Sie sind auf Seite 1von 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kecelakaan lalu lintas merupakan salah satu masalah kesehatan

masyarakatdi seluruh dunia, khususnya di negara berkembang.

Menurut World Health Organization (WHO), kecelakaan lalu lintas

menelan korban jiwa sekitar 2,4 juta jiwa manusia setiap tahunnya

(Widanti, 2014).
Menurut WHO di pekirakan tahun 2050 angka patah tulang

pinggul meningkat 2 kali lipat pada wanita dan 3 kali lipat pada laki-

laki. Laporan WHO juga menunjukan bahwa 50% patah tulang adalah

patah tulang paha atas yang dapat mengakibatkan kecacatan umur

dan kematian (Kemenkes RI, 2014).


Pada kecelakaan lalu lintas, setiap korban memiliki jenis perlukaan

yang berbeda-beda. Pada kecelakaan sepeda motor bahaya terbesar

adalah saat pengendara terlempar dari kendaraannya, sehingga

cedera dapat mengenai seluruh anggota tubuh terutama kepala. Selain

itu, kecelakaan lalu lintas mempunyai lokasi luka yang bermacam-

macam sesuai dengan keadaan saat kecelakaan berlangsung (Angela,

2013).
Kecelakaan lalu lintas di Indonesia setiap tahunnya meningkat.

Terdapat peningkatan 21,8% dalam jangka waktu lima tahun. Dari

jumlah total peristiwa kecelakaan yang terjadi, terdapat 5,8% korban

1
2

cedera atau sekitar delapan juta orang yang mengalami fraktur

dengan jenis fraktur yang paling banyak terjadi yaitu fraktur pada

bagian ekstremitas atas sebesar 36,9% dan ekstremitas bawah

sebesar 65,2% (Depkes RI, 2013).


Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) oleh

Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2013 angka

kejadian cidera mengalami peningkatan dibandingkan pada hasil tahun

2007. Di Indonesia terjadi kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera

antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma benda

tajam atau tumpul. Kecenderungan prevalensi cedera menunjukkan

sedikit kenaikan dari 7,5 % (RKD 2007) menjadi 8,2 % (RKD 2013).

Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775

orang (58%) turun menjadi 40,9%, dari 20.829 kasus kecelakaan lalu

lintas yang mengalami fraktur sebanyak 1.770orang (25,9%)

meningkat menjadi 47,7%, dari 14.125 trauma benda tajam atau

tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (20,6%) turun

menjadi 7,3% (Riskesdas Depkes RI, 2013).


Faktor penyebab tingginya patah tulang yaitu kecelakaan lalu

lintas. Kecelakan lalu lintas di Jawa Tengah menyumbang patah tulang

atau fraktur 1.770 orang. Patah tulang yang sering terjadi pada bagian

tulang femur atau paha. Pemulihan tulang femur retak atau fraktur

mengunakan fiksasi internal plate dan sekrup (Solechan & Raharjo

2016).
Berdasarkan hasil penelitian Menunjukkan bahwa paling banyak

responden mempunyai karakteristik berusia dewasa akhir sebanyak 23


3

orang (50%), berjenis kelamin laki-laki 31 orang orang (67,4%),

berpendidikan terakhir SMA sebanyak 24 orang (52,2%), bekerja

sebagai pegawai swasta 13 orang (28,3%), tidak pernah menjalani

operasi sebelumnya sebanyak 27 orang (58,7%), mengalami fraktur

pada bagian ekstremitas bawah sebanyak 22 orang (47,8%), dan

merasakan nyeri sedang sebanyak 32 orang (69,6%) (Maisyaroh,

Rahayu U, Rahayu S.Y, 2015).


Di RSUD Andi Makkasau kota Parepare, Sulawesi Selatan.

Dalam penelitian di RSUD Andi makkasau tersebut didapatkan

sebanyak 82 penderita adalah laki-laki atau 67,21% dari

keseluruhannya dan 40 sisanya merupakan perempuan atau 32,78%

dari keseluruhan penderita. Hal ini sejalan dengan tingkat insidensi

kecelakaan lalu lintas yang lebih banyak dialami laki-laki karena jumlah

pengguna kendaraan bermotor lebih banyak laki-laki (Adrianti,

Pamungkas & Azrin, 2013).


Berdasarkan data dari Rekam Medik RSUD Haji Makassar di

perolah data selama tahun 2013 terdapat 53 orang yang mengalami

fraktur, pada tahun 2014 tedapat 56 orang yang mengalami fraktur dan

pada tahun 2015 yang terbanyak mengalami fraktur terdapat 38 orang

yang mengalami fraktur (Fahrullah.R, 2016).


pentingnya asuhan keperawatan dengan Fraktur, maka

dibutuhkan peran dan fungsi perawat dalam melakukan asuhan

keperawatan dengan benar meliputi promotif, preventif, dan

rehabilitatif yang dilakukan secara komprehensif dengan

menggunakan pendekatan proses keperawatan antara lain pendidikan


4

kesehatan untuk meningkatkan status kesehatan klien, mencegah

terjadinya Fraktur atau pergesaran tulang berulang dan memberikan

pendidikan kesehatan kepada pasien.


Berdasarkan data latar belakang dan fakta diatas penulis tertarik

untuk mengangkat kasus dengan Asuhan keperawatan pada pasien

Fraktur.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pelaksanaan proses asuhan keperawatan pada pasien

Fraktur ?.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien

Fraktur.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk dapat melaksanakan pengkajian keperawatan pada

pasien Fraktur.
b. Untuk dapat merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien

Fraktur.
c. Untuk dapat menyusun rencana asuhan keperawatan pada

pasien Fraktur.
d. Untuk dapat melaksanakan implementasi keperawatan pada

pasien Fraktur.
e. Untuk dapat melakukan evaluasi keperawatan pada pasien

Fraktur.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk dapat meningkatkan pemahaman/pengetahuan

mahasiswa tentang konsep asuhan keperawatan pada pasien

dengan fraktur.
b. Sebagai sumber informasi dalam meningkatkan mutu

pendidikan di masa yang akan datang.


5

c. Sebagai suatu referensi dan sumber pengetahuan bagi tenaga

keperawatan.
2. Manfaat Praktis
a. Untuk dapat menerapkan dan mengaplikasikan dalam

memberikan asuhan keperawatan pada pasien fraktur.


b. Untuk dapat meningkatkan kulitas asuhan keperawatan secara

komprehensif, sehingga berimplikasi pada peningkatan asuhan

keperawatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Keperawatan
1. Definisi Fraktur
Fraktur adalah patah tulang,biasanya di sebebkan oleh trauma

atau tenaga fisik. Kekuatan dan tenaga dari tenaga tersebut,

keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan

menetukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak

lengkap (Price dan Wilson cit. Nurarif, A.H dan Kusuma H, 2015).
Menurut Lewis cit. Musliha (2010), terdapat beberapa

pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang di kemukakan

para ahli melalui berbagai literature yaitu:


a. Fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas jaringan

(FKUI, 2000).
b. Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang

(Doenges,M.E.,Moorhouse, M.F dan Geissler, A.C, 2000).


c. Fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang

terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan (Black dan

Matassarin, 1993).
7

d. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan

sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer, S.C dan Bare, B.G, 2001).
e. Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh

(Reeves, C.J, Roux G dan Lockhart R, 2001).

Berdasarkan batasan diatas dapat di simpulakan bahwa,

fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak, atau patahnya

tulang yang utuh, yang biasanya yang di sebabkan oleh tulang

yang trauma atau tenaga fisik yang di tentukan jenis dan luasnya

trauma (Lukman dan Nurna N, 2009).

2. Etiologi Fraktur
Menurut Lewis cit. Musliha (2010), berpendapat bahwa tulang

bersifat relative rapuh namun mempunyai cukup kekuatan dan

gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan

oleh beberapa hal yaitu:


a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur di sebabkan oleh kekuatan yang tiba tiba

berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran,

perubahan pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan

langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan

jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya

menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit

diatasnya. Penghancuran memungkinkan akan menyebankan

fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.


b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan.
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan

benda lain akibat tekanan yang berulang ulang.


8

Keadaan ini paling sering di kemukakan pada tibia, fibula, atau

metatarsal terutama pada atlet, penari, atau calon tentara yang

berjalan baris berbaris dalam jarak jauh.


c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang.
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang

tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau tulang tersebut

sangat rapuh.
3. Patofisiologi Fraktur
Menurut Black dan Matassarin serta Petrick dan Woods cit. Musliha

(2010), Patofisiologi dari fraktur adalah:


Ketika patah tulang, akan terjadi kerusakan di korteks,

pembulu darah, sumsum tulang dan jaringan lunak. Akibat dari hal

tersebut adalah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan jaringan

sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematoma pada kanal

medulla antara tepi tulang di bawah periostium dengan jaringan

tulang yang mengatasi fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat

sirkulasi jaringan nekrotik adalah di tandai dengan vasodilatasi dari

plasma dan leukoit. Ketika terjadi kerusakan tulang, tubuh mulai

melakukan penyembuhan untuk memperbaiki cidera, tahap ini

menunjukkan tahap awal penyembuhan tulang. Hematoma yang

terbentuk bias menyebabkan peningkatan tekanan dalam sumsum

tulang yang kemudian merangsang pembebasan lemak dan

gumpalan lemak tersebut masuk kedalam pembuluh darah yang

mensuplai organ-organ yang lain. Hematoma menyebabkan dilatasi

kapiler di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian

menstimulasi histamine pada otot yang iskemik dan menyebabkan


9

protein plasma hilang dan masuk ke interstitial. Hal ini

menyebabkan terjadinya edema. Edema yang terbentuk akan

menekan ujung saraf, yang bila berlangsung lama bisa

menyebabkan syndrome comportement.


