Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
KTT ke-10 ASEAN di Vientiene tahun 2004 antara lain menyepakati Vientiane
Action Program (VAP) yang merupakan panduan untuk mendukung implementasi
pencapaian AEC di tahun 2020.
a. Menuju single market dan production base (arus perdagangan bebas untuk
sektor barang, jasa, investasi, pekerja terampil, dan modal);
b. Menuju penciptaaan kawasan regional ekonomi yang berdaya saing tinggi
(regional competition policy, IPRs action plan, infrastructure development, ICT,
energy cooperation, taxation, dan pengembangan UKM);
c. Menuju suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata (region of
equitable economic development) melalui pengembangan UKM dan program-
program Initiative for ASEAN Integration (IAI); dan
d. Menuju integrasi penuh pada ekonomi global (pendekatan yang koheren dalam
hubungan ekonomi eksternal serta mendorong keikutsertaan dalam global
supply network).
Pada KTT ASEAN Ke-13 di Singapura, bulan Nopember 2007, telah disepakati
Blueprint for the ASEAN Economic Community (AEC Blueprint) yang akan
digunakan sebagai peta kebijakan (roadmap) guna mentransformasikan ASEAN
menjadi suatu pasar tunggal dan basis produksi, kawasan yang kompetitif dan
terintegrasi dengan ekonomi global. AEC Blueprint juga akan mendukung ASEAN
menjadi kawasan yang berdaya saing tinggi dengan tingkat pembangunan ekonomi
yang merata serta kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi yang makin
berkurang. Sebagai upaya untuk memfasilitasi perdagangan di tingkat nasional dan
ASEAN sebagaimana tertuang dalam AEC Blueprint 2015, Indonesia telah
melakukan peluncuran National Single Window (NSW) dalam kerangka ASEAN
Single Window (ASW) pada tanggal 17 Desember 2007. Menurut rencana ASW
akan diimplementasikan pada tahun 2009.
AEC Blueprint merupakan suatu master plan bagi ASEAN untuk membentuk
Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dengan mengidentifikasi langkah-
langkah integrasi ekonomi yang akan ditempuh melalui implementasi berbagai
komitmen yang rinci, dengan sasaran dan jangka waktu yang jelas.
b. Fasilitasi Perdagangan
Implementasi NSW Tahap II dimulai pada bulan Juli – Desember 2008. Pada
Tahap II difokuskan pada tingkat operasional dengan sasaran antara lain :
penerapan di lima pelabuhan utama, yaitu Tanjung Prior (Jakarta), Tanjung
Perak (Surabaya), Belawan (Medan) dan Bandara Soekarno Hatta yang
merupakan tempat bongkar muat barang ekspor impor dengan tingkat volume
90% dari total ekspor impor Indonesia; GA yang terlibat menjadi 15 (total instansi
yang terlibat perizinan sesudah penyederhanaan/sebelumnya 34 instansi); jasa
perizinan meliputi ekspor, impor, pengangkutan udara dan pengangkutan laut. Di
samping itu, sistem NSW juga mulai diujicobakan dengan ASW pada tanggal 11
Agustus 2008 ditandai adanya pertukaran dokumen kepabeanan (SKA dan Form
D antara Indonesia dan Malaysia).
e. Kerjasama Kepabeanan
Initiative for ASEAN Integration (IAI) adalah suatu policy framework yang
dimaksudkan untuk memberikan kontribusi, dengan dasar berkesinambungan,
untuk mempersempit kesenjangan pembangunan di antara negara-negara
ASEAN, khususnya untuk negara-negara CLMV. Kebijakan dimaksud ditegaskan
di dalam Ha Noi Plan of Action 1998 serta Deklarasi mengenai Narrowing
Development Gap for Closer ASEAN Integration 2001.
IAI dituangkan di dalam IAI Work Plan, yang merupakan rencana 6 tahunan
(Juli 2002 – Juni 2008). Sampai dengan tanggal 15 Mei 2008, terdapat 203
proyek dalam IAI Work Plan dengan berbagai tahap implementasinya.
