Sie sind auf Seite 1von 27

1

Makalah Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Prilaku Kekerasan

Tugas Ini Diajukan Untuk Mata Ajar

Keperawatan Jiwa II

Disusun oleh :

1. Oktavia Fitriani - 132141010


2. Sopia Ranti 132141033
3. Valentina Indah Fitriani - 132141021

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MH THAMRIN

Jl. Raya Pondok Gede No. 23-24 Kramat Jati, Jakarta timur 13550

2017
2

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan penulis nikmat iman, nikmat sehat dan nikmat sempurna sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Jiwa
Pada Prilaku Kekerasan.

Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis
hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini
tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-
kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Zakiyah Mujahidah, M. Kep selaku dosen pembimbing Mata
Ajar Keperawatan JiwaII yang telah memberikan masukan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu
penulis menerima segala kritik dan saran.Semoga makalah ini bermanfaat bagi
dan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca, khususnya bagi penulis
sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.Amin yarabbalalamin.

Jakarta, 18 Maret 2017

Penulis
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...........................

DAFTAR ISI ..

BAB I PENDAHULUAN ..

1.1 Latar Belakang..

1.2 Tujuan Penulisan ..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..

2.1. Definisi Perilaku Kekerasan ........................................................

2.2 Etiologi Perilaku Kekerasan

2.3 Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan

2.4 Gejala Atau Tanda Marah (Perilaku)

2.5 Asuhan Keperawatan Pada Perilaku Kekerasan Secara Teori

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Kasus

3.2 Pengkajian

3.3 Pohon Masalah

3.4 Data Fokus

3.5 Analisa Data

3.6 Rencana Keperawatan

BAB IV PENUTUP
4

4.1 Kesimpulan ..

4.2 Saran .........

DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Towsend 1996 dalam Purba dkk, 2008 ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya prilaku kekerasan yaitu teori biologik, teori psikologi
dan teori sosio kultural.

1. Teori Biologik
Teori biologic terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
prilaku yaitu:
a. Neurobiologi

Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif:
sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga
mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls
agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi, perilaku, dan
memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan
atau menurunkan potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada
lobus frontal maka individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan
pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.Beragam komponen dari
sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif.Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif.Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan pusat
agresif.

b. Biokimia

Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine,


asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau
menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau
2

flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap
stress.

c. Genetik

Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif


dengan genetik karyotype XYY.

d. Gangguan Otak

Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan
tindak kekerasan.Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan
lobus temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan
penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.

2. Teori Psikologi
Teori psikologi ini terdiri dari 2 yaitu :
a. Teori Psikoanalitik

Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan


kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri rendah.Agresi dan tindak kekerasan memberikan
kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti
dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya
harga diri.

b. Teori Pembelajaran

Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya
orang tua mereka sendiri.Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan
sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan
pujian yang positif.Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka
selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain.
3

Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua
yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.

3. Teori Sosiokultural

Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima
perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat
juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari
bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif.Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat
berisiko untuk perilaku kekerasan.Adanya keterbatasan sosial dapat
menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

Menurut WHO, jika prevelensi gangguan jiwa diatas 100 jiwa per 1000 penduduk
dunia, maka berarti di Indonesia mencapai 264 per 1000penduduk yang
merupakan anggota keluarga, data hasil Survey KesehatanRumah Tangga (SKRT)
tahun 1995, artinya 2,6 kali lebih tinggi dariketentuan WHO. Ini sesuatu yang
sangat serius dan World Bankmenyimpulkan bahwa gangguan jiwa dapat
mengakibatkan penurunanproduktivitas sampai dengan 8,5 % saat ini. Saat ini
gangguan jiwamenempati urutan kedua setelah penyakit infeksi dengan 11,5 %.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 menyebutkan 14,1%penduduk


mengalami gangguan jiwa dari yang ringan hingga berat,kondisi ini diperberat
melalui aneka bencana alam yang terjadi di hampirseluruh wilayah indonesia.
Data jumlah pasien gangguan jiwa di indonesiaterus bertambah, data dari 33
rumah sakit jiwa (RSJ) diseluruh indonesiamenyebutkan hingga kini jumlah
penderita gangguan jiwa berat mencapai2,5 juta orang, kenaikan jumlah penderita
gangguan jiwa terjadi disejumlah kota besar.Pada umumnya gambaran utama
individu yang mengalamiperilaku kekerasan yaitu individu kurang mengerti akan
4

arti dan tujuanhidup, serta gagal menerima tanggung jawab untuk dirinya sendiri.
Ia akantergantung pada orang lain dan gagal mengembangkan kemampuansendiri.

