Sie sind auf Seite 1von 30

PANDUAN PEDOMAN PENATALAKSANAAN HIV-AIDS

RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS

RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS

201X

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME, atas segala rahmat yang


telah dikaruniakan kepada penyusun sehingga dapat
menyelesaikan Buku Pedoman Pelayanan Penatalaksanaan HIV-
AIDS Rumah Sakit Islam Sunan Kudus.

Buku Pedoman Pelayanan Penatalaksanaan HIV-AIDS Ini


merupakan pedoman bagi tenaga kesehatan dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat

Diharapkan dengan adanya buku ini dapat meningkatkan


mutu pelayanan di Rumah Sakit dan digunakan sebagai acuan
dalam melaksanakan tugas.

Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang


sedalam-dalamnya atas bantuan semua pihak dalam
menyelesaikan Buku Pedoman Pelayanan Penatalaksanaan HIV-
AIDS.

Kami sangat menyadari banyak terdapat kekurangan-


kekurangan dalam buku ini. Kekurangan ini secara
berkesinambungan akan terus diperbaiki sesuai dengan
tuntunan dalam pengembangan rumah sakit ini.

Penyusun

2
RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS
Jl. Kudus Permai No.1 Kudus 59361
Telp 0291-432008,434008 Gawat Darurat 0291-428300

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS

NOMOR : 800/2931/2015

TENTANG

PEDOMAN PELAYANAN PENATALAKSANAAN HIV-AIDS

Disusun Oleh :

dr. Kusworo Yulianto


NIP. 196807072007011017

Disetujui Oleh :

Dra. Sri Suwanti


NIP. 196508181991012001

Ditetapkan Oleh :

dr. H. Sunaryo Gana


NIP.
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS

NOMOR : 800/2931/2015

3
RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS
Jl. Kudus Permai No.1 Kudus 59361
Telp 0291-432008,434008 Gawat Darurat 0291-428300

TENTANG

PEDOMAN PELAYANAN PENATALAKSANAAN HIV-AIDS

DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS,

Menimbang : a. bahwa Dalam Upaya Meningkatkan Mutu


Pelayanan Kesehatan khususnya dalam rangka
peningkatan kesehatan masyarakat di Rumah
Sakit Islam Sunan Kudus serta untuk
mendukung pencapaian Kabupaten Semarang
dalam upaya penurunan Angka Kejadian Kasus
HIV-AIDS di Rumah Sakit Islam Sunan Kudus
maka perlu adanya Pelayanan Penatalaksanaan
HIV-AIDS Rumah Sakit Islam Sunan Kudus;
b. bahwa berdasarkan maksud tersebut diatas,
maka perlu ditetapkan Pemberlakuan Pedoman
Pelayanan Penatalaksanaan HIV-AIDS Rumah
Sakit Islam Sunan Kudus dengan Kebijakan
Direktur.

Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004


Tentang Praktek Kedokteran (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4431);
2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
1441 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
3. Undang Undang Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5072);
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
832/Menkes/SK/X/2006 tentang penetapan
Rumah Sakit Rujukan bagi orang dengan HIV-
AIDS (ODHA) dan standar pelayanan Rumah
Sakit Rujukan ODHA dan satelitnya;
5. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor
241/Menkes/SK/IV/X/2006 tentang standar
pelayanan Laboratorium kesehatan

5
RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS
Jl. Kudus Permai No.1 Kudus 59361
Telp 0291-432008,434008 Gawat Darurat 0291-428300

pemeriksaan HIV dan Infeksi Oportunistik;


6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal;
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 21
Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan
AIDS;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KESATU : Pemberlakuan Pedoman Pelayanan
Penatalaksanaan HIV-AIDS Rumah Sakit Islam
Sunan Kudus.

KEDUA : Pedoman Pelayanan Penatalaksanaan HIV-AIDS


Rumah Sakit Islam Sunan Kudus sebagaimana
dimaksud dalam Diktum kesatu harus dijadikan
acuan dalam menyelenggarakan Pelayanan
Penatalaksanaan HIV-AIDS di Rumah Sakit Islam
Sunan Kudus.

Biaya yang timbul sebagai akibat dikeluarkannya


KETIGA : Keputusan ini dibebankan pada Anggaran Rumah
Sakit Islam Sunan Kudus.

