Sie sind auf Seite 1von 3

BAB I

Pendahuluan

Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara
umum, terjadi ketidak seimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan
bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di
belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan
terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang
sumbu bola mata. Jenis kelainan refraksi diantaranya miopia, hipermetropia, presbiop dan
astigmatisma.1
Koreksi terhadap kelainan refraksi dapat dilakukan dengan penggunaan kacamata, lensa
kontak dan pada keadaan tertentu kelainan refraksi dapat diatasi dengan pembedahan pada
kornea antara lain keratotomi radial, keratektomi fotorefraktif (PRK), Laser Asissted In situ
Interlamelar Keratomilieusis (LASIK).1
Bedah refraktif laser kebanyakan digunakan untuk miopia, tetapi dapat juga mengatasi
astigmatisme atau hiperopia. Hasil penglihatan jangka panjang kurang lebih sama dengan
berbagai teknik, tetapi setiap teknik mempunyai keuntungan dan kerugiannya sendiri-sendiri.
Secara umum, PRK digunakan untuk miopia rendah (-6 PD atau kurang ) dan LASIK untuk
miopia sedang, sedangkan pengangkatan lensa jernih dianjurkan untuk miopia tinggi. LASIK
menghasilkan perbaikan yang paling cepat, baik penglihatan maupun rasa nyaman. Teknik ablasi
permukaan terutama diindikasikan pada kornea-kornea tipis dan pada pasien dengan resiko
trauma kornea. Komplikasi komplikasi bedah refraktif laser kornea, antara lain hasil refraksi
yang diluar dugaan, refraksi yang fluktuatif, astigmatisme irregular, regresi, masalah masalah
pada epitel, flap, dan pertautan, kekeruhan stroma, ektasia kornea dan infeksi. Bedah refraksi
laser kornea terdahulu menimbulkan kesulitan-kesulitan tertentu saat menentukan kekuatan lensa
intraokular pada bedah katarak. 2
Laser excimer, terutama laser argon fluorida dengan panjang gelombang 193 nm, dapat
menguapkan jaringan dengan sangat bersih, nyaris tanpa merusak sel-sel di sekitar atau di bawah
potongan. Dengan menggunakan pulsasi multipel dan ukuran titik yang berubah secara progresif
untuk menguapkan lapis demi lapis lapisan kornea yang tipis, pembentukan ulang kontur retina
dengan bantuan komputer dapat memperbaiki kelainan refraksi astigmatisme dan miopia-sedang
dengan tepat-dan tampaknya secara permanen. Kesulitan-kesulitan awal berupa terbentuknya
perkabutan superfisial di kornea tampaknya telah berhasil diatasi.3
Kelainan hiperopia atau miopia berat (lebih dari 6 dioptri) tidak berespons sebaik itu
dengan PRK. Terapi ini telah berhasil menyembuhkan ribuan mata miopia di Eropa, Asia, dan
Amerika Serikat. Di tempat-tempat yang tersedia, PRK telah sangat menggantikan keratotomi
radial bedah, yang kurang dapat diprediksi dan menimbulkan berbagai komplikasi, misalnya
pembentukan jaringan parut dalam, perforasi mata, infeksi intraokular, dan pergeseran hiperopia
di kemudian hari-yang tidak timbul dengan tindakan laser.3
PRK menghilangkan lapisan tempat epitel kornea melekat kadang-kadang hal ini
menyebabkan kekeruhan kornea. Untuk mempertahankan membran ini, dilakukan suatu prosedur
alternatif yang banyak dikenal sebagai LASIK (Iaser in situ keratomileusis), yang terdiri atas
pembuatan flap lamelar "berengsel" pada kornea dengan suatu keratom mekanis, ablasi refraktif
dasar-kornea dengan laser, dan pengembalian Jlap yang telah dibuat LASIK menghasilkan
perbaikan penglihatan yang lebih cepat dan terasa lebih nyaman dibandingkan-PRK, tetapi
menimbulkan risiko komplikasi jangka panjang yang sedikit lebih tinggi. 3
Secara teori, laser subepithelial keratomileasis (LASEK) menggabungkan keuntungan-
keuntungan PRK dan LASIK. Laser excimer modern memiliki ukuran titik yang lebih kecil,
sistem penelusur mata, dan ablasi dengan penyesuaian muka-gelombang (waaefront custom
ablation). Kelebihan-kelebihan ini meningkatkan ketepatan terapi dan mengurangi penambahan
aberasi sferis yang disebabkan oleh pembuatan flap kornea. 3
Daftar Pustaka

1. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2005.
2. Reilly CD et al. PRK vs LASEK vs Epi-LASIK : A comparison of corneal haze, post-
operative pain and visual recorvery in moderate to high myopia. 2010 May 13 ; 2 (4) :
97-104.
3. Vaugan DG, Asbury T, Eva P. Oftalmologi Umum, Edisi 17. Jakarta: Penerbit Widya
Medika. 2010; 431.

Das könnte Ihnen auch gefallen