Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
B. Discharge Planning
Evaluasi kesiapan untuk pulang. Factor yang dikaji adalah sebagai berikut :
1.
a. Status pernafasan yang stabil
b. Masukan nutrisi dan pertumubuhan yang adekuat
c. Kebutuhan obat yang stabil
d. Rencana pengobatan medis yang realistik untuk di rumah
1) orang tua dan pemberi asuhan lain dapat memberi perawatan yang diperlukan
2) sarana di rumah dan monitor yang diperlukan disediakan
3) orang tua memiliki dukungan social dan finansial yang dibutuhkan
4) keperluan perawatan di rumah dan istirahat disediakan
2. Beri instruksi pemulangan kepada orang tua seperti berikut :
a. penjelasan tentang penyakit
b. bagaimana memantau tanda tanda distress pernafasan dan masalah medis lainnya
c. kebutuhan makan perorangan
d. kebutuhan bayi sehat
e. kapan harus memanggil dokter
f. bagaimana melakukan resusitau jantung paru
g. penggunaan peralatan dirumah dan pemantauan
h. bagaimana memberi dan memantau efek pengobatan
i. pencegahan infeksi
j. pentingnya daerah bebas rokok
k. aktivitas perkembangan yang tepat
l. pengenalan isyarat stress dan interaksi pada bayi
m. sumber di komunitas dan sarana pendukung yang ada.
3. Lakukan program tindak lanjut untuk memantau kebutuhan pernafasan, nutrisi,
perkembangan, dan kebutuhan khsus lainnya yang sifatnya terus menerus.
a. Bantu orang tua membuat janji kunjungan pemeriksan tindak lanjut yang pertama,
beri catatan tertulis tentang kapan janji itu harus dilaksanakan
b. Buat rujukan untuk kunjungan keperawatan di rumah sesuai yang dibutuhkan bayi
dan keluarga
N Diagnosa Tujuan dan criteria Intervensi
o Keperawatan Hasil
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bronkopneumonia adalah peradangan akut pada paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus.
Bronkopneumonia merupakan penyumbang kematian balita di dunia sekitar 1,6-2,2 juta balita
dengan proporsi 19%. Masalah yang sering muncul pada klien dengan Boncopnemonia adalah tidak
efektifnya bersihan jalan napas, resiko tonggi terhadap infeksi, klurang pengetahuan, intolerasnsi
aktivitas, tidak efektifnya pola napas.
Hasil penelitian diperoleh trend kunjungan penderita bronkopneumonia berdasarkan data tahun
2005-2009 menunjukkan penurunan dengan persamaan garis Y= 16,6-X. Proporsi berdasarkan
sosiodemografi yaitu kelompok umur 2-11 bulan 48,5%, sex ratio168%, dan Kota Medan 71,0%.
Bronkopneumonia berat 28,0%, jumlah kunjungan berulang satu kali 94,1%, gizi buruk 4,2%,
imunisasi tidak lengkap 82,9%, pendidikan ayah dan ibu SLTA dan Akademi/PT masing masing
42,9% dan 42,1%, pekerjaan ayah pegawai swasta 39,1%, ibu rumah tangga 45,5%, jumlah anak
orang tua tiga 60,0%, anak ke tiga 60,0%, lama rawatan rata-rata 4,70 hari, dan meninggal 4,8%.
Jika broncopnemonia terlambat didiagnosa atau terapi awal yang tidakmemadai pada
broncopnemonia dapat menimbulka empisema, rusaknya jalan napas, bronkitis, maka diperlukan
asuhan keperawatan secara menyeluruh yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif untuk mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
Untuk itu, berdasarkan uraian diatas, kami merasa perlu membahas dan menelaah lebih dalam
mengenai penyakit broncopneumonia untuk dapat mengetahui bagaimana melakukan asuhan
keperawatan pada pasien bronkopnemonia dengan pendekatan proses keperawatan yang benar.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk dapat mengetahui bagaimana asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan penyakit
broncopneumonia.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus penulisan makalah ini adalah :
a. Untuk memahami tentang penyakit Broncopneumonia yang terjadi pada anak.
b. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada anak Broncopneumonia dengan aplikasi NANDA
NIC NOC.
