Sie sind auf Seite 1von 44

542.

1
Ind
p

PEDOMAN
TEKNIS KESELAMATAN DAN KEAMANAN
KERJA LABORATORIUM TUBERKULOSIS

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
Tahun 2015
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI

542.1
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal
p Bina Upaya Kesehatan
Pedoman teknis keselamatan dan keamanan kerja
Laboratorium tuberkulosis.---- Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI. 2014

ISBN 978-602-235-744-5

1. Judul I. LABORATORIES - GUIDELINES


II. TUBERCULOSIS
III. OCCUPATIONAL HEALTH SERVICES
KATA PENGANTAR
Kewaspadaan standar di laboratorium TB dengan berbagai ndakan untuk
mencegah terjadinya infeksi pada petugas laboratorium, pasien, pengunjung
fasilitas kesehatan dan penduduk sekitar fasilitas kesehatan atau laboratorium
harus dilaksanakan secara terus menerus.

Insidensi tuberkulosis pada petugas laboratorium yang bekerja dengan M.


tuberculosis dilaporkan 3 (ga) kali lipat lebih nggi dibanding mereka yang dak
bekerja dengan mikroorganisme ini.

Mengingat risiko infeksi yang diakibatkan dari pemeriksaan laboratorium,


pemerintah mewajibkan instansi laboratorium yang menyelenggarakan
pemeriksaan TB agar memperhakan ngkat keamanan laboratorium,
mengupayakan fasilitas dan peralatan standar, peralatan penangangan
kecelakaan kerja, dan pembentukan m keselamatan dan keamanan kerja di
laboratorium

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Tim Penyusun, Kelompok


Kerja Laboratorium TB dan semua pihak yang telah menyelesaikan pedoman
teknis ini. Tentunya pedoman ini masih banyak terdapat kesalahan, saran
dan masukan perbaikan sangat kami perlukan untuk kesempurnaan di masa
mendatang.

Kami harapkan Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja


Laboratorium TB ini dapat diterapkan di laboratorium TB sesuai dengan prosedur
dan ketentuan yang berlaku.

Jakarta, 2015
Direktur Bina Pelayanan Penunjang Medik dan
Sarana Kesehatan

dr. Deddy Tedjasukmana B., Sp.KFR(K), MARS, MM

Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB iii


TIM PENYUSUN
PEMBINA
Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan

PENANGGUNG JAWAB
Direktur Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan

PENYUSUN
Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Direktorat Pengendalian Penyakit
Medik dan Sarana Kesehatan Menular Langsung

Agus Susanto
Dyah Armi Riana Irfan Ediyanto
Eva Dian Kurniawa Retno Kusumadewi
Ira Irian
Wiwi Ambarwa

Kelompok Kerja Laboratorium Tuberkulosis

Agus Sjahrurachman Koesprijani


Anis Karuniawa Ning Rinswa
Anggriani Andryani Roni Chandra
Endang Woro Rinaldi Panjaitan
Harini Janiar Rina Sitanggang
Isak Solihin Si Sumarni

Desain Cover
Trishanty Rondonuwu KNCV/TBChallenge

SEKRETARIAT
Subdit Mikrobiologi dan Imunologi
Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan
Ditjen Bina Upaya Kesehatan

iv Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii


TIM PENYUSUN ................................................................................................. iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. vii
DAFTAR SINGKATAN .........................................................................................viii
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Dasar Hukum ............................................................................................ 2
C. Tujuan....................................................................................................... 2
II. MANAJEMEN KEAMANAN KERJA................................................................. 3
A. Tugas Pokok dan Fungsi Pimpinan Instusi .............................................. 3
B. Pengelolaan Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium ................ 4
1. Administrasi ........................................................................................ 5
2. Teknis................................................................................................... 8
3. Pengendalian Kecelakaan .................................................................... 9
III. PENILAIAN RISIKO LABORATORIUM TB...................................................... 11
A. Pendekatan Asesmen Risiko Laboratorium TB ........................................ 11
B. Langkah-Langkah Pelaksanaan Asesmen Risiko ...................................... 13
C. Pengamatan Esensial Keamanan Biologis Laboratorium TB .................... 13
D. Klasifikasi Risiko Laboratorium TB ........................................................... 15
E. Peralatan keselamatan ............................................................................ 26
IV. PENGELOLAAN LIMBAH .............................................................................. 30
A. Pemilahan Limbah................................................................................... 30
B. Pengelolaan Limbah Infeksius ................................................................. 30

Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB v


C. Transportasi dan Pemusnahan ................................................................ 33
D. Pengelolaan Limbah Non Infeksius ......................................................... 33
V. RENCANA KESIAPSIAGAAN DAN TANGGAP DARURAT .............................. 35
A. Rencana Kesiapsiagaan Darurat ............................................................. 35
B. Prosedur Tanggap Darurat untuk Laboratorium TB................................ 35
1. Tumpahan di luar Biosafety Cabinet .................................................. 35
2. Tumpahan di dalam Biosafety Cabinet .............................................. 36
3. Kerusakan Tabung pada Keranjang Sentrifus ..................................... 36
C. Peralatan Pembersih Tumpahan ............................................................ 37
VI. PENUTUP .................................................................................................... 38

vi Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Contoh denah laboratorium sederhana untuk biakan


dan uji kepekaan M. tuberculosis ............................................... 21
Gambar 2. Contoh tata ruang dan tata letak laboratorium biakan
dan uji kepekaan M. tuberculosis perspekf samping
kanan atas ................................................................................... 22
Gambar 3. Contoh tata ruang dan tata letak laboratorium biakan
dan uji kepekaan M. tuberculosis perspekf belakang
atas ............................................................................................. 23
Gambar 4. Contoh tata ruang dan tata letak laboratorium biakan
dan uji kepekaan M. tuberculosis perspekf samping kiri atas .. 24
Gambar 5. Pembagian area kerja dalam Biosafety Cabinet.......................... 28
Gambar 6. Cara dekontaminasi alat ............................................................. 31
Gambar 7. Pemusnahan limbah padat dengan pembakaran ....................... 32

Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB vii


DAFTAR SINGKATAN

AC : Air Condi oner


APAR : Alat Pemadam Api Ringan
APD : Alat Pelindung Diri
BSC : Biological Safety Cabinet
BSL : Biosafety Level
BTA : Bakteri Tahan Asam
Dinkes : Dinas Kesehatan
DM : Diabetes Mellitus
DST : Drug Suscep bility Test
DNA : Deoxyrebonucleic Acid
HEPA : High Eciency Par culate Air
HIV : Human Immunodeficiency Virus
ID : Infec ve Dose
K3 : Keselamatan dan Keamanan Kerja
M : Mycobacterium
NTP : Na onal Tuberculosis Programme
P3K : Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan
pH : Power of Hydrogen
Protap : Prosedur Tetap
SDM : Sumber Daya Manusia
SPO : Standar Prosedur Operasional
TB : Tuberkulosis
TB-MDR : Tuberculosis-Mul ple Drugs Resistance
UV : Ultraviolet
RIF : Rifampicin