4. Klasifikasi Fraktur
Menurut Musliha (2010), terdapat beberapa klasifikasi fraktur

sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli:


a. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis fraktur

meliputi:
1) Fraktur komplit
Adalah patah atau diskontinuitas tulang yang luas sehingga

tulang terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya

menyebrang dari satu sisi ke sisi lain serta mengenai seluruh

korteks.
2) Fraktur inkomplit
Adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan

garis patah tidak menyebrang, sehingga tidak mengenai

korteks (masih ada korteks yang utuh).


b. Menurut Black dan Matassarin (1993), Fraktur yang

berdasarkan hubungan dengan dunia luar, meliputi:


1) Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit

masih utuh, tulang tidak menonjol melalui kulit.


2) Fraktur tebuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit,

karena adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka

fraktur terbuka potensial terjadi infeksi. Fraktur terbuka

dibagi menjadi 3 grade yaitu:


a) Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit otot.
b) Grade II : seperti grade I dengan memar kulit dan otot.
c) Grade III : luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan

pembulu darah, syaraf otot dan kulit.


10

c. Long (1996), membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang,

yaitu:

Gambar 1.1
Pembagian fraktur berdasarkan garis patah tulang

Sumber : Long (1996).


1) Green stick yaitu pada sebelah sisi dari tulang, sering terjadi

pada anak anak dengan tulang lembek.


2) Transverse yaitu patah tulang melintang.
3) Longitudinal yaitu patah memanjang.
4) Oblique yaitu garis patah miring.
5) Spiral yaitu patah melingkar.
d. Black dan Matassarin (1993), mengklasifikasi lagi fraktur

berdasarkan kedudukan fragmen yaitu:


1) Tidak ada dislokasi
2) Adanya dislokasi, yang di bedakan menjadi:
a) Dislokasi at axim yaitu membentuk sudut
b) Dislokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh
c) Dislokasi at longitudinal yaitu berjauhan memanjang.
d) Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang

berjauhan dan memendek.


5. Manifestasi Klinik Fraktur
11

Menurut Lewis cit. Musliha (2010), menyampaikan manifestasi

klinik fraktur adalah sebagai berikut:


a. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadinya trauma. Hal ini di

karenakan adanya spasme otot, tekanan dari patahan tulang

atau kerusakan jaringan sekitarnya.

b. Bengkak/edema
Edema muncul lebih cepat di karenakan cairan serosa yang

terlokalisir pada daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan

sekitarnya.
c. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi

daerah di jaringan sekitarnya.


d. Spame otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi di sekitar

fraktur.
e. penurunan sensasi
terjadi karena keruskan saraf, terkenanya saraf karena edema.
f. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau

spasme otot paralisis dapat terjadi karena kerusakan saraf.


g. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian bagian yang pada

kondisi normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada

fraktur tulang panjang.


h. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian bagian

tulang di gerakkan.

i. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan

atau trauma dan pergerakan otot yang mendorong fragmen


12

tulang ke posisi abnormal, akan menyebabkan tulang

kehilangan bentuk normalnya.


j. Shock hipofolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.
k. Gambaran X-ray menentukan fraktur
Gambaran ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur.
6. Komplikasi Fraktur
Menurut Muttaqin.A (2008), komplikasi fraktur meliputi:
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak

adanya nadi, CRT menurun, sianosis pada bagian distal,

hematoma melebar, dan dingin pada ektermitas yang di

sebabkan oleh tindakan splitting, perubahan posisi pada

yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.


2) Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan komplikasi serius karena

terjebaknya otot, tulang saraf, dan pembulu darah dalam

jaringan parut. Hal ini di sebabkan oleh edema atau

perdarahan yang menekan otot, saraf,dan pembulu darah

atau tekanan dari luar seperti Gips dan pembebatan yang

terlalu kuat.
3) Fat Emboli Syndrom (FES)
Fat Emboli Syndrom adalah komplikasi serius pada kasus

fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang

di hasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan

menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi

rendah.hal tersebut ditandai dengan gangguan pernapasan,

takikardia, hipertensi, takipnea, dan demam.


4) Infeksi
13

Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada

jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi di mulai pada kulit

dan masuk kedalam. Hal ini biasanya terjadi pada fraktur

terbuka, tetapi dapat juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan, seperti (ORIF & OREF) dan plat.


5) Nekrosis avaskuler
Nekrosis avaskuler terjadi karena alairan darah ke tulang

rusak atau terganggua sehingga menyebabkan nekrosis

tulang. Biasanya, diawali dengan adanya iskemia Volkam.


6) Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan

meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan

oksigenasi menurun. Hal ini biasanya terjadi pada fraktur.

Pada beberapa kondisi tertentu, syok neurogenik sering

terjadi pada fraktur femur karena rasa sakit yang hebat pada

klien.
b. Komplikasi Lama
1) Delayed-union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi

sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk

menyambung. Hal ini terjadi karena suplay darah ke tulang

menurun. Delayed-union adalah fraktur yang tidak sembuh

setelah selang waktu 3-5 bulan (tiga bulan untuk anggota

gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah).


2) Non-union
Non-union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8

bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat

pseudoartrosis (sendi palsu).pseudoartrosis dapat terjadi


14

tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama sama infeksi

yang disebut infected pseudoarthrosis.


Beberapa jenis Non-union terjadi menurut keadaan

ujung-ujung fragmen tulang sebagai berikut:


a) Hipertrofik
Ujung-ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar dari

keadaan normal yang di sebut gambaran elephants foot.

Garis fraktur tampak dengan jelas. Ruangan antar tulang

diisi dengan tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa. Pada

jenis ini,vaskularisasi baik sehingga biasanya hanya di

perlukan fiksasi yang rigid tanpa pemasangan

bonegraft.
b) Atrofik
Tidak ada tanda tanda aktivitas seluler pada ujung

fraktur ujung tulang lebih kecil dan bulat serta

osteoporotik dan avaskular. Pada jenis ini disamping

dilakukan fiksasi rigid tanpa pemasangan bone graft.


3) Mal union
Keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi

terdapat deformitas yang berbentuk agulasi,

varus/valgus,rotasi, pemendekan, atau union secara

menyilang misalnya pada fraktur tibia/fibula.


7. Pemeriksaan Diagnostik Fraktur
Menurut Nurarif A.H dan Kusuma H (2015), pemeriksaan diagnostik

pada pasien fraktur adalah:


a. X-ray: menentukan lokasi atau luasnya fraktur
b. Scan tulang: memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi

kerusakan jaringan lunak.


15

c. Arteriogram: dilakukan memastikan ada tidaknya kerusakan

vaskuler.
d. Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat,

menurun pada perdarahan; peningkatan leukosit sebagai

respon terhadap peradangan.


e. Kreatinin: trauma otot meningkatkan teruma otot

meningkatkana beban kreatinin untuk klirens ginjal.


f. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan

darah, transfusi atau cidera hati.


8. Penatalaksanaan fraktur
Menurut Handerson cit. Musliha (2010), Penatalaksanaan pada

pasien fraktur adalah:


a. Manipulasi atau close red
Adalah tindakan non bedah untuk mengembalikan posisi,

panjang dan bentuk. Close reduksi dilakukan dengan lokal

anastesi ataupun umum.


b. Open reduksi
Adalah perbaikan bentuk tulang dengan tindakan pembedahan

sering dilakuakan dengan internal fixasi menggunakan kawat,

screlus, pins, plate, intermedullari, dan nail. Kelemahan

tindakan ini adalah kemungkinan infeksi dan komplikasi

berhubungan dengan anastesi. Jika dilakukan open reduksi

internal fixasi pada tulang (termasuk sendi) maka akan ada

indikasi untuk melakukan ROM.

c. Traksi
Alat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota

yang fraktur untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 3 macam

yaitu:
1) Skin traksi
16

Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur

dengan menempelkan plester langsung pada kulit untuk

mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme

otot pada bagian yang cidera, dan biasanya digunakan untuk

jangka pedek (48-72 jam).


2) Skeletal traksi
Adalah traksi yang di gunakan untuk meluruskan tulang

cidera dan sendi panjang untuk mempertahankan traksi,

memutuskan pins (kawat) ke dalam tulang.


3) Maintenance traksi
Merupakan lanjutan dari traksi, kekuatan lanjutan dapat di

berikan secara langsung pada tulang dengan kawat atau

pins.

B. Tinjauan Proses Keperawatan


1. Pengakajian
Pengkajian adalah tahap awal dalam landasan dalam proses

keperawatan. Untuk itu, diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam

menangani masalah masalah klien sehingga dapat menentukan

tindakan keperawatan yang tepat. Keberhasilan keperawatan

sangat bergantung pada tahap ini. (Muttaqin, 2008).


17

Menurut Lukman dan Ningsih.N (2009), Pengkajian pada

pasien dengan fraktur adalah:


a. Aktivitas/istirahat
Tanda:
1) Keterbatasan gerak atau kehilangan fungsi motorik pada

bagian yang terkena (dapat segera atau sekunder, akibat

pembengkakan atau nyeri.