BAB II
PEMBAHASAN
3. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis yang ditimbulkan antara lain cyanosis, nafas cuping hidung, takikardia,
dipsnea, gelisah, stridor, retraksi otot dada dan sesak, dimana tanda dan gejala tersebut dapat
menimbulkan masalah kerusakan pertukaran gas dan pola nafas tak efektif. Tanda dan gejala lain
yang timbul adalah kelemahan, keletihan, kelelahan yang akan menimbulkan masalah intoleransi
aktifitas. Jika kuman terbawa bersama makanan akan masuk ke lambung dan terjadi peningkatan
asam lambung, hal inilah yang menyebabkan mual, muntah dan anoreksia, sehingga timbul masalah
pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, selain itu bisa juga terjadi demam dan berkeringat
yang dapat menimbulkan masalah risiko kekurangan volume cairan dan hipertermia. Batuk dan
pilek merupakan reaksi tubuh akibat adanya infeksi traktus respiratori yang akan menimbulkan
masalah bersihan jalan nafas tak efektif. Masalah risiko penularan infeksi juga dapat terjadi jika
kuman sudah masuk ke dalam alveoli dan bronkiolus. Dengan timbulnya tanda dan gejala dan
disertai dengan kurangnya pemahaman orangtua sehingga keluarga bertanya-tanya tentang penyakit
pasien, maka timbullah masalah kecemasan orangtua.
4. Patofisiologi
Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, mikroplasma, jamur dan aspirasi makanan yang
melalui inhalasi droplet akan teraspirasi masuk ke saluran nafas atas kemudian masuk ke saluran
nafas bagian bawah dan selanjutnya akan menginfeksi jaringan interstisial parenkim paru. Dengan
daya tahan tubuh yang menurun, terjadilah infeksi pada traktus respiratorius atau jalan nafas.
Adanya infeksi jalan nafas akan timbul reaksi jaringan berupa edema alveolar dan pembentukan
eksudat. Hal tersebut akan mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke bronkioli, alveoli
dan paru-paru. Terjadinya proliferasi mengakibatkan sumbatan dan daya konsolidasi pada jalan
nafas sehingga proses pertukaran O2 dan CO2 menjadi terhambat dan terjadilah gangguan ventilasi.
Rendahnya masukan O2 ke paru-paru terutama pada alveolus menyebabkan terjadi peningkatan
tekanan CO2 dalam alveolus atau yang disebut dengan hiperventilasi yang akan menyebabkan
terjadi alkalosis respiratorik dan penurunan CO2 dalam kapiler atau hipoventilasi yang akan
menyebabkan terjadi asidosis respiratorik. Hal tersebut menyebabkan paru-paru tidak dapat
memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas yaitu membuang CO2 sehingga menyebabkan
konsentrasi O2 dalam alveolus menurun dan terjadilah gangguan difusi dan akan berlanjut menjadi
gangguan perfusi dimana oksigenasi ke jaringan tidak memadai. Jika gangguan ventilasi, difusi dan
perfusi tidak segera ditanggulangi akan menyebabkan hipoksemia dan hipoksia yang akan
menimbulkan beberapa manifestasi klinis.
5. WOC
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto polos : digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan status pulmoner
b. Nilai analisa gas darah: untuk mengetahui status kardiopulmoner yang berhubungan dengan
oksigenasi
c. Hitung darah lengkap dan hitung jenis: digunakan untuk menetapkan adanya anemia, infeksi dan
proses inflamasi
d. Pewarnaan gram: untuk seleksi awal anti mikroba
e. Tes kulit untuk tuberkulin: untuk mengesampingkan kemungkinan terjadi tuberkulosis jika anak
tidak berespon terhadap pengobatan
f. jumlah lekosit: terjadi lekositosis pada pneumonia bakterial
g. Tes fungsi paru: digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas dan beratnya
penyakit dan membantu memperbaiki keadaan.
h. Spirometri statik digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi
i. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agen penyebab seperti
j. virus
7. Komplikasi
Komplikasi dapat muncul jika terjadi penyebaran infeksi seperti meningitis, otitis media,
perikarditis, bronkiektasis, empiema dan lain-lain.