viii Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB


I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemeriksaan laboratorium TB memiliki risiko penularan infeksi dan
kemungkinan kecelakaan kerja; luka bakar, luka tusuk, paparan bahan kimia baik
bagi petugas yang bekerja di laboratorium maupun masyarakat dan lingkungan
sekitar.
M. tuberculosis berbahaya pada petugas laboratorium dan juga orang lain
yang mungkin terpapar bahan tercemar khususnya aerosol di laboratorium.
Insidensi tuberkulosis pada petugas laboratorium yang bekerja dengan M.
tuberculosis dilaporkan 3 (ga) kali lipat lebih nggi dibanding mereka yang dak
bekerja dengan mikroorganisme ini. Selain petugas laboratorium, ada kelompok
lain yang memiliki risiko nggi tertular M. tuberculosis misalnya; penderita
Diabetes Mellitus, penderita imunodefisiensi, perokok, dan gizi buruk.
M. tuberculosis dapat ditemukan pada sputum, cairan bilas lambung, cairan
serebrospinal, urin dan berbagai jaringan. Paparan aerosol di laboratorium
merupakan bahaya paling penng yang harus diperhakan. Aerosolisasi dapat
terjadi pada saat pembuatan sediaan apus, pengerjaan biakan dan uji kepekaan,
proses awal pemeriksaan biomolekuler, dan pembuatan sediaan potong beku.
Karena dosis infekf M. tuberculosis rendah (ID50 <10 basil) sputum dan contoh
uji klinis lain dari suspek atau kasus tuberkulosis harus dianggap sebagai bahan
infeksius dan diperlakukan dengan benar. Sebagian kecil infeksi M. tuberculosis
ditularkan melalui makanan minuman yang tercemar dan inokulasi langsung ke
dalam jaringan melalui mikrolesi dan makrolesi.
Komponen yang berperan pada keselamatan dan keamanan kerja
laboratorium TB yaitu: infrastruktur laboratorium, peralatan, bahan yang
dipakai, proses dan keterampilan kerja sertapengelolaan limbah laboratorium
TB. Komponen-komponen harus diselaraskan baik dari aspek pengelolaan

Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB 1


(manajemen) maupun teknis laboratorium agar terjamin keselamatan dan
keamanan petugas dan lingkungan. Keselamatan dan Keamanan Kerja
Laboratorium TB bertujuan untuk mencegah dan menangani infeksi dan
kecelakaan kerja di laboratorium TB.

B. Dasar Hukum
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/2009 tentang
Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis.
2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 835/Menkes/SK/IX/2009 tentang
Pedoman Keselamatan dan Keamanan Laboratorium Mikrobiologi dan
Biomedis.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1647/Menkes/SK/XII/2005 tentang
Pedoman Jejaring Pelayanan Laboratorium Kesehatan.

C. Tujuan
Sebagai acuan bagi pengelola dan petugas laboratorium dalam mencegah dan
menangani kecelakaan kerja dan kejadian penularan infeksi di laboratorium TB.

2 Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB


II MANAJEMEN KESELAMATAN DAN
KEAMANAN KERJA

Laboratorium harus memiliki peraturan dan pedoman keselamatan dan


keamanan kerja yang menyeluruh serta fasilitas pendukung pelaksanaan. Prinsip
keselamatan kerja di laboratorium, yaitu:
Keselamatan kerja bertujuan untuk melindungi petugas yang bekerja di
laboratorium dan masyarakat dari risiko terkena gangguan kesehatan
yang dimbulkan dari laboratorium.
Keamanan kerja bertujuan untuk mencegah dan melindungi dari upaya
pencurian dan penyalahgunaan alat dan bahan laboratorium.
Pimpinan instusi merupakan penanggung jawab ternggi terhadap keselamatan
dan keamanan kerja laboratorium yang dapat mendelegasikan tugas keselamatan
dan keamanan pada petugas yang memiliki kompetensi.

A. Tugas Pokok dan Fungsi Pimpinan Instusi


1. Membentuk dan memampukan Tim Keselamatan dan Keamanan Kerja
(K3) laboratorium TB bekerja dengan akf.
2. Menjamin ketersedian sarana dan prasarana untuk bekerja dengan
aman.
3. Menjamin ketersedian sarana dan prasarana bila terjadi kecelakaan
kerja.
4. Menjamin penanganan petugas yang mengalami kecelakaan kerja.
5. Memantau dan mengevaluasi kinerja m K3.

Keselamatan kerja di laboratorium merupakan tanggung jawab seluruh


petugas laboratorium. Petugas laboratorium diharapkan mampu bekerja sesuai
prosedur tetap dan harus melaporkan seap ndakan, kondisi atau kejadian yang
dinilai dak sesuai dengan protap kepada ketua m keselamatan dan keamanan
kerja laboratorium/penanggung jawab laboratorium.

Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB 3


Pimpinan laboratorium bertanggung jawab untuk memaskan kewaspadaan
keselamatan dan keamanan biologis dilaksanakan sesuai dengan SPO. Pedoman
K3 harus dievaluasi secara berkala dan direvisi bila perlu, terutama setelah ada
teknik baru yang digunakan.
Audit keselamatan kerja harus dilaksanakan secara periodik oleh m audit
internal laboratorium yang terpisah dari m keselamatan dan keamanan.
Dalam pengembangan rencana ini hal-hal berikut harus dipermbangkan untuk
dimasukkan:
1. Idenfikasi prosedur risiko nggi yang terkait dengan pengerjaan M.
tuberculosis.
2. Lokasi daerah berisiko nggi, misalnya laboratorium, tempat
penyimpanan.
3. Idenfikasi personil berisiko nggi.
4. Idenfikasi personil yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan K3,
misalnya petugas keselamatan, personil keamanan, otoritas kesehatan
lokal, dokter, layanan pemadam kebakaran, dan polisi.
5. Daar fasilitas pengolahan yang dapat menerima orang yang terinfeksi.
6. Pengangkutan orang terkena atau terinfeksi.
7. Penyediaan peralatan darurat, misalnya pakaian pelindung, disinfektan, kit
tumpahan biologi dan kimia, peralatan dekontaminasi dan perlengkapan.

B. Pengelolaan Keselamatan dan Keamanan Kerja


Laboratorium
Pengelolaan keselamatan dan keamanan kerja laboratorium TB dilaksanakan
melalui:
1. Administrasi
Administrasi sangat berperan dalam menjamin keselamatan dan keamanan
kerja laboratorium. Hal-hal yang termasuk dalam pengelolaan secara
administrasi:
a. Penyusunan m/petugas pelaksana keselamatan dan keamanan
laboratorium TB

4 Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB


Tim keselamatan dan keamanan kerja laboratorium TB merupakan
bagian dari m keselamatan dan keamanan instusi laboratorium secara
keseluruhan. Tim ini dibentuk untuk memaskan bahwa kebijakan dan
program dilaksanakan dengan konsisten oleh petugas laboratorium.
Tim ini memiliki tugas:
1) Merencanakan kegiatan yang berhubungan dengan penjaminan
kesehatan petugas.
2) Menyediakan alat-alat keselamatan kerja.
3) Memfasilitasi pelahan K3.
4) Membuat prosedur tetap penanganan dan alur kerja K3.
5) Melakukan invesgasi kejadian kecelakaan kerja di laboratorium,
melaporkan temuan, dan memberikan rekomendasi pada
pimpinan.
6) Memantau status kesehatan petugas laboratorium, kecelakaan
kerja, dan melaporkan kepada penanggung jawab laboratorium.
7) Memberikan/merujuk petugas untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.
8) Melakukan penanganan kecelakaan laboratorium; tumpahan
bahan infeksius, luka tusuk, luka bakar, paparan bahan kimia, dan
lain-lain.
9) Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap implementasi
keselamatan dan keamanan kerja laboratorium.
10) Memaskan pengelolaan limbah laboratorium sesuai prosedur
standar.