2) Adanya kesulitan dalam istirahat tidur akibat dari nyeri.
b. Sirkulasi
Tanda:
1) Hipertensi (kadang kadang terliaht sebagai respons terhadap

nyeri/ansietas) atau hipotensi (hipovolemia).


2) Takikardia (respon stress dan hipovolemia).
3) Penurunan atau tidak teraba nadi distal, pengisian kapiler

lambat (capillary refill), kulit dan kuku pucat atau sianotik.


4) Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi

cidera.
c. Neurosensori
Gejalah:
1) Hilang gerak atau sensasi , spasme otot.
2) Kebas/kesemutan (parestesi).
Tanda:
1) Deformitas lokal,agulasi abnormal, pemendekan, rotasi,

krepitasi, spasme otot, kelemahan/hilang fungsi.


2) Agitasi berhubungan dengan nyeri, ansietas, trauma lain.
d. Nyeri/kenyamanan
Gejalah:
1. Nyeri berat tiba tiba saat cidera (mungkin terlokaslisai pada

area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada

imobilisasi), tidak ada nyeri akibat kerusakan saraf


2. Spasme/kram otot (setelah imobilisasi).
e. Keamanan
Tanda:
1) Laserasi kulit, avulse jaringan, perdarahan, dan perubahan

warna kulit.
18

2) Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau

tiba-tiba).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yang

menjelaskan status kesehatan, baik aktual maupun potensial.

Perawat menggunakan proses keperawatan dalam mengidentifikasi

dan menyintesis data klinis serta menetukan intervensi keperawatan

untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah

kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya (Muttaqin, 2008).


Menurut Doenges M.E, Moorhouse M.F dan Geissler A.C

(2014), Diagnosa keperawatan pada pasien dengan fraktur adalah:


a. Risiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan

integritas tulang (Fraktur).


b. Nyeri akut berhubungan dengan gerakan fragmen tulang,

edema, cedera pada jaringan lunak, alat traksi/imobilisasi,

stress, ansietas.
c. Risiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer

berhubungan dengan penurunan/interupsi aliran darah: cedera

vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan thrombus.


d. Risiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan

dengan perubahan aliran darah; darah atau emboli lemak,

perubahan membran alveolar/kapiler; interstisial, edema paru,

kongesti.
19

e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

rangka neuromuskuler, nyeri/ketidaknyamanan, terapi reskriktif

(imobilisasi tungkai).
f. Aktual/risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan

berhubungan dengan cidera tusuk, fraktur terbuka, bedah

perbaikan, pemasangan traksi pen, kawat, sekrup.


g. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak

adekuatnya pertahanan primer, kerusakan kulit, trauma jaringan,

terpajan pada lingkungan, Prosedur invasif, traksi tulang.


h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan atau

mengingat, salah interpretasi informasi atau tidak mengenal

sumber informasi.
3. Intervensi
Rencana keperawatan adalah bagaimana perawat

merencanakan suatu tindakan keperawatan agar dalam melakukan

perawatan terhadap pasien efektif dan efisien (Husada, 2012).


Rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang

menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang

dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan

diagnosis keperawatan (Husada, 2012).

Tabel 2.1 intervensi Fraktur

Diagnosa
No Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1 2 3 4 5
1. Risiko tinggi 2. Mempertahan Mandiri
terhadap trauma kan stabilisasi 1. Pertahankan tirah 1. Meningkatkan
20

berhubungan dan posisi baring/ekstremitas stabilitas, menurunkan


dengan kehilangan fraktur. sesuai indikasi. Berikan kemungkinan
integritas tulang 3. Menunjukkan sokongan sendi diatas gangguan posisi
(Fraktur). mekanika dan dibawah fraktur /penyembuhan.
Yang ditandai tubuh yang bila bergerak.
dengan: meningkatkan 2. Letakkan papan 2. Tempat tidur lembut
1. [tidak dapat stabilitas pada dibawah tempat tidur atau lentur dapat
diterapkan; sisi fraktur. atau tempatkan pasien membuat deformasi
adanya tanda- 4. Menunjukkan pada tempat tidur gips yang bisa basah,
tanda dan pembentukan ortopedik. mematahkan gips yang
gejala-gejala kalus/mulai sudah kering, atau
membuat penyatuhan mempengaruhi dengan
diagnose aktual]. fraktur dengan Gips/Bebat penarikan traksi.
tepat. 3. Sokong Fraktur dengan 3. Mencegah gerakan
bantal atau gulunagn yang tak perlu dan
selimut. Pertahankan perubahan
posisi netral pada posisi.posisi yang tepat
bagian yang sakit dari bantal juga dapat
dengan bantal pasir, mencegah tekanan
pembebat, gulungan deformitas pada gips
trokanter, papan kaki. yang kering.
4. Tugaskan petugas yang
cukup untuk membalik 4. Gips panggul/tubuh
pasien. Hindari atau multiple dapat
menggunakan papan membuat berat dan
abduksi untuk membalik tidak praktis secara
pasien dengan gips ekstrem. Kegagalan
spika. untuk menyokong
ekstremitas yang di
gips dapat
menyebabkan gips
5. Evaluasi pembebat
patah.
ektremitas terhadap 5. pembebat koaptasi
resolusi edema. (contoh jepitan jones-
sugar) mungkin
digunakan untuk
memberikan imobilisasi
fraktur dimana
pembengkakan
jaringan berlebihan.
Seiring dengan
1 berkurangnya edema,
2 4 penilaian kembali
3
5
Traksi pembelat atau gips
21

6. Pertahankan 6. Traksi memungkinkan


posisi/integritas traksi tarikan pada aksis
(contoh, Buck, Dunlop, panjang fraktur tulang
Pearson, Russel. dan mengatasi
tegangan
otot/pemendekan
untuk memudahkan
posisi/penyatuan.
Traksi tulang (pen,
kawat, jepiatan)
memungkinkan
penggunaan berat
lebih besar untuk
penarikan traksi dari
pada digunakan untuk
untuk jaringan kulit.
7. Yakinkan bahwa semua 7. Yakinkan bahwa
klem berfungsi. Minyaki susunan traksi
katrol dan periksa tali berfungsi dengan tepat
terhadap tegangan. untuk mengindari
Amankan dan tutup interupsi
ikatan dengan plester penyambungan fraktur.
perekat.

8. Pertahankan katrol tidak 8. Jumlah beban traksi


terhambat dengan maksimal
beban bebas dipertahankan.
menggantung; hindari Catatan: memastikan
mengangkat atau gerakan bebas beban
menghilangkan berat. selama mengganti
posisi pasien
menghindari penarikan
berlebihan tiba tiba
pada fraktur yang
menimbulkan nyeri dan
spasme otot.
9. Bantu meletakkan 9. Membantu posisi tepat
beban di bawah roda pasien dan fungsi
tempat tidur bila traksi dengan
diindikasikan. memberikan
keseimbangan timbal
balik.
10. Kaji ulang tahanan 10. Mempertahankan
yang mungkin timbul tarikan integritas
22

karena terapi, contoh tarikan traksi.


pergelangan tidak
menekuk dengan traksi
buck/tidak memutar
1 2 3 4 5
dibawah pergelangan
dengan traksi Russell.

11. Traksi Hoffman


11. Kaji integritas alat
memberikan stabilisasi
fiksasi eksternal.
dan sokongan kaku
untuk tulang fraktur
tanpa menggunakan
katrol. tali atau beban,
memungkinkan
mobilitas atau
kenyamanan pasien
lebih besart dan
memudahkan
perawatan luka.
Kurang atau
berlebihannya
keketatan klem/ikatan
dapat mengubah
tekanan kerangka.
Menyebabkan
kesalahan posisi.
Kolaborasi
12. Meberikan bukti visual
12. Kaji ulang foto/evaluasi
mulainya pembentukan
kalus/proses
penyembuhan untuk
menentukan tingkat
aktivitas dan
kebutuhan
perubahan/tambahan
terapi.
13. Mungkin diindikasikan
13. Berikan atau untuk meningkatkan
pertahankan stimulasi untuk meningkatkan
listrik bila digunakan. pertumbuhan tulang
pada keterlambatan
penyembuhan atau
tidak menyatu.
2. Nyeri akut 1. Menyatakan Mandiri
berhubungan nyeri hilang 1. Pertahankan imobilisasi 1. Menghilangkan nyeri
23

