Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
O
L
E
H
DOSEN
PPN XVI
SEKOLAH TINGGI KESEHATAN IMMANUEL
2016
1
A. KONSEP DASAR DIABETES MELITUS
1. Pengertian
Diabetes Melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik
absolute maupun relative (Waspadji dan sukardji, 2004, Pedoman Diet Diabetes
Melitus, Hal: 2).
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer dan Bare, 2002, Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2, Hal: 1220).
American Diabetes Association (ADA) 2010, mendefinisikan Diabetes Melitus
sebagai suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Ernawati, 2013,
Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu, Hal :10)
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana)
didalam darah cukup tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan
insulin secara cukup (Fauzi, 2014, Buku Pintar Deteksi Dini Gejala, dan Pengobatan
Asam Urat, Diabetes Melitus dan Hipertensi, Hal: 70).
Berdasarkan keempat definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Diabetes mellitus
adalah suatu penyakit yang timbul pada seseorang yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya.
b. Diabetes Tipe 2
2
Penyakit diabetes tipe 2 sering juga disebut Non Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (NIDDM) atau diabetes mellitus tanpa bergantung pada insulin. Penyakit
diabetes tipe 2 ini sering disebut sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula.
Diabetes tipe 2 merupakan jenis diabetes yang sebagian besaar diderita. Sekitar 90
% hingga 95 % penderita diabetes menderita diabetes tipe 2. Jenis diabetes ini paling
sering diderita oleh orang dewasa berusia lebih dari 30 tahun dan cenderung semakin
parah secara bertahap ((Fauzi, 2014, Buku Pintar Deteksi Dini Gejala, dan
Pengobatan Asam Urat, Diabetes Melitus dan Hipertensi, Hal: 75).
c. Diabetes jenis lain
Diabetes terkait Malnutrisi (DMTM) dan diabetes pada kehamilan
(gestasional diabetes), yang timbul hanya pada saat hamil (Waspadji dan sukardji,
2004, Pedoman Diet Diabetes Melitus, Hal: 4)
3. Anatomi Fisiologi
- Anatomi Kelenjar Pankreas
Pankreas adalah suatu alat tubuh yang berbentuk agak panjang terletak
retroperitoneal dalam abdomen bagian atas, didepan vertebral lumbalis I dan II.
Kepala pancreas terletak dekat dengan kepala duodenum, sedangkan ekornya sampai
ke limpa. Pancreas mendapat darah dari arteri lienalis dan arteri mesenterika
superior. Duktus pankreatikus bersatu dengan duktus koledukus dan masuk ke
duodenum. Pankreas menghasilkan dua kelenjar yaitu kelenjar endokrin dan kelenjar
eksokrin.
Pankreas menghasilkan kelenjar endokrin yang terdiri atas kelompok sel
yang membentuk pulau-pulau langerhans . pulau-pulau langerhans berbentuk oval
dan tersebar diseluruh pankreas. Dalam tubuh manusia terdapat 1-2 juta pulau-pulau
langerhans yang dibedakan atas granulasi dan pewarnaan, setengah dari sel ini
menyekresi hormon insulin.
Pulau-pulau langerhans menghasilkan 4 jenis sel.
a. Sel-sel A (alfa). Sekitar 20-40 % memproduksi glucagon menjadi factor
hiperglikemik yang dirangsang oleh kadar gula yang rendah, mempunyai anti
insulin like aktif, dan mengandung gelembung sekretorik dengan granula
homogen kepadatan rendah. Glucagon melepaskan glukosa dengan
glikogenolisis sehingga dapat menaikan gula darah dan melepaskan peptide aktif
termasuk hormon ACTH.
b. Sel-sel B (beta). Sekitar 60-80 % fungsinya membuat insulin. Sel ini lebih
banyak mengandung granula. Ciri khasnya dari sel ini adalah terdapat kristaloid
rhomboid yang merupakan peghasil insulin. Selain itu, sel ini bekerja terhadap
3
membran sel untuk memudahkan transpor glukosa kedalam sel sehingga kadar
gula menurun.
c. Sel-sel C. sekitar 5-15% membuat somatostatin, tidak bergranula, dan berbentuk
polygonal tak teratur. Inti sel ini berbentuk bundar dan terletak di tengah
mitokondria, sedangkan yang berbentuk batang terletak dalam granula.
d. Sel-sel D. sekitar 1% mengandung dan menyekresi pankreatik polipeptida. Selini
berjumlah lebih sedikit dan terletak berdekatan dengan sel A. selain itu, selini
tersebut berisi gelembung kecil dalam pulau langerhans di daerah kepala
pankreas dan melepaskan somatostatin yang dapat menghambat sekresi insulin
dan glukosa.
(Syaifuddin, 2009, Anatomi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan, Hal
271-272).
- Fisiologi Kelenjar Pankreas
Organ ini memiliki dua fungsi yaitu fungsi endokrin dan fungsi eksokrin.
1. Bagian eksokrin dari pankreas berfungsi sebagai sel asinar pankreas,
memproduksi cairan pankreas yang disekresi melalui duktus pankreatikus
kedalam usus halus.
2. Sel endokrin : ditemukan dalam pulau-pulau langerhans yaitu kumpulan kecil sel
yang tersebar diseluruh organ. Ada empat jenis sel penghasil hormon yang
teridentifikasi.
(Syaifuddin, 2009, Anatomi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan, Hal
272).
4. Etiologi
a. Pada Diabetes Tipe 1 (IDDM)
Berkaitan dengan ketidaksanggupan, kerusakan, atau gangguan fungsi
pankreas untuk memproduksi insulin sehingga tidak dapat menghasilkan cukup
insulin. Beberapa penyebab pankreas tidak dapat menghasilkan cukup insulin pada
penderita diabetes tipe 1 ini adalah sebagai berikut (Fauzi, 2014, Buku Pintar
Deteksi Dini Gejala, dan Pengobatan Asam Urat, Diabetes Melitus dan Hipertensi,
Hal : 73-74) :
1) Keturunan atau genetik
Jika salah satu atau kedua orangtua dari seorang anak menderita diabetes, maka
anak tersebut akan beresiko terkena diabetes.
2) Autoimunitas
Autoimunitas adalah tubuh mengalami alergi terhadap salah satu jaringan atau
jenis selnya sendiri. Dalam kasus ini alergi yang ada dalam pankreas. Oleh
sebab itu, tubuh kehilangan kemampuan untuk membentuk insulin karena
sistem kekebalan tubuh menghancurkan sel-sel yang memproduksi insulin.
3) Virus atau zat kimia
4
Virus atau zat kimia yang menyebabkan kerusakan pada pulau sel atau
kelompok sel dalam pankreas tempat insulin dibuat. Semakin banyak peulau sel
yang rusak, semakin besar kemungkinan seseorang menderita diabetes.
1) Faktor keturunan
Apabila orangtua atau saudara sekandung yang mengalami penyakit ini, maka
resiko diabetes tipe 2 lebih tinggi.
2) Pola makan dan gaya hidup
Pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat menjadi pemicu utama pankreas
tidak dapat memproduksi insulinsecara maksimal. Mengkonsumsi makanan
cepat saji atau fast food yang menyajikan makanan berlemak dan tidak sehat
merupkan penyebab utama. Kurang olahraga dan istirahat yang tidak
mencukupi juga berpengaruh terhadap munculnya penyakit ini.
3) Kadar kolesterol tinggi
Kadar kolesterol dalam darah yang tinggi akan menyerap insulin yang
diproduksi oleh pankreas. Pada akhirnya, tubuh tidak dapat menyerap insulin ini
untuk merubahnya menjadi energi.
4) Obesitas
Obesitas atau kelebihan berat badan disebabkan oleh timbunan lemak yang
tidak positif bagi tubuh. Seperti kolesterol, lemakjuga akan menyerap produksi
insulin pankreas secara habis-habisan sehingga tubuh tidak kebagian insulin
untuk diproduksi sebagai energi.
5. Patofisiologi
5
Pada diabetes tipe 1 terdapat kemampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-
sel beta pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia-puasa terjadi
akibat produksi glukosa ysng tidak terukur oleh hati. Disamping itu glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia prospandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring. Akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urine
(glukosauria). Ketika glukosa yang berlebihan dieskresikan kedalam urine, ekskresi ini
akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
dieresis osmotic. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia), keadaan
itu menyebabkan kehilangan elektrolit dalam sel dan pasien mengalami dehidrasi
sehingga dapat menyebabkan syok.
