Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
1
Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3
yaitu sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas
37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus. Wanita dengan kehamilan kembar bila
dibandingkan dengan kehamilan tunggal, maka memperlihatkan insiden hipertensi
gestasional (13% : 6%) dan preeklampsia (13% : 5%) yang secara bermakna lebih
tinggi.3
2
BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. OK
Umur : 41 tahun
Pendidikan : Tamat SMA
Alamat : Kelurahan Siladen Ling. VII
Pekerjaan : IRT
Agama : Kristen Protestan
Suku : Sanger
Bangsa : Indonesia
Nama suami: Tn. MT
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
MRS : 29 Januari 2017, jam 21.20 WITA
ANAMNESIS
Keluhan utama :
3
Riwayat Penyakit Dahulu :
Anamnesis Kebidanan :
4
Pernah ikut KB suntik dan hamil setelah berhenti KB 1
tahun.
Riwayat Kehamilan Dahulu
- P1, Perempuan, lahir tahun 1994, cukup bulan, spt
kepala, oleh biang di rumah, BBL 2400 gr ,hidup,sehat
- P2, Perempuan, lahir tahun 2002, cukup bulan, spt
kepala, oleh biang di rumah, BBL 2900 gr ,hidup,sehat
- P3, Laki-laki, lahir tahun 2014, cukup bulan, spt kepala,
oleh dokter di puskesmas, BBL 1200 gr, meninggal
Status Praesens :
- Keadaan umum: Tampak Sakit
- Kesadaran : Compos Mentis
- Tensi : 170/90 mmHg
- Nadi : 88x/mnt
- Respirasi : 22x/mnt
- Suhu badan : 36,5o C
- Tinggi Badan : 165 cm
- Berat Badan : 68 kg
- Gizi : Cukup
- Kulit : Turgor N
- Kepala : simetris, deformitas (-)
- Mata : conj : an -/-, skl : ikt -/-
- Hidung : sekret -/-
- Mulut/gigi : caries (-)
- Dada : cor & pulmo tak
- Perut : sukar dievaluasi
- Kelamin : perempuan, tak
- Anggota gerak : Oedema (+), varices (-), RF (+) N
5
Status Obstetrik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG :
HASIL LABORATORIUM
HEMATOLOGI
6
Eritrosit : 3.80 10^6/uL
Hemoglobin : 10.9 g/dL
Hematokrit : 31,8 %
Trombosit : 212 10^3/uL
MCH : 28.7 pg
MCHC : 34,4 g/dL
MCV : 83,5 fL
URINALISIS
MAKROSKOPIS
Warna : Kuning
Kekeruhan : Keruh
MIKROSKOPIS
Eritrosit : 5-10 /LPB
Leukosit : 2-5 /LPB
Epitel : 6-10 /lpk
Bakteri, Jamur &Amoeba : -
KIMIA
Leukosit : neg
Nitrit : neg
Protein : +4
Darah/Eritrosit : +5
KIMIA KLINIK
SGOT : 26 /UL
SGPT : 14 /UL
7
Ureum darah : 45 mg/dL
Creatinin darah : 1,0 mg/Dl
Chlorida darah : 96,0 mEq/L
Kalium darah : 6,90 mEq/L
Natrium darah : 119 mEq/L
GDS : 121 mg/dL
HEMOSTASIS
INR : 2,36 Detik
APPT : 35,4 Detik
Resume Masuk :
Sikap :
- Rawat Konservatif
8
- IVFD RL + MgSO4 40 % 6 gr (28 tpm)
- Injeksi Metoclopramide 3 x 1 amp
- Metildopa 3 x 500 mg
- Antasida syr 3 x 2 cth
- Observasi TNRS
Follow Up
30 Januari 2017
Jam 07.00
S: Nyeri ulu hati
O: KU : Tampak sakit, Kes : CM,
T : 170/90 mmHg
N : 82x/mnt
R : 28x/mnt
S: 36,5o C
His (-), BJA : 135-140 x/m
A: G4P3A0, 41 tahun, hamil 29-30 minggu dengan
Preeklampsia Berat Janin intauterin tunggal hidup letak
kepala
P: - Rawat Konservatif
- MgSO4 sesuai protokol
- Inj. Dexa 2 x 2 amp
- Inj. Metoclopramide 3 x 1 amp
- Antasida 3 x 2 cth
- Metildopa 3 x 500 mg
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Follow Up
31 Januari 2017
Jam 07.00
9
S: Tidak ada keluhan
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 160/90 mmHg
N : 88x/mnt
R : 22x/mnt
S: 36,2o C
His (-), BJA : 140-145 x/m
A: G4P3A0, 41 tahun, hamil 29-30 minggu dengan
Preeklampsia Berat Janin intauterin tunggal hidup letak
kepala
P: - Rawat Konservatif
- MgSO4 sesuai protokol
- Inj. Dexa 2 x 2 amp
- Inj. Metoclopramide 3 x 1 amp
- Antasida 3 x 2 cth
- Metildopa 3 x 500 mg
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Follow Up
1 Februari 2017
Jam 07.00
S: Nyeri ulu hati
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 160/90 mmHg
