Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kanker atau Neoplasma secara harfiah berarti pertumbuhan baru. Suatu neoplasma,
sesuai definisi Willis, adalah massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan
tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal secara terus menerus walaupun
rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Hal dasar tentang neoplasma
adalah hilangnya responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal.
Dalam penggunaan istilah kedokteran yang umum, neoplasma disebut sebagai tumor,
dan ilmu tentang tumor disebut onkologi ( dari oncos yaitutumor dan logos adalah ilmu).
Dalam onkologi, pembagian neoplasma menjadi kategori jinak dan ganas yang didasarkan
pada penilaian tentang kemungkinan perilaku klinis neoplasma
Suatu tumor dikatakan jinak (benign) apabila gambaran mikroskopik dan
makroskopiknya mengisyaratkan bahwa tumor tersebut tetap akan terlokalisasi, tidak dapat
menyebar ke tempat lain, dan pada umumnya dapat dikeluarkan dengan tindakan bedah
lokal; pasien umumnya selamat. Namun, tumor jinak dapat menimbulkan kelainan yang lebih
dari sekedar benjolan lokal dan kadang kadang tumor jinak menimbulkan penyakit serius
(Kumar et al., 2012).
Tumor ganas (maligna) secara kolektif disebut kanker, yang berasal dari kata Latin
untuk kepiting, tumor melekat erat ke semua permukaan yang dipijaknya, seperti seekor
kepiting. Ganas, apabila diterapkan pada neoplasma, menunjukan lesi dapat menyerbu dan
merusak struktur di dekatnya dan menyebar ke tempat jauh (metastasis) serta menyebabkan
kematian (Kumar et al., 2012). Sehingga kanker rongga mulut merupakan suatu pertumbuhan
sel kanker yang dapat mengenai rongga mulut, meliputi bibir dan mukosa bibir, lidah,
palatum, gingival, dasar mulut dan mukosa pipi ( Lee et al., 2008).
Proses terjadinya neoplasma tidak dapat lepas dari siklus sel karena sistem kontrol
pembelahan sel terdapat pada siklus sel. Gangguan pada siklus sel dapat mengganggu proses
pembelahan sel sehingga dapat menyebabkan neoplasma. Kerusakan sel pada bagian
kecilnya, misalnya gen, dapat menyebabkan neoplasma ganas. Tetapi jika belum mengalami
kerusakan pada gen digolongkan pada neoplasma jinak, sel hanya mengalami gangguan pada
faktor-faktor pertumbuhan (growth factors) sehingga fungsi gen masih berjalan baik dan
kontrol pembelahan sel masih ada.
Pengobatan dapat dilakukan dengan cara operasi yang biasanya dirangkaian dengan
kemoterapi dan radioterapi. Bedah dapat menyebabkan mutilasi permanen, hilangnya organ
atau oerubahan fungsi mereka. Kemoterapi dan imunoterapi merupakan terapi adjuvant yang
relevan. Sedangkan radioterapi yang dengan atau tanpa kemoterapi dapat menyebabkan efek
samping sementara yang akan mereda pada akhir pengobatan. Meskipun demikian, dampak
ini telah banyak mampu membatasi keadaan pasien.
Kualitas hidup terkait kesehatan adalah sebuah konsep yang mencerminkan pengukuran
subjektif dari status kesehatan, umumnya dinilai dengan kuesioner generik atau penyakit
tertentu.. Ada banyak penelitian tentang kualitas hidup dalam literatur; Namun, pencarian
literatur hanya menghasilkan beberapa penelitian tentang kualitas hidup pasca operasi yang
meneliti penerimaan perawatan bedah untuk pasien di Nigeria . Berdasarkan pengetahuan
penulis, tidak ada penelitian yang menyelidiki kualitas hidup pasca operasi pada pasien
kanker mulut yang melakukan perawatan bedah di Nigeria. Informasi yang diperoleh dari
penelitian ini sangat penting untuk meningkatkan hasil perawatan dan menjembatani
kesenjangan antara harapan pasien dan hasil bedah.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana mengevaluasi kualitas hidup pasca operasi pada pasien yang dirawat karena
kanker mulut.
C. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kualitas hidup pasca operasi pada
pasien yang dirawat karena kanker mulut di sebuah rumah sakit tersier pemerintah di
Nigeria Utara.
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian dan tahapan siklus sel
Siklus sel adalah serangkaian peristiwa berulang yang dilalui sel. siklus sel termasuk
pertumbuhan, sintesis DNA, dan pembelahan sel. Dalam sel eukariotik, ada dua fase
pertumbuhan, dan pembelahan sel termasuk mitosis. Siklus sel dikendalikan oleh protein
regulator pada tiga pos pemeriksaan utama dalam siklus. Protein memberi sinyal sel untuk
memulai atau menunda fase berikutnya dari siklus. Sel eukariotik menghabiskan sebagian
dari kehidupan pada tahap interfase dari siklus sel, yang dapat dibagi ke dalam tiga fase,
G1, S dan G2. Selama interfase, sel melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Meskipun
sel memiliki banyak fungsi umum, seperti replikasi DNA, mereka juga memiliki fungsi
spesifik tertentu. Artinya, selama kehidupan sel jantung, sel jelas akan melakukan kegiatan
tertentu yang berbeda dari sel ginjal atau sel hati. Pembelahan sel adalah salah satu dari
beberapa tahap yang sel lalui selama masa hidup. Siklus sel adalah serangkaian peristiwa
berulang yang meliputi pertumbuhan, sintesis DNA, dan pembelahan sel. Siklus sel pada
prokariota cukup sederhana: sel tumbuh, DNA-nya bereplikasi, dan sel membelah. Pada
eukariota, siklus sel berlangsung lebih rumit.