Defisiensi insulin juga dapat menyebabkan kehilangan kalori, menganggu
metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (poifagia) akibatnya terjadi ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Selain itu dengan kurangnya sel untuk metabolisme dapat menyebabkan katabolisme
lemak yang membuat meningkatnya asam lemak, serta pemecahan protein yang
membuat keton dan ureum meningkat. Keadaan dimana asam lemak dan keton
meningkat dapat mengakibatkan ketoasidosis. (Nurarif, 2013, Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC, Hal: 193).
Pathway
Ketidakefek
tifan perfusi
jaringan
perifer
Ketidakseimbangan keteasidosis
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes kadar gula darah
Ukuran kadar gula didalam darah harus disesuaikan. Berikut ini kadar gula
dalam darah setelah puasa.
1) Kadar gula darah normal adalah kurang dari 100 mg/dl.
2) Kadar gula darah pradiabetes adalah antara 100 sampai 126 mg/dl.
3) Kadar gula darah orang yang menderita diabetes adalah lebih dari 126 mg/dl.
8
(Fauzi, 2014, Buku Pintar Deteksi Dini Gejala, dan Pengobatan Asam Urat,
Diabetes Melitus dan Hipertensi, Hal: 77-78).
b. Tes toleransi glukosa (TTG)
Menunjang (lebih besar dari 200mg/21), biasanya tes ini dianjurkan utuk
pasien yang menunjang kadar glukosa darah meningkat dibawah kondisi stress.
c. Tes Glukosa Urine
Adanya glukosa dalam urine dapat diperiksa dengan cara benedict (reduksi),
yang tidak khas untuk glukosa, karena dapat positif pada diabetes,
Persiapan Pasien: Sama dengan persiapan pasien pada tes glukosa darah puasa.
Glukosa Negatif: bukan DM bila hasil tes urin berwarna biru.
Tabel 2.1
Hasil pemeriksaan Warna Tes Glukosa Urin
Warna Interpretasi: (1+) s/d ( 4+)
mungkin/diduga DM
Hijau kekuningan dan keruh Positif + (1+): sesuai dengan
0,51% glukosa
Kuning keruh Positif ++ (2+): sesuai dengan
11,5 % glukosa
Jingga / warna lumpur keruh Positif +++ (3+): sesuai dengan
23,5 % glukosa
Merah keruh Positif ++++(4+): sesuai dengan
> 3,5 % glukosa
8. Komplikasi
a. Komplikasi Akut
Gangguan keseimbangan kadar gula darah dalam jangka waktu pendek
meliputi hipoglikemia, ketoasidosis diabetic dan syndrome HHNK (Koma
Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketokik) atau Hiperosmolar Nonketokik (HONK).
(Ernawati, 2013, Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu, Hal : 87-
106).
1) Hipoglikemia
Komplikasi hipoglikemia merupakan keadaan gawat darurat yang dapat terjadi
pada perjalanan penyakit DM. Hipoglikemia merupakan keadaan dimana kadar
gula darah abnormal yang rendah yaitu dibawah 50 hingga 60 mg/d. lGlukosa
merupakan bahan bakar utama untuk melakukan metabolisme di otak. Sehingga
kadar glukosa darah harus selalu dipertahankan diatas kadar kritis, yang
merpakan salah satu fungsi penting system pengatur glukosa darah. Bila glukosa
darah turun terlalu rendah dalam batas 20-50 mg/100ml lebih dari beberapa
menit, timbul gejala syok hipopolemik, ditandai oleh iritabilitas progresif yang
menyebabkan pingsan, kejang dan koma.
2) Ketoasidosis Diabetik
10
Ketoasidosi Diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolic
yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan
oleh defisensi insulin absolute atau relative. Keadaan komplikasi akut ini
memerlukan penanganan yang tepat karena merupakan ancaman kematian bagi
diabetes.
3) Syndrome Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketokik (HHNK)
Perjalanan keadaan HHNK berlangsung dalam waktu beberapa hari hingga
beberapa minggu pada pasien DM tipe 2 yang tidak mengalami absolute
defisiensi insulin namun relative defisiensi insulin. HHNK sering terjadi pada
pasien lansia yang tidak menyadari mengalami DM atau mengalami DM dan
disertai dengan penyakit penyerta yang mengakibatkan menurunnya intake
makanan salah satunya seperti infeksi (pneumonia, sepsis, infeksi gigi).
b. Komplikasi Kronis
1) Komplikasi makrovaskuler
a) Penyakit Arteri Koroner
Penyakit arteri koroner yang menyebabkan penyakit jantung koroner
merupakan salah satu komplikas makrovaskuler yang sering terjadi pada
penderita DM tipe 1 maupun DM tipe 2. Proses terjadinya penyakit jantung
koroner pada penderita DM disebabkan oleh control glukosa darah yang
buruk dalam waktu yang lama yang disertai dengan hipertensi, resistensi
insulin, hiperinsulinemia, hiperamilinemia, disliedemia, gangguan system
koagulasi dan hiperhomosisteinimia.
b) Penyakit serebrovaskuler
Penyakit serebrovaskuler pasin DM memiliki kesamaan dengan pasien non
DM, namun pasien DM memilki kemungkinan dua kali lipat mengalami
penyakit kardiovaskuler. Pasien yang mengalami perubahan aterosklerotik
dalam pembuluh serebral atau pembentukan emboli ditempat lain dalam
system pembuluh darah sering terbawa aliran darah dan terkadang terjepit
dalam pembuluh darah serebral. Keadaan diatas dapat mengakibatkaan
iskemi sesaat. Gejalanya pusing, vertigo, gangguan penglihatan, bicara pelo
dan kelemahan.
c) Penyakit vaskuler perifer
Pasien DM beresiko mengalami penyakit oklusif arteri perifer dua hingga
tiga kali lipat dibandingkan pasien non-DM. Hal ini disebabkan pasien DM
cenderung mengalami perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah
besar pada ekstermitas bawah. Pasien dengan gangguan pada vaskuler
11
perifer akan mengalami berkurangnya denyut nadi perifer dan kaludikasio
intermiten (nyeri pada pantat atau betis ketika berjalan). Penyakit oklusif
arteri yang parah pada ekstermitas bawah merupakan penyebab utama
terjadinya ganggren yang berakibat amputasi pada pasien DM.
2) Komplikasi mikrovaskuler
a) Retinopati diabetik
Hiperglikemia yang berlangsung lama merupakan factor resiko utama
terjadinya retinopati diabetik.
b) Nefropati diabetik
Nefropati diabetik merupakan sindrom klinis pada pasien DM yang ditandai
dengan albuminuria menetap (<33 mg/24 jam) pada minimal 2 kali
pemeriksaan dalam waktu tiga hingga enam bulan. Penyandang DM tipe 1
sering memperlihatkan tanda-tanda penyakit renal setelah 15 hingga 20
tahun kemudian, sedangkan penderita DM tipe 2 dapat menderita penyakit
renal setelah menderita 10 tahun kemudian.
c) Neuropati Diabetik
Menunjukan adanya gangguan klinis maupun subklinis yang terjadi pada
penderita DM tanpa penyebab neuropati perifer yang lain.
(Ernawati, 2013, Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu,
Hal :106-120)
9. Penatalaksanaan
a) Strategi Penanganan Keperawatan
Pengobatan bertujuan untuk mengurangi gejala-gejala, mengusahakan keadaan
gizi dimana berat badan ideal dan mencegah terjadinya komplikasi. Dalam pengelolaan
diabetes dikenal 4 pilar utama, yaitu : Penyuluhan (edukasi), perencanaan makanan,
latihan jasmani dan obat hipoglikemik. Tujuan pengelolaan diabetes dapat dibagi atas
tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. (Waspadji dan sukardji, 2004,
Pedoman Diet Diabetes Melitus, Hal : 5)
a. Tujuan jangka pendek adalah hilangnya berbaga keluhan/ gejala diabetes
sehingga pasien dapat menikmati kehidupan yang sehat dan nyaman.