Pembiayaan telah disiapkan untuk 158 proyek (78%). 116 proyek telah berhasil
diselesaikan, 19 proyek sedang dilaksanakan, 2 proyek telah mendapatkan
pendanaan dan menunggu implementasi, 2 proyek masih mencari dana
separuhnya, 10 proyek masih menunggu proses pelaksanaan dan 18 proyek
belum mendapatkan pendanaan.
Pada SEOM 1/39 di Baguio City, Filipina, Januari 2008, SEO bertukar
pandangan mengenai pembatalan sepihak oleh pihak Kanada karena isu
Myanmar atas rencana pertemuan konsultasi SEOM-Kanada di Vancouver,
Kanada yang dijadwalkan pada bulan Nopember 2007. Selanjutnya pada 2nd
ASEAN Canada Informal Coordinating Mechanism (ICM) di Ha Noi, Viet Nam
10 Maret 2008, Indonesia telah menyampaikan penyesalannya dan berharap
agar Kanada dapat menggulirkan kembali pembahasan TIFA. Viet Nam
sependapat dengan Indonesia dan meminta konfirmasi lebih lanjut mengenai
kepastian penjadwalan ulang pertemuan pembahasan TIFA.
Jasa logistik telah ditetapkan sebagai sektor prioritas kedua belas yang
akan diliberalisasikan oleh ASEAN. Roadmap for Integration of Logistics
Services telah ditandatangani pada Sidang ke-39 ASEAN Economic
Ministers’ di Makati City, Filipina, pada tanggal 24 Agustus 2007.
Hingga saat ini terdapat 92 Perjanjian Ekonomi ASEAN. Dari jumlah tersebut, 57
perjanjian telah diratifikasi, sedangkan 35 masih dalam proses. Perlu disampaikan
juga bahwa terdapat 12 perjanjian dalam tahap akhir proses ratifikasi dan
diharapkan selesai pada akhir tahun 2008.
Kerjasama di Sektor Investasi
Kerangka kerja AIA mencakup semua arus investasi asing langsung (Foreign
Direct Investment/FDI) ke ASEAN maupun investasi langsung antar negara-negara
ASEAN. Persetujuan tersebut antara lain akan mengikat negara-negara anggota
untuk menghapus hambatan-hambatan investasi, meliberalisasi peraturan-peraturan
dan kebijaksanaan investasi, memberi persamaan perlakuan nasional dan membuka
investasi di industrinya terutama sektor manufaktur. Dengan menciptakan ASEAN
sebagai suatu kawasan investasi yang lebih berdaya saing dan terbuka, AIA
diharapkan dapat menarik arus investasi langsung ke ASEAN.
ACIA lebih bersifat komprehensif dibandingkan dengan AIA dan ASEAN IGA,
dikarenakan ACIA telah mengadopsi international best practices dalam bidang
investasi dengan mengacu kepada kesepakatan-kesepakatan investasi
internasional. Dengan adanya ACIA, diharapkan ASEAN dapat meningkatkan iklim
investasi di kawasan dan menarik lebih banyak investasi asing. Sebagai tambahan,
nilai investasi asing di ASEAN pada tahun 2005 berjumlah sebesar US$. 41.06
milyar dan tahun 2006 sebesar US$. 52.3 milyar.
Setelah mengalami pembahasan yang cukup alot sejak tahun 2006, ASEAN
akhirnya berhasil menyelesaikan pembahasan ASEAN Comprehensive Investment
Agreement (ACIA). Draft ACIA dimaksud telah dibahas dan di-endorse pada
Pertemuan ke-40 ASEAN Economic Ministers (AEM) tahun 2008. Diharapkan ACIA
akan dapat ditandatangani pada KTT ke- 14 ASEAN mendatang di Chiang Mai,
Thailand, Desember 2008. Dengan ditandatanganinya ACIA, diharapkan akan dapat
menjadikan ASEAN menjadi wilayah yang sangat kompetitif untuk menarik Foreign
Direct Investment (FDI) serta mendukung realisasi ASEAN Economic Community.