Pembentukan m keselamatan dan keamanan kerja laboratorium


dilakukan melalui penunjukan dan penetapan oleh kepala laboratorium.
Susunan organisasi m disesuaikan dengan kondisi masing-masing
laboratorium dan harus memiliki tugas pokok dan fungsi yang jelas.

b. Penyusunan prosedur tetap laboratorium TB


Laboratorium TB harus memiliki dokumentasi mengenai pemeliharaan

Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB 5


infrastruktur, peralatan, prosedur tetap pemeriksaan sehingga dapat
mudah diketahui apakah peralatan telah terpasang, lulus uji fungsi,
dioperasikan dan prosedur kerja sudah dilaksanakan sesuai standar.

Prosedur tetap yang diperlukan di laboratorium TB:


1) Protap pemeliharaan infrastruktur laboratorium
Pemeliharaan instalasi listrik, air, gas, aliran udara/venlasi, ruang
laboratorium
2) Protap pemeliharaan dan pengoperasian alat yang berisiko terhadap
keselamatan
Mikroskop, Biosafety Cabinet (BSC), sentrifus, otoklaf, inkubator,
vortex, pipet dan karet pengisap.
3) Protap penanganan kecelakaan kerja
Penanganan luka akibat benda tajam, luka bakar, sengatan listrik,
tumpahan bahan kimia, dan bahan infeksius.
4) Protap pengelolaan limbah
Pengumpulan, pengangkutan, sterilisasi, dan pemusnahan limbah.
5) Protap monitoring dan evaluasi

c. Kompetensi keselamatan dan kemanan kerja


a) Pelahan keselamatan dan keamanan kerja laboratorium
Petugas di laboratorium sederhana (laboratorium mikroskopis TB)
minimal harus memiliki pengetahuan tentang keselamatan dan
keamanan kerja:
1) Penanganan contoh uji dahak mulai dari pengambilan, proses
pembuatan sediaan, tumpahan.
2) Pengolahan limbah infeksius.
3) Penanganan kedaruratan; luka bakar, luka tusuk.

Petugas di laboratorium yang melakukan pemeriksaan biakan


dan uji kepekaan M.tuberculosis harus memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang lebih dalam tentang pengamanan biologis, fisik,
6 Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB
kimiawi, dan kedaruratan.
Peningkatan kompetensi petugas dalam hal K3 laboratorium
merupakan tanggung jawab pimpinan laboratorium. Salah satu
cara untuk meningkatkan kompetensi melalui pelahan yang dapat
dilaksanakan di dalam maupun di luar laboratorium.

b) Monitoring dan evaluasi


Tim K3 secara berkala melakukan monitoring dan evaluasi dalam
pelaksanaan K3 laboratorium TB dan dilaporkan dalam pertemuan
run di instusinya. Penentuan waktu pelaporan ditetapkan
berdasarkan kesepakatan manajemen instusi minimal satu tahun
sekali.
Bila terjadi kedaruratan/kecelakaan kerja pelaporan harus
segera dibuat melipu kronologis kedaruratan/kecelakaan kerja,
penanganan, dampak, dan rencana ndak lanjut pencegahan agar
dak terulang.

d. Penilaian risiko keselamatan dan keamanan kerja laboratorium


Potensi terhadap terjadinya hal yang dak diinginkan harus dievaluasi
untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terbesar petugas
laboratorium terpapar bahan infeksius dan mencegah keluar ke
lingkungan sekitar. Penilaian terhadap risiko kerja harus dilakukan oleh
Tim K3 sesuai protap dan dievaluasi untuk mengidenfikasi bahaya serta
mengembangkan penanganan untuk mengatasi risiko tersebut.

1) Persyaratan kesehatan petugas laboratorium TB


Pemeriksaan kesehatan dilakukan sebelum calon/petugas
mulai melaksanakan tugasnya. Pemeriksaan kesehatan melipu
pemeriksaan fisik, laboratorium, foto toraks, visus mata, dan buta
warna.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh data tentang status
kesehatan calon/petugas dan mengetahui apakah calon/petugas

Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB 7


tersebut dinjau dari segi kesehatannya laik untuk bertugas dalam
bidangnya di laboratorium.

2) Idenfikasi faktor risiko yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja


a) Infrastruktur
Instalasi: listrik, air, gas, aliran udara/venlasi, ruang
laboratorium
b) Peralatan
c) Bahan habis pakai
d) Jenis pekerjaan: paparan dengan bahan infeksius dan bahan
berbahaya pada saat proses pemeriksaan
e) Beban pekerjaan
3) Pengaturan jam kerja dan beban kerja
Pengaturan jam kerja dan beban kerja sangat penng karena dapat
mempengaruhi kinerja dan keselamatan petugas laboratorium.

Di laboratorium mikroskopis TB:


Setelah pembacaan mikroskopis secara berturutan, maksimal
20 sediaan, harus mengisrahatkan mata selama 1 jam sebelum
membaca kembali. Yang dimaksud mengisrahatkan mata yaitu
merelaksasikan otot-otot mata.

Di laboratorium biakan dan uji kepekaan:


Jumlah pemeriksaan biakan/ uji kepekaan obat TB: maksimal 20
sampel per hari per orang.

Catatan : Fasilitas laboratorium harus memenuhi: 1 BSC pe II kelas 2A per


petugas dan tersedia sentrifus refrigerated biocontainment dengan
kapasitas 12-16 tabung 50 ml.

2. Teknis
a. Pengaturan tata ruang dan sarana kerja sesuai risiko
Pengaturan tata ruang laboratorium TB harus disesuaikan dengan risiko
pajanan M.tuberculosis.

8 Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB


1) Di laboratorium yang hanya melakukan pemeriksaan mikroskopis
TB, ruang laboratorium dapat digabung dengan pemeriksaan
mikroskopik lain dengan meja kerja dan bak pewarnaan terpisah.
2) Laboratorium biakan dan uji kepekaan TB harus terpisah dari
laboratorium pemeriksaan lain. Pemeriksaan mikroskopis TB
dapat bergabung dengan laboratorium biakan dan uji kepekaan
dengan memperhakan ngkat risiko keamanan biologis (alur kerja
mikroskopis-molekuler-biakan-uji kepekaan).
b. Pemilahan dan penempatan bahan sesuai dengan risiko bahaya
Bahan/materi di laboratorium TB merupakan faktor yang dapat
menyebabkan kecelakaan kerja, sehingga memerlukan pemilahan dan
penempatan yang sesuai dengan ngkat risikonya.
Petugas harus memperlakukan seap bahan pemeriksaan sebagai
bahan infeksius.
Pemilahan bahan kimia didasarkan atas sifat mudah terbakar/
menguap/meledak/beracun/karsinogenik.

c. Pemilihan alat kerja dan proses kerja yang tepat


Peralatan yang digunakan disesuaikan dengan petunjuk teknis
jenis pemeriksaan. Proses kerja dilaksanakan sesuai prosedur tetap
pemeriksaan standar.

d. Penggunaan alat pelindung diri (APD) yang tepat


Penggunaan laboratorium mikroskopis TB: jas laboratorium
Penggunaan laboratorium biakan dan uji kepekaan: jas laboratorium,
sarung tangan, masker, dan alas kaki.

Spesifikasi APD dapat dilihat dalam Pedoman Pemeriksaan mikroskopik,


biakan uji kepekaan M. tuberculosis.

e. Pemeliharaan perangkat kerja (peralatan dan infrastruktur)


Pemeliharaan peralatan dan infrastruktur dilakukan secara sistemas.
Pimpinan laboratorium bertanggung jawab dalam kegiatan pemeliharaan

Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB 9


ini dan kegiatan ini dilaksanakan oleh m K3 laboratorium.
Pimpinan laboratorium harus menetapkan kebijakan untuk menjamin
pelaksanaan, dokumentasi dan laporan kegiatan pemeliharaan.
Tim K3 menyusun penjadwalan, pembagian tugas, instruksi kerja
pemeliharaan, evaluasi dan rencana pengembangan dan perbaikan
perangkat kerja.
Jika instusi memiliki petugas/m yang melakukan pemeliharaan sarana
dan prasarana, maka m K3 harus berkoordinasi untuk penjaminan K3.