12
b. Tujuan jangka panjang adalah tercegahnya berbagai komplikasi baik pada
pembuluh darah (mikroangiopatidan makroangiopati) maupun pada susunan saraf
(neurofati) sehingga dapat menekan angka morbiditas dan mortilitas.
a. Penyuluhan (edukasi)
Edukasi merupakan bagian integral asuhan keperawatan diabetes. Edukasi
diabetes adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan dan keterampilan
dalam pengelolaan diabetes yang diberikan pada setiap pasien diabetes. Diasamping
kepada pasien diabetes, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya,
kelompok masyrakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan
kesehatan.
Diantara materi edukasi, yang perludiberikan pada pasien diabetes paling
tidak adalah sebagai berikut :
1) Apakah diabetes itu?
2) Factor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya diabetes dan upaya-upaya
menekannya.
3) Pengelolaan diabetes secara umum.
4) Perencanaan makan dan latihan jasmani
5) Obat-obat hipoglikemik
6) Komplikasi diabetes
7) Pencegahan dan pengenalan komplikasi akut/kronik
8) Pemeliharaan kaki.
b. Perencanaan makan DM
Tujuan perencanaan makan dalam pengelolaan diabetes adalah sebagai
berikut (Waspadji dan sukardji, 2004, Pedoman Diet Diabetes Melitus, Hal : 6) :
1) Mempertahankan kadar glukosa darah dan lipid dalam batas-batas normal.
2) Menjamin nutrisi yang optimal untuk pertumbuhan anak dan remaja, ibu hamil
dan janinnya.
3) Mencapai dan mempertahankan berat badan idaman.
13
Untuk penentuan status gizi, secara praktis dipakai rumus Brocca yaitu :
1) Berat badan idaman : (tinggi badan - 100) - 10%
2) Berat badan kurang : < 90 %BB idaman
3) Berat badan normal : 90 110 % BB idaman
4) Berat badan lebih : 110- 120 % BB idaman
5) Gemuk : >120 %
Cara menghitung pengukuran keseimbangan energi dengan cara mengukur
IMT (Indeks Masa Tubuh)
IMT = Berat Badan (kg)
Tinggi Badan (m)
a) IMT yang dihubungkan dengan resiko paling rendah terhadap kesehatan adalah
22-25
b) Berat badan lebih bila IMT antara 25-30
c) Obesitas bila IMT lebih dari 30
Tabel 2.3
Tingkat Kegiatan Sehari-hari untuk Perhitungan Kalori
Ringan Sedang Berat
Mengendarai mobil Kerja rumah tangga Aerobik
Memancing Bersepeda Bersepeda
Kerja Lab Bowling Memanjat
Kerja sekertaris Jalan cepat Menari
Mengajar Berkebun Lari
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan seorang
pasien diabetes :
14
1. Menghitung kebutuhan basal dahulu dengan cara mengalikan berat badan
idaman dengan sejumlah kalori :
a. Berat badan idaman dalam kg X 30 KKal untuk laki-laki
b. Berat badan idaman dalam kg X 25 KKal untuk perempuan
Kemudian ditambah dengan jumlah kalori yang diperlukan untuk kegiatan
sehari-hari (lihat table 2.3). tampak pada table itu ada tiga jenis kegiatan,
dari yang ringan sampai yang berat.
1) Kerja ringan : tambah 10% dari kalori basal
2) Kerja sedang : tambah 20 % dari kalori basal
3) Kerja berat : tambah 40-100 dari kalori basal
2. Tambahkan kalori sekitar 20-30 % pada keadaan sebagai berikut:
1) Pasien kurus
2) Pasien masih tumbuh kembang
3) Ada stress misalnya infeksi, hamil atau menyusui
Kurangi kalori bila gemuk sekitar 20-30% tergantung pada tingkat
kegemukannya.
3. Cara lain seperti tertera pada table 2.3 yang tampaknya lebih mudah.
Tampak pada table itu bahwa seseorang dengan beerat badan normal yang
bekerja santai memerlukan 30 KKal/kg BB idaman. Yang kurus dan bekerja
berat memerlukan 40-50 KKal/kg BB idaman. Dengan cara ini perlu
ditambah-tambahkan lagi.
Untuk gampangnya, secara kasar dapat dibuat suatu pegangan sbb:
Pasien kurus : 2300-2500 Kkal
Pasien berat normal : 1700-2100 Kkal
Pasien gemuk : 1300-1500 Kkal
Tabel 2.4
Kebutuhan Kalori pada Pasien Diabetes
Dewasa kerja santai Kerja sedang Kerja berat
Gemuk 20-25 30 35
Normal 30 35 40
Kurus 35 40 40-50
(Waspadji dan sukardji, 2004, Pedoman Diet
Diabetes Melitus, Hal: 5-12)
Tabel 2.5
Cara Menentukan Kebutuhan Kalori
Nama :..
DATA
TB :..cm BB ideal = 90% (TB 100) kg =..kg ..
(a)
15
(Wanita <150 cm, Pria <160 cm, BB ideal = TB 100 kg)
BB aktual = ..kg Gemuk/Kurus
Jenis kelamin = laki-laki/wanita
Kalori basal = .kalori (laki-laki : 30 kal/kg, wanita : 25 kal/kg
(b)
Aktivitas : ringan/ sedang
Umur : ..Thn
PERHITUNGAN KALORI
Kalori basal :a x b =x =..kalori
(c)
Koreksi :
Umur . 40 thn -5% x c = -5% x = -...kalori
Protein
16
Makanan sumber protein nabati (misal : kacang-kacangan dan biji-bijian
yang utuh) dapat membantu mengurangi asupan kolesterol serta lemak jenuh.
Serat
Terdapat pda tumbuh-tumbuhan, biji-bijian dan buah-buahan dan secara
fisis dapat dijumpai dalam dua bentuk yaitu yang larut dan ada yang tidak
larut.
3) Pemanis pada diabetes
Selama ini zat yang ada dipasaran adalh sukrosa, fruktosa, sorbitol,
manitol, xylitol,s akarin, siklamat dan aspartam. Yang mengandung kalori
hanyalah sukrosa dan fruktosa. Oleh karena itu penggunaannya harus
dibatasi atau malah dihindari. Yang lain tidak ada atau sangat sedikit
kalorinya. Karena ada petunjuk karsinogenik pada binatang, penggunaan
sakarin dan siklamat sekarang sangat terbatas. Sebenarnya gula masih dapat
digunakan dalam jumlah terbatas, tidak melebihi 5% dari kalori, misalnya
gula dapat digunakan dalam bumbu masakan (Waspadji dan sukardji, 2004,
Pedoman Diet Diabetes Melitus, Hal : 13-14).
c. Latihan jasmani
Menurut Waspadji dan sukardji (2004), dalam pengelolaan diabetes, latihan
jasmani yang teratur memegang peran penting terutama pada DM tipe 2. Manfaat
latihan jasmani yang teratur pada diabetes antara lain adalah
1) Memperbaiki metabolisme
2) Meningkatkan kerja insulin
3) Membantu menurunkan BB
4) Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri
5) Mengurangi penyakit kardioaskule.
Prinsip latihan jasmani bagi penderita diabetes meliputi :
1) Continuous
Misalnya jogging selama 30 menit, maka penderita DM melakukan jogging
tanpa istirahat selama 30 menit.
2) Rytmical
Misalnya jalan kaki, jogging, berlari, berenang, bersepeda, mendayung, main
golf, tenis atau badminton tidak memenuhi syarat karena boleh berhenti.
3) Interval
Misalnya jalan cepat diselingi jalan lambat, jogging diselingi jalan.
4) Progressive
17
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan
hingga sedang.
5) Endurence
Seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda
(Ernawati, 2013, Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu,
Hal :52)
18
darah (Waspadji dan sukardji, Jakarta 2004, Pedoman Diet Diabetes Melitus, Hal
: 7-8)
2. Terapi Reiki
Relaksasi dan meditasi dalam terapi Reiki juga menyebabkan sistem saraf
simpatis diinhibisi sehingga menghambat sekresi norepineprin (Benson &
Proctor, 2000 dalam Sylvia, dkk. Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume
14, No. 2, Juli 2011; hal 113-120). Terapi Reiki terbukti dapat menurunkan
kadar glukosa darah pasien Diabetes Melitus tipe 2. Terapi ini merupakan
terapi pelengkap yang dapat digunakan di tatanan pelayanan kesehatan
terutama di bagian keperawatan medikal bedah sebagai salah satu standar
operasional prosedur pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 (Sylvia, dkk.
Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 14, No. 2, Juli 2011; hal 113-120).
19
Charantica
Eroupean Solidago Bunga atas Triterpen Kaponin,
goldenrote Virgauera flavonoid, Minyak atsiri
Fenugreek Trigonela Biji Steroid Saponin,
Foenumgraecum flavonoid, serat
Garlic Allium Sativum Umbi Allins
Ginseng Panax Ginseng Akar Triterpen Saponin
Gymnema Gymnema Daun Resin, Asam Gimnemat,
sylvestre Saponin, flavonoid
GoatRue Galega Officinalis Daun Turunan guanidine,
alkanoid, quinazolin
Guar gum Cyamopsis Biji Galaktomanan, Proteins
tetragonalobus endosperm
a
Jambolan Syzigium Cumini Biji Tanin, asam lemak,
Onion Allium Cepa Umbi Allins
Opuntia Opuntia Cladodes Polisakarida
Strepsacantha
20
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya
serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap
dirinya. Menurut Nugroho (2000) dalam Effendi (2009) Perubahan psikososial
pada lansia terjadi terutama setelah seseorang mengalami pension, meliputi ;
kehilangan sumber financial atau pemasukan (income) berkurang, kehilangan
status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi lengkap
dengan segala fasilitasnya, kehilangan teman atau relasi, kehilangan pekerjaan
atau kegiatan, merasa atau kesadaran akan kematian (sense of awareness of
mortality) (Hal. 246).
g. Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan
persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan
adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-
obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan
pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi
pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum
dan selama MRS pasien dengan Diabetes Melitus akan mengalami
peningkatan nafsu makan akibat kadar gula yang tinggi namun tidak dapat
masuk kedalam sel untuk digunakan dalam proses metabolisme.
Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. Pasien
dengan Diabetes Melitus keadaan umumnya lemah.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
miksi dan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum
pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan
menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen
menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan
Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping
21
itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada.
Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien
dibantu oleh perawat dan keluarganya.
5) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat, selain itu
akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang
ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir,
berisik dan lain sebagainya.
6) Pola hubungan dan peran
Makin menurunnya kualitas organ indera yang mengakibatkan ketulian,
penglihatan yang semakin kabur, dan sebagainya membuat lansia merasa
terputus dari hubungan dengan orang lain (Mubarak, 2009, Ilmu
Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi. Hal.154).
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam,
pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit
berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan
gambaran positif terhadap dirinya. Dari segi mental dan emosional sering
muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidan aman dan cemas.
Adanya kekacauan mental akut merasa terancam akan timbulnya suatu
penyakit atau takut diterlantarkan karena tidak berguna lagi. (Mubarak,
2009, Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi. Hal.153).
h. Pemeriksaan Fisik
(Mubarak, 2009, Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep dan Aplikasi.
Hal.154).
a. Keseluruhan
Berkurangnya tinggi dan berat badan, bertambahnya fat to lean body, mass
ratio, dan berkurangnya cairan tubuh.
b. Temperature Tubuh
Temperature tubuh menurun akibat kecapatan metabolism yang menurun,
keterbatasan reflex menggigil,dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyak diakibatkan oleh rendahnya aktifitas otot.
c. Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan lemak, kulit kering dan pucat dan terdapat
bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah kekulit dan
menurunnya sel-sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tengah dan
kaki menjadi tebal dan rapuh. Pada orang berusia 60 tahun rambut wajah
meningkat, rambut menipis/botak dan warna rambut kelabu, kelenjar
keringat berkurang jumlah dan fungsinya. Pada penderita DM kulit terasa
panas seperti tertusuk jarum, gatal dan kering, dan biasanya luka yang lama
sembuh.
d. Sistem muskuler
23
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang pengecilan otot
karena menurunnya serabut otot. Pada otot polos tidak begitu berpengaruh.
e. Sistem pendengaran
Presbiakusis (menurunnya pendengaran pada lansia) membran timpani
menjadi altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukkan serumen
sehingga mengeras karena meningkatnya keratin
f. Sistem penglihatan
1) Karena berbentuk speris, sfingther pupil timbul sklerosis dan hilangnya
respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang
penglihatan (daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah
melihat gelap).
2) Hilangnya akomodasi menurunnya lapang pandang karena
berkurangnya luas pandangan.
3) Menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru pada skala.
g. Sistem pernafasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,menurunnya
aktivitas silia, paru kurang elastis, alveoli kurang melebar biasanya dan
jumlah berkurang. Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
Karbon oksida pada arteri tidak berganti kemampuan batuk berkurang.
h. Sistem Gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar
menurun, asam lambung menurun waktu pengosongan lambung, peristaltik
lemah sehingga sering terjadi konstipasi, hati makin mengecil. Pada
penderita DM akan polifagia dan polidipsia.
i. Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50%, laju filtrasi glumerulus menurun sampai 50%, fungsi tubulus
berkurang sehingga kurang mampu memekatkan urine, proteinuria
bertambah, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung
kemih menurun karena otot yang lemah, frekuensi berkemih meningkat,
kandung kemih sulit dikosongkan, pada orang terjadi peningkatan retensi
urin dan pembesaran prostat (75% usia diatas 60 tahun). Pada penderita
DM biasanya ada poliuria.
j. Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun/kering, menciutnya ovarium dan uterus,
atrofi payudara testis masih dapat memproduksi meskipun adanya
penurunan secara berangsur-angsur, dorongan seks menetap sampai usia 70
tahun asal kondisi kesehatan baik.
k. Sistem Endokrin
24
Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya tidak
berubah, berkurangnya ACTH, TSH, FSH dan LH. Menurunnya aktivitas
tiroid sehingga laju metabolisme tubuh (BMR) menurun. Menurunnya
produk aldusteran, menurunnya sekresi, hormon godad, progesteron,
estrogen dan testosteron.
l. Sistem Sensori
Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan (berat otak
menurun sekitar 10-20%)
3. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa NOC NIC
1 Ketidakseimbangan Status Gizi : Tingkat Menejemen nutrisi :
nutrisi kurang dari Ketersediaan Zat Gizi Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh untuk memenuhi makanan
25
kebutuhan metabolik Anjurkan pasien untuk
Status Gizi: asupan meningkatkan protein dan
makanan dan cairan; vitamin C
jumlah makanan dan Yakinkan diet yang di
cairan yang dikomsumsi makan mengandung tinggi
tubuh selama waktu 24 serat untuk mencegah
jam konstipasi
Status Gizi: asupan Berikan makanan yang
gizi: keadekuatan pola terpilih ( sudah
asupan zat Gizi yang dikonsultasikan dengan
biasanya ahli gizi)
Perawatan- Diri: Monitor jumlah nutrisi dan
Makan : kemampuan kandungan kalori
untuk mempersiapkan Berikan informasi tentang
dan mengingesti kebutuhan nutrisi
makanan dan cairan Kaji kemampuan pasien
secara mandiri dengan untuk mendapatkan nutrisi
atau alat bantu. yang dibutuhkan
Berat Badan: Massa Kolaborasi dengan ahli gizi
Tubuh: Tingkat untuk menentukan jumlah
Kesesuaian berat badan, kalori dan nutrisi yang
otot, dan lemak dengan dibutuhkan pasien.
tinggi badan, rangka
tubuh, jenis kelamin dan
usia.
