Sie sind auf Seite 1von 6

AKTUALISASI PANCASILA

A. Keharusan Moral Untuk Mengaktualisasi Pancasila


Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia mengandung konsekuensi setiap
aspek penelenggaraan negara dan semua sikap dan tingkah laku bangsa Indonesia dalam
bermasyaraat dan bernegara harus berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai
Pancasila yang bersumber pada hakikat Pancasila adalah bersifat absrak umum universal,
tetap dan tidak berubah. Nilai-nilai tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut menjadi norma-
norma moral yang harus dilaksanakan dan diaktualisasi oleh setiap warga negara
Indonesia.
Masalah pokok dalam aktualisasi Pancasila adalah sebagaimana wujud aktualisasi
itu, yaitu bagaimana nilai-nilai Pancasila yang sebagai umum universal tersebut
dijabarkan dalam bentuk norma-norma yang jelas dalam kaitannya dengan tingkah laku
semua warga dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dalam kaitannya
dengan segala aspek penyelenggaraan negara.
Aktualisasi Pancasila berdasarkan pada dorongan lahir batin sebagai berikut :
1. Perjuangan kemerdekaan Indonesia dijiwai oleh hasrat sedalam-dalamnya
untuk mendirikan negara Indonesia berdasarkan Pancasila
2. Pancasila adalah landasan ideal dalam perjuangan meawan penjajah
3. Penyelenggaraan kehidupan negara Indonesia pada hakikatnya berdasarkan
atas suatu hukum dasar negara yang mengandung suasana kebatinan dan cita-
cita hukum.
4. Setiap warga negara Indonesia seharusnya mendasarkan cipta, rasa, karsa dan
karya atas nilai-nilai Pancasila.

Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu aktualisasi Subjektif
yaitu realisasi pada setiap individu, dan aktualisasi Objektif yaitu realisasi dalam segala
aspek kenegaraan dan hukum.

B. Aktualisasi Pancasila yang Subjektif


Aktualisasi Pancasila yang Subjektif adalah pelaksanaan dalam pribadi
perseorangan,setiap warga negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa dan
setiap orang Indonesia. Dengan demikian sangat berkaiatan dengan kesadaran, ketaatan
dan kesiapan individu untuk merealisasikan Pancasila.
Pengertian kepribadian Indonesia memiliki tingkatan yaitu :
1. Kepribadian yang bersifat hakikat manusia monopluralis. Dalam pengertian
ini disebut dengan kepribadian kemanusiaan, karena termasuk jenis manusia,
dan memiliki sifat-sifat kemanusiaan.
2. Kepribadian yang mengandung sifat-sifat manuasia.
3. Realisasi kongkrit sehingga bersiafat tidak tetap.
C. Ketaatan Moral untuk melaksanakan Pancasila
Prinsip ketaatan ini pada hakikatnya bersumber pada hakikat adil, yaitu
dipenuhinya segala sesuatu hak dalam hidup bersama (dalam negara) sebagai sifat
hubungan antara satu dengan yang lainnya, yang mengakibatkan bahwa memenuhi hak
dalam hubungan antara satu dan lainnya adalah suatu wajib.
Warganegara adalah sebagai pendukukng hak dan kewajiban. Ketaatan adalah
merupakan syarat mutlak untuk berlangsungnya negara. Oleh karena itu perlu adanya
suatu jaminan hukum. Berikut ini macam ketaatan kenegaraan yang dapat dirinci sebagai
berikut :
1. Ketaatan hukum, pasal 27 ayat 1 UUD 1945, segala warganegara bersamaan
kedudukannya dalam hukum dan Pemerintahan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
2. Ketaatan moral (kesusilaan), yang tersimpul pada sila kedua Pancasila, dan
pada Pembukaan UUD 1945, bahwa hak segala bangsa atas kemerdekaan
adalah merupakan hak moral dari setiap bangsa.
3. Ketaatan religius, yaitu berdasar pada :
a. Sila pertama Pancasila
b. Pembukaan UUD 1945 atas berkat rakhmat Tuhan yang Mahakuasa
4. Ketaatan mutlak, yaitu adanya kekuasaan sebagai bawaan hakikat organisasi
hidup bersama dalam bentuk masyarakat dan negara, yang mewajibkan
adanya penguasa dan ketaatan mutlak seperti yang tertuang pada Pembukaan
UUD 1945 Kemerdekaan adalah sesengguhnya hak segala bangsa.