Kerjasama Pertanian
1) Pangan
Dalam skema kerja sama ASEAN Plus Three, 2 (dua) proyek telah
dilaksanakan sejak tahun 2004 – 2008, yaitu East Asia Emergency Rice
Reserves (EAERR) dan ASEAN Food Security Information System (AFSIS).
Kegiatan EAERR terutama difokuskan pada implementasi mekanisme
pengadaan beras (stock release mechanism) dan pemanfaatan cadangan
beras darurat untuk kondisi bencana. Sementara itu, kegiatan AFSIS
difokuskan pada pembuatan jaringan informasi mengenai ketahanan pangan
dan pengembangan sumber daya manusia. Dalam proyek AFSIS, sebuah
website telah dibentuk yang memberikan informasi mengenai situasi dan
perencanaan kebijakan ketahanan pangan di kawasan.
Sejak tahun 2006 – 2008, ASEAN telah membuat Daftar Hama Endemik
untuk beberapa komoditas pertanian yang diperdagangkan di kawasan, yaitu
padi giling, jeruk (citrus), mangga, kentang, dan anggrek potong dendrobium.
Upaya harmonisasi phytosanitary untuk komoditas-komoditas tersebut akan
terus dilanjutkan khususnya untuk pengembangan panduan importasi.
5) Codex
7) Bioteknologi
Kerjasama Peternakan
Kerjasama Kehutanan
Volume pertama dari Database on ASEAN Herbal and Medicinal Plants, yang
terdiri dari 64 species tanaman telah diselesaikan dan diterbitkan. Saat ini ASEAN
tengah menyelesaikan volume kedua Database yang berisikan 50 species.
ASEAN juga telah setuju untuk bekerjasama secara lebih proaktif dan intensif
dalam implementasi CITES. Menteri-menteri ASEAN yang bertanggungjawab untuk
CITES telah mendeklarasikan Framework Agreement on Comprehensive Economic
Cooperation between ASEAN and India pada tanggal 8 Oktober 2003 pada tanggal
2-14 Oktober di Bangkok. ASEAN pun menunjukkan komitmennya pada bidang ini
dengan mengembangkan dan mengadopsi ASEAN Regional Action Plan on Trade
in Wild Fauna and Flora 2005-2010. ASEAN Wildlife Enforcement Network (ASEAN-
WEN) telah dibentuk pada Desember 2005 untuk menyediakan mekanisme
koordinasi dan pertukaran informasi yang efektif di antara badan-badan penegak
21ubli pada level nasional dan regional untuk memberantas perdagangan flora dan
fauna liar secara illegal.
ASEAN telah menetapkan rencana aksi ASEAN yang disebut ASEAN Plan of
Action for Energy Cooperation (APAEC) 2004-2009, yang meliputi langkah-langkah:
memperkuat ketahanan energi regional; meningkatkan integrasi infrastruktur energi
regional; menciptakan kebijakan energi regional yang responsif yang secara
bertahap mendorong reformasi pasar, liberalisasi dan lingkungan hidup yang
berkelanjutan; melibatkan sektor swasta dalam upaya mengamankan cadangan
energi regional.
Adapun ruang lingkup kerjasama ASEAN di bidang energi mencakup isu-isu: (i).
Ketahanan energi (Energy Security); ii). Pembangunan jaringan kelistrikan (Power
Interconnection); iii). Efisiensi energi (Energy Efficiency); (iv). Kebijakan regional di
bidang energi (Regional Energy Policy); (v). Penelitian dan pengembangan energi
terbarukan (Research and Energy, and Renewable Energy).
Berkaitan dengan kerjasama energi ASEAN, terdapat 3 (tiga) dasar hukum yang
menjadi rujukan, yaitu MoU on Trans ASEAN Gas Pipeline (MoU on TAGP),
ditandatangani tahun 2002 dan MOU on ASEAN Power Grid (MoU on APG), yang
ditandatangani pada tahun 2007 dan saat ini masih menunggu proses ratifikasinya.