3. Pengendalian Kecelakaan
Kecelakaan kerja yang dimaksud berkaitan dengan pengendalian akibat
aerosol dan kontak langsung.

Seap laboratorium yang melakukan pemeriksaan M. tuberculosis harus


menyiapkan ndakan pencegahan yang sesuai dengan bahaya dari M.
tuberculosis.

Rancangan respon kedaruratan yang disusun untuk menangani kecelakaan


laboratorium adalah suatu keharusan dalam seap fasilitas yang bekerja
dengan atau menyimpan isolat M. tuberculosis. Dinkes setempat atau NTP
harus terlibat dalam pengembangan rencana kesiapsiagaan darurat.

Langkah yang harus dilakukan m K3 bila terjadi kecelakaan kerja di


laboratorium
1. Memaskan kecelakaan kerja ditangani sesuai dengan SPO.
2. Melakukan ndakan pengobatan penderita kecelakaan.
3. Mengetahui faktor penyebab kecelakaan.
4. Melakukan perbaikan untuk pencegahan selanjutnya.
5. Rekomendasi m K3 harus dindaklanju oleh pimpinan.

10 Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB


III PENILAIAN RISIKO LABORATORIUM
TB

Penilaian faktor risiko dilakukan untuk mengidenfikasi dan menilai


kesiapan sistem sebagai dasar penyusunan kebijakan keselamatan dan keamanan
kerja laboratorium TB.

A. Pendekatan Asesmen Risiko Laboratorium TB


Pendekatan asesmen dapat dilakukan terhadap
1. Sumber Daya Manusia (SDM)
a. Beban kerja laboratorium dan jumlah petugas.
b. Tingkat pengalaman dan kompetensi dari petugas laboratorium.
c. Kesehatan dari petugas laboratorium (terutama petugas dengan
HIV posif, DM, dan perokok).

2. Sarana dan Prasarana


a. Infrastruktur
1) Lokasi laboratorium.
2) Tata ruang dan konstruksi laboratorium.
3) Sistem pengelolaan limbah.

b. Peralatan
1) Kondisi alat (pemeliharaan harian dan kalibrasi).
2) Jumlah dan jenis alat (jumlah pemeriksaan dan kesesuaian
spesifikasi alat).
3) Tata letak alat (berkaitan dengan alur kerja dan kemungkinan
terbentuknya aerosol).
4) Fasilitas keselamatan kerja (APD, APAR).
5) Fasilitas penanganan kecelakaan kerja (spill kit, P3K, shower,
eyewash).

Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB 11


3. Kegiatan laboratorium
a. Jenis bahan yang diperiksa (jumlah bakteri dalam bahan: sputum
dan biakan, dan daya tahan hidup kumanTB).
b. Jenis pemeriksaan (pemeriksaan mikroskopis, biakan, DST)
Pengelolaan dan manipulasi yang dilakukan pada seap prosedur dapat
menghasilkan aerosol infeksius.
c. Jumlah ndakan untuk seap teknik yang potensial menghasilkan
aerosol.
d. Ketersediaan SPO dan alur kerja laboratorium.

4. Lain-lain
a. Transmisi kuman TB (contoh uji, isolat: TB, non TB, TB-MDR).
b. Epidemiologi penyakit dan populasi pasien yang dilayani di
laboratorium.

Pimpinan laboratorium bertanggung jawab untuk memaskan kewaspadaan


keselamatan dan keamanan biologis dilaksanakan sesuai dengan SPO. Alat
dan fasilitas tersedia untuk mendukung semua pekerjaan. Pedoman K3 harus
dievaluasi secara berkala dan direvisi bila perlu, terutama setelah ada teknik
baru yang digunakan.

Idenfikasi Bahaya

Bahaya adalah segala sesuatu yang memiliki potensi menyebabkan sakit


tanpa memperhitungkan bagaimana terjadinya. Bahaya dapat berupa fisik
(kebakaran atau ledakan), akvitas misalnya pemipetan atau bahan (aerosol
yang mengandung bahan infeksius).
Tanpa mengidenfikasi bahaya kita dak akan dapat melakukan asesmen risiko
yang tepat yang berhubungan dengan fasilitas dan akvitas laboratorium.

Menentukan Risiko

Risiko adalah kombinasi dari kemungkinan suatu kejadian dan konsekuensinya.


Risiko harus diidenfikasi, dikategorikan dan ditetapkan untuk mengendalikan
dan mengurangi risiko.

12 Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB


B. Langkah-Langkah Pelaksanaan Asesmen Risiko
Petugas laboratorium harus terlindungi dari semua risiko yang dapat
dimbulkan oleh kegagalan pengawasan dari sumber daya laboratorium.
Langkah-langkah pelaksanaan asesmen risiko adalah sebagai berikut:
1. Mengidenfikasi hal-hal yang dapat menimbulkan bahaya.
2. Menentukan petugas yang berisiko dan proses terjadinya.
3. Mengevaluasi risiko dan menetapkan pencegahannya.
a. Kelaikan dari sarana dan prasarana.
b. Kemampuan petugas laboratorium untuk bekerja dengan aman.
c. Keamanan alat.
4. Pencatatan temuan dan ndak lanjut.
5. Telaah dan revisi asesmen jika perlu.

C. Pengamatan Esensial Keselamatan dan Keamanan Biologis


Laboratorium TB
1. Standar Prosedur Operasional (SPO)
Tersedianya SPO mengenai prakk dan prosedur kerja sangat
diperlukan untuk pelaksanaan teknik mikrobiologi yang benar dan
aman. Manajer laboratorium sebaiknya menggunakan SPO untuk
menyusun petunjuk kerja yang aman. Petunjuk tersebut sebaiknya
juga mengidenfikasi bahan-bahan dan metode yang berbahaya, serta
menentukan prosedur-prosedur untuk mengurangi risiko terjadinya
kecelakaan kerja.

2. Peralatan
Peralatan sebaiknya dipilih berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a. Didesain sedemikian rupa untuk membatasi kontak antara petugas
dan bahan infeksius.
b. Bahan yang digunakan harus resisten korosif dan dak menyerap
air.
c. Permukaan meja kerja sebaiknya halus dan tumpul.

Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB 13


d. Konstruksi dan instalasi memfasilitasi kegitan kerja yang praks,
mudah dipelihara dan mudah dibersihkan, dapat didekontaminasi
dan dapat diuji serfikasi.
Bila memungkinkan hindari bahan gelas dan yang mudah pecah.
3. Desain dan Fasilitas
Desain dan konstruksi yang memadai dari suatu laboratorium
harus mampu melindungi seluruh petugas dan mampu melindungi
masyarakat sekitarnya dari cemaran aerosol TB yang mungkin berasal
dari laboratorium tersebut. Kondisi spesifik dari laboratorium berupa
area yang terpisah dan sistem venlasi merupakan bagian perlindungan
sekunder. Hal tersebut direkomendasikan untuk laboratorium dengan
prosedur tertentu dan berkaitan dengan risiko penularan.
Pada laboratorium TB dengan risiko rendah, perlindungan sekunder
berupa pemisahan area kerja laboratorium dengan publik dengan
pembuangan limbah yang memenuhi standar dan penyediaan fasilitas
cuci tangan. Pada laboratorium TB dengan risiko nggi, perlindungan
sekunder berupa adanya anteroom yang diperlukan untuk pemisahan
laboratorium dari area publik. Manajer laboratorium bertanggung
jawab menyediakan fasilitas yang sesuai dengan fungsi laboratorium
dan ngkat risiko.
Keka mendesain laboratorium TB, perhaan utama seharusnya
didasarkan pada masalah-masalah keselamatan dan keamanan
termasuk penggunaan permukaan meja kerja yang memadai, kepadatan
area kerja, pembatasan orang lain selain petugas untuk masuk ke
laboratorium. Alur petugas dan pasien masuk ke laboratorium dan
desain alur kerja.
4. Pelahan
Kesalahan kerja petugas dan teknik kerja yang salah dapat
diansipasi dengan adanya program keselamatan kerja yang baik
yang dapat melindungi petugas laboratorium. Informasi yang benar,
kompetensi dan kesadaran akan keselamatan diantara petugas
14 Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB
merupakan hal yang penng untuk melindungi petugas dari infeksi yang
diperoleh dari laboratorium, adanya insiden dan kecelakaan. Semua
petugas sebaiknya mendapatkan pelahan keselamatan yang berisi
review tentang SPO dan prosedur mengenai keselamatan. Manajer
laboratorium sebaiknya memaskan bahwa semua petugas sudah
dilah dan kompeten secara teknis. Pelahan sebaiknya mengandung
informasi prakk keselamatan yang diiku untuk menghindari atau
meminimalkan risiko terkena inhalasi, inges, dan inokulasi.
5. Penanganan Limbah
Prosedur manajemen limbah harus mengiku syarat dan
regulasi baik lokal, nasional maupun internasional. Limbah adalah
sesuatu yang harus dibuang. Dalam rangka meminimalkan risiko dari
limbah adalah bahan infeksius harus didekontaminasi, diinsenerasi
sebelum dikubur atau diotoklaf. Kantong pembuang dapat digunakan
untuk memisahkan limbah, misalnya bahan gelas, instrumen dan
bahan lain yang dapat digunakan kembali atau didaur ulang.

D. Klasifikasi Risiko Laboratorium TB


1. Laboratorium TB Risiko Rendah
Pemeriksaan yang termasuk risiko rendah adalah pemeriksaan mikroskopis
dan uji molekuler langsung pada contoh uji yang diawali proses dekontaminasi
(misalnya XpertMTB/RIF).
Risiko infeksi dapat terjadi pada semua ndakan yang menghasilkan aerosol,
misalnya saat membuka kontainer dahak dan membuat apusan dahak.
Syarat minimum keselamatan dan keamanan laboratorium berisiko rendah:
a. Kegiatan laboratorium risiko rendah dak membutuhkan BSC.
b. Meja kerja untuk pemeriksaan mikroskopis BTA atau Xpert MTB/RIF
harus terpisah dari meja administrasi.
c. Venlasi
Desain laboratorium harus memperhakan sirkulasi udara. Venlasi
harus menjamin aliran udara dari area bersih ke area kotor.

Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB 15


1) Venlasi alami
Arah angin dak mengarah pada petugas pada saat bekerja agar
dapat mengurangi risiko pajanan bahan infeksius.
Venlasi alami dapat dipengaruhi oleh kondisi cuaca, pe bangunan
dan perilaku petugas.
2) Venlasi mekanik
Contoh : Kipas angin, exhaustdan AC.
Area bersih : area yangdak ada pengolahan contoh uji.
Area kotor : area yang dilakukan pengolahan contoh uji, misalnya
membuka pot dahak, pembuatan sediaan.

2. Laboratorium TB Risiko Sedang (Laboratorium Biakan)

Pemeriksaan yang termasuk risiko sedang adalah pemeriksaan biakan.


Pemeriksaan biakan dapat menimbulkan aerosol dengan konsentrasi parkel
infeksius yang rendah.

Hal-hal yang dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi:


a. Area kerja dengan venlasi dan pencahayaan yang kurang memadai.
b. BSC dak berserfikasi dan dak dirawat dengan baik.
c. BSC dak memiliki saluran yang baik.
d. HEPA filter dalam BSC dak berfungsi dengan baik.
e. Kecerobohan dalam memanipulasi contoh uji.
f. Wadah contoh uji rusak atau bocor selama proses sentrifugasi.
g. Membuka bucket sentrifus di luar BSC.
h. Sistem pendingin dan penghangat dak bekerja dengan baik.

Gambaran khusus dan persyaratan minimum keselamatan yang diperlukan


pada laboratorium dengan ngkat risiko sedang, terdapat dua jenis
containment, yaitu BSC (primary containment) dan laboratorium itu sendiri
(secondary containment).

16 Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB


a. Biosafety Cabinet (BSC)
Semua proses contoh uji dahak dan manipulasi contoh uji dahak
cair harus dilakukan di dalam BSC. BSC merupakan primary containment
keka contoh uji diproses untuk inokulasi biakan atau untuk melakukan
DST langsung. Oleh karena itu, teknik mikrobiologi yang baik dan
penggunaan BSC yang tepat sangat penng agar pekerjaan dapat
dilakukan dengan aman.
BSC kelas I atau kelas II direkomendasikan untuk laboratorium
risiko sedang, tetapi lebih baik digunakan BSC kelas II pe A2. BSC harus
diletakkan jauh dari tempat lalu lalang petugas agar dak mengganggu
petugas keka sedang bekerja di BSC. BSC juga dak boleh menghadap
ke pintu dan sistem venlasi. Di antara BSC dan langit-langit harus
terdapat area yang cukup luas agar aliran udara dak terhambat.
Udara yang terkontaminasi di BSC dapat disaring menjadi udara
bersih dan dapat juga dikeluarkan dari laboratorium melalui filter HEPA
(High Eciency Par culate Air) yang terletak di atas BSC. Bila udara
dari laboratorium (selain dari BSC) akan dialirkan ke arah luar gedung
dak boleh mengenai bagian lain dalam gedung dan harus terpisah dari
udara masuk.

b. Alat Pelindung Diri (APD)


Seap laboratorium harus mengevaluasi risiko (Misalnya, dengan
menilai kegiatan dan beban kerja di laboratorium, prevalensi TB dan
prevalensi strain yang resisten terhadap obat) dan memutuskan
ngkat pelindung diri yang sesuai untuk petugas laboratorium.
Gaun laboratorium dan sarung tangan harus dipakai seap saat di
laboratorium.
Selama pengolahan contoh uji (sampel cair) sangat memungkinkan
terbentuknya aerosol, sehingga ndakan untuk meminimalkan
produksi aerosol penng.
Sarung tangan harus digan secara teratur. Petugas harus selalu
mencuci tangan sebelum meninggalkan laboratorium.

Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB 17


Respirator dak diperlukan, asalkan contoh uji diproses dan
dijaga di BSC dengan menggunakan teknik mikrobiologi yang baik.
Respirator seharusnya dak dilihat sebagai alternaf untuk BSC.
c. Desain Laboratorium
Laboratorium harus terpisah dari daerah yang terbuka untuk lalu
lintas terbatas di dalam gedung.
Tempat mencuci tangan harus disediakan di dekat pintu keluar
laboratorium.
Untuk laboratorium pemeriksa biakan, otoklaf dapat diletakkan di luar
ruang laboratorium pemeriksa biakan, tetapi harus memperhakan
akses transportasi pembuangan limbah (wadah tertutup dan aman
selama transportasi dari laboratorium menuju otoklaf). Sedangkan
pada laboratorium uji kepekaan, peletakan otoklaf harus di dalam
ruang laboratorium.