dengan spasme 2. Menunjukkan bagian yang sakit dan mencegah


otot, gerakan tindakan dengan tirah baring, kesalahan posisi
fragmen tulang, santai; mampu gips, pembebat, traksi. tulang/tegangan
edema, cidera pada berpartisipasi jaringan yang cidera.
jaringan lunak, alat dalam 2. Tinggikan dan dukung 2. Meningkatkan aliran
traksi/imobilisasi, beraktivitas/tid ektremitas yang terkena balik vena,
stress,. Ansietas. ur/istirahat menurunkan edema,
Yang di tandai dengan tepat. dan nyeri.
dengan : 3. enunjukkan 3. Hindari penggunaan 3. Dapat meningkatkan
2 3 4 5
1
1. Keluhan nyeri 4. penggunaan sprei/bantal plastik ketidaknyamanan
2. Distraksi; fokus keterampilan dibawah ektremitas karena peningkatan
pada diri relaksasi dan dalam gips. produksi panas dalam
sendiri/fokus aktivitas gips yang kering.
menyempit; terapeutik 4. Tinggikan penutup 4. Mempertahankan
wajah sesuai indikasi tempat tidur; pertahnkan kehangatan tubuh
menunjukkan untuk situasi linen terbuka pada ibu tanpa
nyeri individual. jari kaki. ketidaknyamanan
3. Perilaku berhati- karena tekanan selimut
hati, melindungi; pada bagian yang
perubahan tunus sakit.
otot; respons 5. Evaluasi keluhan 5. Mempengaruhi/pilihan
otonomik nyeri/ketidaknyamanan, atau pengawasan
termasuk intensitas keefektifan atau
(skala 0-10). Perhatikan intervensi. Tingkat
petunjuk nyeri nonverbal ansietas dapat
(perubahan pada tanda mempengaruhi
vital dan emosi atau persepsi/reaksi
perilaku). terhadap nyeri.
6. Dorong pasien untuk 6. Membantu untuk
mendiskusikan masalah menghilangkan
sehubungan dengan ansietas. Pasien dapat
cidera. merasakan kebutuha
untuk menghilangkan
pengalaman
kecelakaan.
7. Jelaskan prosedur 7. Memungkinkan pasien
sebelum memulai. untuk siap secara
mental untuk aktivitas
juga berpartsisipasi
dalam mengontrol
`tingkat
ketidaknyamanan.
8. Beri obat sebelum 8. Meningkatkan
perawatan aktivitas. relaksasi otot dan
24

meningkatkan
9. Lakukan dan awasi partisipasi.
latihan dan rentang 9. Mempertahankan
gerak pasif/ aktif. kekuatan/mobilitas otot
yang sakit dan
memudahkan resolusi
inflamasi pada jaringan
10. Berikan alternative yang cidera.
tindakan kenyamanan, 10. Meningkatkan sirkulasi
contoh pijatan, pijatan umum; menurunkan
punggung, perubahan area tekanan local dan
posisi. kelelahan otot.
11. Dorong menggunakan
tekhnik manajemen 11. Memfokuskan kembali
2 3 perhatian,
4
5
1
stres, contoh relaksasi meningkatkan rasa
progresif, latihan nafas kontrol, dan dapat
dalam, imajinasi meningkatkan
visualisasi, sentuhan kemampuan koping
terapeutik. dalam manajemen
nyeri, yang mungkin
menetap untuk periode
lebih lama.
12. Identifikasi aktivitas 12. Mencegah kebosanan,
terapeutik yang tepat menurunkantegangan,
untuk usia pasien, dan dapat
kemampuan fisik, dan meningkatkan
penampilan pribadi. kekuatan otot; dapat
meningkatkan harga
diri dan kemampuan
koping.
13. Selidiki adanya keluhan 13. Dapat menandakan
nyeri yang tak terjadinya kompliksi,
biasa/tiba-tiba atau contoh infeksi, iskemia
dalam, lokasi jaringan, sindrom
progresif/buruk tidak kompartemen.
hilang dengan anlgesik.
Kolaborasi
14. Lakukan kompres 14. Menurunkan
dingin/es 24-48 jam edema/pembentukan
pertama dan sesuai hematoma,
keperluan. menurunkan sensasi
nyeri.
25

15. Berikan obat sesuai 15. Diberikan untuk


indikasi: narkotik dan menurunkan nyeri
analgesik non dan/atau spasme otot.
narkotik;NSAID injeksi Penelitian toradol telah
contoh, keterolac diperbaiki menjadi
(toradol), dan/atau lebih efektif dalam
relaksan otot, contoh menghilangkan nyeri
siklobenzaprin (flekseril), tulang. Dengan masa
hidroksin (vistaril). kerja yang lebih lama
Berikan narkotik sekitar dan sedikit efek
pada jamnya selama 3-5 samping bila
hari. dibandingkan dengan
agen narkotik. Catatan:
vistaril sering
digunakan untuk efek
poten dari narkotik
untuk
memperbaiki/menghila
ngkan nyeri panjang.
16. Berikan atau awasi 16. Pemberian rutin ADP
analgesik yang dikontrol mempertahankan
1 2 3 4 5
pasien (ADP) bila kadar analgesik darah
indikasi. adekuat, mencegah
fluktuasi dalam
penghilangan nyeri
sehubungan dengan
tegangan otot/spasme.
3. Risiko tinggi 1. Mempertahan Mandiri
terhadap disfungsi kan perfusi 1. Lepaskan perhiasan dari 1. Dapat membendung
neurovaskuler jaringan ekstremitas yang sakit. bila terjadi edema.
perifer berhubungan dibuktikan 2. Evaluasi adanya/kualitas 2. Penurunan/tak adanya
dengan oleh nadi perifer distal nadi dapat
penurunan/interupsi terabanya terhadap cedera melalui menggambarkan
aliran darah: cedera nadi, kulit palpasi /Doppler, cedera vaskuler dan
vaskuler langsung, hangat/kering, bandingkan dengan perlunya evaluasi
edema berlebihan, sensasi ekstremitas yang sakit. medik segera terhadap
pembentukan normal, status sirkulasi.
thrombus. sensori biasa. Waspadai bahwa
Yang ditandai 2. Tanda vital kadang kadang nadi
dengan: stabil dapat terhambat oleh
1. [tidak dapat 3. Haluaran urine bekuan halus dimana
diterapkan; adekuat untuk pulsasi mungkin
adanya tanda- situasi teraba.
3. Kembalinya warna
26

tanda dan individu. 3. Kaji aliran kapiler, warna harus cepat (3-5 detik).
gejala-gejala kulit, dan kehangatan Warna kulit putih
membuat distal pada fraktur. menunjukkan
diagnose aktual]. gangguan arterial,
sianosis diduga ada
gannguan vena.
4. gangguan perasaan
4. Lakukan pengkajian kebas kesemuatn,
pada neuromuskuler. peningkatan/penyebar
Perhatiakan perubahan an nyeri terjadi bila
fungsi motorik/sensori. sirkulasi pada sraf
Minta pasien untuk tidak adekuat atau
melokalisasi nyeri atau saraf rusak.
ketidaknyamanan. 5. Panjang dan posisi
5. Tes sensasi saraf perifer saraf perineal
dengan menusuk pada meningkatkan resiko
kedua selaput antara ibu cedera pada adanya
jari pertama dan kedua fraktur kaki. Edema
dan kaji kemampuan kompartemen, atau
untuk dorsipleksi ibu jari malposisi traksi.
bila di indikasikan. 6. Faktor ini
6. Kaji jaringan sekitar disebabkan/mengindik
akhir gips untuk titik asikan tekanan
yang kasar/tekanan. jaringan/iskemia,
Selidiki keluhan rasa neksrosis.
terbakar dibawah gips. 7. Alat traksi dapat
7. Awasi posisi/lokasi 5
4
1 2 3
cincin penyokong bebat. menyebabkan tekanan
pada pembulu
darah/saraf, terutama
pada aksila dan lipat
paha, mengakibatkan
iskemia dan
kerusakakn saraf
permanen.
8. Pertahankan peninggian 8. Peningkatan drainase
ekstremitas yang cedera vena /menurunkan
kecuali edema.
dikontraindikasikan
meyakinkan adanya
sindrom kompartemen.
9. Kaji keseluruhan 9. Peningkatan lingkar
panjang ekstremitas ekstremitas yang
27

yang cedera untuk cedera dapat diduga


pembengkakan/pembent ada pembengkakan
ukan edema. Ukur jaringan/edema umum
ektremitas yang cedera tetapi dapat
dan bandingkan dengan menunjukkan
yang tak cedera. perdarahan.
Perhatikan penampilan
atau luasnya hematoma.
10. Perhatikan keluhan nyeri 10. Pembentukana edema
untuk keluhan ekstrem berlanjut dalam otot
untuk tipe cedera atau tertutup dengan faksia
peningkatan nyeri pada ketat dapat
gerakan pasif menyebabkan
ekstremitas, terjadinya gangguan aliran darah
parestesia, tegangan dan iskemia miositis
otot/nyari tekanan atau sindrom
dengan eritema, dan kompartemen, perlu
perubahan nadi distal. intervensi darurat
Jangan tinggikan untuk menghilangkan
ekstremitas. Laporkan tekanan/memperbaiki
gejalah pada dokter sirkulasi.
sesaat itu.
11. Selidiki tanda iskemia 11. Dislokasi fraktur sendi
ekstremitas tiba-tiba, (khususnya lutut) dapat
contoh penurunan suhu menyebablkan
kulit, dan peningkatan kerusakan arteri yang
nyeri. berdekatan, daengan
akibat hilangnya aliran
darah ke distal.
12. Dorong pasien untuk 12. Meningkatkan sirkulasi
secara rutin latihan dan menurunkan
jari/sendi distal cedera. pengumpulan darah
Ambulasi sesegera khususnya pada
4 5
1 2 3
mungkin. ekstremitas bawah.
13. Selidiki nyeri tekan, 13. Terdapat peningkatan
pembengkakan pada potensial untuk
dorsofleksi kaki (tanda tromboflebitis dan
human positif). emboli paru pada
pasien imobilisasi
selama 5 hari atau
lebih.
14. Awasi tanda vital. 14. Ketidakadekuatan
Perhatikan tanda tanda volume sirkulasi akan
28