1. Siklus Sel Eukariotik
Diagram pada Gambar di bawah merupakan siklus sel dari sel eukariotik. Siklus sel
eukariotik memiliki beberapa fase. Fase mitosis (M) sebenarnya meliputi mitosis dan
sitokinesis. Ini adalah ketika inti dan kemudian membagi sitoplasma. Tiga fase lainnya
(G1, S, dan G2) umumnya dikelompokkan bersama sebagai interfase. Selama interfase,
sel tumbuh, melakukan proses kehidupan rutin, dan mempersiapkan untuk membagi.
Gambar ini merupakan siklus sel pada eukariota. Gap Pertama, Sintesis, dan fase Gap Kedua membentuk interfase (I). fase M
(mitosis) meliputi mitosis dan sitokinesis. Setelah fase M, akan dihasilkan dua sel.
Pengaturan Siklus Sel
Jika siklus sel terjadi tanpa regulasi, sel mungkin pergi dari satu tahap ke tahap berikutnya
sebelum mereka siap. Siklus sel dikendalikan terutama oleh protein regulator. Protein ini
mengontrol siklus oleh sinyal sel untuk memulai atau menunda fase berikutnya dari siklus.
Mereka memastikan bahwa sel melengkapi fase sebelumnya sebelum pindah. Protein
regulator mengontrol siklus sel di pos pemeriksaan utama, yang ditunjukkan pada Gambar di
bawah ini. Ada sejumlah pos pemeriksaan utama.
Pos pemeriksaan G1, sebelum masuk ke fase S, membuat keputusan kunci apakah sel
harus membagi.
Pos pemeriksaan mitosis spindle terjadi pada titik di mana semua kromosom metafase
harus selaras pada pelat mitosis.
Pos pemeriksaan dalam siklus sel eukariotik memastikan bahwa sel siap untuk melanjutkan sebelum bergerak ke
tahap berikutnya dari siklus.
Skematik dari domain p53 termasuk situs modifikasi post translasi (fosforilasi dan asetilasi) yang terlibat dalam
stabilisasi, aktivasi, atau penekanan
Fosforilasi p53 pada serin- 15 dan serin-37 oleh
ATM atau protein kinase lain setelah terjadi
kerusakan DNA dapat mencegah ikatan
MDM2 dengan p53. Jadi, ketika p53
terfosforilasi sini (Gambar), dia tidak bisa lagi mengikat mdm2. Kemudian, inilah yang
mampu menghilangkan penghambatan p53 dimediasi mdm2. DNA damage agent
mengaktifkan p53 agar jika DNA rusak, bisa menghasilkan selsel dengan mutasi yang
merusak, yang kemudian dapat mengakibatkan kanker. Jadi, p53 mengenali ketika sel
telah mengalami kerusakan DNA dan menghentikan siklus sel (cell cycle arrest) sehingga
sel dapat memperbaiki kerusakan (repair), atau dalam banyak kasus, hanya memberitahu
sel untuk bunuh diri (apoptosis), yaitu dengan cara menstimulasi transkripsi gen seperti
p21 dan Bax sehingga siklus sel berhenti atau terjadi apoptosis
Gambar . Onkogen dan DNA damage agent mengaktifkan p53 melalui mekanisme yang berbeda. p19ARF bertindak
sebagai perantara dalam aktivasi p53 oleh onkogen mitogenik seperti E1A, Ras, c-myc. Sebaliknya, aktivasi p53
karena DNA damage agent melibatkan de novo fosforilasi serin 15 pada domain p53 (dan residu lainnya) oleh kinase
seperti protein kinase DNA-dependent (DNA-PK) atau produk dari gen ataksia-telangiectasia (ATM). Activation of p53
by oncogenes does not involve phosphorylation on serine-15, and both serine-15 phosphorylation (not shown) and p53
activation following DNA damage are unimpaired in the absence of ARF. Oleh karena itu, dua jalur sinyal upstream ke
p53 secara fundamental berbeda
Mekanisme lain untuk menghambat mdm2 adalah dengan onkogen, suatu protein mutan
konstitutif aktif yang terus-menerus memberitahu sel untuk tumbuh (E1A, Ras, c-Myc).
Onkogen kemudian mengaktifkan p53 untuk mengenali ketika hal ini terjadi dan
menghentikan siklus sel. Namun, onkogen tidak mengarah pada pengaktifan ATM atau
DNA-PK, pada kenyataannya, onkogen bahkan tidak mengarah pada fosforilasi p53 pada
domain MDM2-binding. Jadi, bagaimana onkogen menghambat mdm2 dengan cara
menginduksi ekspresi protein supresor tumor disebut p19ARF (Gambar ).