Catatan : Perlu ada pembatasan akses keluar masuk ruang laboratorium


pemeriksaan biakan dan uji kepekaan M. tuberculosis.
d. Dekontaminasi dan Penanganan Limbah
Semua limbah infeksius harus dibuang dari laboratorium risiko
sedang ke tempat pembuangan yang tepat. Limbah harus diangkut
dalam kantong plask tertutup atau kontainer sesuai dengan peraturan
daerah. Seap bahan yang digunakan kembali harus didekontaminasi
dengan desinfektan yang sesuai atau diotoklaf sebelum dibuang dari
laboratorium.

e. Minimalisasi Terjadinya Aerosol


Pelahan petugas laboratorium harus selalu menyertakan
informasi mengenai metode paling aman dalam prosedur biakan untuk
mencegah terhirupnya aerosol yang dihasilkan keka menggunakan
loop, pipet, membuka wadah contoh uji, penanganan wadah yang
rusak atau bocor, sentrifugasi dan vortexing. Penggunaan loop steril

18 Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB


sekali pakai dan pipet dianjurkan. Sentrifus memerlukan safety
buckets atau containment rotors. Bahan infeksius dapat disentrifugasi
di laboratorium terbuka asalkan centrifuge safety cups disegel dan
buckets dimuat dan dibongkar dalam BSC.

3. Laboratorium TB risiko nggi (biakan, idenfikasi, uji kepekaan)


Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan TB merupakan kegiatan yang
menimbulkan risiko nggi sehingga harus dilakukan di laboratorium dengan
desain yang mengacu pada minimal BSL 2 dengan prakk kerja yang sesuai
dengan baku BSL 3.

Laboratorium dengan klasifikasi risiko nggi selalu menghadapi hal-hal yang


dapat meningkatkan risiko infeksi pada proses:
a. membuka tabung biakan.
b. membuat sediaan apus dari pemeriksaan biakan.
c. ekstraksi DNA.
d. melakukan idenfikasi dan uji kepekaan.
e. membuang tabung biakan yang rusak.
f. dekontaminasi di area tumpahan.

Gambaran khusus dan persyaratan keamanan yang diperlukan seper pada


laboratorium risiko sedang, ada dua jenis containment di laboratorium
berisiko nggi yaitu BSC (primary containment), desain dan konstruksi
laboratorium (secondary containment). Pada laboratorium TB dengan
klasifikasi risiko nggi, semua prosedur pemeriksaan biakan dan pembuatan
suspensi cair M. tuberculosis (untuk idenfikasi, uji kepekaan dantes
molekular) harus dilakukan dalam BSC kelas II pe 2A.

Laboratorium klasifikasi risiko nggi memerlukan persyaratan sesuai


laboratorium klasifikasi risiko sedang dengan tambahan sebagai berikut:

a. Desain laboratorium
1) Anteroom (ruang antara)
Ruang ini merupakan pembatas fisik antara area kerja laboratorium

Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB 19


dan area luar laboratorium. Anteroom (ruang antara) harus memiliki
fasilitas:
Ruang pemakaian APD.
Pintu ke ruang antara dapat menutup sendiri dan terkunci
(interlocking) sehingga hanya satu pintu yang dapat terbuka pada
suatu waktu.
Sebuah dinding yang dapat dipecahkan untuk pintu keluar dalam
keadaan darurat.
Udara mengalir ke dalam ruang kerja melalui anteroom (ruang
antara) dan grills fi ed with pre-filters dapat ditempatkan di
panel bawah pintu ruang antara untuk memaskan bahwa hanya
udara bersih yang mengalir ke dalam ruang kerja.
2) Panel kaca
Sebuah panel kaca harus dipasang untuk memberikan area pandang
dari luar laboratorium kedalam ruang kerja.
Prinsip rancangan laboratorium risiko nggi dengan memperhakan
keselamatan dan keamanan kerja:

20 Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB


Dengan bagan tata ruang tersebut diharapkan kegiatan di laboratorium
biakan dan uji kepekaan M. tuberculosis dilaksanakan dengan mudah
dan menjamin keselamatan dan kerja. Jika petugas laboratorium kidal,
pengaturan dapat ditata seper bayangan kaca.

Catatan: Modifikasi rancangan ruang laboratorium dapat saja dilakukan


sepanjang kaidah-kaidah keamanan kerja diperhakan.

b. Alat Pelindung Diri (APD)


Seap fasilitas harus mengevaluasi risiko dan memutuskan ngkat
perlindungan yang sesuai untuk seap petugas.

Jas laboratorium harus dipakai. Jas laboratorium harus memiliki


panel depan yang solid danharus kedap cairan. Selain itu, jas
laboratorium harus memiliki lengan panjang dan manset elass
(minimal 30 mm) dan dikencangkan di belakang.

Sebelum dicuci, jas laboratorium harus diotoklaf terlebih dahulu.


Jas laboratorium cadangan harus tersedia di laboratorium jika
terjadi kontaminasi.

Sarung tangan harus dipakai. Sarung tangan disposable jangan


digunakan berulang kali. Petugas harus selalu mencuci tangan
mereka sebelum meninggalkan laboratorium dan dak boleh
digunakan selain di ruangan laboratorium TB.

Penggunaan penutup rambut, sepatu tertutup atau sepatu


khusus adalah opsional. Alat-alat tersebut diperlukan sebagai
upaya perlindungan tambahan.

Masker N95 yang dipakai melalui fi test memberikan


perlindungan selama prosedur berisiko nggi, seper manipulasi
biakan cair untuk idenfikasi dan uji kepekaan. Fungsi masker
dak boleh dianggap untuk menggankan BSC yang kurang
berfungsi atau BSC yang dak diserfikasi.

Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB 25


Seap APD yang digunakan dalam ruang kerja dak boleh dipakai di luar
laboratorium. Dalam semua kasus, kemampuan teknis mikrobiologi
yang baik sangat penng untukmeminimalkan risiko infeksi.

c. Dekontaminasi dan penanganan limbah


Otoklaf harus tersedia di dalam ruang kerja untuk mensterilkan tabung
botol biakan TB dan semua bahan infeksius. Pemindahan limbah yang
telah steril ke tempat penampungan sementara atau ke insenerator
harus diangkut dalam wadah tertutup.

E. Peralatan Keselamatan

1. Biological safety cabinet (BSC)


Berdasarkan standar AS/NZS 2252.1:1994, AS/NZS 2252.2:1994, NSF/
ANSI 49 2008 dan EN 12469 terdapat 3 kelas BSC, yaitu BSC kelas I, kelas
II, dan kelas III. Berdasarkan standar NSF/ANSI 49 2008, BSC kelas II
diklasifikasikan menjadi beberapa pe, yaitu pe A1, A2, B1, dan B2. BSC
kelas II pe A2 merupakan BSC yang direkomendasikan untuk laboratorium
TB. BSC tersebut dapat melindungi petugas, lingkungan, dan produk.

Penggunaan BSC kelas II


Dianjurkan menggunakan BSC yang dasarnya tak berpori dan alasnya
terbuat dari stainless steel.
Digunakan untuk melakukan ndakan pada bahan (tersangka) tercemar,
seper saat membuka wadah bahan, membuat sediaan mikroskopis,
melakukan sentrifugasi (jika alatnya dak bio-contained), melakukan
pengocokan/pengguncangan, melakukan inokulasi bahan pada media,
dsb.
Prosedur tetap pemakaian BSC harus tertulis dan tersedia di
laboratorium, serta mudah dibaca oleh ap pekerja. Harap selalu
diperhakan bahwa BSC dak dirancang untuk melindungi pekerja dari
tumpahan yang luas, pecahan atau teknik laboratorium yang buruk.