N : 82x/mnt
R : 22x/mnt
S : 36,2oC
His (-), BJA : 140-145 x/m
A: G4P3A0, 41 tahun, hamil 30-31 minggu dengan
Preeklampsia Berat Janin intauterin tunggal hidup letak
kepala
10
P: - Rawat Konservatif
- MgSO4 sesuai protokol
- Inj. Dexa 2 x 2 amp
- Antasida 3 x 2 cth
- Metildopa 3 x 500 mg
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
Follow Up
2 Februari 2017
Jam 07.00
S: Nyeri ulu hati
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 160/100 mmHg
N : 88x/mnt
R : 20x/mnt
S: 36oC
His (-), BJA : 130-135 x/m
A: G4P3A0, 41 tahun, hamil 30-31 minggu dengan
Preeklampsia Berat Janin intauterin tunggal hidup letak
kepala
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr
- Inj. Ranitidin 2 x 1 amp
- p.o Asam folat 2 x 400 mg
- p.o Vip albumin 3x1
Follow Up
11
3 Februari 2017
Jam 07.00
S: Nyeri kepala
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 170/90 mmHg
N : 90x/mnt
R : 22x/mnt
S: 36,5oC
His (-), BJA : 135-140 x/m
KIMIA KLINIK
SGOT : 24 /UL
SGPT : 15 /UL
Ureum darah : 38 mg/dL
Creatinin darah : 0,7 mg/Dl
Chlorida darah : 92,9 mEq/L
12
Kalium darah : 5,16 mEq/L
Natrium darah : 127 mEq/L
GDS : 162 mg/dL
Follow Up
4 Februari 2017
Jam 07.00
S: Nyeri daerah vulva
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 140/90 mmHg
N : 80x/mnt
R : 20x/mnt
S: 36oC
His (-), BJA : 140-145 x/m
A: G4P3A0, 41 tahun, hamil 30-31 minggu dengan
Preeklampsia Berat + DM Janin intauterin tunggal hidup
letak kepala
P: - Cefadroxil 3 x 500 mg
- Vip Albumin 3 x 1
- Metildopa 3 x 500 mg
- Nifedipin 3 x 10 mg
13
- Bicnat 3 x 2 tab
- Asam Folat 2 x 400 mg
- Asam mefenamat 3 x 500 mg
- Humulin 3 x 6 IU SC
Follow Up
5 Februari 2017
Jam 07.00
S: Nyeri daerah vulva
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 160/90 mmHg
N : 100x/mnt
R : 20x/mnt
S: 36,8oC
His (-), BJA : 140-145 x/m
A: G4P3A0, 41 tahun, hamil 30-31 minggu dengan
Preeklampsia Berat + DM Janin intauterin tunggal hidup
letak kepala
P: - Vip Albumin 3 x 1
- Metildopa 3 x 500 mg
- Nifedipin 3 x 10 mg
- Bicnat 3 x 2 tab
- Asam Folat 2 x 400 mg
- Asam mefenamat 3 x 500 mg
- Humulin 3 x 6 IU SC
Follow Up
6 Februari 2017
Jam 07.00
S: Nyeri daerah vulva dan bengkak daerah vulva
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 150/90 mmHg
N : 84x/mnt
R : 20x/mnt
S: 36,8oC
14
His (-), BJA : 140-145 x/m
A: G4P3A0, 41 tahun, hamil 30-31 minggu dengan
Preeklampsia Berat + DM Janin intauterin tunggal hidup
letak kepala
P: - Vip Albumin 3 x 1
- Metildopa 3 x 500 mg
- Nifedipin 3 x 10 mg
- Bicnat 3 x 2 tab
- Asam Folat 2 x 400 mg
- Humulin 3 x 6 IU SC
Follow Up
6 Februari 2017
Jam 21.30
S: (-)
O: KU : Cukup, Kes : CM
T : 130/80 mmHg
N : 90x/mnt
R : 20x/mnt
S: 36,5oC
His (-), BJA : 140-145 x/m
A: G4P3A0, 41 tahun, hamil 30-31 minggu dengan
Preeklampsia Ringan + DM Janin intauterin tunggal hidup
letak kepala
P: - Persiapan SC CITO
- Konseling dan informed consent untuk sedia donor dan persetujuan
operasi
- Cek Lab, EKG dan Crossmatch
- Observasi tanda vital, His, BJJ
- Inj. Ceftriaxone 1 gr IV
LAPORAN OPERASI
15
Tanggal 06 Februari 2017 ; Jam mulai 23.30 s/d 00.30
Penderita dibaringkan terlentang di meja operasi. Di bawah pengaruh
anestesi spinal, dilakukan tindakan desinfeksi pada daerah abdomen dan
sekitarnya dengan povidone iodine lalu ditutup dengan doek steril kecuali daerah
lapangan operasi. Dilakukan insisi pfannenstiel dan diperdalam lapis demi lapis
secara tajam dan tumpul sampai fascia. Fascia dijepit dengan 2 kocher lalu
digunting kecil dan diperlebar ke kiri dan ke kanan. Otot disisihkan secara tumpul
ke lateral. Peritoneum dijepit dengan 2 pinset (setelah yakin tidak ada jaringan
usus dibawahnya), peritoneum digunting kecil dan diperlebar ke atas dan bawah.