8. Penatalaksanaan
a. Pengobatan supportive bila virus pneumonia
b. Bila kondisi berat harus dirawat
c. Berikan oksigen, fisiotherapi dada dan cairan intravena
d. Antibiotik sesuai dengan program
e. Pemeriksaan sensitivitas untuk pemberian antibiotic
2. Diagnosa
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas
b. Gangguan petukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan akumulasi eksudat
c. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, proses inflamasi
d. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya intake dan
tachipnea
e. Risiko tinggi terjadi cedera berhubungan dengan kejang
3. Intervensi
NO Hari/Tgl/Jam Diagnosa Keperawatan Tujuan / Kriteria Hasil NIC
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan nafas.
Definisi :
Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau sumbatan dari saluran pernapasan untuk
mempertahankan kebersihan jalan napas.
Batasan Karakteristik :
1. Batuk tidak ada
2. Bunyi napas tambahan
3. Perubahan dalam frekuensi napas
4. Perubahan dalam irama pernapasan
5. Sianosi
6. Dyspnea
7. Sputum terlalu banyak
8. Batuk tidak efektif
9. Mata terbelalak ( Melihat ) Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x24 jam jalan napas
pasien efektif dengan kriteria hasil :
2 Kerusakan petukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan akumulasi eksudat.
Definisi :
Penurunan jalanya gas oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan system vaskuler.
Batasan Karakteristik :
1. Abnormalnya gas darah arteri
2. Abnormalnya pH arteri
3. Abnormalnya pernapasan
4. Abnormalnya warna kulit
5. Hipoksemia
6. Takikardi
7. Diphoresis Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x24 jam ventilasi dan pertukaran
gasefektifi dengan kriteria hasil :
Indikator skala :
1: ekstrim
2: berat
3: sedang
4: ringan
5: Tidak ada NIC :
Aktivitas
Manajemen asam basa
Aktivitas :
1. Pertahankan kepatenan akses IV
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
3. Pantau kadar eletrolit
4. Pantau pola nafas
5. Sediakan terapi oksigen
Terapi Oksigen
Aktivitas :
1. Bersihkan secret mulut dan trakea
2. Jaga kepatenan jalan napas
3. Sediakan peralatan oksigen, sistim humadifikasi
4. Pantau aliran oksigen
5. Pantau posisi peralatan yang menyalurkan oksigen pada pasien
6. Monitor aliran oksigen dalam liter
7. Monitor posisi pemasangan alat oksigen
3 Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, proses inflamasi.
Definisi :
Inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak menyediakan ventilasi yang adekuat.
Batasan Karakteristik :
1. Napas dalam
2. Perubahan gerakan dada
3. Bradipnea
4. Penurunan tekanan ekspirasi
5. Penurunan tekanan inspirasi
6. Dispnea
7. Napas cuping hidung
8. Ortopnea Setelah dilakukan asuhan keperawatan dalam x 24 jam pola napas efektif dengan
criteria hasil :
Indikator skala :
1: ekstrim
2 : Berat
3: sedang
4: ringan
5: tidak ada
NIC :
Manajemen Jalan Napas
Aktivitas :
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
2. Identifikasi kebutuhan pasien akan insersi jalan napas actual/potensial
3. Lakukan fisioterapi dada, sesuai dengan kebutuhan
4. Bersihkan secret dengan menggunakan penghisapan
5. Dukung untuk bernapas pelan, dalam, berbalik dan batuk
6. Instruksikan bagaimana cara batuk efektif
Bantuan Ventilasi
Aktivitas :
1. Jaga kepatenan jalan napas
2. Berikan posisi yang mengurangi dyspnea
3. Bantu perubahan posisi dengan sering
4. Pantau kelemahan oto pernapasan
5. Mulai dan jaga oksigen tambahan
6. Pantau status respirasi dan respirasi.
4 Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya intake dan
tachipnea.
Definisi :
Suatu keadaan yang berisiko mengalami dehidrasi vascular, selular, atau intra selular.