Gambar.Regulasi p53 dilakukan mdm2 pada p19ARF (alternate reading frame darilokus INK4a/ARF(CDKN2A))
Oleh karena itulah, mudah di pahami bahwa p53 adalah gen yang paling sering termutasi
pada kanker. Dan dari sini, Anda bisa mengetahui pentingnya gen ini. Pada sel normal,
p53 penting pada kontrol ada kesalahan terjadi, sebagai contoh kerusakan DNA atau sel
terstimulasi oleh onkogen, dan segera mengentikan siklus sel untuk mencegah sel
menjadi kanker. Jadi, jika sel kehilangan p53, sel akan kehilangan fung hanya mutasi p53
termutasi saja yang ditemukan pada sel kanker, tetapi juga overekspresi mdm2 (yang
menghambat p53), juga hilangnya p19ARF. pada jalur Rb, bahwa p16 p19ARF (alternate
reading yang sama, dan pada ka p19ARF hilang.
Checkpoint selanjutnya terdapat pada fase S yang berfungsi mendeteksi kerusakan DNA
yang direplikasi. Checkpoint replikasi DNA selesai. Checkpoint terdapat kerusakan
DNA, protein kinase ATR akan memfosforilasi Chk1, kemudian Chk1 memfosforilasi
Cdc25C pada serin kompleks cycB-Cdk1 yang bertanggung jawab pada progresi fase G
Selain itu, Chk1 juga memfosforilasi Cdc25A yang bertugas mengaktifkan kompleks
cycE-Cdk2 dan cycA-Cdk2 yang berperan pada progresi fase S. Dengan difosforilasinya
Cdc25A oleh Chk1, kompleks cyc-Cdk menjadi tidak aktif dan terjadi S arrest.
Checkpoint yang terakhir, disebut spindle checkpoint, bertugas menjaga integritas genom
menjelang akhir mitosis. Jika terjadi kegagalan pada penempatan pasangan kromosom
pada spindle, akan terjadi mitosis arrest. Pada sel kanker, checkpoint tidak berfungsi
dengan baik dan siklus sel berlangsung tanpa kendali
2. Kanker dan Siklus Sel
Kanker adalah penyakit yang terjadi ketika siklus sel tidak lagi dapat diatur. Kanker bisa
terjadi karena DNA sel menjadi rusak. Kerusakan dapat terjadi karena paparan bahaya
seperti radiasi atau bahan kimia beracun. Sel kanker umumnya membagi lebih cepat
daripada sel normal. Mereka dapat membentuk suatu massa sel abnormal yang disebut
tumor (lihat Gambar di bawah). Sel-sel yang membelah dengan cepat mengambil nutrisi
dan ruang yang dibutuhkan sel normal. Hal ini dapat merusak jaringan dan organ dan
akhirnya menyebabkan kematian.
B. Patofisiologi
Neoplasma atau tumor adalah transformasi sejumlah gen yang menyebabkan gen
tersebut mengalami mutasi pada sel DNA. Karsinogenesis akibat mutasi materi genetik ini
menyebabkan pembelahan sel yang tidak terkontrol dan pembentukan tumor atau
neoplasma. Gen yang mengalami mutasi disebut proto-onkogen dan gen supresor tumor,
yang dapat menimbulkan abnormalitas pada sel somatik. Usia sel normal ada batasnya,
sementara sel tumor tidak mengalami kematian sehingga multiplikasi dan pertumbuhan sel
berlangsung tanpa kendali. Sel neoplasma mengalami perubahan morfologi, fungsi, dan
siklus pertumbuhan, yang akhirnya menimbulkan disintegrasi dan hilangnya komunikasi
antarsel. Tumor diklasifikasikan sebagai benigna, yaitu kejadian neoplasma yang bersifat
jinak dan tidak menyebar ke jaringan sekitarnya. Sebaliknya, maligna disinonimkan sebagai
tumor yang melakukan metastatis, yaitu menyebar dan menyerang jaringan lain sehingga
dapat disebut tumor ganas.
Tumor yang agak jinak cenderung membentuk massa papiliferus dengan penyebaran
ringan kejaringan didekatnya. Tumor paling ganas menyebar cukup dalam serta cepat ke
jaringan didekatnya dengan penyebaran permukaan yang kecil, terlihat sebagai ulser nekrotik
yang dalam. Sebagian besar lesi yang terlihat terletak diantara kedua batas tersebut dengan
daerah nekrose yang dangkal pada bagian tengah lesi tepi yang terlipat serta sedikit menonjol.
Walaupun terdapat penyebaran lokal yang besar, tetapi anak sebar tetap berjalan. Metastase
haematogenus terjadi pada tahap selanjutnya.
Untuk terjadinya karsinogenesis diperlukan lebih dari satu mutasi. Bahkan
kenyataannya, beberapa serial mutasi terhadap kelas gen tertentu diperlukan untuk
mengubah suatu sel normal menjadi sel sel tumor. Hanya mutasi pada gen tertentu yang
berperan penting pada divisi sel, apoptosis sel dan DNA repair yang akan mengakibatkan
suatu sel kehilangan regulasi terhadap poliferasinya.