Tampak uterus gravidarum. Kemudian diidentifikasi plika vesikouterina, plika
dijepit dengan pinset, digunting kecil dan diperlebar kekiri dan kekanan.
Identifikasi segmen bawah rahim. Lalu segmen bawah rahim diinsisi semiluar,
kemudian diperlebar. Selanjutnya identifikasi bayi dengan janin letak kepala. Bayi
dilahirkan dengan cara meluksir kepala. Pada jam 23.35 lahir bayi laki-laki
dengan berat 1300 gram, panjang 34cm dan Apgar Score 5-7. Sementara jalan
nafas dibersihkan, talipusat diklem dengan 2 klem kocher dan digunting
diantaranya. Bayi diserahkan kepada sejawat neonati untuk perawatan
selanjutnya. Selanjutnya identifikasi plasenta. Plasenta berimplantasi di fundus.
Plasenta dilahirkan dengan tarikan ringan. Luka pada segmen bawah rahim dijahit
2 lapis secara jelujur. Dilakukan retroperitonealisasi, kontrol perdarahan negatif.
Kavum abdomen dibersihkan dari sisa darah dan bekuan darah. Eksplorasi kedua
tuba dan ovarium baik. Kontrol perdarahan negatif. Dilakukan insersi IUD post
plasenta. Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis. Peritoneum dijahit secara
jelujur dengan chromic catgut. Dinding dijahit simpul dengan chromic catgut.
Fascia dijahit jelujur dengan safil 2. Lemak dijahit simpul dengan plain catgut.
Kulit dijahit subkutikuler dengan chomic catgut. Luka operasi ditutup dengan
kassa betadine. Jalan lahir dibersihkan. Operasi selesai.
N : 92 x/mnt,
R : 24 x/mnt,
S: 36,5 C
16
Perdarahan : 500 cc
Diagnosa Post Op : P4A0, 41 tahun Post SCTP atas indikasi PEB + DM.
Lahir Bayi laki-laki/SCTP/1300gr/43cm/AS 5-7
Sikap Post Op :
17
URINALISIS
MAKROSKOPIS
Warna : Kuning
Kekeruhan : Keruh
MIKROSKOPIS
Eritrosit : 20-30 /LPB
Leukosit : 10-15 /LPB
Epitel : 30-40 /lpk
Bakteri, Jamur &Amoeba : 5-6 /LPB
KIMIA
Leukosit : +2
Nitrit : neg
Protein : +3
Darah/Eritrosit : +5
18
BAB III
PEMBAHASAN
19
ginjal (kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar kreatinin
serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya), gangguan liver
(peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya nyeri di
daerah epigastrik/region kanan atas abdomen), edema paru, gejala neurologis
(stroke, nyeri kepala, gangguan visus), dan gangguan pertumbuhan janin yang
menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta (oligohidramnion, fetal growth
restriction/ FGR atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic
velocity/ARDV). Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas
pada preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan
menjadi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat.