Selain itu ia juga banyak menuntut diri sendiri karena ideal diriyang ditetapkan
terlalu tinggi sehingga tidak dapat dicapai.Pada daerah jawa tengah sendiri
menurut Direktur RSJD AminoGondohutomo, Semarang, dr.Sri Widiya Yati
SPPK Mkes mengatakanangka kejadian penderita gangguan jiwa di jawa tengah
berkisar 3300orang hingga 9300 orang angka kejadian ini merupakan penderita
yangsudah terdiagnosa. Diantara penderita gangguan jiwa tersebut salahsatunya
adalah perilaku kekerasan.Ratarata perilaku kekerasan dialami oleh pasien usia
25-60 tahundengan permasalahan umumnya adalah masalah perekonomian
keluargadan masalah rumah tangga dengan prosentase 90%. Perawat
akanmengetahui jika perilaku seperti ini tidak segera ditanggulangi sudah
tentuberdampak pada gangguan jiwa yang lebih berat sepserti bunuh diri
danmencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Menurut studi pendahuluan pada bulan Desember 2010 di ruang VI(Gatotkoco)


RSJD Dr. Aminogondohutomo dari 25 klien, yang mengalamihalusinasi 10 atau
40%, perilaku kekerasan orang 7 atau 28%, harga dirirendah mencapai 5 orang
atau 20%, menarik diri 3 orang atau 12%. Rata-rata dari mereka berkisar antara
usia 25-40 tahun. Tanda-tanda perilakukekerasan yang ditemukan pada klien
diantaranya rasa khawatir pada dirisendiri, menarik diri dari realitas serta
gangguan berhubungan yangdisebabkan oleh perasaan tidak berharga.Dalam hal
ini kenapa penulis mengambil kasus perilaku kekerasandi karenakan masalah-
masalah kejiwaan bisa muncul lebih serius dimulaidari resiko perilaku kekerasan.

Peran perawat dalam perilaku kekerasan menurut (Yosep, 2009).Perawat dapat


mengimplementasikan berbagai intervensi untukmencegah dan memanajemen
perilaku agresif, intervensi tersebut dapat melalui rentang intervensi
keperawatan.
5

Kesadaran diri : perawat harus menyadari bahwa stess yang dihadapinya dapat
mempengaruhi komunikasinya dengan klien. Bilaperawat tersebut merasa letih,
cemas, marah atau apatis maka akansulit baginya untuk membuat klien tertarik.
Oleh karenanya, bilaperawat itu sendiri dipenuhi dengan masalah, maka energi
yangdimilikinya bagi klien menjadi berkurang.Untuk mencegah semuaitu, maka
perawat harus terus menerus meningkatkan kesadarandirinya dan melakukan
supervisi dengan memisahkan antaramasalah pribadi dan masalah klien.

Pendidikan klien : pendidikan yang di berikan kepada klienmengenai cara


komunikasi dan cara mengekspresikan marah yangtepat. Banyak klien yang
mengalami kesulitan mengekspresikan perasaannya, kebutuhan, hasrat, dan
bahkan kesulitan mengkomunikasikan semua ini kepada orang lain. Jadi dengan
perawat berkomunikasi diharapkan agar klien mampu mengekspresikan
perasaanya, lalu perawat menilai apakah responyang diberikan klien adaptif atau
maladaptif.

Latihan asertif : kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki perawat


adalah berkomunikasi langsung dengan setiaporang, mengatakan tidak untuk
sesuatu yang tidak beralasan,sanggup melakukan komplain, dan mengekspresikan
penghargaanyang tepat.