Hampir semua sel neoplasma berasal dari satu sel yang mengalami mutasi karsinogenik.
Sel tersebut mengalami proses evolusi klonal yang akan menambah resiko terjadinya mutasi
ekstra pada sel desendens mutan. Sel sel yang hanya memerlukan sedikit mutasi untuk
menjadi ganas diperkirakan bersumber dari tumor jinak. Ketika mutasi berakumulasi, maka sel
tumor jinak itu akan menjadi tumor ganas.
Proses karsinogenesis adalah proses bertahap suatu multisteps process. Sedikitnya ada tiga
tahapan, yaitu:
a. Inisiasi, proses inisiasi ini:
1. Karsinogen yang merupakan inhibitor adalah mutagen
2. Cukup terkena sekali paparan karsinogen
3. Keadaan ini permanen dan irreversible
4. Proses ini tidak mengubah ekspresi gen
b. Promosi, sifat sifat promoter adalah:
1. Mengikuti kerja inisiator
2. Perlu paparan berkali kali
3. Keadaan dapat reversible
4. Dapat mengubah ekspresi gen seperti: hiperplasia, induksi enzim, induksi diferensiasi
c. Progresi.
Pada progresi ini terjadi aktivasi, mutasi, atau hilangnya gen. pada progresi ini timbul
perubahan benigna menjadi pre-maligna dan maligna.
Tahap perjalanan sel menjadi
tumor yang tergambar dari tiga tahap
yaitu inisiasi, promosi, dan progresi
Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan herediter dan faktor-
faktorpertumbuhan, misalnya gangguan hormonal dan metabolisme.
Faktor eksternal, misalnya trauma kronis, iritasi termal kronis (panas/dingin), kebiasaan
buruk yang kronis, dan obat-obatan.
1. Odontogenik
- Ameloblastoma
- Ameloblastic fibroma
- Ameloblastic fibroodontoma
- Odontoameloblastoma
- Complex Odontoma
- Compound Odontoma
- Odontogenik fibroma
- Odontogenik Myxoma
- Benigna cementoblastoma
2. Non odontogenic
a. Osteogenik neoplasm
- Cemento-ossifyng fibroma
Tumor benigna pada rongga mulut dapat dijumpai pada : pada jaringan Gusi
/ membran mukoperiosteal dari pros.alveolar RA/RB Fibroma, Hyperplasia,
pyogenic granuloma, pregnancy tumor, papilloma, hemangioma, peripheral
giant cell reparative granuloma, peripheral giant cell tumor, neuroma
Dengan kemampuan bermetastasis sel kanker untuk menembus jaringan normal, maka
tumor ganas primer dapat menyebarkan sel-sel kankernya ke seluruh tubuh. Metastasis
tumor ganas dapat melalui bermacam-macam, yaitu :
1. Infiltratif
Adalah penyebaran ke jaringan sekitarnya, terjadi secara perlahan-lahan, sel-sel kanker
menyebuk ke dalam jaringan sehat sekitarnya atau di dalam ruang antara sel.
2. Limfogen
Yaitu sel-sel kanker masuk ke dalam pembuluh limfe dan merupakan embolus masuk ke
dalam kelenjar getah bening regional dan melekat pada simpainya.
3. Hematogen
Yaitu lewat pembuluh darah. Masuknya sel-sel kanker ke dalam pembuluh darah.
4. Implantasi
Biasanya terjadi di meja operasi, misal : jika alat telah digunakan untuk operasi dan
dipakai untuk operasi lagi tanpa disterilkan terlebih dahulu.
5. Perkontinuitatum
Yaitu kontak langsung, misalnya tumor gaster menjalar ke ovarium
PEMBAHASAN
Eksisi pembedahan merupakan pilihan utama penatalaksanaan pada kanker rongga mulut.
Pembatasan margin yang adekuat dari jaringan normal (sekurang-kurangnya 1-1,5 cm) harus
dilakukan secara hati-hati untuk memastikan reseksi yang tepat. Defek pembedahan dapat
ditinggalkan sehingga bisa sembuh sendiri, atau ditutup dengan penutupan primer, dengan
dipasangi skin graft split-thickness, dengan rekonstruksi flap rotasional, atau rekonstruksi
flap bebas bila defeknya luas. Diseksi leher dilakukan pada penyakit kanker yang dapat
terbukti secara klinis, dan secara elektif dilakukan untuk tumor primer yang luas atau tumor
dengan kedalaman invasi lebih besar dari 4 mm atau terdapat faktor-faktor yang dapat
memperburuk prognosis. Diseksi leher tradisional untuk lesi rongga mulut adalah dengan
menggunakan teknik diseksi leher supraomohyoid (tingkat I-III), meskipun terdapat beberapa
data yang memasukkan nodus limfatikus tingkat IV karena adanya kemungkinan metastasis
yang terlewat. Tumor primer yang dekat dengan garis tengah membtuhkan diseksi leher
secara bilateral karena terdapat resiko penyebaran kanker ke arah kontralateral sebesar 20%.