sianosis umum, kulit mempengaruhi sistem


dingin, perubahan perfusi jaringan.
mental.
15. Tes feses/respirasi 15. Peningkatan insiden
gaster terhadap darah perdarahan gaster
nyata. Perhatikan menyertai
perdarahan lanjut pada fraktur/trauma dan
sisi trauma/injeksi dan dapat berhubungan
perdarahan terus- dengan stress dan
menerus dari membran kadang kadang
mukosa. menunjukkan
gangguan pembekuan
yang memerlukan
Kolaborasi intervensi lanjut.
16. Berikan kompres es 16. Menurunkan
sekitar fraktur sesuai edema/pembentukan
indikasi. hematoma, yang dapat
menggangu sirkulasi.
17. Bebat/buat spalak 17. Mungkin dilakukan
sesuai kebutuhan. pada keadaan darurat
untuk menghilangkan
restriksi sirkulasi yang
diakibatkan oleh
pembentuakn edema
pada ektremitas yang
cedera.
18. Kaji atau awasi tekanan
18. Peningkatan tekanan
intrakompartemen.
(biasanya 30 mmHg
atau lebih)
menunjukkan
kebutuhan evaluasi
segera dan intervensi.
19. Siapkan untuk intervensi 19. Kegagalan untuk
bedah (contoh, menghilangkan
fibulektomi/fasiotomi) tekanan/memperbaiki
sesuai indikasi. sindrom kompartemen
dalam 4-6 jam.
20. Awasi Hb/Ht, 20. Membantu dalam
pemeriksaan kaogulasi, kalkulasi kehilangan
4 5
1 2 3
29

contoh kadar darah dan


protrombin. membutuhkan
keefektifan terapi
pengganti.
21. Berikan warfarin natrium 21. Mungkin diberikan
(Coumadin) bila secara profilaksik
diindikasikan. untuk menurunkan
thrombus vena dalam.
22. Berikan kaos kaki 22. Menurunkan
antiembolitik/tekanan pengumpulan vena
sesuai dengan indikasi. dan dapat
meningkatkan aliran
balik vena, sehingga
menurunkan resiko
pembentukan
thrombus.
4. Risiko tinggi 1. Mempertahan Mandiri
terhadap kerusakan ka fungsi 1. Awasi frekuensi 1. Takipnea, dispnea dan
pertukaran gas pernapasan penafasan dan perubahan dalam
berhubungan adekuat, upayanya. Perhatikan mental dan tanda dini
dengan perubahan dibuktikan stridor, penggunaan otot insufiensi pernapasan
aliran darah; darah oleh tak bantu, retraksi, dan mungkin hanya
atau emboli lemak, adanya terjadinya sianosis indikator terjadi emboli
perubahan dispnea/siano sentral. paru pada tahap awal.
membrak sis. 2. Auskultasi bunyi nafas 2. Perubahan
alveolar/kapiler; 2. Frekwensi perhatiakn terjadinya dalam/adanya bunyi
interstisial, edema pernapoasan ketidaksamaan bunyi advenstisius
paru, kongesti. Yang dan GDA hipersonan, juga adanya menunjukkan
ditandai dengan: dalam batas ronchi/mengi dan terjadinya komplikasi
1. Tidak dapat normal. inspirasi mengorok/bunyi pernapasan.
diterapkan ; sesak nafas.
3. Atasi jaringan cedara 3. Ini dapat mencegah
adanya tanda
atau tulang dengan terjadinya emboli
tanda dan
lembut, khususnya lemak ( biasanya
gejalah gejalah
selama beberapa hari terlihat pada 12-72 jam
membuat
pertama. pertama), yang erat
dignosa aktual].
berhubungan dengan
fraktur.
4. Instruksikan dan bantu 4. Meningkatkan ventilasi
dalam latihan napas alveolar dan perfusi.
dalam dan batuk,
reposisi dengan sering.
5. Perhatikan peningkatan 5. Gangguan pertuakaran
kegelisaan, kacau, gas/adanya emboli
latergi, stupor. paru dapat
30

menyebabkan
penyimpanagn pada
tingakat kesadaran
pasien.
2 6. Observasi sputum untuk 6. Hemodialisa dapat
1 3 4 5
tanda adanya darah. terjadi dengan emboli
paru.
Kolaborasi
7. Bantu dalam spirometri 7. Memaksimalkan
insentif. ventilasi/oksigenasi
dan meminimalkan
atelektasi.
8. Berikan tambahan O2 8. Meningkatkan sediaan
bila diindikasikan. O2 untuk oksigenasi
optimal jaringan.
9.
9. berikan obat sesuai
a. Blok siklus
indikasi:
pembekuan dan
a. heparin dosis rendah
mecegah
bertambahnya
pembekuan pada
adanya
tromboflebitis.
b. Steroid telah
b. kortikosteroid.
digunakan bdengan
beberapakeberhasil
an untuk
mencegah/mengat
asi emboli lemak.
5. Kerusakan mobilitas 1. Meningkatkan/ Mandiri
fisik berhubungan mempertahan 1. Kaji derajat imobilitas 1. Pasien mungkin
dengan kerusakan kan mobilitas yang dihasilkan oleh dibatasi oleh
rangka pada tingkat cedera/pengobatan dan pandangan diri atau
neuromuskuler, paling tinggi perhatikan persepsi persepsi diri tentang
nyeri/ketidaknyama yang mungkin pasien terhadap keterbatasan fisik
nan, terapi reskriktif 2. Mempertahan imobilisasi. aktual, memerlukan
(imobilisasi tungkai). kan posisi informasi atau
Yang ditandai fungsuonal intervensi untuk
dengan: 3. Meningkatkan meningkatkan
1. Ketidakmampua kekuatan/fung kemajuan kesehatan.
n untuk bergerak si yang sakit 2. Dorong partisipasi pada 2. Memberikan
sesuai tujuan dan aktivitas kesempatan untuk
dalam mengompens terapeutik/rekreasi. mengeluarkan energi,
limgkungan fisik, asi bagian Pertahankan rangsang memfokuskan kembali
31

dilakukan tubuh. lingkungan contoh, perhatian,


pembatasan. 4. Menunjukkan radio, TV, Koran, barang meningkatkan rasa
2. Menolak untuk tekhnik yang milik pribadi/likusan kontrol diri atau harga
bergerak, memampukan kunjunan keluarga atau diri, dan membantu
keterbatasan melakukan teman. menurunkan isolasi
rentan gerak aktivitas. social.
3. Penurunan 3. Instruksikan pasien 3. Kontraksi otot isometrik
kekuatan/kontrol untuk bantu dalam tanpa menekuk sendi
otot. rentang gerak atau menggerakkan
pasien/aktif pada tungkasi dan
1 2 3 4 5
aktremitas yang sakit membantu
dan yang tak sakit. mempertahankan
kekuatan dan massa
otot.
4. Dorong penggunaan 4. Berguna dalam
latihan isometrik mulai memperhatikan posisi
dengan tungkai yang tak fungsional ektremitas,
sakit. tangan atau kaki dan
mencegah kompleksi
(contoh, kontraktur
atau kaki jatuh)
5. Berikan papan kaki, 5. Menurunkan resiko
bebat pergelangan, kontraktur fleksi
gulungan panggul.
trokanter/tangan yang
sesuai.
6. Temat dalam posisi 6. Memudahkan gerakan
telentang secara selama hygiene atau
periodik bila mungkin, perawatan kulit dan
bila traksi digunakan pergantian linen;
untuk menstabilkan menurunkan tingkat
fraktur tungkai bawah. kenyamanan dengan
tepat datar ditempat
tidur.pasca-posisi
melibatkan
penempatan kaki yang
tak sakit datar ditempat
tidur dengan lutut
menekuk sementara
menggenggam trapeze
dan mengangkat tubuh
dari tempat tindur.
7. Instruksikan perawatan 7. Meningkatkan
32

diri/kebersihan contoh kekuatan otot dan


mandi atau mencukur. sirkulasi, meningkatkan
kontrol pasien dan
situasi, dan
meningkatkan
kesehatan diri
langsung.
8. Bantu dalam mobilisasi 8. Mobilisasi dini
dengan kursi roda, kruk, menurunkan
tongkat, sesegera komplikasi tirah baring
mungkin. Instruksikan (contoh, flebitis) dan
keamanan dalam meingkatkan
menggunakan alat penyembuhan dan
mobilitas. normalisasi fungsi
organ.
9. Awasi TD dengan 9. Hipotensi postural
1 2 3 4 5
melakukan aktivitas. adalah masalah umum
Perhatikan keluhan menyertai tirah baring
pusing. lama dan dapat
memerlukan intervensi
khusus (contoh
kemiringan meja
dengan meninggikan
secara bertahap
sampai posisi tegak).
10. Ubah posisi secara 10. Mencegah atau
periodik dan dorong menurunkan insiden
untuk latihan komplikasi kulit atau
batuk/napas dalam. pernafasan ( contoh
dekubitus, atelektasi,
pneumonia).
11. Auskultasi bising usus. 11. Tirah baring,
Awasi kebiasaan menggunakan
eliminasi dan berikan analgesik, dan
keteraturan defekasi perubahan dalam
rutin. Tempatkan pada kebiasaan diet dapat
pispot, bila mungkin, memperlambat
atau menggunakan peristaltik dan
bedpan fraktur.berikan menghasilkan
privasi. konstipasi.
12. Dorong peningkatan 12. Mempertahankan
masukan cairan sampai hidrasi tubuh,
2000-3000 ml/hari, menurunkan resiko
33

