bayi meningkat. Lebih
lanjut, Departemen Kesehatan (2002, 2005) menjelaskan tanda-tanda ASI
memenuhi kebutuhan gizi bayi adalah bayi tidak rewel dan tumbuh sesuai
dengan grafik kartu menuju sehat (KMS).
Lebih dari 90% ayah dan ibu mengetahui dengan menciptakan suasana
yang tenang dan nyaman saat ibu menyusui dapat membantu lancarnya produksi
ASI ibu. Ayah yang mengerti kondisi emosi ibu dan selalu menciptakan suasana
yang tenang dan nyaman selama ibu menyusui bayi dapat meningkatkan
produksi ASI ibu sehingga dapat mencukupi kebutuhan bayi. Hal tersebut
diperkuat oleh Roesli (2000), peran ayah sangat menentukan keberhasilan
menyusui karena ayah turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI
(milk let down reflex) yang sangat dipengaruhi oleh emosi atau perasaan ibu.
Lebih dari separuh ayah dan ibu mengetahui tindakan yang tepat dengan
memompa dan menyimpan ASI apabila ibu bekerja atau bepergian dan
meninggalkan bayi yang berusia kurang dari 6 bulan agar dapat disusui.
Tindakan ini dapat membantu tercapainya pemberian ASI eksklusif selama 6
bulan sehingga ibu tidak harus mengganti ASI dengan susu formula selama
bepergian atau bekerja. Sedangkan ayah dapat memberikan nasehat kepada ibu
untuk memompa dan menyimpan ASI sebelum bepergian agar bayi tetap dapat
disusui dengan ASI.
Berdasarkan Roesli (2000), bagi ibu bekerja yang tidak dapat membawa
bayinya ketempat kerja, pemberian ASI perah akan tetap memungkinkan bayi
memperoleh ASI eksklusif selama 6 bulan (minimum 4 bulan) tanpa harus cuti
tambahan. Selain itu, menurut Dewi (2005) dan Departemen Kesehatan (2002,
2005) bahwa ASI dapat disimpan pada suhu ruang selama 6 jam, pada suhu
lemari es selama 24 jam, dan pada suhu freezer selama 3-4 bulan. Hal ini dapat
dilakukan oleh ibu bekerja atau bepergian tanpa membawa serta bayinya.
Sebagian besar ayah dan ibu mengetahui waktu yang tepat bagi bayi
diberikan makanan pendamping ASI. Hal ini berarti, sebagian besar ayah dan ibu
mengetahui saat bayi berusia 6 bulan maka bayi harus diberikan makanan lain
selain ASI. Berdasarkan Roesli (2000), setelah bayi berusia 6 bulan, bayi harus
mulai diberi makanan padat, tetapi ASI dapat diteruskan sampai usia 2 tahun
atau lebih karena produksi ASI mulai menurun sedangkan kebutuhan gizi anak
semakin meningkat. Apabila bayi yang berusia 6 bulan tidak diberikan makan
pendamping ASI maka dapat mengakibatkan kurang gizi pada bayi.
Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa pengetahuan ayah dan ibu
tentang ASI yang masih rendah meliputi waktu yang tepat menyusui bayi setelah
melahirkan, tindakan yang tepat saat ibu bekerja atau bepergian meninggalkan
bayi berusia kurang dari 6 bulan dan pengertian ASI eksklusif sehingga perlu
ditingkatkan pemberian informasi mengenai hal tersebut.