Terapi radiasi diberikan dalam bentuk terapi sinar eksternal atau implan brakiterapi (implan
brakiterapi interstisial primer digunakan untuk lesi kecil pada komisura anterior bibir, lidah,
dan lantai mulut [lesi T1]). Terapi radiasi jarang digunakan sebagai terapi primer dan
biasanya digunakan sebagai terapi cadangan pada pasien pasca-terapi pembedahan dan
memiliki resiko tinggi rekurensi (seperti pada tumor primer yang luas, [T3-T4]), tumor
primer dengan margin positif, terdapat bukti invasi perineural atau perivaskuler, tumor
dengan kedalaman lebih dari 4 mm, metastasis nodus limfatikus dengan bukti adanya
penyebaran ekstrakapsuler).
Prognosis untuk lesi dini (T1-T2) pada rongga mulut biasanya baik. Dengan tingkat bertahan
hidup selama 5 tahun mencapai 80% hingga 90%. Tingkat bertahan hidup pada pasien
dengan lesi lanjut (T3 dan T4) dapat bervariasi mulai dari 30% hingga 60%, tergantung pada
faktor-faktor lain yang mempengaruhi prognosis seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
B. Radioterapi
Selain pembedahan dan kemoterapi, radioterapi juga dikenal sebagai teknik perawatan
kanker pada daerah kepala dan leher.
Definisi
Radioterapi adalah suatu teknik perawatan kanker dengan menggunakan radiasi ionisasi
untuk mengendalikan sel-sel kanker.
Mekanisme Kerja
Radioterapi merupakan pengobatan kanker dengan menggunakan radiasi ionisasi.
Radiasi ionisasi dibagi menjadi dua yaitu korpuskular dan elektromagnetik. Radiasi
korpuskular terdiri dari elektron, proton dan neutron. Radiasi elektromagnetik terdiri dari
sinar X atau sinar Gamma. Di dalam klinik digunakan radiasi elektromagnetik. Radiasi
ionisasi mempengaruhi atom dan molekul sel serta menghasilkan radikal bebas yang
tersebar ke dalam sel yang kemudian merusak target yaitu DNA dan mengakibatkan
kematian atau kehilangan kapasitas reproduksi sel. Sewaktu kandungan DNA
berduplikasi selama mitosis, sel-sel yang mempunyai aktivitas mitosis yang lebih tinggi
akan lebih sensitif terhadap radiasi dibandingkan sel-sel yang aktivitas mitosisnya lebih
rendah. Kerja radiasi ada yang secara langsung (direct) dan tidak langsung (indirect).
Pada kerja radiasi secara langsung DNA dibelah sehingga mengganggu proses duplikasi.
Pada radiasi secara tidak langsung, air (H2O) dibagi menjadi dua elemen, H+ dan OH-,
yang akhirnya bereaksi dengan DNA dan mengganggu proses duplikasi.
Indikasi dan Kontraindikasi
Pasien yang menerima radioterapi dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu pasien
yang menjalani radioterapi sebagai perawatan kuratif dan pasien yang menjalani
radioterapi sebagai perawatan paliatif. Kelompok kuratif adalah :
1. Kasus - kasus dengan kanker sangat sensitif terhadap radioterapi
2. Kasus - kasus yang setelah pembedahan menunjukkan tingkat keberhasilan yang
rendah.
3. Kasus - kasus dengan lesi terletak di permukaan, yang mana jika diangkat
dengan pembedahan akan meninggalkan bekas luka yang besar
4. Kasus - kasus kontraindikasi anastesi
Pasien yang usianya sangat muda seharusnya tidak memperoleh perawatan
radioterapi. Bila radiasi mengenai organ kritis dan tidak dapat dihindari maka
radioterapi sebaiknya tidak dilakukan. Radiasi selama kehamilan dapat menyebabkan
gangguan yang sangat serius terhadap fetus. Leist melaporkan bahwa adanya kasus
mikrosepalus,gangguan terhadap perkembangan kepala serta gangguan
perkembangan gigi pada anakanak dari 21 wanita yang menerima sinar X selama
masa kehamilan.
Keuntungan dari radioterapi termasuk fakta bahwa (1) anatomi normal dan fungsi
dipertahankan, (2) anestesi umum tidak diperlukan, dan (3) operasi penyelamatan tersedia
jika radioterapi gagal.
Kekurangan terutama mencakup fakta-fakta yang (1) efek samping yang umum; (2) obat
jarang, terutama untuk tumor besar; dan (3) operasi berikutnya lebih sulit dan berbahaya
dan kelangsungan hidup berkurang lebih lanjut.
Manifestasi dari terapi kanker mungkin termasuk mucositis dan ulserasi mulut,
infeksi, pendarahan, nyeri, xerostomia, ORN, hilangnya rasa, trismus, dan karies. Ini
memerlukan pencegahan dan manajemen.
Hal yang sangat penting yang harus diperhatikan adalah kebutuhan untuk konseling
psikososial; pasien harus dikonseling secara hati-hati untuk memastikan mereka dapat
menyesuaikan, setidaknya sebagian, dengan komplikasi terapi kanker.
Banyak pasien yang menjalani operasi kepala dan kanker leher, terutama dari leher,
dapat memiliki komplikasi pasca operasi yang mengancam jiwa. Ini sering dapat
diprediksi dengan penilaian pra operasi menggunakan kuesioner tertentu skala kegiatan,
penilaian penyalahgunaan alkohol, dan jumlah trombosit, karena trombositosis
mengidentifikasi pasien berisiko terinfeksi luka.