Kebijakan Direktur Rumah Sakit Islam Sunan


Kudus ini mulai berlaku pada tanggal
KEEMPAT : ditetapkan.

Ditetapkan di : Kudus
pada tanggal : 31 Desember 2015

DIREKTUR RSI SUNAN KUDUS,

6
RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS
Jl. Kudus Permai No.1 Kudus 59361
Telp 0291-432008,434008 Gawat Darurat 0291-428300

dr. H. SUNARYO GANA

7
Daftar Isi

PENDAHULUAN..........................................................................1
A. LATAR BELAKANG.............................................................1
B. TUJUAN.............................................................................1
1. Tujuan Umum.................................................................1
2. Tujuan Khusus :..............................................................1
C. SASARAN...........................................................................2
D. RUANG LINGKUP................................................................2
KOMPONEN LAYANAN HIV-AIDS DI RSUD AMBARAWA..............3
A. KEGIATAN LAYANAN HIV DI FASILITAS LAYANAN
KESEHATAN RSUD AMBARAWA..............................................3
B. LAYANAN PADA PASIEN YANG BERKUNJUNG DI KLINIK
VCT DAN CST...........................................................................4
1. RAWAT JALAN / IGD.......................................................4
2. RAWAT INAP....................................................................5
3. ALUR PELAYANAN KOLABORASI TB HIV.......................6
C. KONSELING VCT................................................................6
D. PEMERIKSAAN LABORAT UNTUK HIV AIDS......................8
1. Prosedur Pemeriksaan.....................................................8
2. Alur Laborat VCT.............................................................8
E. PEMERIKSAAN DAN TATALAKSANA SETELAH DIAGNOSIS
HIV DITEGAKKAN....................................................................9
F. PENILAIAN STADIUM KLINIS...........................................10
G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEBELUM PENGOBATAN
ARV........................................................................................12
PENATALAKSANAAN PASIEN REAKTIF.....................................14
A. PERSYARATAN LAIN SEBELUM MEMULAI TERAPI ARV. .14
B. PENGOBATAN PENCEGAHAN KOTRIMOKSASOL.............14
C. TATALAKSANA PEMBERIAN ARV.....................................17
1. SAAT MEMULAI TERAPI................................................17
2. MEMULAI TERAPI ARV PADA KEADAAN INFEKSI
OPORTUNISTIK (IO) YANG AKTIF........................................18

8
3. PANDUAN ARV LINI PERTAMA YANG DIAJURKAN........18
PENUTUP..................................................................................20

9
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Hingga saat ini HIV masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia.Sejak
pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai sekarang, kasus
HIV teridentifikasi tersebar di seluruh pelosok Indonesia.
Berdasarkan data terbaru, kejadian penularan infeksi
HIV terbanyak adalah melalui hubungan seksual dengan orang
terinfeksi tanpa menggunakan kondom. Diikuti oleh
penggunaan alat suntik yang tercemar darah yang mengandung
HIV (karena penggunaan alat suntik secara bersamaan
diantara pengguna napza suntik ), dan ditularkan melalui ibu
pengidap HIV kepada anaknya, baik selama kehamilan,
persalinan atau selama menyusui. Cara penularan lain adalah
melalui transfusi darah yang tercemar, alat tusuk dan
peralatan lainnya (tattoo dan lain-lain ) dan adanya infeksi
menular seperti IMS.
Salah satu program prioritas pembangunan
pemerintahan Indonesia adalah upaya peningkatan derajad
kesehatan masyarakat sebagai unsure dari MDGs ( Millenium
Development Goals ). Berbagai upaya kesehatanpun diarahkan
untuk mendukung program ini, tidak terkecuali perang
,melawan penyakit infeksi seperti HIV AIDS dan penyakit
menular lainnya seperti yang tercantum dalam MDG-6. Searah
dengan MDG-6, UNSAID juga memandu dengan visinya agar di
tahun 2015 tidak ada lagi penyebaran ( zero new infection),
kematian ( zero AIDS-related deaths ), dan stigma ( zero
discrimination) akibat HIV AIDS.
RSI Sunan Kudus berpartisipasi aktif dalam
mensukseskan MDGs tersebut dengan membentuk suatu Tim
HIV AIDS di lingkungan RSI Sunan Kudus