Sikap Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI

Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh ibu memiliki sikap yang
baik tentang pemberian ASI sedangkan lebih dari separuh ayah memiliki sikap
sedang tentang pemberian ASI. Hal ini diduga karena sebagian besar tingkat
pengetahuan ASI ayah dan ibu adalah baik sehingga mempengaruhi
terbentuknya sikap yang baik tentang pemberian ASI pada bayi.
Seluruh ayah setuju ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi tetapi
hanya 75.0% ayah setuju bayi diberi ASI saja selama 6 bulan dan 48.3% ayah
setuju ASI eksklusif digantikan susu formula saat istri bekerja atau bepergian. Hal
ini diduga karena ayah khawatir ASI tidak mencukupi kebutuhan gizi bayi selama
6 bulan dan dengan memberikan susu formula pada bayi maka ibu akan bebas
melakukan pekerjaan dan aktivitas lainnya. Selain itu, umumnya ayah
menyerahkan keputusan pemberian ASI eksklusif sepenuhnya pada ibu.
Penelitian Abdullah (2001) di Kota Bogor menjelaskan ayah merupakan
pihak yang sering diajak diskusi sebelum mengambil keputusan pemberian ASI
eksklusif, namun kenyataannya ayah berperan sangat kecil saat pengambilan
keputusan dan banyak dilakukan oleh ibu. Hal ini diduga karena masih adanya
stereotip bahwa masalah domestik merupakan urusan ibu, sehingga ketika
berdiskusi hanya membicarakan perawatan anak secara umum dan
menyerahkan sepenuhnya pengambilan keputusan kepada ibu.
Lebih lanjut, terdapat 35.0% ayah setuju adanya sosialisasi susu formula
di rumah bersalin atau bidan. Sosialisasi susu formula di rumah sakit dapat
menghambat pemberian ASI eksklusif pada bayi. Hal ini dapat dilihat dengan
adanya 16.6% contoh yang memberikan ASI semi eksklusif pada bayi. Praktek
pemberian ASI semi eksklusif adalah pemberian susu formula pada awal
kelahiran bayi sebelum bayi disusui ibu tetapi tidak dilanjutkan setelah ibu keluar
dari rumah bersalin. Berdasarkan penelitian Amiruddin (2006) di Makassar, ibu
yang memberikan ASI tidak eksklusif mendapatkan promosi susu formula yang
lebih banyak dibandingkan ibu yang memberikan ASI eksklusif. Adanya promosi
susu formula di rumah sakit dapat mempengaruhi sikap pemberian ASI ibu.
Sebagian besar ayah setuju pengetahuan ASI juga penting bagi ayah dan
ayah memiliki peranan penting dalam pemberian ASI eksklusif dengan cara
mendukung ibu selama menyusui sehingga mempererat hubungan emosional
orang tua dan anak. Hal ini menunjukkan ayah sudah mengetahui pentingnya
ASI eksklusif bagi kehidupan bayi sehingga ayah mau ikut berperan dalam
pemberian ASI. Selain itu, ayah tidak mempermasalahkan perubahan bentuk
tubuh isteri selama menyusui dan secara tidak langsung sikap ini merupakan
bentuk dukungan positif bagi ibu.
Seperti halnya sikap ayah tentang pemberian ASI, sebagian besar ibu
setuju ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi sehingga ibu setuju bayi diberi
ASI saja hingga 6 bulan atau disebut ASI eksklusif. Selain itu, sebagian besar ibu
setuju ASI eksklusif bermanfaat bagi sistem imunitas tubuh bayi dan dapat
meningkatkan hubungan psikologis antara ibu dan bayi.
Akan tetapi, lebih dari separuh ibu setuju ASI eksklusif digantikan susu
formula saat ibu bekerja atau bepergian dan saat bayi berumur 6 bulan serta
kandungan gizi susu formula dapat menggantikan ASI. Hal ini diduga karena ibu
tidak mau repot memompa ASI sehingga memilih praktis menggunakan susu
formula. Selain itu, ibu terpengaruh iklan susu formula yang menggambarkan
seolah-olah kandungan gizi susu formula sangat lengkap dibandingkan ASI.
Berdasarkan WHO (1999), adanya pengaruh media massa mengenai iklan susu
formula bagi bayi dapat mempengaruhi ibu untuk tidak memberikan ASI.
Sebagian besar ibu setuju bahwa bayi setelah lahir tidak perlu segera
diberi ASI, hanya 36.7% ibu setuju bayi tidak perlu diberi makanan atau minuman
lain sebelum ASI keluar, dan 40% ibu setuju dengan sosialisasi susu formula di
rumah sakit. Hal ini diduga karena ibu tidak mengetahui pentingnya menyusui
dini yang mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan
penelitian Roesli (2008) di Jakarta menunjukkan bayi yang diberi kesempatan
menyusu dini memiliki peluang delapan kali lebih berhasil ASI eksklusif.
Terdapat 75.0% ibu akan mengikuti saran ayah untuk memberikan susu
formula pada bayi untuk menggantikan ASI. Hal ini diduga karena besarnya
peran ayah dalam keluarga sehingga dapat mempengaruhi sikap ibu yang positif.
Oleh karena itu, sikap positif ayah tentang ASI dan peranan ayah yang baik
dalam pemberian ASI dapat mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI
eksklusif oleh ibu pada bayi.
Sebagian besar ibu setuju pengetahuan tentang ASI juga penting bagi
ayah, ayah berperan penting dalam pemberian ASI eksklusif, dan dukungan ayah
dibutuhkan dalam masa menyusui. Akan tetapi, terdapat 95.0% ibu berpendapat
ayah tidak perlu membantu ibu dalam mengurus dan merawat bayi selama
menyusui. Hal ini menjelaskan ibu menyadari pentingnya dukungan ayah saat
menyusui tetapi bentuk dukungan yang diinginkan ibu hanya berupa dukungan
emosional saja tanpa terlibat langsung mengurus dan merawat bayi yang
merupakan tanggung jawab ibu dan dapat dilakukan sendiri oleh ibu.