Adanya efek samping pada rongga mulut yang timbul akibat perawatan
radioterapi kanker pada daerah kepala dan leher, menjadikan pemeliharaan kesehatan
rongga mulut pasien sebagai salah satu prosedur penting dalam melaksanakan
perawatan
radioterapi. Sebab apabila kesehatan rongga mulut pasien diabaikan, akibatnya akan
memperparah efek samping yang dirasakan pasien setelah radioterapi. Cara yang paling
efektif untuk menghindari masalah tersebut adalah dengan melakukan tindakan
perlindungan rongga mulut pasien, dimana peran dari dokter gigi dibutuhkan pada masa
sebelum, selama dan setelah radioterapi.
a. Memeriksa dan menghilangkan sumber infeksi dan iritasi dalam rongga mulut
Tindakan perlindungan terhadap rongga mulut yang dapat dilakukan antara lain
menyikat gigi dan lidah 2 - 3 kali sehari menggunakan sikat gigi halus. Pemakaian
denta al floss diperbolehkan jika pasien telah dilatih dengan tepat sehingga tidak
menimbulkan trauma. Pasien dengan kebersihan rongga mulut yang buruk atau
dengan penyakit peridontal dapat menggunakan obat kumur setiap hari sampai
kesehatan jaringan meningkat, diindikasikan obat kumur yang tidak mengandung
alkohol sebab dapat mengakibatkan dehidrasi jaringan. Aplikasi fluor bagi pasien
yang beresiko karies, merestorasi gigi yang karies, tonjol gigi yang tajam
dibulatkan untuk mencegah iritasi mekanis dan gigi yang memiliki prognosis yang
buruk sebaiknya dicabut sebelum radioterapi dimulai. Untuk meningkatkan
kesehatan rongga mulut dan mengurangi resiko infeksi, sebaiknya dilakukan
skeling dan pemberian antibiotik profilaktik, selain itu pasien dianjurkan untuk
menghentikan konsumsi tembakau dan alkohol sebelum radioterapi dimulai, karena
tembakau dan alkohol dapat mengiritasi mukosa.
Dokter gigi sebaiknya mengamati keadaan rongga mulut pasien setiap minggu
selama perawatan radioterapi untuk mengurangi keparahan efek samping. Tindakan
perlindungan terhadap rongga mulut yang dapat dilakukan selama menjalani
perawatan radioterapi antara lain melakukan penyikatan gigi dengan sikat gigi yang
halus 2-3 kali sehari menggunakan pasta gigi mengandung fluor, tetapi jika pasien
tidak dapat mentolerirnya akibat mukositis akan timbul rasa terbakar atau pedih
pada rongga mulut, untuk itu penyikatan gigi cukup dilakukan menggunakan air
saja. Dental floss jangan digunakan apabila pasien tidak dapat mencegah trauma
jaringan. Kumur kumur dua kali sehari untuk meminimalkan jumlah bakteri dan
jamur di rongga mulut dengan obat kumur. Dokter gigi sebaiknya tetap mengamati
kemampuan pasien dalam membuka mulut selama menjalani radioterapi sebab
radiasi dapat menyebabkan fibrosis pada otot pengunyahan yang membuat pasien
sulit membuka mulut. Aplikasi krim pelembut dan pelindung bibir dan bagi pasien
yang memakai gigi tiruan dianjurkan untuk melepaskan gigi tiruan selama
radioterapi.
- Perlindungan Rongga Mulut Setelah Radioterapi
Dokter gigi sebaiknya mengamati keadaan rongga mulut pasien sekali dalam 1-
3 bulan pada dua tahun pertama setelah radioterapi dihentikan, dan selanjutnya
setiap 3-6 bulan setelah itu. Setelah lima tahun kemudian , pasien dapat melakukan
kunjungan berkala ke dokter gigi sekali dalam setahun. Tindakan perlindungan
rongga mulut yang dapat dilakukan setelah radioterapi antara lain menyikat gigi 2
3 kali sehari menggunakan sikat gigi halus, selain itu pasien sebaiknya
menggunakan dental floss setiap hari. Obat kumur untuk mencegah infeksi dan
meringankan xerostomia diperlukan, serta konsumsi diet nonkariogenik dan
aplikasi fluor untuk mencegah karies. Apabila jaringan gingiva mudah berdarah,
pasien sebaiknya menyikat gigi dengan menggunakan kain kasa yang dilingkarkan
ke jari dan sebelumnya telah dibasahi terlebih dahulu dengan larutan antimikroba,
contohnya klorheksidin. Pemakaian gigi tiruan dihindari selama enam bulan setelah
radioterapi selesai dan pada waktu pemasangan gigi tiruan dilakukan dengan hati
hati untuk mencegah iritasi dan trauma.