Kriteria gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia
atau preeklampsia berat adalah salah satu dari gejala dan kondisi berikut, tekanan
darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik pada 2
kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama,
trombositopenia (trombosit <100.000/mikroliter), gangguan ginjal (kreatinin
serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada
kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya), gangguan liver (peningkatan
konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya nyeri di daerah
epigastrik/region kanan atas abdomen), edema paru, gejala neurologis (stroke,
nyeri kepala, gangguan visus), dan gangguan pertumbuhan janin yang menjadi
tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta (oligohidramnion, fetal growth restriction/
FGR atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity/ARDV).1,9
Pasien ini datang dengan keluhan mual dan muntah terus menerus yang sudah
dirasakan sejak 24 Januari 2017 sebanyak >8x/hari dan pasien juga mengeluh
merasakan nyeri ulu hati. Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan salah satu
gejala dari preeklamsia berat yaitu teknan darah 170/90 mmHg. Pada pemeriksaan
urinalilis juga didapatkan proteinuri +4. Pada pasien ini tidak didapatkan adanya
keluhan berupa mata kabur dan nyeri kepala. Pasien ini didiagnosis dengan
preeklampsia berat.
Etiologi preeklampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui.
Telah banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-akibat penyakit tersebut,
namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. 7 Namun, dari
20
beberapa studi dikumpulkan ada 17 faktor yang terbukti meningkatkan risiko
preeklampsia, yaitu pada anamnesis: umur >40 tahun, nulipara, multipara dengan
riwayat preeklampsia sebelumnya, multipara dengan kehamilan oleh pasangan
baru, multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih, riwayat
preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan, kehamilan multiple, IDDM
(Insulin Dependent Diabetes Melitus), hipertensi kronik, penyakit ginjal, sindrom
antifosfolipid (APS), kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau
embrio, obesitas sebelum hamil dan ada pemeriksaan fisik: IMT >35, tekanan
darah diastolik >80 mmHg, proteinuria (dipstick >+1 pada 2 kali pemeriksaan
berjarak 6 jam atau secara kuantitatif 300 mg/24 jam). Juga terdapat beberapa
faktor resiko yang mungkin berperan dalam terjadinya preeklampsia yaitu paritas,
1,10
riwayat diabetes melitus, dan pendidikan. Faktor risiko preeklamsia pada
pasien ini yang memungkinkan adalah umur pasien yang >40 tahun dan
multiparitas dengan riwayat preeklamsi pada kehamilan sebelumnya. Ini sesuai
dengan teori bahwa ibu yang memiliki riwayat preeclampsia sebelumnya akan
meningkatkan 20% resiko mengalami kekambuhan.11
Prinsip penatalaksanaan pada PEB dibagi menjadi 2 yaitu aktif (aggressive
management) dan ekspektatif atau konservatif.12 Aktif berarti kehamilan segera
diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
Indikasi perawatan aktif untuk keadaan ibu jika didapatkan umur kehamilan 37
minggu, adanya tanda impending eklampsia, gagal ekspektatif, diduga ada solusio
plasenta, terjadi perdarahan. Keadaan janin yang mengharuskan tindakan aktif
antara lain tanda fetal distress, oligohidramnion, serta dari pemeriksaan
laboratorium terdapat tanda HELLP sindroma. Jika terdapat satu atau lebih tanda
diatas maka harus dilakukan tindakan perawatan aktif. 13 Pada pasien ini
ditemukan umur kehamilan masih 37 minggu sehingga belum langsung
dilakukan penanganan aktif. Terminasi kehamilan akan dilakukan dengan cara
sectio cesaria jika umur kehamilan telah mencapai 37 minggu atau ditemukan
tanda-tanda eklamsi karna terdapat salah satu indikasi yaitu gawat janin. Pada
pasien ini dilakukan resusitasi intrauterine yang merupakan suatu manajemen aktif
bagi janin dalam keadaan gawat janin. Resusitasi intrauterine meliputi
perpindahan posisi maternal (baring kiri dan baring kanan), pemberian cairan,
21
pemberian oksigen.14 Penanganan medikamentosa pada pasien ini meliputi
pemberian MgSO4 sesuai protokol, dan pemberian obat anti-hipertensi. Protokol
pemberian MgSO4 yaitu diberikan dua dosis (loading dose dan maintanance
dose).15 Dosis awal (loading dose) yang diberikan yaitu MgSO4 40% 4gr secara
intravena. Setelah itu dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan yaitu MgSO4 40%
6g dalam larutan Ringer Laktat dalam 6 jam. Pemberian MgSO 4 harus
memperhatikan beberapa syarat yaitu harus tersedianya antidotum, refleks patella
(+), frekuensi pernapasan diatas 16x dan output urin >0,5cc/kgBB/jam. Pemberian
MgSO4 harus segera dihentikan bila terdapat tanda-tanda intoksikasi dan setelah
24 jam pascapersalinan.15 Selain diberikan obat antikejang atau profilaksis kejang,
diberikan juga obat anti hipertensi. Jenis antihipertensi yang diberikan sangat
bervariasi sehingga diserahkan kepada klinikus itu sendiri tergantung pengalaman
dan pengenalan dengan obat tersebut.15 Obat antihipertensi yang digunakan pada
pasien ini adalah metildopa dengan dosis 3 kali 500mg. Metildopa merupakan
pilihan obat antihipertensi bagi kehamilan karena terbukti keamanan dan
efikasinya terhadap ibu dan janinnya pada semua fase kehamilan. 16 Selain itu,
penatalaksanaan yang tidak kalah penting adalah informed consent terhadap
pasien dan keluarga yang terkait tentang kondisi ibu dan kondisi yang akan
berdampak pada janin.