Peranan Ayah dalam Pemberian ASI

Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar ayah memiliki


peranan sedang dan tinggi dalam pemberian ASI. Akan tetapi, terdapat 16.7%
ayah yang berperan rendah dalam pemberian ASI. Menurut Roesli (2000),
sekarang ini masih banyak ayah yang berpendapat salah bahwa menyusui
adalah urusan ibu dan bayinya. Ayah menganggap cukup menjadi pengamat
yang pasif saja. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian, terdapat 40.0% ayah
memiliki kebiasaan berpikir bahwa ayah hanya bekerja dan mengurus bayi
merupakan tugas ibu.
Menurut Roesli (2000) dari semua dukungan bagi ibu menyusui,
dukungan ayah yang paling berarti bagi ibu. Ayah dapat berperan aktif dalam
keberhasilan pemberian ASI eksklusif dengan memberikan dukungan secara
emosional dan bantuan-bantuan yang praktis.
Selain itu, menurut WABA (2006) seringkali ibu cenderung ingin menyusui
dan merasa percaya diri apabila mendapat dukungan dari ayah. Akan tetapi,
seringkali ayah, pada umumnya yang pertama kali menjadi ayah merasa bukan
bagian dalam menyusui dan tidak memiliki peran dalam proses menyusui.
Peranan yang sering dilakukan oleh sebagian besar ayah dalam
pemberian ASI pada bayi adalah menggendong bayi dan diberikan pada ibu
untuk disusui. Selain itu, lebih dari separuh ayah sering berperan selama masa
pemberian ASI eksklusif pada bayi, meliputi mengganti popok bayi, mengajak
bayi bermain, membantu mengurus bayi saat tengah malam bayi terbangun,
mengantar bayi ke dokter untuk periksa kesehatan dan imunisasi, dan
menyendawakan bayi setelah disusui. Selanjutnya, terdapat separuh ayah yang
kadang-kadang membantu ibu memandikan bayi dan 46.7% ayah yang kadang-
kadang menyanyikan lagu untuk bayi.
Lebih lanjut, upaya yang dapat dilakukan ayah selama pemberian ASI
adalah menyendawakan bayi setelah disusui, mengganti popok, memijat bayi,
memandikan bayi, mengayun-ayunkan bayi, bernyanyi atau bercerita untuk bayi,
dan bermain dengan bayi. Bermain biasanya hal pertama yang diminta ibu untuk
dilakukan ayah. Sering bayi dengan cepat mengenal ayah sebagai teman
bermain dan ibu sebagai pemberi perhatian karena ayah menghabiskan banyak
waktu bermain (Riordan 2005).
Peranan yang sering dilakukan oleh sebagian besar ayah dalam
pemberian ASI pada ibu adalah menyarankan ibu mengonsumsi makanan
pelancar ASI, menciptakan suasana nyaman dan tenang saat ibu menyusui,
mengantar ibu periksa kesehatan, mendukung ibu memberikan ASI eksklusif
saat ibu bekerja atau bepergian, dan menasehati ibu pentingnya ASI eksklusif.
Berdasarkan Roesli (2000), ayah mempunyai peran yang sangat menentukan
keberhasilan menyusui karena ayah turut menentukan kelancaran refleks
pengeluaran ASI (milk let down reflex) yang sangat dipengaruhi oleh emosi atau
perasaan ibu.
Selain itu, lebih dari separuh ayah sering membelikan ibu makanan yang
memperlancar ASI, membantu pekerjaan rumah tangga, dan membeli susu untuk
kesehatan dan produksi ASI ibu. Akan tetapi, lebih dari separuh ayah tidak
pernah membelikan buku atau majalah tentang ASI untuk ibu. Membeli buku atau
majalah tentang ASI untuk ibu merupakan bentuk dukungan alternatif apabila
ayah bekerja dan tidak dapat berperan langsung merawat bayi.
Manfaat saran ayah dengan cara yang spesifik dapat mendukung ibu.
Mereka dapat membantu ibu merasa nyaman saat posisi menyusui, memberikan
dukungan zat gizi dan membantu pekerjaan rumah, menyendawakan dan
menghibur bayi, menjaga ibu dari kelelahan, membatasi tamu, dan menunjukkan
kesenangan dari keputusan untuk memberikan ASI (Riordan 2005).
Selain bentuk dukungan ayah yang baik, terdapat juga ayah yang
memberikan dukungan salah dalam pemberian ASI. Hal ini dapat dilihat bahwa
terdapat lebih dari separuh ayah yang mendukung keputusan isteri
menggunakan susu formula dan terdapat 46.7% ayah yang pernah menyarankan
ibu untuk memberikan susu formula pada bayi. Hal ini diduga karena ayah
terpengaruh oleh iklan susu formula di media massa yang menggambarkan
lengkapnya kandungan gizi susu formula. Berdasarkan WHO (1999), adanya
pengaruh media massa mengenai iklan susu formula bayi dapat mempengaruhi
ibu untuk tidak memberikan ASI termasuk ayah.

Praktek Pemberian ASI

Praktek pemberian ASI pada penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga


yaitu pemberian ASI eksklusif, ASI semi eksklusif, dan ASI tidak eksklusif. Selain
bayi yang diberi ASI eksklusif, seringkali bayi diberi susu formula selama berada
di rumah sakit atau rumah bersalin yang disebut semi eksklusif. Berdasarkan
hasil penelitian diketahui contoh yang memberikan ASI eksklusif dan semi
eksklusif lebih banyak daripada contoh yang tidak memberikan ASI eksklusif.
Praktek pemberian ASI eksklusif ini didukung oleh pengetahuan dan sikap ayah
dan ibu yang baik tentang ASI eksklusif.
Adanya pemberian susu formula pada bayi di rumah sakit atau rumah
bersalin dapat menjadi penghambat pemberian ASI eksklusif secara optimal.
Berdasarkan penelitian Amiruddin (2006) di Makassar, ibu yang memberikan ASI
tidak eksklusif mendapatkan promosi susu formula yang lebih banyak
dibandingkan ibu yang memberikan ASI eksklusif pada bayi.
Keuntungan dari ASI akan optimal jika bayi hanya diberi ASI saja secara
eksklusif tanpa pemberian makanan tambahan lain, selama 6 bulan pertama
kehidupannya. Berdasarkan hal tersebut, rekomendasi UNICEF dan WHO
menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Selain ASI,
pemberian makanan dengan vitamin saja, obat dan teh herbal serta pemberian
air kepada bayi tidak dianjurkan (WHO 1991).
Hal yang sama juga dijelaskan oleh Roesli (2000) yang dimaksud dengan
ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya
diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air
teh, air putiih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur
susu, biskuit, bubur nasi, dan tim.
Menurut Roesli (2008), bayi yang disusui eksklusif 6 bulan dan diberi ASI
hingga 11 bulan saja dapat menurunkan 13.0% kematian bayi. Menurut WHO
(2000), setiap tahun terdapat 1-1,5 juta bayi meninggal karena tidak diberi ASI
eksklusif. Selain itu, menurut UNICEF (2006) kira-kira sebanyak 30.000 kematian
balita di Indonesia dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif.
Berdasarkan 41.7% contoh yang tidak memberikan ASI eksklusif,
terdapat sebagian besar contoh yang memberikan ASI saja pada bayi namun
kurang dari 6 bulan sesuai anjuran lama pemberian ASI eksklusif. Contoh yang
memberikan ASI saja selama 4 bulan lebih banyak dibandingkan contoh yang
memberikan ASI saja selama 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, dan 5 bulan. Hal ini
diduga karena contoh masih mengetahui lamanya pemberian ASI eksklusif yaitu
4 bulan sesuai rekomendasi Departemen Kesehatan tahun 2002. Selain itu,
terdapat contoh yang memberikan minuman selain ASI dan makanan padat yaitu
pisang pada minggu awal kelahiran.
Menurut Roesli (2000), bayi sehat tidak memerlukan makanan tambahan
sampai usia 6 bulan. Pada keadaan-keadaan khusus dibenarkan untuk mulai
memberi makanan padat setelah bayi berumur 4 bulan tetapi belum mencapai 6
bulan. Misalnya karena terjadi peningkatan berat badan bayi yang kurang dari
standar atau didapatkan tanda-tanda lain yang menunjukkan bahwa pemberian
ASI eksklusif tidak berjalan dengan baik. Namun, sebelum diberi makanan
tambahan, sebaiknya ibu mencoba memeperbaiki cara menyusui terlebih dahulu.