Faktor resiko :
1. Penyimpanan yang mempengaruhi akses cairan
2. Penyimpangan yang memperngaruhi pemasukan cairan
3. Penyimpangan yang mempengaruhi absorbs cairan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
x 24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan dengan criteria hasil :
NOC: Hidrasi
1. Dehidrasi kulit
2. Membran mucus yang basah
3. Edema perifer
4. Nafas pendek tidak ditemukan
5. Mata cekung tidak ditemukan
6. Bunyi napas tambahan tidak ditemukan
Indikator skala :
1: ekstrim
2: Sangat
3: Sedang
4: Sedikit
5: tidak ada NIC:
Manajemen cairan
Aktivitas :
1. Timbang BB tiap hari
2. Hitung haluaran
3. Pertahankan intake yang adekuat
4. Monitor status hidrasi
5. Monitor TTV
6. Berikan terapi IV
Definisi :
Suatu kondisi individu yang berisiko untuk mengalami cidera sebagai akibat dari kondisi
lingkungan yang berhubungan dengan sumber sumber adaptif dan pertahanan.
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan resiko cidera dapat di
hindari, dengan kriteria hasil :
NOC :
a. Monitor factor resiko lingkungan
b. Monitor factor resiko individu
c. Melakukan strategi control resiko
d. Monitor perubahan status kesehatan
Indikator skala :
1 : tidak adekuat
2 : sedikit adekuat
3 : kadang kadang adekuat
4 : Adekuat
5 : Sangat adekuat
1 NIC:
Manajemen kejang
Aktivitas :
1. Tunjukkan gerakan yang dapat mencegah injury / cidera.
2. Monitor hubungan antara kepala dan mata selama kejang.
3. Longgarkan pakaian klien
4. Temani klien selama kejang
Mengatur airway
Aktivitas :
1. Berikan oksigen bila perlu
2. Berikan terapi iv line bila perlu
3. Monitor status neurology
4. Monitor vital sign
5. Orientasikan kembali klien setelah kejang
6. Laporkan lamanya kejang
7. Laporkan karakteristik kejang: bagian tubuh yang terlibat, aktivitas motorik, dan pening-katan
kejang.
8. Dokumentasikan informasi tentang kejang
9. Kelola medikasi (kolaborasi)
10. Kelola anti kejang (kolaborasi) bila diperlukan.
Manajemen Lingkungan
Aktivitas:
1. Diskusikan tentang upaya-upaya mencegah cedera, seperti lingkungan yang aman untuk klien,
menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
2. Memasang pengaman tempat tidur
3. Memberikan penerangan yang cukup
4. Menganjurkan keluarga untuk menemani klien
5. Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
6. Bersama tim kesehatan lain, berikan penjelasan pada klien dan keluarga adanya perubahan status
kesehatan
4. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal
yang harus diperhatikan ketika melakukan implementasi adalah implementasi dilaksanakan sesuai
dengan rencana setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan
teknikal. Implementasi dapat dilakukan dengan intervensi independen, dependen atau tidak mandiri
serta inter-dependen atau sering disebut intervensi kolaborasi, (Gaffar, 1999). Implementasi
berdasarkan intervensi yang telah disusun.
5. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah
ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari
proses keperawatan. Evaluasi dilakukan dengan SOAP dan disesuaikan dengan kriteria hasil atau
NOC yang pada intervensi keperawatan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bronkopnemonia adalah infeksi atau peradangan pada jaringan paru terutama alveoli atau parenkim
yang sering menyerang pada anak anak. Penyebab Broncopneumonia adalah bakteri, virus, jamur,
dan protozoa. Adapun manifestasi klinis yang ditimbulkan antara lain cyanosis, nafas cuping
hidung, takikardia, dipsnea, gelisah, stridor, retraksi otot dada dan sesak. Komplikasi dapat muncul
jika terjadi penyebaran infeksi seperti meningitis, otitis media, perikarditis, bronkiektasis, empiema
dan lain-lain.
B. Saran
Penulis mengharapakan makalah ini dapat dijadikan sebagai pedoman dalam memberikan asuhan
keperawatan dan dijadikan sebagai tambahan sumber bahan kuliah pada mata kuliah keperawatan
anak di program S1 Keperawatan.
Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak luput dari salah dan kekhilafan,
untuk itu penulis mengharapakan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun.
INJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran
berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim
sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A. Price & Lorraine M.W,
1995 : 710)
Menurut Whaley & Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus terminal yang tersumbat
oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat
terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-barcak
konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi
saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan
Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan oleh agen
B. ETIOLOGI
penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang normal
dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas :
reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang daya
tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut dan karena adanya
pneumocystis cranii, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 dan Sandra M. Nettina,
2001 : 682)
C. PATHOFISIOLOGI
Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan
oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman.
Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan
bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk
ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut:
1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah alveoli,
2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran pencernaan dan
meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko
(Soeparman, 1991)
D. MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas
selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala
yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah
Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis (meningkatnya jumlah
Pemeriksaan sputum
Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam. Digunakan untuk
pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius.
Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa. (Sandra M. Nettina,
2001 : 684)
Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen mikroba. (Sandra
2. Pemeriksaan Radiologi
Rontgenogram Thoraks
Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi pneumokokal atau klebsiella.
Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi stafilokokus dan haemofilus. (Barbara C, Long,
1996 : 435)
Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh benda padat.
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan
kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman oksigen. (Doenges, 1999 : 166)
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli. (Doenges, 1999 :177)
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih,
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder terhadap
demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum,
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-hari. (Doenges,
1999 : 170)
G. FOKUS INTERVENSI
1. DP : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan
Tujuan :
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan ronki.
Rasional: Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas
adventisius
stres/ adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang
dibanding inspirasi.
c. Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi fowler
Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dipsnea dan menurunkan
jebakan udara
e. Observasi karakteristik batik, bantu tindakan untuk memoerbaiki keefektifan upaya batuk.
Rasional: Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala
2. DP : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan
Tujuan :
- Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tidak ada
distres pernafasan.
Intervensi :
Rasional :Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum
b. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis
Rasional :Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam/ menggigil dan terjadi
hipoksemia.
e. Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam dan menggigil
Rasional :Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu
oksigenasi seluler.
f. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk efektif
Rasional :Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk
memperbaiaki ventilasi.
3. DP: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli
Tujuan:
- Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas/ bersih
Intervensi :
Rasional :Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman bervariasi,
Rasional :Bunyi nafas menurun/ tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi kecil.
Rasional :Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret untuk
memudahkan pembersihan.
bronkus.
4. Dp : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilngan cairan berlebih,
Intervensi :
Rasional :Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian
5. DP : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik
Tujuan :
Intervensi :
b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin, bantu kebersihan mulut.
Rasional :Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual
menelan udara dan menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran gastro intestinal
e. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering atau makanan yang menarik untuk
pasien.
Rasional :Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali
Rasional :Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap infeksi, atau
6. DP : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas hidup sehari-hari.
Intervensi :
b. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
c. Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbamgan aktivitas dan
istirahat.
Rasional :Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk Perencanaan dan
Long, B. C.(1996). Perawatan Madikal Bedah. Jilid 2. Bandung :Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan
Soeparma, Sarwono Waspadji. (1991). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta :Balai Penerbit FKUI
Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta :EGC
Translate
Pilih Bahasa
Arsip Blog
2015 (2)
2014 (8)
2013 (16)
o Desember (4)
o Mei (3)
o April (9)
Lukman Febrianto
Lihat profil lengkapku
Laman
Beranda
1.2 TUJUAN
Tujuan penulisan dari makalah ini untuk memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah
keperawatan anak dan membantu mahasiswa dan pembaca untuk memahami penyakit
bronchopneumonia yang terjadi pada anak dan menambah pengalaman mahasiswa keperawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan bronchopneumonia.
1.3 MANFAAT
1. Bagi Institusi
Menilai/mengevaluasi sejauh mana pemahaman mahasiswa dalam memahami ilmu yang
telah diberikan khususnya dalam melaksanakan proses keperawatan dan sebagai referensi untuk
penelitian selanjutnya terutama yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pada anak dengan
bronchopneumonia.
2. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan bronchopnemonia serta dalam melakukan pendokumentasian dan
penyusunan makalah bronchopneumonia.
1.4 METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini adalah:
a. Memperoleh data dengan menggunakan referensi yang ada kaitannya dengan masalah yang
diangkat penulis.
b. Memperoleh data melalui internet.
BAB II
TINJAUAN MEDIS
A. PENGERTIAN
Bronchopneumonia adalah radang pada paru-paru yang mempunyai penyebaran berbercak, teratur
dalam satu area atau lebih yang berlokasi di dalam bronki dan meluas ke parenkim paru (Brunner
dan Suddarth, 2001).
Bronchopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru
yang ditandai dengan adanya bercak-bercak Infiltrat (Whalley and Wong, 1996).