Bila preeklampsia tidak ditangani dengan baik maka preeklampsia dapat
berkembang menjadi eklampsia yang mana tidak hanya dapat membahayakan
ibunya tetapi juga janin dalam rahim ibu. Kemungkinan yang terberat adalah
terjadinya kematian ibu dan janin, solusio plasenta, hipofibrinogenemia,
haemolisis, perdarahan otak, kelainan mata, edema paru, nekrosis hati, dan
sindroma HELLP.17 Pada pasien ini tidak ada tanda-tanda komplikasi yang
berkembang.
Walaupun timbulnya preeklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya,
namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penyuluhan dan
pelaksanaan pengawasan terhadap ibu hamil. Pemeriksaan antenatal yang teratur
dan bermutu serta teliti, mengenali bahaya sedini mungkin, lalu diberikan
pengobatan yang cukup supaya tidak berkembang menjadi lebih berat dapat
dilakukan.17
22
23
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Preeklampsia merupakan kondisi fisik pada kehamilan yang ditandai dengan
adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik
dengan aktivasi endotel dan koagulasi. Pada preeklampsia berat didapatkan
tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
pada 2 kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama.
Selain itu terdapat gejala dan kondisi yang menunjukkan terjadinya pemberatan
preeklampsia pada beberapa organ. Penanganan pada preeklampsia berat
ditujukan untuk menyelamatkan ibu dan janin. Mempertahankan kehamilan pada
usia preterm dimungkinkan bila tidak membahayakan ibu namun jika sudah aterm
harus dilakukan penanganan aktif berupa terminasi kehamilan dan penanganan
medikamentosa lainnya. Meskipun timbulnya preeklampsia tidak dapat dicegah
sepenuhnya, namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penyuluhan
dan pelaksanaan pengawasan terhadap ibu hamil. Pemeriksaan antenatal yang
teratur dan bermutu serta teliti, mengenali bahaya sedini mungkin, lalu diberikan
pengobatan yang cukup supaya tidak berkembang menjadi lebih berat dapat
dilakukan.
B. Saran
Diperlukan ketepatan dan ketelitian dalam melakukan anamnesa dan
pemeriksaan fisik, terutama dalam mendiagnosis preeklampsia berat, mengingat
banyaknya diagnosis banding dari keluhan tersebut. Diperlukan KIE (komunikasi,
informasi dan edukasi) yang baik pada pasien dan keluarga untuk
mengoptimalkan kesejahteraan pasien baik sebelum, selama maupun setelah
pengobatan. Selain itu penyuluhan mengenai PEB harus dilakukan. Serta
antenatal care yang bermutu dan terorganir dapat mencegah PEB.
24
DAFTAR PUSTAKA
25
dengan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Perkumpulan Obstetry
dan Ginekologi Indonesia (POGI) dan katan Bidan Indonesia (IBI); 2013.
14. Adi D. Intrapartum Fetal Distress. The Journal of Obstetrics and
Gynecology of India. April 2005 [Diakses 07 Januari 2016] Diakses dari :
http://medind.nic.in/jaq/t05/i2/jaqt05i2p115.pdf
15. Sarwono Prawirohardjo dan Hanifa Wiknjosastro. Ilmu Kandungan. FK
UI, Jakarta. Hal: 548-50. 1999.
16. Saputra Y, Perwitasari D. Rasionalitas Penggunaan Obat Antihipertensi
Pada Pasien Ibu Hamil Pemegang Jampersal Di Rumah Sakit JOGJA
Jogyakarta Periode Januari Agustus 2012. 2012. [Diakses 7 Januari
2016]. Diakses dari : http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=114675&val=5245
17. Nanien I. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Preeklampsia/Eklampsia pada Ibu Bersalin. 2011 [Diakses 7 Januari
2016]. Diakses dari : http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20320037-S-
Nanien%20Indriani.pdf
26