Pengukuran kualitas hidup bagi pasien kanker paska kemoterapi sangat diperlukan
untuk melihat sejauh mana pengobatan mempengaruhi kehidupan pasien. Aspek aspek
dalam kualitas hidup termasuk komponen fisik, emosional dan fungsional. Status
fungsional mengacu pada kemampuan melakukan aktifitas yang berhubungan dengan
kebutuhan dan ambisi, atau peran social yang diinginkan oleh pasien, pada tahap yang
paling dasar mengacu terhadap melakukan aktifitas sehari hari. Komponen fisik terkait
cara seseorang menanggapi dan menerima keadaan fisiknya. Penderita kanker setelah
menjalani kemoterapi akan mengalami kerontokan rambut, keluhan gantrointestinal
(muntah, diare), kelelahan fisik, infertile dan keterbatasan dalam melakukan aktivitas
sehari hari. Seorang pasien yang menanggapi perubahan fisiknya secara negative setelah
menjalani kemoterai akan merasa tidak puas terhadap keadaan fisiknya sehingga
menurunkan kualitas hidup. Konsep emosional berhubungan dengan mood pasien.
Dapat berupa positif atau negative, meliputi perasaan stres atau penuh percaya diri
terhadap keberhasilan terapi yang diberikan.
Dalam usaha untuk meningkatkan kualitas hidup penderita tumor ganas kepala dan
leher, Sebelum dilakukakan terapi terlebih dahulu dilakukan penilaian yang cermat
terhadap kesehatan umum pasien, kemungkinan follow up, dan perluansan tumor serta
metastasisnya. Tumor yang kecil dapat diobati secara adekuat dengan terapi radiasi dan
pembedahan. Untuk tumor yang besar biasanya dilakukan pengobatan kombinasi berupa
terapi radiasi dan pembedahan dengan terapi radiasi dilakukan sebelum dan pasca
bedah. Tumor rekuren yang tidak dapat diatasi dengan radiasi dan pembedahan ditindak
lanjut dengan kemoterapi.
Tingkat insidensi untuk rongga mulut dan kanker oropharyngeal telah meningkat
dalam beberapa tahun terakhir. Perawatan bedah untuk kanker rongga mulut memiliki
efek penting pada kualitas hidup,yang didefenisikan sebagai perbedaan yang dirasakan
antara status aktual dan standar ideal pasien. Aspek estetika dan fungsional sebagai
gejala dari akibat luka operasi bedah dan reseksi kanker yang berkaitkan dengan pra
atau pasca operasi radioterapi. Berkaitan juga dengan persepsi diri pasien dan
kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan sosial sehari-hari.
Dalam beberapa kasus, keadaan seperti kolostomi permanen atau shunt vaskular untuk
dialisis biasanya dapat disembunyikan oleh pasien selama interaksi sosial. Namun,
untuk pasien kasus kanker kepala dan leher sulit untuk menyembunyikan perubahan
fungsional yang terjadi pasca perawatan sehingga memiliki dampak negatif pada
kepercayaan diri dan harga diri dan pasien tersebut. Perbaikan dalam perawatan telah
mengakibatkan penurunan angka kematian dan akibatnya lebih banyak pasien dari
sebelumnya hidup dengan sequelaes penyakit. Sequelaes ini dapat mempengaruhi
kualitas hidup mereka. Dengan demikian, pengukuran kualitas hidup terkait kesehatan
(HRQOL) semakin penting sebagai ukuran hasil yang berharga, khususnya di bidang
kanker mulut.
Kualitas Hidup (QoL) terdiri dari empat aspek utama: fungsi fisik, fungsi psikologis,
interaksi sosial dan penyakit, dan gejala terkait perawatan. Penerimaan perawatan bedah
untuk pasien akan kembali berfungsi sebaik sebelum operasi fisik, psikologis, dan
fungsi sosial merupakan hal yang masih memerlukan penelitian. Kuesioner generik
memberikan informasi berharga dengan menafsirkan status fungsional di lingkup yang
lebih luas dari kehidupan. Selain itu, karena mereka tidak spesifik untuk kanker mulut,
mereka berpotensi memungkinkan perbandingan dengan populasi bebas dari penyakit
ini.. Namun, karena anatomi kompleks rongga mulut itu diinginkan untuk langkah-
langkah HRQOL generik dengan penggunaan yang berhubungan dengan kualitas
kesehatan mulut tertentu dari kehidupan (OHRQoL) tindakan. Kuesioner ini lebih
sensitif dalam menilai dampak dari kondisi rongga mulut pada kehidupan sehari-hari.
Banyak penelitian yang berhubungan dengan kualitas hidup di kepala dan kanker leher
telah didasarkan pada kelompok heterogen pasien sehubungan dengan situs dan tahap
tumor, dan sering retrospektif.. Hanya beberapa studi prospektif telah berfokus pada
anatomi situs tertentu. Informasi lain mengenai pasca operasi penyesuaian kualitas
hidup dan faktor-faktor yang mempengaruhi tersebar di seluruh literatur sebagai
pengamatan pribadi atau tayangan klinis, meskipun sangat sedikit telah didukung oleh
analisis statistik.
Pasien yang dirawat dengan operasi ditemukan memiliki peningkatan skor kualitas
hidup meskipun fakta bahwa tidak semua pasien ini telah menerima rekonstruksi penuh
pada saat dievaluasi. Menimbang bahwa kualitas hidup secara keseluruhan diukur
setelah perawatan bedah, dapat dijelaskan bahwa perbaikan dalam aspek penampilan
merupakan hal penting dari hasil bedah pada pasien.
