Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
1
Ind
p
PEDOMAN
TEKNIS KESELAMATAN DAN KEAMANAN
KERJA LABORATORIUM TUBERKULOSIS
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
Tahun 2015
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
542.1
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal
p Bina Upaya Kesehatan
Pedoman teknis keselamatan dan keamanan kerja
Laboratorium tuberkulosis.---- Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI. 2014
ISBN 978-602-235-744-5
Jakarta, 2015
Direktur Bina Pelayanan Penunjang Medik dan
Sarana Kesehatan
PENANGGUNG JAWAB
Direktur Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan
PENYUSUN
Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Direktorat Pengendalian Penyakit
Medik dan Sarana Kesehatan Menular Langsung
Agus Susanto
Dyah Armi Riana Irfan Ediyanto
Eva Dian Kurniawa Retno Kusumadewi
Ira Irian
Wiwi Ambarwa
Desain Cover
Trishanty Rondonuwu KNCV/TBChallenge
SEKRETARIAT
Subdit Mikrobiologi dan Imunologi
Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan
Ditjen Bina Upaya Kesehatan
A. Latar Belakang
Pemeriksaan laboratorium TB memiliki risiko penularan infeksi dan
kemungkinan kecelakaan kerja; luka bakar, luka tusuk, paparan bahan kimia baik
bagi petugas yang bekerja di laboratorium maupun masyarakat dan lingkungan
sekitar.
M. tuberculosis berbahaya pada petugas laboratorium dan juga orang lain
yang mungkin terpapar bahan tercemar khususnya aerosol di laboratorium.
Insidensi tuberkulosis pada petugas laboratorium yang bekerja dengan M.
tuberculosis dilaporkan 3 (ga) kali lipat lebih nggi dibanding mereka yang dak
bekerja dengan mikroorganisme ini. Selain petugas laboratorium, ada kelompok
lain yang memiliki risiko nggi tertular M. tuberculosis misalnya; penderita
Diabetes Mellitus, penderita imunodefisiensi, perokok, dan gizi buruk.
M. tuberculosis dapat ditemukan pada sputum, cairan bilas lambung, cairan
serebrospinal, urin dan berbagai jaringan. Paparan aerosol di laboratorium
merupakan bahaya paling penng yang harus diperhakan. Aerosolisasi dapat
terjadi pada saat pembuatan sediaan apus, pengerjaan biakan dan uji kepekaan,
proses awal pemeriksaan biomolekuler, dan pembuatan sediaan potong beku.
Karena dosis infekf M. tuberculosis rendah (ID50 <10 basil) sputum dan contoh
uji klinis lain dari suspek atau kasus tuberkulosis harus dianggap sebagai bahan
infeksius dan diperlakukan dengan benar. Sebagian kecil infeksi M. tuberculosis
ditularkan melalui makanan minuman yang tercemar dan inokulasi langsung ke
dalam jaringan melalui mikrolesi dan makrolesi.
Komponen yang berperan pada keselamatan dan keamanan kerja
laboratorium TB yaitu: infrastruktur laboratorium, peralatan, bahan yang
dipakai, proses dan keterampilan kerja sertapengelolaan limbah laboratorium
TB. Komponen-komponen harus diselaraskan baik dari aspek pengelolaan
B. Dasar Hukum
1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 364/Menkes/SK/V/2009 tentang
Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis.
2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 835/Menkes/SK/IX/2009 tentang
Pedoman Keselamatan dan Keamanan Laboratorium Mikrobiologi dan
Biomedis.
3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1647/Menkes/SK/XII/2005 tentang
Pedoman Jejaring Pelayanan Laboratorium Kesehatan.
C. Tujuan
Sebagai acuan bagi pengelola dan petugas laboratorium dalam mencegah dan
menangani kecelakaan kerja dan kejadian penularan infeksi di laboratorium TB.
2. Teknis
a. Pengaturan tata ruang dan sarana kerja sesuai risiko
Pengaturan tata ruang laboratorium TB harus disesuaikan dengan risiko
pajanan M.tuberculosis.
3. Pengendalian Kecelakaan
Kecelakaan kerja yang dimaksud berkaitan dengan pengendalian akibat
aerosol dan kontak langsung.
b. Peralatan
1) Kondisi alat (pemeliharaan harian dan kalibrasi).
2) Jumlah dan jenis alat (jumlah pemeriksaan dan kesesuaian
spesifikasi alat).
3) Tata letak alat (berkaitan dengan alur kerja dan kemungkinan
terbentuknya aerosol).
4) Fasilitas keselamatan kerja (APD, APAR).
5) Fasilitas penanganan kecelakaan kerja (spill kit, P3K, shower,
eyewash).
4. Lain-lain
a. Transmisi kuman TB (contoh uji, isolat: TB, non TB, TB-MDR).
b. Epidemiologi penyakit dan populasi pasien yang dilayani di
laboratorium.
Idenfikasi Bahaya
Menentukan Risiko
2. Peralatan
Peralatan sebaiknya dipilih berdasarkan prinsip sebagai berikut:
a. Didesain sedemikian rupa untuk membatasi kontak antara petugas
dan bahan infeksius.
b. Bahan yang digunakan harus resisten korosif dan dak menyerap
air.
c. Permukaan meja kerja sebaiknya halus dan tumpul.
a. Desain laboratorium
1) Anteroom (ruang antara)
Ruang ini merupakan pembatas fisik antara area kerja laboratorium
E. Peralatan Keselamatan
A. Pemilahan Limbah
Langkah-langkah pengelolaan limbah di laboratorium melipu ndakan
pemilahan limbah, pengumpulan, sterilisasi dan/ netralisasi, transportasi,
dan pemusnahan.
Limbah di laboratorium TB dapat berasal dari sisa contoh uji pada proses
pemeriksaan laboratorium, peralatan yang digunakan dalam proses
pemeriksaan, dan bahan habis pakai. Pemilahan limbah laboratorium TB
berdasarkan karakterisk infeksius dan non-infeksius, baik padat, cair dan
gas. Limbah tersebut harus dikelola sesuai sifat limbah sehingga aman bagi
petugas dan lingkungan laboratorium.
Non infeksius cair : reagen, air yang digunakan dalam proses pemeriksaan
Non infeksius padat : limbah rumah tangga yang dak terpapar contoh uji
Gas : residu hasil proses pembuatan reagen
3. Limbah Gas
Limbah gas di laboratorium TB dihasilkan pada proses pembuatan reagen
dan insinerasi. Insenerator harus memiliki cerobong yang memenuhi
persyaratan Kementerian Lingkungan Hidup.
Bila terjadi tumpahan atau tabung pecah di dalam mesin MGIT, segera
makan alat, petugas keluar dari ruangan selama 1 jam dan beri tulisan
SPILL pada alat dan pintu ruangan. Lakukan disinfeksi sesuai SPO.
Selanjutnya laporkan kepada teknisi alat.