Kriteria hasil :
Berat badan ideal sesuai
dengan tinngi badan
Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
Menunjukan penigkatan
fungsi pengecapan dari
menelan
Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti
2 Kerusakan Integritas Jaringan: Pressure ulcer prevention
Integritas jaringan Kulit dan membrane wound care
mukosa: Keutuhan Anjurkan pasien untuk
struktur dan fungsi menggunakan pakaian yang
Fisiologis Normal Kulit longgar
dan membrane mukosa. Jaga kulit agar tetap bersih
Penyembuhan Luka: dan kering
Primer: tingkat monitor aktivitas dan
26
regenerasi sel dan mobilisasi pasien
jaringan setelah Observasi luka : lokasi,
penutupan yang dimensi, kedalaman luka,
disengaja jaringan nekrotik, tanda-
Penyembuhan Luka: tanda infeksi local, formasi
Sekunder: tingkat traktus
regenerasi Sel dan Kaji warna kulit, dan
jaringan pada luka jaringan, suhu, dan sensasi
terbuka untuk mengetahui
keadekuatan suplai darah
dan inervasi saraf
Kriteria hasil :
Kolaborasi ahli gizi
Tidak ada Lesi
pemberian diet TKTP
Perfusi jaringan normal
(tinggi kalori tinggi
Tidak ada tanda-tanda
protein)
infeksi Cegah kontaminasi feses
Ketebalan dan tekstur
dan urin
jaringan normal Lakukan tehknik perawatan
Mencegah terjadinya
luka dengan steril
cedera berulang Berikan posisi yang
Menunjukan terjadinya
mengurangi tekanan pada
proses penyumbuhan
luka
luka
3 Retensi urin Kontinesia Urin: Urinaria retention care
pengendalian eliminasi Monitor intake dan output
urin dari kandung kemih Monitor penggunaan obat
Eliminasi Urin: antikolionergik
Pengumpulan dan Monitor derajat distensi
pengeluaran Urin bladder
Status Neurologis: Intruksikan pada pasien
Otonom: kemampuan dan keluarga untuk
system saraf otonom mencatat output urin
untuk mengordinasi Sediakan privasi untuk
fungsi visera dan eliminasi
homeostatis Monitor tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
( panas, hematuria,
Kriteria hasil :
perubahan baud an
Kandung kemih kosong
konsitensi urin)
secara penuh
Tidak ada residu urin >
100-200 cc
Bebas dari infeksi
saluran kemih
Tidak ada spasme
bladder
Balance cairan
4 Ketidakefektifan Status sirkulasi: aliran Menejemen sensasi perifer
27
perfusi jaringan darah yang tidak Monitor adanya daerah
perifer obstruksi dan satu arah tertentu yang hanya peka
pada tekanan yang terhadap panas/ dingin /
sesuai menlalui tajam/ tumpul
pembuluh darah besar Catat situasi saat ini atau
sirkulasi sistemik dan adanya kondisi yang dapat
pulmonal. mempengaruhi perfusi
Keparahan Kelebihan keseluruh tubuh
beban cairan: Instruksikan keluarga untuk
keparahan kelebihan mengobservasi kulit jika
cairan pada ada lesi atau laserasi
kompartemen intrasel Identifikasi adanya faktor
dan ekstrasel tubuh. atau kondisi risiko tinggi
Perfusi Jaringan Batasi gerakan pada kepala,
Prifer: keadekuatan leher dan punggung
aliran darah melalui Monitor adanya
pembuluh darah kecil tromboplebitis
ekstremitas untuk Diskusikan mengenai
mempertahankan fungsi penyebab perubahan
jaringan. sensasi
Kolaborasi pemberian
Kriteria hasil : analgetik
Tekanan sistol dan
diastol dalam rentang
yang diharapkan
Tidak ada ortostatik
hipertensi
Tidak ada tanda-tanda
peningkatan tekanan
intrakranial ( tidak lebih
dari 15 mmhg)
Keadekuatan aliran
darah melalui pembuluh
darah kecil pada
ektremitas untuk
mempertahankan fungsi
jaringan
Tingkat pemahaman
yang disampaikan
tentang proses penyakit
spesifik dan pencegahan
komplikasi
5 Ketidakefektifan Kepercayaan Pedoman Sistem Kesehatan
Pemeliharaan Kesehatan: Persepsi Kaji
Kesehatan Sumber: keyakinan ketersediaan dan
bahwa individu memilki keadekuatan sistem
cara adekuat untuk pendukung
28
melakukan perilaku sehat Jelaskan
Perilaku Promosi tentang sistem perawatan
Kesehatan : Tindakan kesehatan
personal untuk
mempertahankan atau Bantuan Modifikasi Diri
meningkatkan Bantu pasien
kesejahteraan dalam mengidentifikasi
Perilaku Sehat: tujuan spesifik untuk
tindakan individu untuk perubahan
mendukung Identifikasi
kesejahteraan, bersama pasien
penyembuhan dan kemungkinan penghambat
rehabilitasi yang optimal. perubahan perilaku
Pengetahuan : Dorong pasien
Perilaku Sehat: tingkat untuk mengidentifikasi
pemahaman yang penguatan dan penghargaan
ditunjukan tentang yang sesuai dan bermakna
promosi dan Konsultasi
perlindungan kesehatan. kepada layanan sosial untuk
Partisipasi dalam merencanakan kebutuhan
keputusan tentang pemeliharaan kesehatan.
perawatan kesehatan:
keterlibatan individu
dalam memilih dan
mengevaluasi pilihan
perawatan kesehatan
untuk mencapai hasil
yang diharapkan.
Kriteria hasil:
Menunjukkan arahan diri
dalam membuat
keputusan
Mencari informasi yang
relevan
Mengidentifikasi kendala
untuk mencapai hasil
yang diharapkan
Menggunakan teknik
pemecahan masalah
untuk mencapai hasil
yang diharapkan
Mencari pelayanan untuk
mencapai hasil yang
diharapkan
30
social ekonomi, serta adanya perubahan gaya hidup diduga telah
menyebabkan peningkatan besaran kasus-kasus penyakit tidak menular
di Indonesia, termasuk dalam hal ini Diabetes Melitus (Nuryati,dkk.
2009 dalam Syamiyah 2015, Faktor Resiko Kejadian Diabetes Melitus
Tipe 2 Pada Wanita Di Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan jakarta
selatan tahun 2014).
f. Aktivitas rekreasi dan waktu luang; kurangnya rekreasi dapat
menyebabkan stress. Salah satu faktor resiko terjadinya DM yaitu stress
(Nuryati,dkk. 2009 dalam Syamiyah 2015, Faktor Resiko Kejadian
Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Wanita Di Puskesmas Kecamatan
Pesanggrahan jakarta selatan tahun 2014).
2. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
Pada pasien DM, yang dapat dikaji pada riwayat keluarga inti yaitu
menjelaskan riwayat kesehatan keluarga inti yang meliputi riwayat penyakit
keturunan (pada kasus DM biasanya disebabkan karena memiliki riwayat
keturunan dengan DM). riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga
(riwayat penyakit seperti obesitas, hipertensi dan lain-lain dapat
memperparah DM).
3. Pengkajian Lingkungan
Faktor Lingkungan dapat mempengaruhi terjadinya dan meningkatnya angka
kejadian DM. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi kepatuhan minum
obat pada penderita DM (Mujib Hanan, 2013, Analisis Faktor Yang
Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Diabetes Mellitus Di
Puskemas Bluto Sumenep)
4. Struktur Keluarga
a. Pola komunikasi Keluarga
Menjelaskan cara berkomunikasi antaranggota keluarga penderita
DM,termasuk pesan yang disampaikan, bahsayang digunakan,
komunikasi secara langsun atau tidak, pesan emosional (positif atau
negative), frekuensi, dan kualitas komunikasi yang berlangsung.
Adakah hal-hal yang tertutup yang perluh didiskusikan.
b. Struktur kekuatan Keluarga
Keputusan dalam keluarga,siapa yang membuat, yang memutuskan
dalam penggunaan keuangan, pengambil keputusan dalam pekerjaan
atau tempat tinggal, serta siapa yang memutuskan kegiatan dan
kedisiplinan anak-anak. Pada beberapa kasus penderita DM tidak dapat
mengambil keputusan berkaitan dengan kasus yang ada.
c. Struktur Peran
31
Akibat dari penyakit DM pada kasus tertentu biasanya penderita akan
mengalai masalah pada struktur peran dalam keluarga tergantung peran
yang dimiliki oleh keluarga.
d. Struktur nilai dan norma keluarga
Pada penderita DM Struktur nilai dan norma keluarga tergantung pada
keluarga yang mengalaminya.
5. Fungsi Keluarga
Tergantung tergantung pada keluarga yang mengalami DM.
6. Stress dan koping keluarga
a) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi atau stresstor,
mengkaji sejauh mana keluarga berespon terhadap situasi atau stresstor
b) Strategi koping yang digunakan, strategi koping apa yang digunakan
keluarga bila menghadapi permasalahan.
c) Strategi adaptasi disfungsional, menjelaskan adaptasi disfunsional yang
digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan.
7. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Pada kasus DM,
bisa jadi ada salah satu atau lebih anggota keluarga mengalami masalah
kesehatan yang berkaitan dengan penyakit ini.
8. Harapan Keluarga
Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga terhadap
petugan kesehatan yang ada.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Bailon dan Maglayon (1978) dalam Mubarak (2009), prioritas
masalah kesehatan keluarga menggunakan proses scoring sebagai berikut.
N Kriteria Skor Bobot
o
1 Sifat Masalah 1
Tidak/ Kurang Sehat 3
Ancaman Kesehatan 2
Krisis atau keadaan sejahtera 1
2 Kemungkinan Masalah dapat diubah 2
Dengan Mudah 2
Hanya Sebagian 1
Tidak Dapat 0
3 Potensial Masalah Untuk Dicegah 1
Tinggi 3
Cukup 2
Rendah 1
4 Menonjolnya Masalah 1
32
Masalah Berat, harus segera 2
ditangani
Ada masalah, tetapi tidak perlu 1
segera ditangani
Masalah tidak dirasakan 0
a. Defisiensi pengetahuan
Sasaran :Setelah tindakan keperawatan keluarga dapat mengenal dan
mengerti tentang penyakit Diabetes Melitus.
Tujuan : Keluarga mengenal masalah penyakit Diabetes Melitus setelah
dua kali kunjungan rumah.
Kriteria :
- Pasien dan keluarga menyatakan hal-hal penting tentang
penyakit penyakit diabetes mellitus.
- Keluarga dapat menjelaskan secara lisan tentang arti penyakit
Diabetes Melitus
- Keluarga dapat menjelaskan secara lisan tentang tanda penyakit
Diabetes Melitus
- Keluarga dapat menjelaskan secara lisan tentang tanda dan
gejala penyakit Diabetes Melitus
- Keluarga akan mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi
tambahan tentang program terapi diabetes melitus
Standar : Keluarga dapat menjelaskan pengertian, penyebab, tanda dan
gejala penyakit DM, serta pencegahan dan pengobatan penyakit
Diabetes Melitus secara lisan.
Intervensi :
1) Bina hubungan saling percaya dengan pasien/ keluarga dengan diabetes
mellitus
2) Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk memberikan pendidikan
kesehatan
3) Jelaskan arti penyakit Diabetes Melitus.
34
4) Diskusikan tanda-tanda dan penyebab penyakit Diabetes Melitus.
5) Tanyakan kembali apa yang telah didiskusikan.
36
Intervensi :
1) Ajarkan cara memodifikasi lingkungan untuk mencegah dan mengatasi
penyakit Diabetes Melitus misalnya :
a) Jaga lingkungan rumah agar bebas dari resiko kecelakaan misalnya
benda yang tajam.
b) Gunakan alat pelindung bila bekerja Misalnya sarung tangan.
c) Gunakan bahan yang lembut untuk pakaian untuk mengurangi
terjadinya iritasi.
2) Motivasi keluarga untuk melakukan apa yang telah dijelaskan.
3) Bantu klien dan keluarga mengidentifikasi kendala dan bahaya dalam
rumah
4) Terima dan dukung tanpa menghakimi relitas situasi rumah
5) Libatkan pasien dan keluarga dalam menentukan kebutuhan pemeliharaan
rumah
40
Manajemen Mandiri : intermiten
Diabetes : tindakan Bantu pasien
pribadi untuk mengidentifikasi tujuan
menatalaksana diabetes khusus untuk berubah
mellitus dan mencegah Identifikasi terapi yang
pemburukan penyakit penting
Pengetahuan : Diet: Bantu pasien
Tingkat pemahaman yang mengidentifikasi
ditujukan tentang diet kendala situasional
yang diprogramkan yang menghambat
Pengetahuan : Program kepatuhan terhadap
terapi : tingkat program terapeutik
pemahaman yang Beri informasi tentang
ditunjukan tentang penyakit, komplikasi
program terapi tertentu dan program terapi
Respon Obat: Efek
terapeutik dan Efek
Simpang Obat Resep
5 Kesiapan Kompetensi Komunitas: Manajemen Lingkungan:
Meningkatkan Kapasitas komunitas Komunitas
Koping Komunitas untuk bersama-sama untuk Identifikasi Faktor
menyelesaikan masalah resiko pada kelompok
dalam mencapai tujuan beresiko tinggi yang
komunitas dapat memotivasi atau
Status Kesehatan menghalangi perilaku
Komunitas : Imunitas: sehat
daya tahan anggota Segera lakukan scrining
komunitas menghadapi terhadap resiko
invasi dan penyebaran kesehatan dilingkungan
agen infeksius yang Buat program edukasi
mengancam kesehatan untuk kelompok target
masyarakat. yang beresiko
Tingkat Kekerasan Lakukan partisipasi
komunitas; insiden tingkat dalam multidisiplin
kekerasan dibandingkan untuk mengidentifikasi
dengan angka kekerasan ancaman terhadap
yang terjadi ditingkat keamanan dalam
wilayah, Negara bagian, komunitas
atau nasional Lakukan kolaborasi
Kriteria Hasil: dalam pengembangan
Mempunyai rencana untuk program aksi komunitas
mengatasi masalah dan
stressor
Memiliki akses atau
mengembangkan program
yang dirancang untuk
memperbaiki
kesejahteraan kelompok
41
spesifik didalam populasi.
Melanjutkan peningkatan
metode komunikasi dan
penyelesaian masalah saat
ini
Mengekspresikan
kekuatan untuk
mengelolah perubahan dan
meningkatkan fungsi
komunitas
Membangun kekompakan
kelompok yang sudah
terbentuk
Sasaran : Masyarakat
Tempat :
Waktu : 30 menit
A. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit diharapkan masyarakat dapat Menjelaskan
tentang penyakit diabetes mellitus
B. Tujuan khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 30 menit diharapkan masyarakat dapat:
a. Menyebutkan kembali tentang pengertian diabetes melitus
b. Menyebutkan kembali penyebab diabetes mellitus
c. Menyebutkan kembali tanda dan gejala diabetes mellitus
d. Menyebutkan kembali penanganan diabetes mellitus
e. Menyebutkan kembali pencegahan diabetes mellitus
D. Proses Penyuluhan
42
No Kegiatan Respon Waktu
1. Pendahuluan 3 menit
- Memberikan salam, E. Meto
memperkenalkan diri Membalas salam
de
- Menyampaikan maksud
dan tujuan
Memperhatikan
penjelasan
2. Penyajian materi: Memperhatikan 20 menit
Memberikan penjelasan
tentang: pengertian diabetes
mellitus, penyebab diabetes
mellitus, tanda dan gejala
diabetes mellitus,
penanganan diabetes
mellitus, pencegahan
diabetes mellitus
3. Penutup 7 menit
- Tanya jawab (evaluasi)
Mengevaluasi dan
- Menyimpulkan hasil materi
- Mengakhiri kegiatan menjawab pertanyaan
Menjawab salam
Penyuluhan
1. Ceramah
2. Diskusi
F. Media Penyuluhan
Leaflet
G. Evaluasi
1. Struktur
a. Penyusunan rencana materi dan penyuluhan
b. Undangan pertemuan sudah disebarkan minimal 3 hari sebelum kegiatan
penyuluhan dilakukan
c. Sarana dan prasarana sudah tersedia
2. Proses
a. Peserta penyuluhan hadir minimal 80%
b. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan berjalanan lancar sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan
3. Hasil
a. Meningkatnya kemampuan masyarakat tentang diabetes mellitus
b. Masyarakat mampu menyebutkan tentang penyebab diabetes mellitus
c. Masyarakat mampu menyebutkan tentang tanda dan gejala
d. Masyarakat mampu menyebutkan tentang cara penanganan diabetes mellitus
e. Masyarakat mampu menyebutkan tentang cara pencegahan diabetes melitus
43
PEMBAHASAN MATERI
44
dapat membuat cukup insulin untuk mengatasi kekurangan insulin sehingga kadar
gula dalam darah akan naik. Beberapa penyebab utama diabetes tipe 2 sebagai
berikut (Fauzi, 2014 : 75-76).