Hubungan Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI dengan


Karakteristik Keluarga

Tingkat Pendidikan

Hasil penelitian menunjukkan ayah dan ibu dengan tingkat pengetahuan


tentang ASI yang baik memiliki tingkat pendidikan tinggi. Menurut Khomsan
(2002), ibu yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan lebih semangat untuk
mencari dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam pengasuhan
anaknya.
Uji korelasi Spearman menunjukkan tingkat pengetahuan ayah dan ibu
tentang ASI tidak berhubungan nyata dengan tingkat pendidikan ayah dan ibu (p
= 0.117 dan r = 0.205 pada ibu dan p = 0.097 dan r = 0.216 pada ayah). Hal ini
menunjukkan tingkat pendidikan ayah dan ibu tidak berhubungan dengan baik
rendahnya pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI.
Hal ini diduga karena sebagian besar ayah dan ibu memiliki tingkat
pendidikan sedang yaitu lulusan SLTP atau SLTA. Oleh karena itu, umumnya
pengetahuan tentang ASI diperoleh di luar pendidikan formal sehingga ayah dan
ibu harus memiliki rasa keingintahuan terhadap ASI terlebih dahulu untuk
mengakses pengetahuan tentang ASI tersebut.

Akses terhadap Informasi ASI

Pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dapat ditingkatkan apabila ayah
dan ibu dapat dengan mudah mengakses informasi tentang gizi dan kesehatan
khususnya ASI. Berdasarkan hasil penelitian diketahui ayah dan ibu dengan
tingkat pengetahuan tentang ASI baik memiliki akses informasi tentang ASI yang
baik pula.
Uji korelasi Spearman menunjukkan tingkat pengetahuan ASI ayah
berhubungan nyata dengan akses informasi tentang ASI (p = 0.04 dan r =
0.266*). Hal ini menunjukkan semakin baik akses informasi ayah tentang ASI
maka akan meningkatkan tingkat pengetahuan ayah tentang ASI. Akan tetapi,
tingkat pengetahuan ASI ibu tidak berhubungan nyata dengan akses informasi
tentang ASI (p = 0.161 dan r = 0.183). Hal ini diduga karena tidak semua ibu
mengetahui dan memahami informasi ASI secara keseluruhan.
Berdasarkan Riordan (2005) terdapat sepuluh cara dan sumber informasi
tentang ASI eksklusif yaitu membaca buku tentang ASI, membaca majalah
tentang pengasuhan, mencari informasi di internet, chatting online, bertemu
dengan konsultan laktasi, menemukan dokter yang tepat yang mendukung
pemberian ASI eksklusif, berbicara dengan suster, memanfaatkan kelompok
sosial, mendengarkan teman dan keluarga, dan mengikuti kelas kehamilan dan
melahirkan. Beberapa hal di atas dapat membantu ayah dan ibu dalam
memperoleh informasi mengenai ASI eksklusif.
Tingkat Ekonomi Keluarga

Hasil penelitian menunjukkan ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi atas
memiliki pengetahuan tentang ASI yang lebih baik dibandingkan ayah dan ibu
dengan tingkat ekonomi menengah dan bawah. Uji korelasi Spearman
menunjukkan pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI berhubungan tidak nyata
dengan tingkat ekonomi keluarga (p = 0.249 dan r = 0.151 pada ayah dan p =
0.596 dan r = 0.07 pada ibu).
Hal ini menjelaskan bahwa tingkat ekonomi keluarga tidak berhubungan
dengan baik rendahnya pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI. Hal ini diduga
karena tingkat ekonomi keluarga tidak mempengaruhi secara langsung
pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI. Selain itu, pengetahuan tentang ASI
dapat diperoleh ayah dan ibu di posyandu sehingga tidak memerlukan biaya.

Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Pengetahuan dan Sikap


Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI

Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI

Hasil penelitian menunjukkan ayah dan ibu yang memberikan ASI


eksklusif memiliki pengetahuan tentang ASI yang lebih baik dibandingkan ayah
dan ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif. Hal ini diduga karena sebagian
besar ayah dan ibu yang memberikan ASI eksklusif mengetahui dan memahami
pengertian dan manfaat ASI eksklusif. Hal ini diperkuat dengan hasil uji korelasi
Spearman yang menunjukkan pemberian ASI eksklusif berhubungan nyata
dengan tingkat pengetahuan ASI ayah (p = 0.028 dan r = 0.284*) dan
berhubungan sangat nyata dengan tingkat pengetahuan ASI ibu (p = 0.007 dan r
= 0.347**).
Semakin tinggi tingkat pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI akan
meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan Roesli (2000),
ayah dan ibu yang mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui merupakan salah
satu langkah mencapai keberhasilan pemberian ASI eksklusif.
Salah satu kendala dalam meningkatkan penggunaan ASI eksklusif
adalah kurangnya pengetahuan tentang menyusui dari satu generasi atau
bahkan lebih. Banyak ibu masa kini medapati bahwa ibu dan nenek mereka
kurang pengetahuan tentang menyusui dan tidak mampu memberikan banyak
dukungan (Welford 2001).
Sikap Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI

Hasil penelitian menunjukkan ayah dan ibu yang memberikan ASI


eksklusif pada bayi memiliki sikap tentang pemberian ASI yang lebih baik
dibandingkan ayah dan ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif. Hal ini diduga
karena sikap ayah dan ibu yang baik tentang pemberian ASI dapat
mempengaruhi praktek pemberian ASI eksklusif oleh ibu pada bayi.
Adanya sikap ibu yang positif tentang pemberian ASI maka ibu akan
memiliki pikiran yang positif mengenai ASI eksklusif sehingga ibu mendukung
pemberian ASI eksklusif. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan pemberian
ASI eksklusif berhubungan sangat nyata dengan sikap ayah dan ibu tentang ASI
eksklusif (p = 0.003 dan r = 0.376** pada ayah dan p = 0.001 dan r = 0.411**
pada ibu). Hal ini menunjukkan semakin baik sikap ayah dan ibu tentang
pemberian ASI maka ayah dan ibu akan memberikan ASI eksklusif kepada bayi.
Hal ini dijelaskan oleh Roesli (2000), menciptakan sikap yang positif mengenai
ASI dan menyusui dapat meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif.

Hubungan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI dengan


Pengetahuan dan Sikap Ayah tentang Pemberian ASI

Pengetahuan Ayah tentang ASI

Pada hasil penelitian dapat diketahui ayah yang memiliki peranan baik
dalam pemberian ASI memiliki pengetahuan ASI yang baik pula. Selain itu, tidak
terdapat ayah dengan pengetahuan ASI rendah yang berperan baik dalam
pemberian ASI. Adanya pengetahuan ayah mengenai pentingnya manfaat ASI
bagi bayi dan ibu serta hubungan psikologis ayah dan bayi akan membuat ayah
menyadari pentingnya ASI sehingga ayah akan berperan baik dalam pemberian
ASI dengan dukungan emosional dan bantuan-bantuan praktis.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan peranan ayah dalam pemberian
ASI berhubungan sangat nyata dengan pengetahuan ayah tentang ASI (p =
0.006 dan r =.348**). Semakin tinggi tingkat pengetahuan ayah tentang ASI
maka semakin baik peranan ayah dalam pemberian ASI. Menurut Roesli (2000),
calon ayah berperan aktif terhadap keberhasilan ibu dalam praktek pemberian
ASI berdasarkan pada tingkat pengetahuan tentang ASI yang diperolehnya.
Sikap Ayah tentang Pemberian ASI

Sikap ayah yang baik tentang pemberian ASI akan berhubungan dengan
peranan ayah dalam pemberian ASI oleh ibu pada bayi. Adanya sikap ayah yang
baik tentang pemberian ASI akan membentuk pikiran positif mengenai ASI
eksklusif sehingga ayah akan ikut terlibat dalam pemberian ASI sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya dalam membantu ibu dan bayi.
Pada hasil penelitian diketahui ayah yang memiliki peranan baik dalam
pemberian ASI memiliki sikap tentang pemberian ASI yang lebih baik
dibandingkan ayah yang memiliki peranan kurang dalam pemberian ASI. Lebih
lanjut, uji korelasi Spearman menunjukkan peranan ayah dalam pemberian ASI
berhubungan nyata dengan sikap ayah tentang pemberian ASI (p = 0.48 dan r =
0.257*).
Hal ini menunjukkan semakin baik sikap ayah tentang pemberian ASI
maka ayah semakin berperan dalam mendukung dan membantu ibu dan bayi
selama pemberian ASI. Menurut Riordan (2005), ayah berperan penting dalam
mendukung pemberian ASI, terutama sekali apabila ayah memiliki sikap yang
positif tentang pemberian ASI.

Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Peranan Ayah


dalam Pemberian ASI

Hasil penelitian menunjukkan peranan ayah pada ibu yang memberikan


ASI eksklusif lebih baik daripada ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif. Akan
tetapi, tidak terlihat perbedaan yang besar antara peranan ayah dalam
pemberian ASI eksklusif dan tidak eksklusif. Hal ini diduga ayah sebagai kepala
keluarga memiliki keterbatasan waktu bersama ibu dan bayi dikarenakan
tuntutan pekerjaan dan adanya rasa canggung pada ayah untuk memulai
peranannya pada ibu dan bayi dalam pemberian ASI.
Ayah yang berperan mendukung istri untuk menyusui bayi disebut
breastfeeding father. Pada dasarnya seribu ibu menyusui tidak lebih dari sepuluh
orang diantaranya tidak dapat menyusui karena alasan fisiologis. Jadi, sebagian
besar ibu dapat menyusui dengan baik. Hanya ketaatan mereka menyusui
eksklusif 4-6 bulan tidak dipenuhi. Itulah sebabnya dorongan ayah diperlukan
untuk meningkatkan kepercayaan diri ibu dalam menyusui (Khomsan 2006).
Berbeda halnya dengan pengetahuan dan sikap ayah tentang ASI, hasil
uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa praktek pemberian ASI eksklusif
berhubungan tidak nyata dengan peranan ayah (p = 0.235 dan r = 0.156).
Menurut Roesli (2000), banyak para ayah yang ingin berperan dalam perawatan
bayi meskipun mereka hanya memiliki waktu yang terbatas. Ayah hanya memiliki
waktu pagi atau sore hari dan akhir pekan saja bersama ibu dan bayi. Disamping
itu, ayah sering canggung ikut merawat bayi sehingga terhambat untuk mulai
berperan dan dorongan eksktra pada ayah sangat diperlukan.
Sebaliknya, hasil penelitian Littman, Medendorp & Goldfarb (1994) di
Ohio terhadap 115 ibu yang baru melahirkan menunjukkan kelancaran menyusui
hanya 26.9% karena ayah tidak mengerti peranannya dan hampir mencapai 98%
karena ayah paham akan peranannya. Oleh karena itu, keterlibatan ayah dalam
keberhasilan menyusui sangat besar. Selanjutnya, hasil penelitian Cernadas et
al. (2003) di Malawi menunjukkan salah satu faktor yang mempengaruhi
pemberian ASI eksklusif adalah dukungan ayah.
Perbedaan hasil penelitian ini diduga karena di Indonesia ayah
menyerahkan sepenuhnya tugas merawat dan mengurus bayi kepada ibu.
Menurut Roesli (2000), sekarang ini masih banyak ayah yang berpendapat salah
bahwa menyusui adalah urusan ibu dan bayi sehingga ayah cukup menjadi
pengamat pasif saja.
Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian bahwa terdapat 40.0% ayah
memiliki pemikiran bahwa ayah hanya bekerja dan mengurus bayi merupakan
tugas ibu. Selain itu, hampir keseluruhan ibu memiliki pendapat bahwa ayah tidak
perlu membantu ibu secara langsung dalam mengurus dan merawat bayi selama
masa menyusui. Ayah hanya cukup memberikan saran dan dukungan emosional
saja kepada ibu. Hal ini dapat mempengaruhi peranan ayah dalam pemberian
ASI karena untuk memulai peranannya dalam pemberian ASI, ayah
membutuhkan dukungan penuh dari ibu.
Lebih lanjut, menurut Perkins dan Vannais (2004), beberapa ayah
mendukung secara serius pemberian ASI dengan menggendong bayi pada ibu
dan meletakkan bayi tidur kembali setelah disusui. Akan tetapi, sebagian ayah
lainnya mengangkat tangan menjelang waktu menyusui, merasa bahwa
menyusui adalah tugas utama ibu dan ayah tidak dibutuhkan dan dilibatkan.
Lebih lanjut, berdasarkan penelitian Abdullah (2001) di Kota Bogor
diketahui ayah merupakan pihak yang sering diajak diskusi sebelum mengambil
keputusan pemberian ASI eksklusif, namun kenyataannya saat pengambilan
keputusan ayah berperan sangat kecil dan banyak dilakukan ibu. Pengambilan
keputusan yang didominasi oleh ibu diduga karena masih adanya stereotip
bahwa masalah domestik merupakan urusan ibu, sehingga ketika berdiskusi
lebih banyak membicarakan hal perawatan anak secara umum dan menyerahkan
sepenuhnya keputusan yang akan diambil kepada ibu. Ibu menjadi pihak yang
sentral dalam pengambilan keputusan pemberian ASI.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif

Banyak faktor yang diduga dapat mempengaruhi keberhasilan pemberian


ASI eksklusif. Analisis dengan multiple logistic regression menghasilkan
beberapa variabel yang sebelumnya signifikan tetapi setelah dibandingkan
dengan variabel lain menjadi tidak signifikan. Hal ini terjadi karena kemungkinan
pengaruh variabel tersebut tidak besar dibandingkan variabel-variabel lain
sehingga pengaruh variabel tersebut kecil.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui tiga faktor yang mempengaruhi
pemberian ASI eksklusif. Tiga faktor yang mempengaruhi pemberian ASI
eksklusif yaitu pendidikan ibu yang sedang dan tinggi, tingkat ekonomi atas, dan
sikap ibu yang baik tentang pemberian ASI.
Pendidikan ibu, sebagai salah satu dari tiga faktor yang berpengaruh. Ibu
yang memiliki pendidikan sedang (OR = 8.66; 95% CI 1.36-55.07) berpeluang
8.66 kali memberikan ASI secara eksklusif dibandingkan dengan ibu yang
memiliki pendidikan rendah. Selanjutnya, ibu yang memiliki pendidikan tinggi (OR
= 46.12; 95% CI 1.65-1286.15) berpeluang 46.12 kali memberikan ASI secara
eksklusif dibandingkan dengan ibu yang memiliki pendidikan rendah.
Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka ibu akan memiliki motivasi
yang lebih dalam meningkatkan pengetahuan tentang gizi dan kesehatan bayi
khususnya ASI sehingga ibu akan memberikan ASI eksklusif pada bayi. Menurut
Khomsan (2002), ibu yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan lebih
semangat untuk mencari dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan
dalam pengasuhan anaknya.
Lebih lanjut, berdasarkan penelitian Cernadas et al. (2003) di Malawi,
seorang ibu memiliki peran langsung dalam menyusui bayinya. Oleh karena itu,
semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka sangat berhubungan dengan
keberhasilan pemberian ASI eksklusif.
Faktor kedua yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah tingkat
ekonomi keluarga atas (OR = 0.15; 95% CI 0.03-0.75). Hal ini menunjukkan
semakin tinggi tingkat ekonomi keluarga akan menurunkan peluang pemberian
ASI eksklusif sebesar 6.4 kali dibandingkan keluarga tingkat ekonomi bawah.
Selain meningkatkan akses informasi tentang gizi dan kesehatan khususnya ASI,
semakin tinggi tingkat ekonomi keluarga akan meningkatkan daya beli keluarga
pada susu formula. Berdasarkan WHO (1999), adanya pengaruh media massa
mengenai iklan susu formula dapat mempengaruhi ibu tidak memberikan ASI.
Faktor ketiga yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah sikap
ibu yang baik tentang pemberian ASI (OR = 10.91; 95% CI 2.52-47.29). Hal ini
menunjukkan semakin baik sikap ibu tentang pemberian ASI maka berpeluang
10.91 kali memberikan ASI eksklusif pada bayi. Sikap ibu yang baik tentang
pemberian ASI diduga karena ibu mengetahui pengertian dan manfaat ASI
eksklusif yang baik bagi bayi dan ibu sehingga mempengaruhi keinginan ibu
memberikan ASI eksklusif pada bayi.
Roesli (2000) menjelaskan dengan menciptakan sikap yang positif
mengenai ASI dan menyusui dapat meningkatkan keberhasilan pemberian ASI
secara eksklusif. Selain itu, hasil penelitian Cernadas et al. (2003) di Malawi,
salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan
kepada bayi adalah sikap ibu yang baik dan sangat baik tentang pemberian ASI
pada bayi.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil beberapa kesimpulan
yaitu sebagai berikut :
1. Sebagian besar contoh memiliki keluarga kecil (75-85%). Lebih dari
separuh ayah dan ibu memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu lulusan
SLTP atau SLTA (65-76%) dan memiliki akses yang sedang tentang ASI
eksklusif (50-81%) baik ayah dan ibu pada tingkat ekonomi bawah,
menengah, maupun atas.
2. Sebagian besar ayah (77.0%) dan ibu (75.0%) memiliki tingkat
pengetahuan tentang ASI baik. Lebih dari separuh ibu memiliki sikap
yang baik tentang ASI (63.3%) dan terdapat 51.7% ayah yang memiliki
sikap sedang tentang pemberian ASI. Selain itu, terdapat 45.0% ayah
berperan sedang dalam pemberian ASI eksklusif.
3. Sebanyak 41.7% keluarga memberikan ASI eksklusif, 16.6% semi
eksklusif, dan 41.7% keluarga memberikan ASI tidak eksklusif.
4. Tingkat pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI tidak berhubungan
dengan besar keluarga, pendidikan ayah dan ibu, akses informasi ASI
ibu, dan tingkat ekonomi keluarga. Akan tetapi, tingkat pengetahuan ASI
ayah berhubungan dengan akses ayah terhadap informasi ASI.
5. Praktek pemberian ASI eksklusif berhubungan dengan tingkat
pengetahuan ASI ayah dan ibu. Selanjutnya, praktek pemberian ASI
eksklusif juga berhubungan dengan sikap ayah dan ibu tentang
pemberian ASI.
6. Peranan ayah dalam pemberian ASI berhubungan dengan tingkat
pengetahuan ASI ayah dan sikap ayah tentang pemberian ASI.
7. Praktek pemberian ASI eksklusif tidak berhubungan dengan peranan
ayah dalam pemberian ASI.
8. Faktor yang paling dominan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif
adalah pendidikan ibu, tingkat ekonomi keluarga atas, dan sikap ibu yang
baik tentang pemberian ASI.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka diharapkan :
5. Bagi aparat Kelurahan Kuningan Timur, Jakarta Selatan, penelitian ini
diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi kegiatan posyandu,
puskesmas atau badan kesehatan lainnya dalam rangka mempromosikan
ASI eksklusif di masa mendatang.
6. Bagi Pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah, Departemen
Kesehatan dan instansi yang terkait, mengadakan program pendidikan
ASI bagi ayah dan ibu khususnya dari tingkat ekonomi atas dan
pemberdayaan petugas kesehatan tentang ASI serta membuat kebijakan
dan memonitor tentang pemasaran susu formula bagi bayi dalam rangka
mempromosikan ASI eksklusif secara intensif.
7. Bagi calon ayah dan ayah diharapkan keterlibatannya sebagai ayah ASI
(breastfeeding father) untuk meningkatkan keberhasilan pemberian ASI
eksklusif.
8. Hendaknya petugas kesehatan lebih meningkatkan penyuluhan mengenai
informasi ASI eksklusif dan menyusui dini.
9. Bagi petugas penolong kelahiran hendaknya tidak menganjurkan ibu dan
memberi susu formula kepada bayi baru lahir yang dapat menyebabkan
kegagalan pemberian ASI eksklusif.
10. Bagi peneliti lain, sebaiknya dilakukan penelitian yang lebih komprehensif
dengan sampel besar mengenai peranan ayah dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif seperti menyusui dini, fasilitas
ruangan ibu melahirkan, kondisi payudara ibu, teknik menyusui bayi,
paritas, pekerjaan ibu, dan promosi susu formula sehingga diperoleh
gambaran yang lengkap tentang praktek pemberian ASI eksklusif.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S. 2002. Pengambilan Keputusan Pemberian ASI Eksklusif kepada