Bronchopneumina adalah frekwensi komplikasi pulmonary, batuk produktif yang lama, tanda dan
gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat, pernapasan meningkat (Suzanne G. Bare,
1993).
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing (Sylvia Anderson, 1994).
Dari beberapa penngertian tersebut dapat disimpulkan,Bronkopneumonia adalah radang paru-paru
yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak
infiltrat yang disebabkan oleh bakteri,virus dan jamur dan benda asing
C. ETIOLOGI
Pada umumnya tubuh terserang Bronchopneumonia karena disebabkan oleh penurunan mekanisme
pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen.Penyebab Bronchopneumonia yang biasa
ditemukan adalah:
1. Bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus Hemoliticus Aureus, Haemophilus
Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni), Mycobacterium Tuberculosis.
2. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus sitomegalik.
3. Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices Dermatides, Aspergillus
Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma Pneumonia. Aspirasi benda asing.
4. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya Bronchopnemonia adalah
a) Faktor predisposisi
-usia /umur
-genetik
b) Faktor pencetus
-gizi buruk/kurang
-berat badan lahir rendah (BBLR)
-tidak mendapatkan ASI yang memadai
-imunisasi yang tidak lengkap
-polusi udara
-kepadatan tempat tinggal
D. PATOFISIOLOGI
Bronkopneumonia merupakan infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh virus penyebab
Bronchopneumonia yang masuk ke saluran pernafasan sehingga terjadi peradangan broncus dan
alveolus dan jaringan sekitarnya. . Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret,
sehingga terjadi demam, batuk produktif, ronchi positif dan mual. Setelah itu mikroorganisme tiba
di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
A. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah
baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di
tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel
mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan
peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke
dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh
oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering
mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
B. Stadium II/hepatisasi (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin
yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama
48 jam.
C. Stadium III/hepatisasi kelabu (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi
fagositosis sisa-sisa sel.Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
D. Stadium IV/resolusi (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa
sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula. Inflamasi pada bronkus ditandai adanya penumpukan sekret, sehingga terjadi demam, batuk
produktif, ronchi positif dan mual.
Bila penyebaran kuman sudah mencapai alveolus maka komplikasi yang terjadi adalah kolaps
alveoli, fibrosis, emfisema dan atelektasis.Kolaps alveoli akan mengakibatkan penyempitan jalan
napas, sesak napas, dan napas ronchi. Fibrosis bisa menyebabkan penurunan fungsi paru dan
penurunan produksi surfaktan sebagai pelumas yang berfungsi untuk melembabkan rongga fleura.
Emfisema ( tertimbunnya cairan atau pus dalam rongga paru ) adalah tindak lanjut dari
pembedahan. Atelektasis mengakibatkan peningkatan frekuensi napas, hipoksemia, acidosis
respiratori, pada klien terjadi sianosis, dispnea dan kelelahan yang akan mengakibatkan terjadinya
gagal napas.
E. MANIFESTASI KLINIK
Biasanya didahului infeksi traktus respiratoris atas
Demam (390 400C) kadang-kadang disertai kejang karena demam yang tinggi
Anak sangat gelisah,dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang dicetuskan oleh
bernapas dan batuk
Pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan
mulut.
Kadang-kadang disertai muntah dan diare
Adanya bunyi tambahan pernapasan seperti ronchi, whezing.
Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan atelektasis absorbsi.
F. KOMPLIKASI
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan
akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
2. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di
satu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
4. Infeksi sistemik
5. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
6. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan radiologi yaitu pada foto thoraks, konsolidasi satu atau beberapa lobus yang
berbercak-bercak infiltrat
Pemeriksaan laboratorium didapati lekositosit antara 15000 sampai 40000 /mm3.
Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasien mengalami imunodefiensi.
Pemeriksaan AGD (analisa gas darah), untuk mengetahui status kardiopulmoner yang berhubungan
dengan oksigen.
Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, untuk mengetahui
mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok untuk menanganinya.
H. PENATALAKSANAAN
A. Farmakologi
Pemberian antibiotik misalnya penisilin G, streptomisin, ampicillin, gentamisin.