1) Faktor keturunan
Apabila orangtua atau saudara sekandung yang mengalami penyakit ini, maka
resiko diabetes tipe 2 lebih tinggi.
2) Pola makan dan gaya hidup
Pola makan dan gaya hidup yang tidak sehat menjadi pemicu utama pankreas
tidak dapat memproduksi insulinsecara maksimal. Mengkonsumsi makanan
cepat saji atau fast food yang menyajikan makanan berlemak dan tidak sehat
merupkan penyebab utama. Kurang olahraga dan istirahat yang tidak
mencukupi juga berpengaruh terhadap munculnya penyakit ini.
3) Kadar kolesterol tinggi
Kadar kolesterol dalam darah yang tinggi akan menyerap insulin yang
diproduksi oleh pankreas. Pada akhirnya, tubuh tidak dapat menyerap insulin
ini untuk merubahnya menjadi energi.
4) Obesitas
Obesitas atau kelebihan berat badan disebabkan oleh timbunan lemak yang
tidak positif bagi tubuh. Seperti kolesterol, lemakjuga akan menyerap
produksi insulin pankreas secara habis-habisan sehingga tubuh tidak kebagian
insulin untuk diproduksi sebagai energi.
c. Pada diabetes jenis lain
Misalnya disebabkan oleh karena kerusakan pankreas akibat kurang gizi, obat,
hormon atau hanya timbul pada saat hamil (Waspadji dan sukardji, 2004 : 4.
3. Tanda dan gejala diabetes mellitus
Menurut Fauzi ( 2014) pada permulaan gejala Diabetes Melitus yang ditunjukan
meliputi:
1) Polidipsia (banyak minum)
Rasa haus dan ingin minum terus. Kadang hal ini sering ditafsirkan karena udara
yang panas dan banyak kerja berat, padahal tanda-tanda ini muncul sebagai awal
gejala penyakit DM
2) Polifagia (banyak makan)
Penderita sering makan (banyak makan) ini terjadi akibat kadar gula yang tinggi
namun tidak dapat masuk kedalam seluntuk digunakan dalam proses metabolisme.
Ketika kadar gula darah tidak dapat masuk kedalam sel, tubuh berpikir belum
mendapatkan asupan makanan sehingga mengirim sinyal lapar untuk mendapatkan
glukosa lebih banyak agar sel-sel dapat berfungsi
45
3) Poliuria (banyak kencing)
Gejala yang sering dirasakan penderita adalah sering kencing dengan volume urine
yang banyak kencing yang sering pada malam hari terkadang sangat mengganggu
penderita. Pada kondisi ini ginjal bekerja sangat aktif untuk menyingkirkan
kelebihan glukosa didalam darah.
4) Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah
Penurunan berat badan dalam waktu relatif singkat, merupakan gejala awal yang
sering dijumpai, selain itu rasa lemah dan cepat capek kerap di rasakan.
Gejala kronik yang sering timbul adalah :
1. Kesemutan
2. Kulit terasa panas seperti tertusuk jarum, gatal dan kering
3. Rasa tebal di kulit
4. Kram
5. Mudah lelah dan marah
6. Mudah ngantuk
7. Mata kabur
8. Gatal di sekitar kemaluan (keputihan)
9. Seksual menurun
10. Pada ibu hamil mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan atau
dengan bayi BB lahir lebih dari 4 kg.
46
Tekanan darah yang tinggi dapat merusak pembuluh darah. Bila diabetes dan
tekanan darah tinggi dibiarkan maka dapat terjadi serangan jantung, stroke, atau
kondisi lainnya yang mengancam jiwa.
8. Memeriksa kadar gula darah
Mengatur kadar gula darah merupakan hal yang paling penting untuk mencegah
komplikasi lebih lanjut dari diabetes. Dengan mengawasi kadar gula darah dan
tetap menjaganya normal, maka akan mengurangi resiko kerusakan mata, ginjal,
pembuluh darah dan saraf.
9. Penanganan stress
Stress dapat meningkatkan produksi hormon yang dapat memblokir efek dari
insulin, yang menyebabkan kadar gula daarah meningkat. Stress yang
berkepanjangan juga dapat menyebabkan depresi oleh sebab itu penanganan stress
yang baik sangat dibutuhkan.
5. Pencegahan diabetes mellitus
Jumlah penderita DM tiap tahun meningkat (prevalensinya menunjukkan peningkatan
per tahun) dan besarnya biaya pengobatan serta perawatan penderita DM, terutama
akibat-akibat yang ditimbulkan. Jika telah terjadi komplikasi, usaha untuk
menyembuhkan keadaan tersebut kea rah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi
umumnya akan menetap, maka upaya pencegahan sangat bermanfaat baik dari segi
ekonomi maupun terhadap kesehatan masyarakat.
Upaya pencegahan pada penyakit DM terdiri dari: pencegahan primordial yaitu
pencegahan kepada orang-orang yang masih sehat agar tidak memiliki faktor resiko
untuk terjadinya DM, pencegahan primer yaitu pencegahan kepada mereka yang
belum terkena DM namun memiliki faktor resiko yang tinggi dan berpotensi untuk
terjadinya DM agar tidak timbul penyakit DM, pencegahan sekunder yaitu mencegah
agar tidak terjadi komplikasi walaupun udah terjadi penyakit, dan pencegahan tersier
yaitu usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah tejadi
komplikasi
1. Pencegahan primordial
Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor predisposisi/
resiko terhadap penyakit DM. Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang
yang masih sehat dan belum memiliki resiko yang tinggi agar tidak memiliki
faktor resiko yang tinggi untuk penyakit DM. Edukasi sangat penting peranannya
dalam upaya pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan seperti
penyuluhan mengenai pengaturan gaya hidup, pentingnya kegiatan jasmani teratur,
pola makan sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk dan menghindari obat
yang bersifat diabetagenik.
2. Pencegahan primer
47
Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok
resiko tinggi, yakni mereka yang belum terkena DM, tetapi berpotensi untuk
mendapatkan penyakit DM. pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya DM dan upaya untuk mengeliminasi
faktor-faktor tersebut.
Pada pengelolaan DM, penyuluhan menjadi sangat penting fungsinya untuk
mencapai tujuan tersebut. Materi penyuluhan dapat berupa : apa itu DM, faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM, usaha untuk mengurangi faktor-
faktor tersebut, penatalaksanaan DM, obat-obat untuk mengontrol gula darah,
perencanaan makan, mengurangi kegemukan, dan meningkatkan kegiatan jasmani.
a. Penyuluhan
Edukasi DM adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai
DM. Disamping kepada pasien DM, edukasi juga diberikan kepada anggota
keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana
kebijakan kesehatan. Berbagai materi yang perlu diberikan kepada pasien DM
adalah definisi penyakit DM, faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya
DM dan upaya-upaya menekan DM, pengelolaan DM secara umum,
pencegahan dan pengenalan komplikasi DM, serta pemeliharaan kaki.
b. Latihan jasmani
Latihan jasmani yang teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit)
memegang peran penting dalam pencegahan primer terutama pada DM Tipe 2.
Orang yang tidak berolah raga memerlukan insulin 2 kali lebih banyak untuk
menurunkan kadar glukosa dalam darahnya dibandingkan orang yang berolah
raga. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada penderita DM antara lain:
1. Memperbaiki metabolisme yaitu menormalkan kadar glukosa darah dan
lipid darah
2. Meningkatkan kerja insulin dan meningkatkan jumlah pengangkut glukosa
3. Membantu menurunkan berat badan
4. Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri
5. Mengurangi resiko penyakit kardiovaskular
Latihan jasmani yang dimaksud dapat berupa jalan, bersepeda santai, jogging,
dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani.
c. Perencanaan pola makan
Perencanaan pola makan yang baik dan sehat merupakan kunci sukses
manajemen DM. Seluruh penderita harus melakukan diet dengan pembatasan
kalori, terlebih untuk penderita dengan kondisi kegemukan. Menu dan jumlah
kalori yang tepat umumnya dihitung berdasarkan kondisi individu pasien.