Komunikasi : strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif. Bersikap


tenang, bicara lembut, bicara tidak dengan cara menghakimi, bicara netral dan
dengan cara yang konkrit, tunjukkanrespek pada klien, hindari intensitas kontak
mata langsung,demontrasikan cara mengontrol situasi tanpa kesan
berlebihan,fasilitas pembicaraan klien, dengarkan klien, jangan terburu-
burumenginterprestasikan, jangan buat janji yang tidak dapat perawattepati.
6

Perubahan lingkungan : unit perawatan sebaiknya menyediakanberbagai aktivitas


seperti: membaca, grup program yang dapatmengurangi perilaku klien yang tidak
sesuai dan meningkatkanadaptasi sosialnya.Tindakan perilaku : pada dasarnya
membuat kontrak dengan klienmengenai perilaku yang dapat diterima dan yang
tidak dapatditerima, konsekuensi yang didapat bila kontrak dilanggar, dan apasaja
kontribusi perawat selama perawatan.

Psikofarmakologi : antianxiety dan sedative-hipnotics. Obat-obatanini dapat


mengendalikan agitasi yang akut.Benzodiazepines sepertilorazepam dan
clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratanpsikiatrik untuk menenangkan
perlawanan klien.Tapi obat initidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam
waktu lamakarena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan, jugabisa
memperburuk simptom depresi.Antidepressants, penggunaan obat ini mampu
mengontrol impulsifdan perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan
mood.Amitriptyline dan trazodone, efektif untuk menghilangkanagresivitas yang
berhubungan dengan cedera kepala dan gangguanmental organik.

Mood stabilizers, penelitian menunjukkan bahwa pemberianlithium efektif untuk


agresif karena manik. Pada beberapa kasus,pemberiannya untuk menurunkan
perilaku agresif yang disebabkanoleh gangguan lain seperti RM, cedera kepala,
skizofrenia,gangguan kepribadian. Pada klien dengan epilepsi lobus temporal,bisa
meningkatkan perilaku agresif.Pemberian carbamazepines dapat mengendalikan
perilaku agresifkepada klien dengan kelainan EEGs
(electroencephalograms).Antipsychotic: obat-obatan ini biasanya dipergunakan
untukperawatan perilaku agresif. Bila agitasi terjadi karena delusi,halusinasi atau
perilaku psikotik lainnya, maka pemberian obatinidapat membantu,
namundiberikan hanya untuk 1-2 minggusebelum efeknya dirasakan.
7

1.2 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui definisi perilaku kekerasan.
2. Mengetahui etiologi dari perilaku kekerasan.
3. Mengetahui bagaimana proses terjadinya perilaku kekerasan
4. Mengetahui gejala atau tanda marah (perilaku)
5. Menghetahui asuhan keperawatan pada perilaku kekerasan secara teori
6. Mengetahui asuhan keperawatan pada perilaku kekerasan sesuai dengan kasus

BAB II
8

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan adalah suatu perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis.Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku
kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain,
dan lingkungan.Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu saat
sedang berlangsung perilaku kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat
perilaku kekerasan).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan


yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang
lain. Sering juga disebut gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah
berespon terhadap suatu stresor dengan gerakan yang tidak terkontrol (Yosep,
2010).

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut (Purba dkk, 2008).

Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang respons marah yang paling
maladaptif, yaitu amuk.Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai
respons terhadap kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan
sebagai ancaman.Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif
yang ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
hilangnya kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau
lingkungan (Keliant, 1991 dalam Yusuf, Ah. 2015)

2.2. Etiologi Perilaku Kekerasan


9

1. Faktor Predisposisi

Menurut Riyadi dan Purwanto (2009) faktor-faktor yang mendukung


terjadinya perilaku kekerasan adalah

a. Faktor Biologis
1) Intinctual drive theory (teori dorongan naluri)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
2) Psycomatic theory (teori psikomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis terhadap
stimulus eksternal, internal maupun lingkungan.Dalam hal ini sistem
limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun
menghambat rasa marah.

b. Faktor Psikologis
1) Frustasion aggresion theory ( teori argesif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi
frustasi yang terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai
sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong
individu berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang
melalui perilaku kekerasan.
2) Behavioral theory (teori perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila tersedia
fasilitas atau situasi yang mendukung reinforcement yang diterima
pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di
rumah atau di luar rumah. Semua aspek ini menstimulai individu
mengadopsi perilaku kekerasan.

3) Existential theory (teori eksistensi)


Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan yaitu kebutuhan dasar
manusia apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui
perilaku konstruktif maka individu akan memenuhi kebutuhannya
melalui perilaku destruktif.

c. Faktor Sosio Kultural


10

1) Social enviroment theory (teori lingkungan)


Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam
(pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.
2) Social learning theory (teori belajar sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui
proses sosialisasi.

2. Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu bersifat
buruk.Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dalam. Contoh
stressor yang berasal dari luar antara lain serangan fisik, kehilangan,
kematian, krisis dan lain-lain. Sedangkan dari dalam adalah putus
hubungan dengan seseorang yang berarti, kehilangan rasa cinta, ketakutan
terhadap penyakit fisik, hilang kontrol, menurunnya percaya diri dan lain-
lain.Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mengarah
pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan.

2.3. Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan

Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari hari yang harus
dihadapi oleh setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang
menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan terancam, kecemasan dapat
menimbulkan kemarahan.

1. Proses Terjadinya Marah (Yosep, 2007)

Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari internal atau
eksternal.Stressor internal seperti penyakit hormonal, dendam, kesal
sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari ledekan, cacian, makian,
hilangnya benda berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya.
Hal tersebut akan mengakibatkankehilangan atau gangguan pada sistem
individu (Disruption & Loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana
11

seorang individu memaknai setiap kejadian yang menyedihkan atau


menjengkelkan tersebut (Personal meaning).

Bila seseorang memberi makna positif, misalnya : macet adalah waktu


untuk istirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana bising
adalah melatih persyarafan telinga (nervus auditorius) maka ia akan dapat
melakukan kegiatan secara positif (Compensatory act) dan tercapai
perasaan lega (Resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna
menganggap segala sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu
melakukan kegiatan positif (olah raga, menyapu atau baca puisi saat dia
marah dan sebagainya) maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan
sengsara (Helplessness). Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan
(Anger). Kemarahan yang diekpresikan keluar (Expressed outward)
dengan kegiatan yang konstruktif (Contruktive action) dapat
menyelesaikan masalah.Kemarahan yang diekpresikan keluar (Expressed
outward) dengan kegiatan yang destruktif (Destruktive action) dapat
menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal (Guilt). Kemarahan yang
dipendam (Expressed inward) akan menimbulkan gejala psikosomatis
(Poinful symptom), (Yosep, 2007).

2. Proses Terjadinya Amuk

Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif yang


ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai
hilangnya kontrol, yang dapat menyebabkan merusak diri sendiri, orang
lain, atau lingkungan (Keliat, 1991 dalam Yusuf, Ah. Dkk. 2015).Amuk
adalah respons marah terhadap adanya stres, rasa cemas, harga diri
rendah, rasa bersalah, putus asa, dan ketidakberdayaan.
12

Respons marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal.Secara


internal dapat berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak diri,
sedangkan secara eksternal dapat berupa perilaku destruktif agresif.
Respons marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu
mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang.

Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan


menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa
menyakiti orang lain akan memberikan kelegaan pada individu. Apabila
perasaan marah diekspresikan dengan perilaku agresif dan menentang,
biasanya dilakukan karena ia merasa kuat. Cara ini menimbulkan
masalah yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan tingkah laku yang
destruktif dan amuk.

2.4. Gejala atau Tanda Marah (Perilaku)

1. Emosi : Marah (dendam), jengkel, ngamuk, ingin melakukan kekerasan,


menyalahkan dan menuntut, merasa terganggu
2. Intelektual : Meremehkan, berdebat, kasar, cerewet
3. Fisik : Muka merah, mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal,
rahang mengatup, jalan mondar-mandir (gelisah)
4. Sosial : Menarik diri, kekerasan, penolakan, ejekan, sindiran
5. Verbal : Bicara kasar, nada suara tinggi, membentak, mengancam secara
verbal atau fisik, ketus.
6. Spiritual : Merasa dirinya berkuasa, mengkritik pendapat orang lain,
menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Prilaku : melempar atau memukul benda kepada orang lain, menyerang orang
lain, melukai diri sendiri maupun orang lain, mengamuk atau sikap menjadi
agresif

2.5. Asuhan Keperawatan Pada Perilaku Kekerasan Secara Teori

1. Pengkajian
13

Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi data, analisa data, dan
perumusan masalah atau kebutuhan klien atau diagnosa keperawatan.Data yang
dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.