Disamping itu juga akan ditandatangani New ASEAN Petroleum Security Agreement
(APSA), yang akan ditandatangani pada KTT ke-14 ASEAN mendatang.
Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-2 East Asia Summit (EAS) di Cebu,
Filipina, tanggal 15 Januari 2007, isu yang menjadi fokus utama adalah energy
security. Pembahasan isu energy security dalam KTT ini diarahkan untuk
mencapai tujuan bersama negara-negara EAS yaitu memastikan ketersediaan
sumber energi yang terjangkau (affordable) bagi pembangunan di kawasan.
Dalam KTT tersebut, para Pemimpin EAS sepakat bahwa pembahasan
mengenai energi harus mencakup elemen-elemen energy security, sumber daya
energi alternatif dan terbarukan, efisiensi energi dan konservasi energi, dan
perubahan iklim global.
o Mengurangi emisi gas rumah kaca melalui kebijakan yang efektif, dengan
tujuan untuk berkontribusi mengurangi dampak perubahan iklim global;
KTT ke-2 EAS juga menyambut baik berbagai proposal kerjasama di bidang
energy security, termasuk inisiatif empat pilar yang diajukan oleh Jepang yang
berjudul “Fueling Asia – Japan’s Cooperation Initiative for Clean Energy and
Sustainable Growth” dan kesediaan Jepang untuk memberikan bantuan dana
energy-related ODA sebesar US$ 2 Milyar untuk tiga tahun ke depan. Para
Pemimpin juga sepakat untuk membentuk suatu EAS Energy Cooperation Task
Force (EAS ECTF), berdasarkan mekanisme sektoral di bidang energi yang telah
ada di ASEAN untuk menindaklanjuti kesepakatan yang telah diambil para
Pemimpin EAS mengenai energy security dan melaporkan rekomendasinya
pada KTT EAS mendatang.
Pada Pertemuan pertama East Asia Summit Energy Ministerial Meeting (1st
EAS EMM) di Singapura, tanggal 23 Agustus 2007, Sidang sepakat bahwa 3
(tiga) work stream yaitu energy efficiency and conservation (EE & C); energy
market integration; biofuels for transport and other purposes sebagai langkah
awal untuk mengembangkan kerjasama dalam rangka energy security negara-
negara anggota EAS. Sidang juga sepakat untuk terus mengembangkan
kemungkinan kerjasama teknologi baru untuk biofuels serta melakukan upaya-
upaya konkrit untuk merealisasikan kerjasama energy efficiency and
conservation berdasarkan “voluntary basis” dan menyambut baik pembentukan
Asia Biomass Research Core dan Asia Biomass Energy Cooperation Promotion
Office di Jepang;
Pada Pertemuan Kedua Asia Summit Energy Ministerial Meeting (2nd EAS
EMM), Agustus 2008, para Menteri mendukung upaya-upaya yang
berkesinambungan dari EAS Energy Cooperation Task Force (ECTF) untuk
mengembangkan kerjasama melalui 3 (tiga) Work Streams kerjasama energi,
yaitu Energy Efficiency and Conservation (EE & C), Energy Market Integration
(EMI) dan Biofuels untuk transportasi dan tujuan-tujuan lainnya. Disamping itu
Para Menteri menyambut baik EAS Energy Outlook yang dipersiapkan oleh
Economic Institute for ASEAN and East Asia (ERIA). Dalam kaitan ini, para
Menteri mengharapkan agar ERIA dapat memperdalam analisisnya dan
memberikan masukan agar kerjasama dalam hal energy effisiency and
conservation lebih efektif.