48
Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolaan DM, meski
sampai saat ini tidak ada satupun perencanaan makan yang sesuai untuk semua
pasien, namun ada standar yang dianjurkan yaitu makanan dengan komposisi
yang seimbang dalam karbohidrat, protein, dan lemak sesuai dengan
kecukupan gizi baik sebagai berikut: Karbohidrat = 60-70 %, Protein = 10-15
%, dan Lemak = 20-25 %. Jumlah asupan kolesterol perhari disarankan < 300
mg/hari dan diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh dan
membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh.
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, ada tidaknya
stress akut dan kegiatan jasmani.
3. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat
timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang
ditujukan untuk pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif. Tujuan
utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi
orangorang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang beresiko tinggi untuk
mengembangkan atau memperparah penyakit.
Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan
untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi menahun. Edukasi dan
pengelolaan DM memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien
berobat.
a. Diagnosis Dini Diabetes Mellitus
Dalam menetapkan diagnosis DM bagi pasien biasanya dilakukan dengan
pemeriksaan kadar glukosa darahnya. Pemeriksaan kadar glukosa dalam darah
pasien yang umum dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan kadar glukosa darah setelah puasa.
Kadar glukosa darah normal setelah puasa berkisar antara 70-110 mg/dl.
Seseorang didiagnosa DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan darah
arteri lebih dari 126 mg/dl dan lebih dari 140 mg/dl jika darah yang
diperiksa diambil dari pembuluh vena.
2. Pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu.
Jika kadar glukosa darah berkisar antara 110-199 mg/dl, maka harus
dilakukan test lanjut. Pasien didiagnosis DM bila kadar glukosa darah pada
pemeriksaan darah arteri ataupun vena lebih dari 200 mg/dl.
3. Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO).
Test ini merupakan test yang lebih lanjut dalam pendiagnosaan DM.
Pemeriksaan dilakukan berturut-turut dengan nilai normalnya : 0,5 jam <
115 mg/dl, 1 jam < 200 mg/dl, dan 2 jam < 140 mg/dl.
49
Selain pemeriksaan kadar gula darah, dapat juga dilakukan pemeriksaan
HbA1C atau glycosylated haemoglobin. Glycosylated haemoglobin adalah
protein yang terbentuk dari perpaduan antara gula dan haemoglobin dalam sel
darah merah.18 Nilai yang dianjurkan oleh PERKENI untuk HbA1C normal
(terkontrol) 4 % - 5,9 %.17. Semakin tinggi kadar HbA1C maka semakin tinggi
pula resiko timbulnya komplikasi. Oleh karena itu pada penderita DM kadar
HbA1C ditargetkan kurang dari 7 %.19. Ketika kadar glukosa dalam darah tidak
terkontrol (kadar gula darah tinggi) maka gula darah akan berikatan dengan
hemoglobin (terglikasi). Oleh karena itu, rata-rata kadar gula darah dapat
ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. Bila kadar gula darah tinggi
dalam beberapa minggu maka kadar HbA1C akan tinggi juga. Ikatan HbA1C
yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan (sesuai
dengan umur eritrosit). Kadar HbA1C akan menggambarkan rata-rata kadar
gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan.19 Jadi
walaupun pada saat pemeriksaan kadar gula darah pada saat puasa dan 2 jam
sesudah makan baik, namun kadar HbA1C tinggi, berarti kadar glukosa darah
tetap tidak terkontrol dengan baik.
b. Pengobatan segera
Intervensi fakmakologik ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani. Dalam pengobatan
ada 2 macam obat yang diberikan yaitu pemberian secara oral atau disebut juga
Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan pemberian secara injeksi yaitu insulin.
OHO dibagi menjadi 3 golongan yaitu : pemicu sekresi insulin (Sulfonilurea
dan Glinid), penambah sensitivitas terhadap insulin (Metformin dan
Tiazolidindion), penambah absobsi glukosa (penghambat glukosidase alfa).
Selain 2 macam pengobatan tersebut, dapat juga dilakukan dengan terapi
kombinasi yaitu dengan memberikan kombinasi dua atau tiga kelompok OHO
jika dengan OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah belum tercapai. Dapat
juga menggunakan kombinasi kombinasi OHO dengan insulin apabila ada
kegagalan pemakaian OHO baik tunggal maupun kombinasi.
4. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat
komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari
komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin
bagi penderita yang mengalami kecacatan. Sebagai contoh, acetosal dosis rendah
50
(80-325 mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang
sudah mempunyai penyakit makroangiopati.
Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien-pasien dengan
dokter mapupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait
dengan komplikasinya. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit DM. Dalam penyuluhan ini yang
perlu disuluhkan mengenai :
a. Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik diabetes
b. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
c. Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan
hidup dengan komplikasi kronik.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga sangat
diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin
ilmu seperti konsultan penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli disiplin lain
seperti dari bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskuler, radiologi, rehabilitasi, medis,
gizi, pediatri dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Ernawati, 2013. Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Melitus Terpadu, Mitra Wacana
Media, Jakarta.
Fauzi, Isma, 2014. Buku Pintar Deteksi Dini Gejala, dan Pengobatan Asam Urat, Diabetes
Melitus dan Hipertensi, ARASKA, Jakarta.
Gusti ADP, Salvari, 2013. Asuhan Keperawatan Keluarga, TIM, Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul, 2011, Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Salemba Medika,
Jakarta.
I Kurniawan, 2010, Diabetes Melitus Tipe 2 pada Usia Lanjut
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/511/508.
Ifan Pratama Saldah1, Wahiduddin2, Dian Sidik2 , 2008, Faktor Risiko Kejadian Prediabetes/
Diabetes Melitus Gestasional Di Rsia Sitti Khadijah I Kota Makassar
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4298/IFAN%20PRATAMA
%20SALDAH_K11109020.pdf?sequence=1
M Hannan, 2013, Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien
Diabetes Mellitus Di Puskemas Bluto Sumenep, Jurnal Kesehatan Wiraraja Medika
diakses di https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwitw87t
51
5O7MAhXFPI8KHSKYAhEQFgg9MAQ&url=http%3A%2F
%2Fejournal.wiraraja.ac.id%2Findex.php%2FFIK%2Farticle%2Fdownload
%2F72%2F47&usg=AFQjCNHxNqKsMAqlLYiVnlw8yMTWn4i7TQ&bvm=bv.12244
8493,d.c2I
Maarifuddin, Dan Burhanudin, 2013, Pengaruh Hypnotherapy Terhadap Kadar Glukosa Darah
Pasien Diabetes Melitus Di Puskesmas Kedungwuni Ii Kabupaten Pekalongan Tahun
2013, Http://Www.Digilib.Stikesmuh-Pkj.Ac.Id/E-Skripsi/Index.Php?P=Fstream-
Pdf&Fid=460&Bid=515.
Mubarak, Wahid iqbal dkk, 2012. Ilmu Pengantar Komunitas Pengantar dan Teori Buku 2,
Salemba Medika, Jakarta.
Mubarak, Wahid iqbal, dkk, 2009. Ilmu Pengantar Komunitas Pengantar dan Teori Buku 1,
Salemba Medika, Jakarta.
Najah Syamiyah, 2015, Faktor Resiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Wanita Di
Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan jakarta selatan tahun
2014 ,https://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjLvKn
T3O7MAhXLMo8KHXEFCgsQFggsMAI&url=http%3A%2F
%2Frepository.uinjkt.ac.id%2Fdspace%2Fbitstream
%2F123456789%2F25714%2F1%2FNAJAH
%2520SYAMIYAH.pdf&usg=AFQjCNHfiGkxuA6leNykpAiHAJkch2kc0A&bvm=bv.
122448493,d.c2I
Notoatmodjo, Soekidjo, 2010. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Rineka Cipta, Jakarta.
Nurarif, amin huda dkk, 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
dan NANDA NIC-NOC. Media Action, Jakarta.
Ode, L S.2012. Asuhan keperawatan gerontik. Nuha Medika,Yogyakarta.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
Supriyatna,dkk, 2015,Fitoterapi Sistem Organ: Pandangan Dunia Barat terhadap Obat Herbal
Global, Penerbit Deepublish, Deepublish, Obat Herbal, Yogyakarta.
52
Sylvia, Dkk, 2011, Penurunan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Melalui Terapi Reiki Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2, Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 14, No. 2, Juli
2011; Hal 113-120.
Waspadji dan sukardji, 2004. Pedoman Diet Diabetes Melitus, FKUI, Jakarta.
53