termasuk air asam/jus. infeksi urinarius,


pembentukan batu,
dan konstipasi.
13. Berikan diet tinggi 13. Pada adanya cedera
protein, karbohidrat, muskuloskeletal, nutrisi
vitamin, dan mineral. yang diperelukan untuk
Pertahankan penurunan penyembuhan
kandungan protein berkurang dengan
sampai setelah defekasi cepat sering
pertama. mengakibatkan
penurunan berat badan
sebanyak 20-30 pon
selama traksi tulang.
14. Tingkatkan jumlah diet 14. Penambahan bulk
kasar, batasi makanan pada feses membantu
pembentuk gas mencegah konstipasi.
Kolaborasi
15. Konsul dengan ahli 15. Berguna dalam
terapi fisik/okupasi membuat aktivitas
dan/atau rehabilitasi individual atau program
spesialis. latihan.
16. Lakukan program 16. Dilakukan untuk
4 5
1 2 3
17. defekasi (pelunak feses) 17. menungkatkan
sesuai dengan indikasi. evakuasi usus.
18. Rujuk ke perawat 18. Pasien atau orang
spesialis psikiatrik terdekat memerlukan
klinikal atau ahli terapi tindakan intensif lebih
sesuai dengan indikasi. untuk menerima
kenyamanan kondisi
atau prognosis
imobilisasi lama,
mengalami kehilangan
kontrol.
6. Aktual/risiko tinggi 1. Menyatakan Mandiri
terhadap kerusakan ketidaknyama 1. Kaji kulit untuk luka 1. Memberikan informasi
integritas nan hilang. terbuka, benda asing, tentang sirkulasi kulit
kulit/jaringan 2. Menunjukkan kemerahan, perdarahan, dan maslah yang
berhubungan perilaku atau perubahan warna, mungkin disebabkan
dengan cidera tekhnik untuk kelabu, memutih. oleh alat dan atau
tusuk, fraktur mencegah traksi/gips/bebat, atau
terbuka, bedah kerusakan pembentuak edema
perbaika, kulit atau yang membutuhkan
pemasangan traksi memudahkan intervensi medik lanjut.
2. Menurunkan tekanan
34

pen, kawat, sekrup. penyembuhan 2. Masase kulit dan pada area yang peka
Yang ditandai sesuai penonjolan tulang. dan risiko abrasi atau
dengan: indikasi. Pertahankan tempat kerusakan kulit.
1. Keluahan gatal, 3. Mencapai tidur kering dan bebas
nyeri kebas, penyembuhan kerutan. Tempatkan
tekanan pada luka sesuai bantalan air atau
area yang sakit waktu atau bantalan lain bawah siku
atau area penyembuhan atau tumit sesuai
sekitar. lesi terjadi. indikasi. 3. Mengurangi tekanan
2. Gangguan 3. Ubah posisi dengan konstan pada area
permukaan kulit, sering. Dorong yang sama dan
invasi struktur penggunaan trapezes meminimalkan resiko
tubuh, destruksi bila mungkin. kerusakan kulit.
lapisan kulit atau 4. Posisi yang tak tepat
jaringan. 4. Kaji posisi cincin bebat dapat menyebabkan
pada alat traksi. cedera kulit kerusakan.
Penggunaan gips dan
perawatan kulit: 5. Memberikan gips tepat
5. Bersihkan kulit dengan ringan, dan area
sabun dan air.gosok bersih.
perlahan dengan
alkohol. 6. Berguna untuk
6. Potong pakaian dalam bantalan tonjolan
yang menutupi area dan tulang, mengkhiri gips,
pelebaran beberapa inci dan melindungi kulit.
diatas gips. 7. Mencegah pelekukan
7. Gunakan telapak tangan atau pendataran diatas
untuk memasang, 5
1 2 3
4
pertahankan atau tonjolan tulang dan
lepaskan gips, dan area menyokong berat
dukung bantal setelah badan (contoh
pemasangan. punggung tumit) yang
akan meyebabkan
abrasi atau trauma
jaringan.
8. Potong kelebuhan 8. Plester yang lebih
plaster dari akhir gips dapat mengiritasi kulit
sesegera mungkin saat dan dapat
gips lengkap. mengakibatkan abrasi.
9. Tingkatkan pengeringan 9. Mencegah kerusakan
gips dewnagn kulit yang disebabkan
mengangkat linen oleh tertutup pada
temapt tidur, kelembapan dibawah
memanjangkan pada gips dalam jangka
35

sirkulasi udara. lama.


10. Observasi untuk potensi 10. Tekanan dapat
area yang tertekan, menyebabkan ulsirasi,
khususnya pada akhir nekrosis,
dan bawah dan/pelumpuhan saraf.
bebatan/gips.
11. Berikan bantalan pada 11. Memberikan
akhir gips dengan perlindungan efektif
plaster tahan air. pada lapisan gips dan
kelembapan.
12. Bersihkan kelebihan 12. Plaster yang kering
plaster dari kulit saat dapat melekat didalam
basah, bila mungkin. gips yang telah
lengkap dan
menyebakan
kerusakan kulit
13. Lindungi gips dan kulit 13. Mencegah kerusakan
pada area perineal. jaringan dan infeksi
Berikan perawatan oleh kontaminasi fekal.
sering.
14. Instruksikan pasien atau 14. sakit gesekan dapat
orang terdekat untuk menyebabkan cedera
menghindari jaringan.
memasukkan objek
kedalam gips.
15. Masase kulit sekitar 15. Mepunyai efek
akhir gips dengan pengering, yang
alkohol. mekuatkan kulit, krim
dan lution tidak
dianjurkan karena
terlalu banyak minyak
dapat menutup
perimeter gips, tidak
4 5
1 2 3
memungkinkan gips
untuk bernapas.
16. Balik pasien dengan 16. Meminimalkan tekanan
melibatkan sisi yang tak pada kaki sekitar tepi
sakit dan posisi gips.
tengkurap dengan kaki
pasien di atas kasur.
Traksi kulit dan perawatan
kulit :
36

17. Bersihkan kulit dengan 17. Menurunkan kadar


air sabun hangat ; kontaminasi kulit.
18. Berikan tintur bezoin; 18. kekuatan kulit untuk
menggunakan traksi
kulit.
19. Gunakan plester traksi 19. Plester traksi
kulit (buat beberapa strip melingkari tungkai
moleskin/plester dapat mempengaruhi
perekat) memanjang sirkulasi.
pada sisi tungkai yang
sakit.
20. Lebarkan plester 20. Traksi dimasukkan
sepanjang tungkai. dalam garis denag
akhir plaster bebas.
21. Tandai garis dimana 21. Memungkinkan untuk
plester keluar pengkajian cepat
sepanjanng ekstermitas. terhadap benda yang
terselip.
22. Letakkan bantalan 22. Meminimalkan tekanan
pelindung di bawah kaki pada area ini.
dan di atas tonjolan
tulang.
23. Balut lingkar tungkai, 23. Memberikan tarikan
termasuk plester dan traksi yang tepat tanpa
bantalan, dengan verban mempengaruhi
elastic, hati-hati untuk sirkulasi.
membalut dengan rapat
tetapi tidak terlalu ketat.
24. Palpasi jaringan yang 24. Bila ada dibawah
diplester tiap hari dan plaster nyeri tekan
catat adanya nyeri tekan diduga ada iritasi kulit
atau nyeri. dan siapkan untuk
membuka sistem
balutan.
25. Lepaskan traksi kulit tiap 25. Mencegah cidera pada
24 jam, sesuai protokol, bagian tubuh lain.
inspeksi dan berikan
perawatan kulit.
Traksi tulang dan perawatan
kulit :
4 5
1 2 3
37

26. Tekuk ujung kawat atau 26. Mencegah tekanan


tutup ujung kawan/pen pada bagian tubuh lain.
dengan karet atau gabus
pelindung/tutup jarum.
27. Beri bantalan/pelindung 27. Mencegah tekanan
dari kulit domba, busa. berlebihan pada kulit
meningkatkan
evaporasi kelembapan
yang menurunkan
Kolaborasi resiko ekskoriasi.
28. Gunakan tempat tidur 28. Karena imobilisasi
busa, bulu domba, bagian tubuh, tonjolan
bantal apung, atau tulang lebih dari area
kasus udara sesuai yang sakit oleh gips
indikasi. mungkin sakit karena
penurunan sirkulasi.
29. Buat gips dengan katup 29. Memungkinkan
tunggal, katup ganda tekanan dan
atau jendela, sesuai memberikan akses
dengan protokol. untuk perawat luka
atau kulit.
7. Risiko tinggi 1. Mencapai Mandiri
terhadap infeksi penyembuhan 1. Infeksi kulit untuk 1. Pen atau kawat tidak
berhubungan luka sesuai adanya iritasi atau harus dimasukkan
dengan tidak waktu, robekan kontinuitas. melalui kulit yang
adekuatnya 2. bebas terinfeksi,
pertahanan primer, drainase kemerahan,atau abrasi
kerusakan kulit, purulen atau (dapat menimbulkan
trauma jaringan, eritema dan infeksi tulang).
terpajan pada demam. 2. Kaji pen atau kilit 2. Dapat mengindikasikan
lingkungan, perhatiakan keluhan tibulnya infeksi lokal
Prosedur invasif, peningkatan nyeri rasa nekrosis jaringan, yang
traksi tulang, yang terbakar atau adanya dapat menimbulakn
ditandai dengan: edema, eritema, osteomielitis.
1. [tidak dapat drainase, atau bau tak
diterapkan, enak.
adanya tanda 3. Berikan perawatan pen 3. Dapat mencegah
dan gejalah atau kawat steri sesuai kontaminasi silang dan
membuat protoko l dan latihan kemungkinan infeksi.
diagnos aktual] mencuci tangan.
4. Instruksikan pasien 4. Meminimalkan
untuk tidak kesempatan untuk
menyebutkan insersi kontaminasi.
5. Tutup pada akhir gips 5. Gips yang lembab,
peritoneal dengan padat meningkatkan
38

plastik. pertumbuhan bakteri.