Para Menteri juga sepakat bahwa rekomendasi laporan hasil studi Energy
Market Integration in the East Asia Region perlu dipertimbangkan khususnya
rekomendasi untuk mengadakan pertemuan forum konsultasi atau pertemuan-
pertemuan lainnya, untuk share pandangan mengenai policy approaches dan
untuk menentukan langkah-langkah dalam meningkatkan pasar energi yang
terintegrasi. Dalam kaitan ini, para Menteri meminta ECTF untuk memperdalam
studi mengenai Energy Market Integration untuk dilaporkan pada pertemuan
EAS Energy Ministers Meeting mendatang.
Kerjasama ASEAN di sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) telah dirintis
sejak tahun 1995, yang ditandai dengan dibentuknya Kelompok Kerja Badan-Badan
UKM ASEAN (ASEAN Working Group on Small and Medium-size Enterprises
Agencies). Dalam pertemuan pertamanya di Jakarta tanggal 24 April 1995 telah
disahkan Rencana Aksi ASEAN bagi pengembangan UKM. Pertemuan ini juga
menyepakati bahwa pada tahap awal kerjasama ASEAN di bidang UKM akan
terfokus pada sektor manufaktur.
Sidang ASEAN Economic Minister Meeting (AEM) ke-31 di Singapura tanggal 27
September–2 Oktober 1999 telah menyepakati kerangka kerjasama yang melibatkan
UKM dalam ASEAN Industrial Cooperation (AICO). Kerangka kerjasama ini didasari
oleh pemahaman bahwa UKM sebagian besar melaksanakan fungsinya sebagai
industri pendukung bagi perusahaan-perusahaan besar, disamping untuk
memberikan kesempatan kepada UKM untuk berpartisipasi secara langsung dalam
perdagangan intra ASEAN.
Hal ini dapat diwujudkan melalui suatu cooperative framework yang melibatkan
secara aktif peran sektor swasta di ASEAN disamping meningkatkan budaya
wirausaha, inovasi dan networking di kalangan UKM, memberikan fasilitas kepada
UKM untuk memperoleh akses informasi, pasar, SDM, kredit dan keuangan serta
teknologi modern. Berdasarkan cetak biru tersebut telah dipilih lima bidang
kerjasama strategis dalam pengembangan UKM ASEAN, yaitu: Pembangunan
Sumber Daya Manusia; Dukungan dalam Bidang Pemasaran; Bantuan dalam
Bidang Keuangan; Pengembangan Teknologi; dan Penerapan Kebijakan yang
Kondusif.
Pada pertemuan SMEWG ke-23 yang telah berlangsung di Vientiane, Lao PDR
bulan Nopember 2008, telah disepakati bahwa draft common curriculum for
entrepreneurship in ASEAN akan diujicobakan di Myanmar dan Viet Nam sebelum
diterapkan di seluruh negara-negara ASEAN.
Kerjasama BIMP-EAGA dibentuk untuk menarik minat para investor lokal dan
asing untuk melakukan investasi dan meningkatkan perdagangan di kawasan
timur ASEAN. Tujuan pembentukan BIMP-EAGA adalah mengembangkan
kerjasama sub-regional antara negara-negara anggota dalam rangka
meningkatkan pertumbuhan ekonomi di sub-kawasan tersebut. Sektor kerjasama
yang diprioritaskan adalah transportasi udara dan laut, perikanan, pariwisata,
energi, kehutanan, pengembangan sumber daya manusia dan mobilitas tenaga
kerja. Untuk melibatkan pihak swasta secara aktif telah dibentuk forum khusus
East ASEAN Business Council (EABC) di Davao City 15-19 Nopember 1994.
Pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu telah diadakan pula KTT ke-2 IMT-GT yang
menyepakati sebuah Joint Statement of the 2nd IMT-GT Summit yang intinya
antara lain penetapan IMT-GT Roadmap for Development 2007-2011 dan
penetapan empat IMT-GT Economic Corridors (extended Songkhla-Penang-
Medan, Straits of Malacca, Banda Aceh-Palembang, Dumai-Melaka); mendorong
penguatan peran Swasta dan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan kerjasama
IMT-GT; dukungan penguatan institusional IMT-GT; dan dukungan peran ADB
dalam IMT-GT.