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum
Menjadi pedoman dalam melaksanakan layanan
komprehensif HIV AIDS di RSI Sunan Kudus

1
2. Tujuan Khusus :
a. Menjadi acuan praktis dalam melaksanakan kegiatan

program pengendalian dan pengelolaan HIV AIDS di RSI

Sunan Kudus
b. Meningkatkan dan menjaga kualitas layanan kesehatan

di RSI Sunan Kudus


c. Mendukung keberlangsungan layanan kesehatan

komprehensif
d. Membangun jejaring dan sistem rujukan antara RSI

Sunan Kudus dengan layanan kesehatan serta institusi

terkait

C. SASARAN
Pedoman HIV AIDS ini disusun untuk diaplikasikan oleh para
pihak terkait yang berkepentingan dengan program dan layanan
kesehatan khususnya HIV-AIDS di RSI Sunan Kudus,
diantaranya :
1. Tim HIV-AIDS
2. Instalasi Rawat Jalan
3. Instalasi Rawat Inap
4. Instalasi Bedah Sentral
5. Instalasi Farmasi
6. Laboratorium

D. RUANG LINGKUP
Buku pedoman memuat tentang penjelasan mengenai program
dan layanan komprehensif mengenai HIV-AIDS di RSI Sunan
Kudus. Kegiatannya meliputi aspek promotif, preventif dan
kuratif .Bagian pengelolaan penyakit ditekankan pada upaya
deteksi dini, diagnosis, prinsip serta garis besar cara terapinya.

2
BAB II

KOMPONEN LAYANAN HIV-AIDS DI RSI SUNAN KUDUS

A KEGIATAN LAYANAN HIV DI FASILITAS LAYANAN KESEHATAN


RSI SUNAN KUDUS
Layanan terkait HIV meliputi upaya dalam menemukan
pasien HIV secara dini dengan melakukan tes dan konseling
HIV pada pasien yang datang ke RSI Sunan Kudus baik yang
berasal dari Rawat Jalan maupun Rawat Inap, baik yang
datang sendiri maupun rujukan. Selain itu Tim HIV RSI Sunan
Kudus melaksanakan jemput bola dengan melakukan VCT
mobile ke daerah daerah populasi kunci. Infeksi HIV
merupakan infeksi kronis dengan berbagai macam infeksi
oportunistik yang memiliki dampak sosial terkait stigma dan
diskriminasi serta melibatkan berbagai unsur dengan
pendekatan tim.
Adapun komponen layanan HIV di RSI Sunan Kudus antara
lain terdiri dari :
1. Inform consent untuk tes HIV seperti tindakan medis

lainnya
2. Pencatatan setiap kegiatan layanan yang dilakukan tim HIV

di RSI Sunan Kudus


3. Anamnesis dan pemeriksaan lengkap oleh dokter
4. Skrining TB dan infeksi oportunistik
5. Konseling bagi ODHA perempuan usia subur tentang KB

dan kesehatan reproduksi termasuk rencana untuk

mempunyai anak
6. Pemberian kotrimoksasol sebagai pengobatan pencegahan

infeksi oportunistik
7. Pemberian ARV bagi ODHA yang memenuhi syarat
8. Pemberian ARV profilaksis pada bayi segera setelah

dilahirkan oleh ibu hamil dengan HIV

3
9. Pemberian imunisasi dan pengobatan pencegahan

kotrimoksasol pada bayi yang lahir dari Ibu dengan HIV

positif
10. Anjuran rutin Tes HIV pada perawatan ante natal care
11. Konseling untuk memulai terapi
12. Konseling tentang gizi, pencegahan penularan sesuai

keperluan
13. Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksi

menular seksual dan kelompok resiko tinggi beserta

pasangan seksualnya.
14. Pendampingan oleh lembaga non kesehatan sesuai

dengan kebutuhan pasien.