1) Aspek Biologis

Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi


terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi,
muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang
sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan
otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat.
Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.

2) Aspek Emosional

Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,
frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan
sakit hati, menyalahkan dan menuntut.

3) Aspek Intelektual

Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses


intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan
lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu
pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi
penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan
diintegrasikan.

4) Aspek social

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan.


Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali
14

menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain


sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar
yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan
individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti
aturan.

5) Aspek spiritual

Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan


lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa
tidak berdosa.

Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara
komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang
secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut:

1) Aspek fisik
Terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat,
berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.
2) Aspek emosi
Tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel.
3) Aspek intelektual
Mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
4) Aspek sosial
Menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

2. Pohon Masalah
15

3. Data Fokus

Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam


yaitu data subyektif dan data obyektif.Data subyektif adalah data yang
disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga.Data ini didapatkan melalui
wawancara perawat dengan klien dan keluarga.Sedangkan data obyektif yang
ditemukan secara nyata.Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan
langsung oleh perawat.

Menurut Fitria tahun 2009 data yang perlu dikaji pada pasien prilaku
kekerasan yaitu :
a. Data Subjektif
Seperti klien mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, klien
megatakan dendam dan jengkel kepada orang lain, klien menyalahkan dan
menuntut orang lain.
b. Data Objektif
Klien terlihat menunjukkan tanda-tanda seperti mata melotot atau
pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah
atau tegang, postur tubuh kaku dan nada suara tinggi

4. Analisa Data

Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan
yang dihadapi klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui
16

penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut.Dari hasil analisa data inilah
dapat ditentukan diagnosa keperawatan.

5. Rencana Tindakan
a. Identifikasi penyebab, tanda dan gejala, PK yang dilakukan dan
akibat pk
b. Jelaskan cara mengontrol PK : fisik, obat, verbal, dan spiritual
c. Latihan cara mengontrol PK secara fisik : tarik nafas dalam dan pukul
kasur dan bantal
d. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

3.1 Kasus

Bapak E, umur 41 tahun, duda, mempunyai anak satu orang. Klien sudah 10 tahun
bercerai. Klien beragama islam, pendidikan akademi tamat. Saat ini klien tidak
bekerja.Klien tinggal dirumah hanya mdengan pembantu.Orang yang terdekat
dengan klien adalah ibu, tapi ibu klien telah meninggal 2 tahun yang lalu.Klien
dirawat di RSJ untuk ke 3 kalinya dengan alasan amuk.Klien dibawa kerumah
sakit karena mengamuk, merusak lingkungan dan tidak mengurus diri.Klien
mengatakan dirinya tidak mampu menjadi kepala keluarga yang baik, dan tidak
berdaya untuk melakukan apapun. Klien juga mengatakan bahwa ia sering
mendengar suara-suara yang ingin membunuhnya. Suara-suara itu sangat
17

menakutkan sehingga klien kesal dan ingin memukul-mukul, melempar barang-


barang agar suara tersebut hilang.Dari observasi didapat rambut tidak disisir dan
kotor, janggut dan kumis tidak terawat, kuku panjang dan hitam, baju
kotor.Selama dirumah sakit, klien selalu menyendiri duduk dipojok atau tiduran
ditempat tidur, kadang-kadang klien berjalan mondar-mandir, klien sering
berbicara sendiri.

3.2 Pengkajian

A. Pengkajian kasus
1) Aspek biologis
Didapatkan rambut tidak disisir dan kotor, janggut dan kumis tidak
terawat, kuku panjang dan hitam, baju kotor.

2) Aspek Emosional

Klien juga mengatakan bahwa ia sering mendengar suara-suara yang ingin


membunuhnya. Suara-suara itu sangat menakutkan sehingga klien kesal
dan ingin memukul-mukul, melempar barang-barang agar suara tersebut
hilang.

3) Aspek Intelektual

Orang yang terdekat dengan klien adalah ibu, tapi ibu klien telah
meninggal 2 tahun yang lalu.Klien mengatakan dirinya tidak mampu
menjadi kepala keluarga yang baik, dan tidak berdaya untuk melakukan
apapun.

4) Aspek social

Selama dirumah sakit, klien selalu menyendiri duduk dipojok atau tiduran
ditempat tidur, kadang-kadang klien berjalan mondar-mandir, klien sering
berbicara sendiri.
18

5) Aspek spiritual
Klien beragama islam.