Bayi di Kota Bogor. [skripsi]. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Adwinanti, V. 2004. Hubungan praktek pemberian ASI dengan pengetahuan ibu


tentang ASI, kekhawatiran ibu, dukungan keluarga dan status gizi dari usia
0-6 bulan. [skripsi]. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Amiruddin, R. 2006. Promosi Susu Formula Menghambat Pemberian ASI


Eksklusif pada Bayi 6-11 Bulan di Kelurahan PaBaeng-Baeng Makassar.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/04/26/.

Anonymous. 2002. Excluxive Breastfeeding : The Only Water Source Young


Infants Need-Frequently Asked Questions. http://www.lingkagesproject.org.
23 September 2007.

Anonymous. 2006. A Controlled Trial of the Fathers Rules in Breastfeeding


Promotion. http://Pediatrics.aap Publication.org. 27 September 2006.

BPS. 2003. Statistik Kesejahteraan Rakyat (Welfare Statistic). BPS : Jakarta.

Brown K.H., Black R, L. Romana, & C. Kanashiro. 1989. Infant feeding practices
and their relationship with diarrhea and other diseases in Huasear (Lima),
Peru. Pediatrics, 83, 31-40.

Cernadas, J.M.C, G. Noceda, L. Barrera, A.M. Martinez, & A. Garsd. 2003.


Maternal and perinatal factors influencing the duration of exclusive
breastfeeding during the first 6 months of life. Journal of Human Lactation,
19, 136.

Departemen Kesehatan. 2002. Panduan 13 Dasar Gizi Seimbang. Departemen Kesehatan


RI. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Direktorat Bina Gizi
Masyarakat. Depkes : Jakarta.

. 2005. Panduan 13 Dasar Gizi Seimbang. Departemen Kesehatan


RI. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Direktorat Bina Gizi
Masyarakat. Depkes : Jakarta.

Departemen Kesehatan. 2006. Hanya 3.7% bayi memperoleh ASI.


http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle. 8 Mei 2008.

Dewi, Y. 2005. Penyimpanan ASI. http://asuh.wikia.com/wiki/Penyimpanan_ASI.


10 Mei 2008.

Hastuti, D. 2006. Analisis Pengaruh Model Pendidikan Prasekolah pada


Pembentukan Anak Sehat, Cerdas, dan Berkarakter. [disertasi]. Sekolah
Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Gulo, R. 2002. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI oleh ibu
usia remaja kepada anak umur 0-24 bulan. [skripsi]. Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor.

Jelliffe, D.B. & Jelliffe, E.F.P. 1979. Human Milk in the Modern World :
Psychosocial, Nutritional, and Economic Significance. Oxford University
Press : New York.

Khomsan, Ali. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahun Gizi. Diktat Departemen


Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Institut Pertanian Bogor.

. 2006. Solusi Makanan Sehat. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.

Kamudoni, P., K. Maleta, Z. Shi, & G.H. Ottesen. 2007. Feeding pratices in the
first 6 months and associated factors in a rural and suburban community in
Mangochi District, Malawi. Journal of Human Lactation, 23, 325.

Lawoyin, T.O., J.F. Olawoyi, & M.O Onadeko. 2001. Factors associated with
exclusive breastfeeding in Ibadan, Nigeria. Journal of Human Lactation, 17,
321.

Littman, H., Medendorb, S.V, & Goldfarb, J. 1994. The decision to breastfeed :
The importance of fathers approval. Clinical Pediatric Journal, 33 (4), 214-
219.

Nelson, W. E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kedokteran : Jakarta

Perkins, S & C. Vannais. 2004. Breastfeeding for Dummies. Wiley Publishing :


USA.

Pratiknya, A. W. 1986. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan


Kesehatan. Rajawali : Jakarta.

Riordan. 2005. Breastfeeding and Human Lactation (3rd ed). Jones and Barlett
Publisher : Massachusetts.

Roesli, U. 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Trubus Agriwidya : Jakarta.

. 2008. Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif. Pustaka Bunda :


Jakarta.

Slamet, Y. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Dabara Publisher : Solo.

Suciarni, E. 2004. Hubungan pengetahuan dan sikap ibu terhadap


pengembangan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan. [skripsi]. Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor.

UNICEF. 2006. Breastfeeding saves lives of 30.000 Indonesian children yearly.


http://www.unicef.org/indonesia/Breastfeeding_release_English_(1).pdf. 8
Mei 2008.
WABA. 2006. Family support key to breastfeeding.
http://www.waba.org.my/whatwedo/mensinitiative/pdf/family-support-
irishhealth.pdf. 10 Mei 2008.

WHO. 1991. Indicators for assessing breast-feeding practices. Report from an


informal meeting 1-12 Juni. WHO : Geneva.

. 1993. Breastfeeding: the technical basis and recommendations for action.


WHO : Geneva.

. 1999. Women and breastfeeding. WHO : Geneva.

. 2000. Effect of breastfeeding on infant and child mortality due to


infectious desease in less developed countries a pooled analysis. The
Lancet Journal, 415 (5), 355.

Das könnte Ihnen auch gefallen