6. Observasi luka untuk 6. Tanda perkiraan infeksi
pembentukan bula, gas gangren.
krepitasi, perubahan
1 2 4 5
3
warna kulit kecoklatan,
bau drainase yang tak
sedap atau asam.
7. Kaji tonus otot repleks 7. Kekakuan otot spasme
tendon dalam dan tonik otot rahang dan
kemampuan untuk disfagial menunjukkan
berbicara. terjadinya tetanus.
8. Selidiki nyeri tiba-tiba 8. Dapat mengindikasikan
atau keterbatasan gerak terjadinya osteomielitis.
dengan edema local
atau eritema ektremitas
cedera.
9. Lakukan prosedur 9. Adanya drainase
isolasi. purulen akan
memrlukan
kewaspadaan luka
atau linen untuk
mencegah kontaminasi
Kolaborasi silang.
10. Awasi pemeriksaan 10.
laboratorium: a. Anemia dapat
a. Hitung adarh terjadi pada
lengkap. osteomielitis,
leukositosis
biasanya ada
dengan proses
infeksi
b. LED b. Peningkatan pada
osteomielitis
c. Kultur dan c. Kultur
sensitivitas luka atau mengidentifikasi
serum/tulang. organisme infeksi.
d. Skan radioisotope d. Titik panas
mwenunjukkan
penungkatan area
khas vaskularitas,
menunjukkan
osteomielitis.
11. Berikan obat sesuai 11.
39

indikasi, contoh: a. Antibiotik spektur


a. antibiotic IV atau luas dapat
topical. digunakan secara
propilaktik atau
dapat ditujuakan
pada
mikroorganisme
khusus.
b. Tetanus toksoid b. Diberiakn secara
profilaktif karena
4 5
1 2 3
kemungkinan
adanya tetanus
pada luka terbuka.
12. Berikan irigasi luka atau 12. Debridement
tulang dan berikan lokal/pembersihan luka
sabun basah atau menurunkan
hangat sesuai indikasi. mikrooganisme dan
insiden infeksi sistemik.
13. Bantu prosedur contoh 13. Banyak prosuder
insisi atau drainase, dilakukan pada
pemasangan drain, pengobatan infeksi
terapi O2 hiperbarik. lokal, osteomilitis,
gangrene gas.
14. Sequestrektomi
14. Siapkan pembedahan
(pengangkatan tulang
sesuai indikasi.
nekrotik) perlu untuk
membantu
penyumbuhan dan
mencegah perluasan
proses infeksi.
8. Kurang 1. Menyatakan Mandiri
pengetahuan pemahaman 1. Kaji ulang patologi, 1. Memberikan dasar
tentang kondisi, kondisi, prognosis, dan harapan pengetahuan dimana
prognosis, dan prognosis, dan yang akan datang. pasien dapat membuat
kebutuhan pengobatan. pilihan informasi.
pengobatan 2. Melakukan 2. Beri penguatan metode 2. Banyak fraktur
berhubungan dengan benar mobilitas dan ambulasi memerlukan gips,
dengan kurang prosedur yang sesuai instruksi dengan bebat, atau penjepit
terpajan atau diperlukan dan terapis fisik bila selama penyembuhan.
mengingat, salah menjelaskan diindikasikan.
interpretasi alas an 3. Anjurkan penggunaan 3. Memberikan tempat
informasi atau tidak tindakan. backpack. untuk membawa artikel
mengenal sumber tertentu dan
40

informasi. Yang membiarkan tangan


ditandai dengan : bebas untuk
1. Pertanyaan atau memanipulasi kruk
permintaan atau dapat mencegah
informasi, kelelahan otot yang tak
pernyataan perlu bila satu tangan
salah konsepsi. digips.
2. Tidak akurat 4. Buat daftar aktivitas 4. Penyususnan aktivitas
mengikuti dimana pasien dapat sekitar kebutuhan dan
instruksi atau melakukannya secara yang memerlukan
terjadinya mandiri dan yang bantuan.
komplikasi yang memerlukan bantuan.
dapat dicegah. 5. Identifikasi tersedianya 5. Memberikan bantuan
sumber pelayanan di untuk memudahkan
masyarakat, contoh tim perawatan diri dan
3 rehabilitas, pelayanan mendukung
1 2 4 5
perawatan di rumah. kemandirian.
6. Dorong pasien untuk 6. Mencegah kekakuan
melanjutkan latihan aktif sendi, kontrktur, dan
untuk sendi di atas dan kelelahan otot,
di bawah fraktur. meningkatkan
kembalinya aktivitas
sehari hari secara dini.
7. Diskusikan pentingnya 7. Penyembuhan fraktur
perjanjian evaluasi klinis. memerlukan waktu
tahunan untuk sembuh
lengkap, dan kerja
sama pasien dalam
program pengobatan
membantu untuk
penyatuan yang tepat
dari tulang.
8. Kaji ulang perawatan 8. Menurunkan risiko
pen/luka yang tepat. trauma tulang/jaringan
dan infeksi yang dapat
berlanjut menjadi
osteomielitis.
9. Intervensi cepat dapat
9. Identifikasi tanda-tanda
menurunkan beratnya
dan gejala-gejala yang
komplikasi seperti
memerlukan evaluasi
infeksi/gangguan
medic contoh nyeri
sirkulasi.
berat, menggigil, bau tak
enak,perubahan
41

sensasi, bengkak,
paralisis, ibu jari atau
ujung jari putih atau
dingin, gip rtak 10. Meningkatkan
10. Diskusikan perawatan pengobatan tepat
gips yang hijau atau untuk mencegah
basah. deformitas gips dan
iritasi kulit/kesalahan
postur.
11. Panggunaan yang hati-
11. Anjurkan penngunaan hati dapat
pengering rambut untuk mempercepat
mengeringka area gips pengeringan.
yang lembab. 12. Membantu aktivitas
12. Anjurkan penggunaan berpakaian/kerapihan.
pakaian yang adaptif.

13. Membantu
13. Anjurkan cara untuk mempertahankan
menutupi ibu jari kaki, kehangatan/melindungi
contoh, sarung tangan dari cedera.
atau kaos kaki halus. 5
1 2 3 4
42

14. Diskusikan instruksi 14.


pasca pengangkatan a. menurunkan
gips: kekakuan dan
a. Instruksikan pasien memperbaiki
untuk melanjutkan kekuatan dan
latihan sesuai izin. fungsi ekstremitas
yang sakit.

b. Informasikan pasien b. Ini akan


bahwa kulit dibawah memerlukan waktu
gips secara umum berminggu minggu
lembab dan tertutup sebelum kembali
dengan kalus atau ke penampilan
serpihan kulit yang normal.
mati.
c. Cuci kulit dengan c. Kulit yang baru
perlahan dengan secara ektrem nyeri
sabun, betadine atau tekan karena telah
air. di lindungi oleh
gips.
d. Informasikan d. Keuatan otot akan
kepasien bahwa otot menurunkan dan
dapat tampak rasa sakit yang
lembek dan atrofi. baru dan nyeri
Anjurkan untuk sementara
memberikan sekunder terhadap
sokongan pada kehilanagn
sendi diatas dan di dukungan.
bawah bagian yang
sakit dan gunakan
alat bantu mobilitas.
e. Tinggikan ektremitas e. Pembengkakan
sesuai kebutuhan. dan edema
cenderung terjadi
setelah
pengangkatan gips.

Sumber: Doenges M.E, Moorhouse M.F, Geissler A.C, (2014).


43

4. Implementasi
Menurut NANDA (2012-2014) Implementasi yang di lakukan

perawat terdiri dari:


a. Do (melakukan) yang di bagi menjadi dependent interventionis

di laksanakn dengan mengikuti order dari pemberi perawatan

kesehatan lain dan independent (outonomous) interventions

yang di lakukan dengan nursing orders.


b. Delegate (mendelegasikan) yaitu pelaksanaan order bias

didelegasikan dengan mencermati tugas dan tanggung jawab

komunikasi yang tepat, adanya supervise atau pengecekan

aktifitas yang didelegasikan.


c. Record (mencatat) yaitu pencatatan biasa di lakukan dengan

berbagai format sesuai kasus, antara lain Keperawatan Anak,

Keperawatan Maternitas, KeperawatanMedikal Bedah,

Keperawatan Jiwa, Keperawatan Keluarga, Keperawatan

Gerontik, Keperawatan Komunitas.