B. Pengkajian Lanjutan

Pengkajian yang perlu dilakukan pengkajian lanjutan adalah pada aspek


spriritual klien karena pada kasus tersebut tidak dijelaskan aktivitas apa saja
yang dilakukan klien yang berhubungan dengan aspek spiritual seperti
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan
lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat
menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak
berdosa.

3.3 Pohon Masalah

Resiko tinggi mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Prilaku Kekerasan

Resiko Prilaku Kekerasan

Defisit Perawatan Diri

Harga Diri Rendah Halusinasi : Pendengaran


19

3.4 Data Fokus

Data Subjektif Data Objektif


1. Menurut pembantunya klien 1. Klien tampak rambutnya tidak
dibawa kerumah sakit karena disisir dan kotor, janggut dan
mengamuk, merusak kumis tidak terawat, kuku
lingkungan dan tidak mengurus panjang dan hitam, baju kotor
2. Klien tampak meneyendiri
diri
2. Klien mengatakan dirinya tidak duduk dipojok atau tiduran
mampu menjadi kepala keluarga ditempat tidur
3. Klien tampak berjalan mondar-
yang baik
3. Klien mengatakan tidak berdaya mandir dan sering berbicara
untuk melakukan apapapun sendiri
4. Klien mengatakan sering
mendengar suara-suara yang
ingin membunuhnya

3.5 Analisa Data

Data Subjektif Data Objektif Masalah


1. Menurut 1. Klien tampak
pembantunya rambutnya tidak
klien dibawa disisir dan kotor,
kerumah sakit janggut dan kumis
karena tidak terawat,
mengamuk, kuku panjang dan
merusak hitam, baju kotor
2. Klien tampak
lingkungan dan Prilaku Kekerasan
meneyendiri
tidak mengurus
duduk dipojok
diri
2. Klien mengatakan atau tiduran
dirinya tidak ditempat tidur
3. Klien tampak
20

mampu menjadi berjalan mondar-


kepala keluarga mandir dan sering
yang baik berbicara sendiri
3. Klien mengatakan
tidak berdaya
untuk melakukan
apapapun
4. Klien mengatakan
sering mendengar
suara-suara yang
ingin
membunuhnya

3.6 Rencana Keperawatan


1. Identifikasi penyebab, tanda dan gejala, PK yang dilakukan dan akibat pk
2. Jelaskan cara mengontrol PK : fisik, obat, verbal, dan spiritual
3. Latihan cara mengontrol PK secara fisik : tarik nafas dalam dan pukul kasur
dan bantal
4. Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik
21

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Perilaku kekerasan atau tindak kekerasan merupakan ungkapan perasaan marah


dan bermusuhan sebagai respon terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak
terpenuhi yang mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana individu bisa
berperilaku menyerang atau melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan
diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Pasien dengan prilaku kekerasan memerlukan prilaku teraupetik yang baik dari
perawat agar dapat terbina huungan saling percaya dan dapat mengetahui segala
informasi tentang masalah-masalh yang sdedang dihadapi pasien guna untuk
mencapai evaluasi asuhan keperawatan sesuai yang diharapkan.

4.2 Saran
22

Jika anda ingin membuat suatu kesimpulan yang baik dan benar dalam pembuatan
makalaha atau karya tulis ilmiah, anda harus memeperhatikan beberapa cara dan
perlu mengingatnya diantaranya yaitu memahami isi materi dari makalah atau
karya tulis ilmiah singga didapatkan suatu kesimpulan dari pemahaman yang telah
diserap.

DAFTAR PUSTAKA

[RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia

Fitria, Nita. 2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Purba, dkk, ( 2008 ). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah


Psikososial dan Gangguan jiwa. Medan: USU Press.

Riyadi, Sujono dan Teguh Purwanto. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogykarta:
Graha Ilmu.

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: PT. Refika
Aditama

Yosep, iyus. 2009. Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: PT. Refika
Aditama.

Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan jiwa (Edisi Revisi). Bandung: PT. Refika
Aditama
23

Yusuf, Ah.dkk. 2015. Buku Ajar Kesehatan Jiwa. Jakarta : Selemba Medika.

Das könnte Ihnen auch gefallen