Maka dapat disimpulkan bahwa dalam rangka realisasi Pancasila sangat


diperlukan suatu kondisi yang mutlak untuk terlaksanannya pengamalan tersebut.

D. Kesadaran untuk melaksanalkan Pancasila


Ketaatan adalah berdasarkan kesadaran, jadi ketaatan akan terwujud bilamana ada
suatu kesadaran.
Kesadaran adalah hsil perbuatan akal, yaitu pengamalan tentang keadaan-keadaan
yang ada pada diri manusia sendiri. Pengamalan itu bersifat jasmaniah dan dapat dirinci
sebagai berikut :
1. Rasa, menimbulkan realisasi tentang kejiwaan (estetis)
2. Akal, yang menimbulkan realisasi tentang kebaikan/kebenaran (ilmu
pengetahuan, pengetahuan, inspirasi, intitusi).
3. Kehendak, yang menimbulkan realisasi tentang kebaikan/kebenaran (etis) dan
realisasi tentang kebahagiaan. Jadi berkaitan dengan tingkah laku manusia.
E. Internalisasi nilai-nilai Pancasila
Realisasi nilai-nilai Pancasila dasar filsafat negara Indonesia, perlu secara
berangsur-angsur dengan jalan pendidikan baik di sekolah maupun dalam masyarakat dan
keluarga sehingga diperoleh hal-hal sebagai berikut :
1. Pengetahuan, yaitu meliputi aktualisasi biasa, pengetahuan ilmiah, dan pengetahuan
filsafat tentang Pancasila.
2. Kesadaran, selalu mengetahui pertumbuhan keadaan yang ada dalam diri sendiri.
3. Ketaatan, yaitu selalu damam keadaan sedia untuk memenuhi wajib lahir dan batin.
4. Kemampuan kehendak, yang cukup kuat sebagai pendorong untuk melakukan
perbuatan.
5. Watak dan hati nurani agar orang selalu mawas diri
F. Proses Pembentukan Kepribadian Pancasila
Bila diringkas pemahaman dan aktualisasi Pancasila sampai pada tingkat
mentalitas, kepribadian dan ketahanan ideologis adalah sebagai berikut :
1. Proses penghayatan diawali dengan mmiliki pengetahuan yang lengkap, dan jelas
tentang kebaikan dan kebenaran Pancasila.
2. Kemudian ditingkatkan ke dalam hati sanubari sampai adanya suatu ketaatan, yaitu
suatu kesediaan yang harus senantiasa ada untuk merealisasikan Pancasila.
3. Disusul dengan adanya kemampuan dan kebiasaan untuk melakukan perbuatan
mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bidang
kenegaraan maupun dalam bidang kemasyarakatan.
4. Kemudian ditingkatkan menjadi mentalitas, yaitu selalu terselenggaranya kesatuan
lahir batin, kesatuan akal, rasa, kehendak sikap dan perbuatan. Mentalitas ini melalui
sesuatu proses pengulangan dan kestabilan dan berkembang menjadi watak.
Kemudian diresapkan lebih lanjut dalam jiwa sehingga tebentuk hati nurani.
5. Kemudian mengadakan penilaian diri setelah melakukan suatu perbuatan yang
bersangsi.
6. Bilamana kondisi peresapan dan aktuakisasi Pancasila sampai pada tingkat yang
optimal, maka orang akan memiliki kepribadian Pancasila. Hal ini seharusnya
mempunyai semangat dan keteguhan dalam bentuk :
a. Kemampuan daya (kekuatan) serta cara bagi pemeliharaan dan pengembangan
aktualisasi Pancasila
b. Kemampuan daya (kekuatan) serta cara untuk menyampaikan pencasila pada
generasi penerus (anak keturunannya) maupun orang lain.
c. Kemampuan daya (kekuatan) serta cara bagi pengembangan dan
pengaktualisasian Pancasila
d. Meningkatkan semangat dan keteguhan hati yang demikian itu menjadi keyakinan
Pancasila, yaitu keyakinan akan kebenaran Pancasila kemudian meningkat
menjadi keteguhan keyakinan terhadap Pancasila.
G. Implementasi nilai-nilai Pancasila
Pengamalan Pancasila yang subjektif adalah pelaksanaan nilai-nilai Pancasila
pada setiap individu, perorangan, setiap warganegara, setiap penduduk Indonesia, setiap
aparat pelaksana negara, dalam segala aspek kehidupan dalam berbangsa dan bernegara.
Implementasi Pengamalan Pancasila secara objektif berkaitan dengan norma-
norma hukum dan secara lebih luas dengan norma-norma kenegaraan. Tanpa dukungan
implementasi secara subjektif mustahil implementasi secra objektif dapat terlaksana.