E. LAYANAN PADA PASIEN YANG BERKUNJUNG DI KLINIK


VCT DAN CST
Semua pasien yang datang ke RSI Sunan Kudus berhak
mendapatkan layanan HIV-AIDS di Klinik VCT yang sesuai.
Layanan Klinik VCT ini dapat diakses oleh mereka yang datang
baik atas kemauan sendiri, dari rawat jalan , maupun rawat
inap.
Berikut ini adalah alur kedatangan pasien :

1 RAWAT JALAN / IGD


REGISTRASI PENDAFTARAN PASIEN
PASIEN KONSELING DASAR
PULANG

KONSELING PRA TEST INFORM CONSENT DAN RUJUKAN LAB


3 BULAN KEMUDIAN
PERIKSA KEMBALI

LABORAT
YA
NON REAKTIF REAKTIF
WINDOW PERIODE MANAGER KASUS
KONSELING PASCA TEST

TIDAK

CST
PULANG

4
3. RAWAT INAP

SUSPEK ODHA

SCREENING TB

SCREENING PRE OP DENGAN RISTI TIDAK


VCT KONSELING DASAR

3KONSELING
BL KEMUDIAN PRA TEST INFORM CONSENT DAN RUJUKA
SCREENING ANC DAN VK
CST
PERIKSA KEMBALI

SCREENING HD PASIEN BARU


YA NON LABORAT

REAKTIF WINDOW PERIODE REAKTIF


KONSELING PASCA TEST

MANAGER KASUS

5
4. ALUR PELAYANAN KOLABORASI TB HIV

RAWAT JALAN ATAU R

DOTS TB KONSELING KO T

PENUNJANG DIAGNOSTIK

TB POSITIF (+)

FARMASI
NON TB ATAU TB NEGATIF(-)

F. KONSELING VCT RAWAT JALAN ATAU


VCT (Voluntery Counseling dan Testing) merupakan
kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis,
informasi dan pengetahuan HIV AIDS, mencegah penularan
HIV, mempromosikan perubahan prilaku yang
bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan
pemecahan berbagai masalah terkait HIV AIDS
Pasien yang datang dari rawat jalan setelah dilakukan
registrasi untuk mendapatkan nomer rekam medis akan
mendapatkan konseling pre test di Klinik VCT . Konseling ini
terdiri dari berbagai macam informasi tentang HIV AIDS,
penggalian faktor resiko dan penandatangan inform consent.

6
Setelah penandatanganan inform consent, pasien
dilakukan pengambilan sample darah untuk pemeriksaan Anti
HIV. Setelah hasil jadi, dilakukan konseling post test dan
disampaikan ke pasien.Bila hasil negative dan penggalian
faktor resiko pasien tidak dalam masa jendela, maka pasien
pulang.
Tapi apabila hasil yang didapatkan adalah negative dan
penggalian faktor resiko dalam masa jendela, maka diarahkan
untuk dilakukan pemeriksaan ulang 1 bulan kemudian.
Untuk pasien dengan hasil positif, segera kita alihkan ke
Manager Kasus selaku pendamping pasien untuk segera
dilakukan pemeriksaan lanjut yaitu pengambilan darah untuk
pemeriksaan CD4.Dan di lakukan pemeriksaan fisik oleh CST.
Tabel 1. Tanda Dan Gejala Klinis Yang Patut Diduga
Infeksi HIV

1. KEADAAN UMUM
a. Kehilangan berat badan > 10%dari berat badan dasar
b. Demam ( terus menerus atau intermitten , temperature oral
>37,5C ) yang lebih dari satu bulan
c. Diare ( terus menerus atau intermitten ) yang lebih dari satu
bulan
d. Limphadenophaty meluas
2. KULIT
a. PPE* dan kulit kering yang meluas* merupakan dugaan kuat
infeksi HIV. Beberapa kelainan seperti kutil genital ( genital
warts ) ,foliculitis dan psoriasis sering terjadi pada ODHA tapi
tidak selalu terkait dengan HIV
3. INFEKSI
Infeksi Jamur a. Kandidiasis oral
b. Dermatitis seboroik
c. Kandidiasis berulang
Infeksi viral d. Herpes Zooster ( berulang atau melibatkan
lebih dari satu dermatom )*
e. Herpes Genital ( berulang )
f. Moluskum Contagiosum
g. Kondiloma
Gangguan h. Batuk lebih dari satu bulan
pernafasan i. Sesak nafas
j. Tuberculosis
k. Pneumoni berulang
l. Sinusitis kronis atau berulang
Gejala neurologis m. Nyeri kepala yang semakin parah ( terus