Perbedaan yang paling penting yang ditemukan dalam sesuatu yang berhubungan
dengan makan,. dan berbicara. Masalah makan terkait dengan sering mengalami
kesulitan mengunyah dan menelan pada pasien dengan kanker mulut. Di sisi lain,
masalah dengan berbicara bisa disebabkan oleh pembatasan dalam mobilitas lidah
(paling sering dikaitkan dengan lokasi kanker mulut). Hal ini dapat mengakibatkan
percakapan yang sulit dipahami dan sangat berhubungan dengan kualitas hidup pasien.
Aspek bahu mencatat skor tertinggi karena tak satu pun dari pasien pada penelitian
ini memiliki baik diseksi leher secara radikal ataupun operasi di bahu untuk
rekonstruksi. Aspek saliva mencatat skor yang sama karena aspek ini digunakan untuk
menilai xerostomia karena radioterapi. Semua pasien yang menyelesaikan formulir ini
menerima perawatan bedah saja. Aspek 'pengunyahan' memiliki skor rata-rata terburuk.
Hal ini mungkin karena kurangnya rekonstruksi tulang dan rehabilitasi prostetik pada
sebagian besar pasien. Penilaian keseluruhan pasien dari kualitas hidup mereka yang
baik meskipun kelemahan ini terlihat jelas.
Perawatan kanker di Nigeria sering dibatasi oleh kurangnya pengembangan
frastructural, penanganan pasien yang terlambat, dan kurangnya keuangan. Tidak
adanya scan tomografi terkomputerisasi (CT-scan), magnetic resonance imaging (MRI),
dan frozen section untuk mendapatkan diagnosis yang tepat dan penentuan stadium
kanker mulut bisa menyesatkan para ahli bedah dan membatasi ruang lingkup
perawatan. Atchison et al.21 menyelidiki hubungan antara penilaian klinisi objektif dari
hasil pasca operasi pada perawatan fraktur mandibula dan penilaian subjektif pasien
yang menemukan bahwa kedua kelompok mungkin memiliki persepsi yang berbeda.
Hasil penilaian pasien sering terbatas pada aspek yang berhubungan dengan estetika dan
atau gangguan fungsional. Penelitian ini pada fraktur mandibula mengungkapkan bahwa
harapan pasien dan dokter mungkin berbeda. Ini juga dapat dilihat pada bedah kanker,
karena kebanyakan pasien yang tidak berpendidikan, awalnya hanya peduli dengan
menghilangkan beban tumor saja.
Banyak pasien menetapkan harapan mereka terutama pada perawatan pembedahan
dan tidak melihat keuntungan sejak awal. Juga, mungkin ada kanker 'faktor ketakutan'
yang akan meningkatkan penerimaan mereka terhadap eksisi bedah saja jika mereka
menganggap diri mereka dapat terbebas dari beban tumor. Pertimbangan lain adalah
presentasi akhir dari pasien kami sering dengan merusak, massa fungating dengan bau
yang tidak sedap.
Alat penilaian kualitas hidup menyediakan banyak kebutuhan bagi pasien mengenai
persepsi diri dan kesan perawatan yang dapat diterima. Pemahaman lebih lanjut dari
kebutuhan dan persepsi pasien akan menghasilkan penatalaksanaan pasien yang lebih
baik dan skor kualitas hidup akhirnya lebih baik. Meskipun penelitian ini adalah
penilaian subjektif pada pasien setelah review pascaoperasi 6 bulan, itu menyoroti
pentingnya penelitian kualitas hidup pada pasien kanker mulut yang dirawat. Penelitian
selanjutnya bisa bertujuan untuk membandingkan kualitas hidup antara pasien dengan
modalitas perawatan yang berbeda.
BAB IV
KESIMPULAN
Aspek 'Penampilan,' 'hiburan,' dan 'pengunyahan' yang diidentifikasi sebagai penentu yang
paling penting dari kualitas hidup pasca operasi pada pasien dengan kanker mulut dalam
penelitian ini. Juga, peningkatan skor kualitas hidup pasca operasi menunjukkan bahwa
intervensi diindikasikan untuk kasus operasi. Penelitian kualitas hidup dapat menjadi panduan
bagi pengasuh untuk merencanakan perawatan berdasarkan harapan pasien, sehingga membuat
penalatalaksaan yang lebih holistik.
Maher et al. mengatakant. bahwa selalu ada perbedaan yang signifikan antara persepsi
mengenai dampak harian cacat pasca operasi dengan kualitas hidup. Kecenderungan dokter
adalah untuk melebih-lebihkan secara objektif pengobatan dan meremehkan masalah yang lebih
subjektif. Penelitian berguna dalam perawatan mulai pra-operasi, selama konseling pasien,dan
menawarkan kemungkinan untuk memberikan informasi lebih rinci mengenai gejala sementara
atau persisten dan cacat akibat pengobatan, selalu mengingat bahwa perpanjangan hidup pasien
selalu memiliki harga dalam hal kualitas hidup residual.