5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan suatu aktifitas yang di

rencanakan, terus menerus, aktifitas yang di sengaja yaitu klien,

keluarga, perawat dan petugas kesehatan lain menentukan

kemajuan klien terhadap outcome yang dicapai dan keefektifan dari

rencana asuhan keperawatan.


Menurut Nurhazana D (2013), Evaluasi disusun menggunakan

SOAP secara operasional dengan sumatif (dilakukan selama proses


44

asuhan keperawatan) dan formatif (dengan proses dan evaluasi

akhir).
Evaluasi dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
a. Evaluasi berjalan (sumatif)
Evaluasi jenis ini dikerjakan dalam bentuk pengisian format

catatan perkembangan dengan berorientasi kepada masalah

yang dialami oleh keluarga. format yang dipakai adalah format

SOAP.
b. Evaluasi akhir (formatif)
Evaluasi jenis ini dikerjakan dengan cara membandingkan

antara tujuan yang akan dicapai. Bila terdapat kesenjangan

diantara keduanya, mungkin semua tahap dalam proses

keperawatan perlu ditinjau kembali, agar didapat data-data,

masalah atau rencana yang perlu dimodifikasi.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian
Pada studi kasus ini pendekatan penelitian dengan menggunakan

metode deskriptif.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian pada KTI studi kasus ini adalah 2 (dua) pasien

dengan kasus yang sama dan penyakit yang sama.


C. Fokus Studi
Fokus studi merupakan batasan penelitian. Pada KTI studi kasus ini,

fokus ini, fokus studi adalah melaksanakan asuhan keperawatan pada

2 (dua) pasien dengan diagnosis medis yang sama kemudian

membandingkan baik antara keduanya maupun dengan teori yang

ada.
46

D. Definisi Operasional Fokus Studi


Definisi operasional fokus studi adalah pasien yang dirawat

dengan diagnosa medis dengan fraktur. Fraktur adalah retak atau

patahnya tulang pada ekstremitas yang disebabkan oleh rudapaksa

atau tekanan yang berlebihan dan dapat dibuktikan dengan adanya

perubahan anatomis dan atau hasil foto rontgen.


E. Instrument Penelitian
Instrument penelitian pada Karya Tulis Ilmiah studi kasus ini

adalah format asuhan keperawatan sesuai kasus, SOP.


F. Metode pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada KTI studi kasus ini dengan

pengambilan data langsung melaui pelaksanaan asuhan keperawatan

sesuai proses keperawatan yang terdiri atas:


1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi.
Data tidak langsung diperoleh melalui rekam medik pasien.
G. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian menunjukkan Rumah Sakit dan Puskesmas.
2. Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Februari sampai dengan

bulan Juni tahun 2017.


H. Analisis Data, Penyajian Data dan Kesimpulan
1. Analisis Data
Analisis data adalah upaya atau cara untuk mengolah data

menjadi informasi informasi sehingga karakteristik data tersebut

bisa dipahami dan bermanfaat untuk solusi permasalahan,

terutama masalah yang berkaitan dengan penelitian. Sebelum

menganalisis data, terlebih dahulu dilakukan penyajian data.

Penyajian data, penyajian data merupakan kegiatan dalam


47

pembuatan laporan hasil penelitian yang dilakukan agar dapat

dipahami dan dilakukan agar dapat dipahami dan dianalisis sesuai

dengan tujuan yang diinginkan.


Urutan dalam analisis data dan penyajian data adalah:
a. Pengumpulan
Data dikumpulkan dari pelaksanaan asuhan keperawatan.
b. Mereduksi Data
Data yang berkumpul direduksi dalam bentuk dokumentasi

asuhan keperawatan.
2. Penyajian Data
Penyajian data dapat dilakukan dengan table, gambar, bagan

maupun teks naratif. Kerahasiaan dari pasien dijamin, identitas

pasien dituliskan dengan inisial.


3. Kesimpulan
Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan

dibandingkan asuhan keperawatan antara 2 (dua) pasien dengan

diagnosis medis yang sama dan dengan teori yang ada. Data yang

disimpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis

keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi

keperawatan, dan evaluasi.

I. Etika Penelitian
1. Informed Consent
Informed Consent atau kerahasiaan medis adalah pertanyaan

persetujuan (Consent) atau izin dari pasien yang diberikan dengan

bebas, rasional, tanpa paksaan, tentang tindakan medis yang akan

dilakukan terhadapnya sesudah mendapat informasi yang cukup

tentang tindakan medis yang dimaksud dalam bentuk lisan maupun

tertulis.
2. Anonymity (Tanpa nama)
48

Anonymity adalah suatu keadaan dimana identitas seseorang

disembunyikan dari orang lain dengan alasan tertentu.


3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Confidentiality atau kerahasiaan adalah pencegahan bagi

mereka yang tidak berkepentingan, berhubungan dengan data

yang diberikan kepada pihak lain untuk kepentingan tertentu dan

hanya diperolehkan untuk kepentingan tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Adrianti, N. K. T., Pamungkas, K. A., dan Azrin, M. (2013). Angka Kejadian


Diplopia Pada Pasien Fraktur Maksilofasial. http://download.portal
garuda.org/article.php?article=335731&val=6449&title=ANGKA
%20KEJADIAN%20DIPLOPIA%20PADA%20PASIEN
%20FRAKTUR%20MAKSILOFASIAL%20DI%20BANGSAL
%20BEDAH%20RSUD%20ARIFIN%20ACHMAD%20PROPINSI
%20RIAU%20PERIODE%20JANUARI
%202011%20%C3%A2%E2%82%AC%E2%80%9C
%20DESEMBER%202013.
Tanggal Akses 20 Januari 2017.

Akper Anging Mammiri Provinsi Sulawesi Selatan. (2017). Penyusunan


Riset Keperawatan Bagi Mahasiswa Akper Anging Mammiri
Provinsi Sulawesi Selatan. Akper Anging Mammiri Provinsi
Sulawesi Selatan. Makassar.
49

Angela. (2013). Deskripsi Perlukaan Penyebab Kematian pada


pengendara sepeda motor. http://etd.repository.ugm.ac.id/index.
pphp?
mod=penelitiandetail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&b
uku_id=96006&obyek_id=4.
Tanggal akses 22 Janari 2017.

Doenges, M. E.,Moorhouse, M. F., dan Geissler, A. C. (2014). Rencana


Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. EGC. Jakarta.

Fahrullah, R. (2016). Asuhan Keperawatan pada Klien Nn.S dengan Pre


Op Fraktur Manus Dextra di Ruangan Al-kautsar RSUD Haji
Makassar. tidak dipublikasikan dari Karya Tulis Ilmiah DIII
Keperawatan Akper Anging Mammiri, Makassar.

Husada, D. (2012). Konsep Perencanaan Keperawatan. http://arekcerdas


dianhusada.blogspot.co.id/p/konsep-perencanaan-
keperawatan.html.
Tanggal akses 29 Januari 2017

Kementrian Kesehatan RI. (2014). Data dan kondisi Penyakit


Osteoporosis di Indonesia. http://www.depkes.go.id/resources/
download/pusdatin/infodatin/infodatin osteoporosis.pdf.
Tanggal Akses 20 Januari 2017.

Lukman., dan Ningsih, N. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien


dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Salemba Medika.
Jakarta.

Maisyaroh, G. S., Rahayu, U., dan Rahayu, S. Y. (2015). Tingkat


Kecemasan Pasien Post Operasi yang Mengalami Fraktur
Ekstremitas. https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&
source=web&cd=1&ad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwia6_iwi9bRAh
UJuI8KHQJ4DWwQFggZMAA&url=http%3A%2F
%2Fjkp.fkep.unpad.ac.id%2Findex.php%2Fjkp%2Farticle
%2Fdownload
%2F103%2F99&usg=AFQjCNGExgsUNIb1eIdx6tEvHxIB3Q6ABA
&bvm=bv.144224172,d.c2I.
Tanggal Akses 22 Januari 2017.

Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Nuha Medika. Yogyakarta.

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan


Sistem Muskuloskeletal. EGC. Jakarta.
50

Nurarif, A.H., dan Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi
Jilid 2. MediAction Publishing. Jogjakarta.

Nurhasanah, D. (2013). Evaluasi Keperawatan. http://www.slideshare.net/


pjjkemenkes/evaluasi-keperawatan-43575298.
Tanggal akses 23 Januari 2017.

Solechan., dan Raharjo. (2016). Karakteristik Filamen Biodegradasi Print


3d Untuk Implan Plate dan Sekrup Tulang Femur Dengan Metode
Screw Extrusion dari Material Pcl, Pla Pati Ketela dan
Hydroxyapatite Bovine. https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=
&esrc=s&source=web&cd=6&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjvy
Mip28_RAhUJRI8KHV29D54QFghBMAU&url=http%3A%2F
%2Fjurnal.umk.ac.id%2Findex.php%2FSNA%2Farticle%2Fview
%2F633%2F645&usg=AFQjCNFIILkYDrFfhU5BxFg6IGDRpfX2w
&bvm=bv.144686652, bs.2,d.dGo.
Tanggal Akses 20 Januari 2017.

Widanti. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Fraktur


Maxilla Dekstra. http://eprints.ums.ac.id/30202/2/BAB_I.pdf.
Tanggal Akses 20 Januari 2017.

Das könnte Ihnen auch gefallen