26 Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB


BSC yang rusak jangan dipakai.
Skema aliran udara pada BSC kelas II menjamin agar udara dari
ruangan (kotor) masuk ke arah bawah di dalam kabinet, sebagian akan
dimasukkan kembali ke dalam ruang kabinet setelah difiltrasi, sebagian
yang lain dilepas ke atas setelah melalui filter. Kabinet ini melindungi
petugas dan spesimen dari kontaminasi.
Pembukaan panel kaca kabinet saat bekerja sesuai dengan petunjuk
pemakaian.
Nyalakan exhaust fan sebelum bekerja sesuai dengan petunjuk
pemakaian sampai dengan 5 menit setelah pekerjaan selesai.
Jangan menggunakan pembakar bunsen dalam kabinet karena
mempermudah kerusakan filter. Pakailah micro-incinerator atau ose
sekali pakai.
Batasi jumlah bahan dan alat dalam kabinet sesedikit mungkin dan
letakkan di belakang daerah kerja. Bahan dan pengendali alat yang
digunakan harus terlihat melalui panel kaca. Bahan dan alat dak boleh
menghalangi aliran udara BSC.
Sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan area kerja harus
didekontaminasi, baik permukaan maupun dinding BSC. Setelah selesai
melakukan pekerjaan pada hari yang sama, seluruh permukaan BSC
termasuk kaca bagian dalam harus didekontaminasi.
Lakukan pekerjaan di bagian tengah. Pisahkan barang bersih dengan
kegiatan yang dapat menghasilkan aerosol minimal 12 cm. Pisahkan
peletakkan bahan dalam ga urutan, bersih (misalnya larutan pengencer
steril), tempat pengerjaan, kotor (misalnya tempat pembuangan p
mikropipet).
Jangan biarkan botol dan tabung berisi bahan infeksius terbuka. Segera
tutup kembali setelah dibuka.
Letakkan wadah berisi disinfektan dalam BSC untuk menampung limbah
kegiatan atau wadah limbah lain yang dapat diotoklaf.

Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB 27


Hindari memasukkan dan mengeluarkan tangan berkali-kali. Hindari
seminimal mungkin gerakan tangan menyamping dan berputar.
Dilarang lalu lalang di muka kabinet bila sedang tak bekerja.
Penggunaan sinar UV dak direkomendasikan pada penggunaan BSC.
Fan kabinet harus dihidupkan 5 menit sebelum bekerja dan setelah
pekerjaan di kabinet selesai.
Kalibrasi BSC dilakukan secara berkala minimal 1x per tahun.

Gambar 5. Pembagian area kerja dalam Biosafety Cabinet (WHO, 2012).

2. Centrifuges with safety buckets (Biocontainment centrifuge)


Hal-hal yang harus diperhakan dalam penggunaan biocontainment
centrifuge:
Selama pengoperasian sentrifus, safety cap harus tertutup dengan
benar.
Penutup dak boleh dibuka sampai rotor berhen.

28 Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB


Untuk mengeluarkan tabung, keranjang sentrifus harus dimuat dan
dibongkar di BSC.
Sentrifus harus diperiksa secara berkala, dan pemeliharaan harus
mengiku spesifikasi pabrik.
3. Otoklaf
Di laboratorium TBharus tersedia dua otoklaf:
a. Otoklaf bersih
Otoklaf bersih digunakan untuk sterilisasi wadah dan bahan yang akan
dipergunakan untuk pemeriksaan laboratorium TB.
b. Otoklaf kotor
Otoklaf kotor digunakan untuk dekontaminasi limbah infeksius. Otoklaf
harus diletakkan di daerah yang aman, karena dapat menghasilkan
kebisingan, panas dan uap.
Harus tersedia SPO penggunaan dan pemeliharaan otoklaf (kalibrasi dan
pemantapan mutu internal untuk uji sterilitas).

Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB 29


IV PENGELOLAAN LIMBAH

Pimpinan laboratorium harus membuat kebijakan yang menjamin


pengelolaan limbah aman bagi petugas dan lingkungan. Pimpinan harus
memaskan tersedianya sarana, protap, logisk, dan petugas untuk
melaksanakan pengelolaan limbah dengan benar.

A. Pemilahan Limbah
Langkah-langkah pengelolaan limbah di laboratorium melipu ndakan
pemilahan limbah, pengumpulan, sterilisasi dan/ netralisasi, transportasi,
dan pemusnahan.

Limbah di laboratorium TB dapat berasal dari sisa contoh uji pada proses
pemeriksaan laboratorium, peralatan yang digunakan dalam proses
pemeriksaan, dan bahan habis pakai. Pemilahan limbah laboratorium TB
berdasarkan karakterisk infeksius dan non-infeksius, baik padat, cair dan
gas. Limbah tersebut harus dikelola sesuai sifat limbah sehingga aman bagi
petugas dan lingkungan laboratorium.

Limbah infeksius cair : contoh uji, pelarut disinfektan


Limbah infeksius padat : peralatan yang terpapar bahan infeksius

Non infeksius cair : reagen, air yang digunakan dalam proses pemeriksaan
Non infeksius padat : limbah rumah tangga yang dak terpapar contoh uji
Gas : residu hasil proses pembuatan reagen

B. Pengelolaan Limbah Infeksius


Prinsip pengelolaan limbah infeksius:
Keluar ruang kerja laboratorium harus bersifat non infeksius.
1. Laboratorium Mikroskopis TB
Wadah contoh uji dan tutupnya, kaca sediaan yang sudah tak terpakai

30 Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB


dan limbah padat lain harus direndam dalam larutan lysol 5% atau
disinfektan lain yang cocok untuk desinfeksi M. tuberculosisselama
minimal 12 jam.
Laboratorium tanpa otoklaf:
Lakukan dekontaminasi alat dengan cara merendam dalam larutan
disinfektan selama minimum 12 jam kemudian direbus setelah mendidih
dibiarkan minimal 10 menit.

Direndam dalam disinfektan Direbus sampai mendidih 10


selama 12 jam menit
Gambar 6. Cara dekontaminasi alat

Apabila laboratorium mikroskopis TB memiliki otoklaf lakukan sterilisasi


dengan otoklaf.
Cairan disinfektan yang digunakan untuk merendam harus melalui
proses netralisasi untuk memperkecil risiko kerusakan lingkungan.
Bahan infeksius dari laboratorium mikroskopis dapat dimusnahkan
dengan cara dibakar. Asap hasil pembakaran harus dianggap beracun,
sehingga drum tempat pembakaran harus diletakkan jauh dari manusia
dan berada di area terbuka.

Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB 31


Gambar 7. Pemusnahan limbah padat dengan pembakaran

2. Laboratorium biakan dan uji kepekaan TB


Contoh uji dan peralatan yang terpapar bahan infeksius harus disterilisasi
dengan otoklaf.

32 Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB


Peralatan yangakandigunakan kembali setelah dilakukan sterilisasi,
dicuci kemudian disterilkan lagi sebelum dipakai.

C. Transportasi dan Pemusnahan


Setelah proses sterilisasi, limbah dipilah berdasarkan perlu daknya
dilakukan pemusnahan atau langsung dibuang ke tempat pembuangan
limbah umum.
Misalnya:
Sisa media yang sudah steril dapat dibuang langsung ke tempat pembuangan
umum limbah yang akan dimusnahkan dapat dipindahkan ke luar ruang
kerja laboratorium selanjutnya
- dikubur atau
- dibakar/insinerasi atau
- dikumpulkan untuk kemudian diangkut ke sarana pemusnahan limbah
di luar laboratorium
Pengumpulan limbah sebelum insinerasi harus ditempatkan dengan kondisi
aman dan waktu simpan yang sudah ditentukan.
Jadwal transportasi harus disusun dengan mempermbangkan volume
limbah, kapasitas tempat pengumpulan dan kapasitas insenerator.