Pemilihan jenis antibiotik didasarkan atas umur, keadaan umum penderita, dan dugaan kuman
penyebab:
1. Umur 3 bulan-5 tahun,bila toksis disebabkan oleh streptokokus pneumonia, Hemofilus influenza
atau stafilokokus.Pada umumnya tidak diketahui penyebabnya, maka secara praktis dipakai :
Kombinasi : penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24 jam IM, 1-2 kali sehari dan Kloramfenikol
50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali sehari. Atau kombinasi Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV,
4 kali sehari dan Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari atau kombinasi Eritromisin 50
mg/kg/24 jam, oral 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis sama dengan diatas).
2. Anak anak < 5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia: o
Penisilin prokain IM atau o Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/24 jam oral, 4 kali sehari o
Eritromisin atau o Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 IVFD dekstrose 5 % NaCljam, oral 2 kali
sehari. o Oksigen 1-2 L/menit. ASI/PASI 8 x 20cc per sonde B. Non farmakologi 1.0,225%
350cc / 24 jam Istirahat, umumnya penderita tidak perlu dirawat, cukup istirahat dirumah. 2.
Simptomatik terhadap batuk. 3. Batuk yang produktif jangan ditekan dengan antitusif 4. Bila
terdapat obstruksi jalan napas, dan lendir serta ada febris, diberikan broncodilator. 5. Pemberian
oksigen umumnya tidak diperlukan, kecuali untuk kasus berat. Antibiotik yang paling baik adalah
antibiotik yang sesuai dengan penyebabnya.
I. PENCEGAHAN
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita atau
mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap
berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur
,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga
diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: 1. Vaksinasi Pneumokokus 2.
Vaksinasi H. Influenza 3. Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh
rendah 4. Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
BAB III
TINJAUAN KEPERAWATAN/ASKEP
1.1 PENGKAJIAN
a) Identitas.
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak dapat
mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya tahan tubuh yang menurun akibat KEP,
penyakit menahun, trauma pada paru, anesthesia, aspirasi dan pengobatan antibiotik yang tidak
sempurna.
b) Riwayat Keperawatan.
i. Keluhan utama.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan cuping hidupng,
serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare.atau diare, tinja berdarah
dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
ii. Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas selama beberapa
hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC dan kadang disertai kejang karena
demam yang tinggi.
iii. Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
iv. Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menularkan
kepada anggota keluarga yang lainnya.
c) Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal musim
semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa
menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun
lingkungan dengan anggota keluarga perokok.
d) Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit infeksi saluran
pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan
infeksi sekunder.
e) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
f) Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
6. Pemeriksaan persistem.
a.Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
b.Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping hdidung, ronki,
wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada asimetris, pernapasan
tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi,
ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
c.Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang tua yang dengan
tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan dan cara pemberian
makanan/cairan personde.
d.Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum memahami alasan anak
menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai berat).
e.Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-anak atau malas
minum, ubun-ubun cekung.
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
g. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral hangat, kulit kering, .
i. Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, perubahan pola nafas, kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan produksi mukus pada paru dn ketidak efektifan batuk.
Tujuan : Bersihkan jalan nafas, pola nafas, perubahan pola nafas, kerusakan pertukaran gas efektif
dengan kriteria pernafsan spontan suara nafas Vesikuler, frekuensi pernafasan normal (30-
60X/menit pada bayi dan 15-30 X/menit pada anak). Tidak sesak dan tidak sianosis, batuk spontan,
AGD normal (Pa O2 80 100 dan CO2 35 45).
Intervensi
- Lakukan Auskultasi Suara 2 4 Jam
R/ mengetahui obstruksi pada saluran nafas dan manifestainya pada suara nafas.
- Berikan posisi kepala lebih tinggi dari posisi badan dan kaki.
R/ penurunan diafragma dapat membantu ekspansi paru lebih maximal.
- Latih dan anjurkan klien untuk lebih efektif
R/ batuk merupakan mekanisme alamiah untuk mengeluarkan benda asing dari saluran nafas
dengan baik dan benar.
- Ubah posisi klien sesering mungkin tiap 2 jam
R/ Posisi klien yang tetap secara terus menerus dapat mengakibatkan akumulasi sekret dan cairan
pada lobus yang berada di bagian bawah.
- Lakukan suction bila perlu
R/ peningkatan mucus/lendir di saluran nafas dapat menyumbat jalan nafas.