Menurut Notonegoro pelaksanaan Pancasila yang subjektif dari Pancasila dasar filsafat
negara ini justru lebih penting dan lebih menentukan dari pada pelaksanaan Pancasila
yang objektif.
Pelaksanaan Pancasila yang subjektif itu dapat terlaksana dengan baik manakala
tercapainya suatu keseimbangan kerokhanian yang mewujudkan suatu bentuk kehidupan
keharmonisan yang mewujudkan bentuk kehidupan yang memiliki kesimbangan
kesadaran wajib hukum dengan kesadaran wajib moral.
H. Aktualisasi Pancasila yang objektif
Aktualisasi Pancasila yang objektif adalah pelaksanaan dalam bentuk realisasi
dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik dibidang legislatif, eksekutif, maupun
yudikatif dan semua bidang kenegaraan dan terutama reaisasinya dalam bentuk peraturan
perundang-undangan negara Indonesia, hal itu antara lain dapat dirinci sebagai berikut :
1. Tafsir UUD 1945, harus dilihat dari sudut dasar filsafat negara Pancasila sebagaimana
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alenia IV
2. Pelaksanaan UUD 1945 dalam undang-undang harus mengingat dasar-dasar pokok
pikiran yang tercantum dalam dasar filsafat negara Indonesia
3. Tanpa mengurangi sifat-sifat undang-undang yang tidak dapat diganggu gugat,
interprestas pelaksanaanya harus mengingat unsur-unsur yang terkandung dalam
filsafat negara.
4. Interprestasi pelaksanaan undang-undang harus lengkap dan menyeluruh, meliputi
seluruh perundang-undangan dibawah undang-undang dan keputusan-keputusan
administrasi dari semua tingkat penguasa negara, mulai dari pemerintah pusat sampai
dengan alat-alat perlengkapannegara di daerah, keputusan-keputusan pengadilan serta
alatperlengkapannya begitu juga meliputi usaha kenegaraan dan rakyat.
5. Dengan demikian seluruh hidup kenegaraan dan tertib hukum Indonesia didasarkan
atas dan diliputi oleh asa kerokhanian Pancasila. Hal ini termasuk pokok kaidah
negara serta pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945
dan UUD1945 juga didasarkan atas asas kerokhanian Pancasila. Bahkan yang terlebih
penting lagi adalah dalam realisasi pelaksanaan kongkritnya yaitu dalam setiap
penentuan kebijaksanaan di bidang kenegaraan antara lain :
a. Garis Besar Haluan Negara
b. Hukum dan perundang-undangan dan peradilan
c. Pemerintahan
d. Politik dalam dan luar negeri
e. Keselamatan, keamanan, dan pertahanan
f. Kesejahteraan
g. Kebudayaan
h. Pendidikan, dan lain sebagainya
i. Reformasi dan segala pelaksanaannya.
I. Pancasila sebagai Dasar Filsafat Pembangunan Nasional
Negara pada hakikatnya merupakan lembaga kemanusiaan, kemasyarakatan, yang
merupakan suatu organisasi. Sebagai lembaga kemasyarakatan maka negara pada
hakikatnya bukanlah merupakan suatu tujuan dari seluruh warganya.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara pada hakikatnya merupakan dasar dan
sumber derivasi nilai-nilai dan norma-norma dalam segala aspek penyelenggaraan negara
termasuk pelaksanaan pembanggunan nasional. Subjek pendukung pokok negara
sekaligus subjek pendukung sila-sila Pancasila pada hakikatnya adalah manusia. Maka
manusia adalah merupakan dasar ontologis pembangunan nasional Indonesia. Dengan
demikian maka hakikat manusia monopluralis adalah merupakan dasar pembangunan
nasional Indonesia. Manusia adalah sebagai subjek yang membangun namun sekaligus
juga sebagai objek pembangunan. Berdasarkan pengertian tersebut, maka tujuan
pembangunan nasional adlah agar masyarakat menjadi masyarakat manusiawi (human
society) yang memungkinkan warganya hidup layak sebagai manusia, mengembangkan
diri pribadinya serta mewujudakan kesejahteraan lahir batin secara selengkapnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa makna hakikat serta arah dan tujuan
pembangunan nasional adalah berdasarkan Pancasila yang bersumber padad hakikat
kodrat manusia monopluralis.

Das könnte Ihnen auch gefallen