D. Pengelolaan Limbah non Infeksius


1. Limbah Cair non Infeksius
Limbah cair non infeksius dari laboratorium TB tediri dari reagen dan air.
Sebelum dapat dibuang ke saluran pembuangan air umum limbah cair
harus melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah atau netralisasi dengan
pengenceran.
Informasi lebih lanjut dapat ditanyakan kepada Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan (Bapedal) daerah masing-masing.

2. Limbah Padat non Infeksius


Limbah padat harus dikumpulkan dalam kotak limbah yang tutupnya
dapat dibuka dengan kaki dan sebelah dalamnya dilapisi kantong plask

Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB 33


yang warnanya dibedakan dengan kantong plask penampung limbah
infeksius.
Apabila sulit mendapatkan kantong plask berbeda warna, tandai
kantong plask dengan tulisan.
Perhakan volume limbah dalam kantong agar kantong dapat diikat
sebelum diangkat dari dalam kotak.
Limbah padat non infeksius dapat ditampung selanjutnya dikelola oleh
petugas kebersihan setempat.

3. Limbah Gas
Limbah gas di laboratorium TB dihasilkan pada proses pembuatan reagen
dan insinerasi. Insenerator harus memiliki cerobong yang memenuhi
persyaratan Kementerian Lingkungan Hidup.

Pembuatan reagen harus dilakukan di lemari asam sehingga uap


yang dihasilkan dalam proses tersebut dak membahayakan petugas
laboratorium.

34 Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB


V RENCANA KESIAPSIAGAAN DAN
TANGGAP DARURAT

A. Rencana Kesiapsiagaan Darurat


Rencana kesiapsiagaan darurat harus menyiapkan standar prosedur
operasional terhadap:
Bencana alam, seper banjir, gempa bumi, kebakaran, dan ledakan.
Kedaruratan untuk evakuasi dan penanganan medis pekerja.
Pengawasan medis terhadap orang yang terkena kecelakaan.
Manajemen klinis orang yang terkena kecelakaan.
Invesgasi epidemiologi.
Kegiatan laboratorium selanjutnya setelah terjadi kecelakaan.

B. Prosedur Tanggap Darurat untuk Laboratorium TB


1. Tumpahan di luar Biosafety Cabinet

Tumpahan di luar Biosafety Cabinet termasuk ke dalam kecelakaan


yang besar. Semua orang yang ada di sekitar tempat kejadian harus
segera mengosongkan ruangan. Penanggung jawab laboratorium harus
diberitahu mengenai kejadian tersebut, dan staf laboratorium harus
dicegah dari memasuki ruang laboratorium minimal selama 1 jam untuk
menghilangkan aerosol yang terjadi keka terjadi tumpahan.
Berikan penanda terjadinya tumpahan dan dilarang memasuki daerah
kecelakaan pada saat dilakukan penanganan tumpahan.
Kejadian tumpahan harus dicatat dalam berita acara kecelakaan kerja.

Prosedur penanganan tumpahan di luar BSC:


a) Kenakan APD, yaitu sarung tangan lapis ganda, jas laboratorium, dan
masker.
b) Tutupi tumpahan dengan menggunakan kain atau paper towels
untuk menyerap tumpahan.

Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB 35


c) Tuangkan desinfektan di atas kain atau paper towels dan area sekitar
tumpahan (desinfektan yang digunakan larutan pemuh 5%).
d) Bersihkan tumpahan dari daerah luar tumpahan ke arah dalam.
Biarkan selama 20 menit. Jika ada pecahan kaca, bersihkan
menggunakan forsep, sapu, atau serok yang dapat diotoklaf.
e) Buang bahan yang digunakan untuk membersihkan tumpahan ke
dalam plask infeksius dan ditutup rapat. Buang sarung tangan terluar,
gan dengan yang baru. Sebelum dibawa keluar laboratorium, otoklaf
semua bahan yang digunakan untuk membersihkan tumpahan.

2. Tumpahan di dalam Biosafety Cabinet

Keka terjadi tumpahan di dalam Biosafety Cabinet, pembersihan harus


dilakukan segera, dan BSC harus tetap dinyalakan.
Prosedur penanganan tumpahan di dalam BSC:
a) Tutupi tumpahan dengan menggunakan kain atau paper towels
untuk menyerap tumpahan.
b) Jika terciprat pada dinding BSC, Bersihkan dengan kain atau paper
towels, lalu rendam dalam desinfektan.

c) Biarkan selama 30 menit sampai 1 jam.


d) Kumpulkan pecahan dengan ha-ha dan buang ke dalam wadah
tahan tusukan.
e) Semua peralatan yang masih dapat dipakai dibersihkan dengan
desinfektan yang sama.
f) Cek seluruh peralatan elektronik yang ditempatkan pada BSC
apakah terjadi korslet.
3. Kerusakan Tabung pada Keranjang Sentrifus
Di dalam laboratorium TB, selalu gunakan keranjang sentrifus yang
tertutup. Keranjang sentrifus dibuka dan ditutup di dalam BSC.
a) Jika tabung pecah pada saat posisi bekerja, pecahan harus
segera dibersihkan dan dibuang ke dalam wadah tahan tusukan.
36 Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB
b) Dekontaminasi keranjang sentrifus dengan merendamnya
dengan desinfektan atau dengan cara mengotoklaf.
c) Jangan menggunakan pemuh sebagai desinfektan.

4. Kerusakan Tabung pada Mesin Mycobacteria Growth Indicator Tube


(MGIT)

Bila terjadi tumpahan atau tabung pecah di dalam mesin MGIT, segera
makan alat, petugas keluar dari ruangan selama 1 jam dan beri tulisan
SPILL pada alat dan pintu ruangan. Lakukan disinfeksi sesuai SPO.
Selanjutnya laporkan kepada teknisi alat.

C. Peralatan Pembersih Tumpahan


Penanggung jawab laboratorium wajib untuk menjaga ketersediaan
peralatan pembersih tumpahan. Peralatan pembersih tumpahan harus
ditempatkan di dalam laboratorium dan luar laboratorium.
Peralatan pembersih tumpahan harus mencakup barang-barang berikut:
1) Larutan hipoklorit yang disimpan dalam botol buram (atau desinfektan
lain yang sesuai).
Catatan : larutan hipoklorit masa pakai yang pendek. Untuk tumpahan
yang luas, sebaiknya larutan desinfektan dibuat baru.
2) Respirator (1 boks)
3) Sarung tangan sekali pakai (1 boks )
4) Jas laboratorium (4-6 jas laboratorium sekali pakai)
5) Sapu dan pengki (serokan) (untuk pembuangan jika diperlukan)
6) Paper towels
7) Sabun
8) Wadah tahan tusukan
9) Kantong biohazard
10) Kacamata pelindung (2 pasang)

Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB 37


VI PENUTUP

Pedoman Teknis ini mencakup berbagai hal yang berkaitan dengan


Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB. Dengan disusunnya
Pedoman Teknisini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan panduan
bagi pengelola dan petugas laboratorium dalam mencegah dan menangani
kecelakaan kerja dan kejadian penularan infeksi di laboratorium TB.Isi Pedoman
ini dapat dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.

38 Pedoman Teknis Keselamatan dan Keamanan Kerja Laboratorium TB

Das könnte Ihnen auch gefallen