- Monitor tanda vital tiap 4 jam
R/ peningkatan frekwensi nafas mengindikasikan tingkat keparahan.
- Lakukan kolaborasi pemberian O2
R/ kebutuhan oksigen yang masuk ke tubuh dapat dibantu dengan tambahan oksigen yang
diberikan.
- Lakukan pemijatan dinding dada dan perut serta pemberian nebulizer hati. Hati pada anak
yang sesak dan suhu tubuh yang tinggi.
R/ getaran dan pemijatan membantu melepaskan sekret yang menempel pada dinding saluran nafas,
nebulizer merangkang batuk efektif klien.
- Berikan obat ekspektoran, broncodilator, mukolitik dan pemeriksaan penunjang.
R/ pelebaran saluran nafas, sekret yang mudah keluar akan mempermudah klien bernafas, deteksi
sejauh mana kebutuhan O2 dapat diberikan dengan pemeriksaan penunjang.
Intervensi :
- Monitor suhu tubuh tiap 2-4 Jam
R/ perubahan suhu tubuh dapat mengetahui adanya infeksi.
- Berikan kompres hangat
R/ kompres hangat menurunkan panas dengan cara konduksi yaitu kontak langsung dengan obyek.
- Berikan antipiretik, analgetik sesuai program dokter
R/ menurunkan panas di pusat hepotalamus.
Tujuan : klien mampu meningkatkan aktivitas fisiknya dengan kriteria mampu melaksanakan
aktifitas ringan dan mampu mempertahankan gerak.
Intervensi
- Rencanakan periode istirahat sering pada klien untuk penghematan energi.
R/ istirahat yang cukup dapat mengembalikan tenaga klien secara bertahap dan mencegah
pengeluaran yang berlebihan.
- Ciptakan lingkungan yang tenang tanpa stress
R/ Lingkungan yang tenang dapat memberikan rasa nyaman pada klien
- Ubah posisi secara bertahap dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
R/ membantu mobilisasi secara bertahap
- Sertakan orang tua dalam meningkatkan kebutuhan istirahat
R/ istirahat tidur lebih efektif dengan peran serta orang tua.
(4) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan
dampak dari usaha peningkatan proses bernafas.
Tujuan : volume cairan tubuh sumbang antara intake dan output dengan kriteria kebutuhan cairan
terpenuhi, urine normal, turgor kulit baik dan membran mukosa lembab, tidak demam.
Intervensi :
- Tingkatkan frekwensi pemasukan cairan melalui oral
R/ Membantu mengencerkan sekresi pernafasan dan mencegah status cairan tubuh.
- Libatkan orang tua dalam menemukan cara untuk memenuhi kebutuhan cairan.
- Monitor pengeluaran urine tiap 8 jam
R/ mengetahui perbandingan antara pemasukan dan pengeluaran cairan.
- Berikan cairan infus sesuai program dokter
R/ memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit
- Kolaborasi tentang pemberian antipiretik
R/ mencegah timbulnya demam
(5) Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai proses
penyakit dan perawatan di rumah.
Tujuan : Secara verbal keluarga dapat menjelaskan proses penyakit, penyebab dan penyegahan
penyakit dengan kriteria keluarga menunjukkan pemahaman menganai instruksi evaluasi dan
mengatakan rencana keperawatan untuk istirahat cairan diet dan perawatan evaluasi.
Intervensi :
- Berikan penjelasan pada keluarga tentang perlunya istirahat
R/ Meminimalkan gerak sehingga klien tidak kelelahan
- Jelaskan perlunya diet bergizi sesuai dengan usia dan cairan tambahan
R/ Diet bergizi dapat menimbilkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
-Diskusikan tanda dan gejala distres pernafasan
R/ keluarga mengetahui lebih dini gejala distres pernafasan
- Libatkan keluarga dalam setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan
R/ Keluarga dapat melakukannya.
-Libatkan keluarga dalam setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
R/ menghindari kesalah pahaman dalam tindakan dan membantu peran aktif keluarga.
- Ajarkan nama antibiotik dan antibiotik, dosis waktu pemberian dan tujuan serta efek sampingnya
pada keluarga.
R/ Keluarga dapat memberikan obat yang tepat sesuai kondisi klien