7
menerus dan tidak jelas penyebabnya )
n. Kejang demam
o. Menurunnya fungsi kognitif
* Keadaan tersebut merupakan dugaan kuat terhadap
infeksi HIV
Sumber : WHO SEARO 2007

G. PEMERIKSAAN LABORAT UNTUK HIV AIDS

1 Prosedur Pemeriksaan
Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai
dengan panduan nasional yang berlaku pada saat ini, yaitu
dengan menggunakan strategi 3 dan selalu didahului dengan
konseling pra tes atau informasi singkat.Ketiga tes tersebut
dapat menggunakan reagen tes cepat atau dengan
ELISA.Untuk pemeriksaan pertama (A1) harus digunakan
tes dengan sensitifitas yang tinggi (>99%), sedang untuk
pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes
dengan spesifisitas tinggi (>99%).
Antibodi biasanya baru dapat terdeteksi dalam waktu
2 minggu hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV yang disebut
masa jendela. Bila tes HIV yang dilakukan dalam masa
jendela menunjukkan hasil negatif, maka perlu dilakukan
tes ulang, terutama bila masih terdapat perilaku yang
berisiko.

5. Alur Laborat VCT


HASIL INTERPRETASI TINDAK LANJUT
a. Bila yakin tidak ada factor
resiko dan atau perilaku
beresiko dilakukan lebih dari 3
bulan sebelumnya makapasien
A1 (-) diberikan konseling agar
Atau menjaga tetap negative
A1 (-) A2 (-) A3 Non reaktif b. Bila belum yakin ada atau
(-) tidaknya factor resikodan atau
perilaku beresikodilakukan 3
bulan terakhir maka
dianjurkan untuk tes ulang
dalam waktu 1 bulan

8
A1 (+) A2 (+) A3 Ulang tes dalam satu bulan
(-) Indeterminan Konseling agar tetap menjaga
Atau negative ke depannya
A1 (+) A2 (-) A3
(-)

Lakukan konseling hasil tes


A1 (+) A2 (+) A3 Reaktif positif dan rujuk ke CST melalui
(-) manager kasus untuk
mendapatkan layanan
selanjutnya
BAGAN ALUR LAYANAN HIV
ODHA

LANGKAH TATALAKSANA TERDIRI DARI

PEMERIKSAAN FISIK LENGKAP


DAN LAB
UNTUKMENIDENTIFIKASIKAN IO
PENENTUAN STADIUM KLINIS
SCREENING TB ( DENGAN
FORMAT SCREENING TB)
SCREENING IMS,SIFILIS, DAN
MALARIA UNTUK BUMIL
PEMERIKSAAN CD4 ( BILA
TERSEDIA) UNTUK MEMENUHI
PPK DAN ART
PEMBERIAN PPK BILA TIDAK
TERSEDIA CD4
IDENTIFIKASI SOLUSI TERKAIT
ADHERENS
KONSELING POSITIV
PREVENTION

MEMENUHI SYARAT BELUM ODHA ADA


ARV MEMENUHI KENDALA
SYARAT ARV KEPATUHAN
(ADHERENCE)

TIDAK ADA ADA IO


IO

BERIKAN CARI
RENCANA SOLUSI
MULAI TERAPI IO 2 MGG PENGOBATAN TERKAIT
TERAPI ARV SELANJUTNYA MULAI ARV DAN PEMBERIAN KEPATUHAN
TERAPI ARV SECARA TIM
HINGGA
VAKSINASI BILA
ODHA
PASIEN MAMPU
DAPAT
MULAI ARV BILA PATUH DAN
9 ODHA SUDAH MENDAPAT
MEMENUHI AKSES
SYARAT ARV TERAPI ARV
H. PEMERIKSAAN DAN TATALAKSANA SETELAH DIAGNOSIS
HIV DITEGAKKAN
Setelah dinyatakan terinfeksi HIV , maka pasien ODHA
perlu dirujuk ke layanan CST untuk menjalankan serangkaian
layanan yang meliputi penilaian stadium klinik, penilaian
imunologis dan virologi.Hal tersebut dilakukan untuk :
1. Menentukan apakah pasien sudah memenuhi syarat untuk

pengobatan antiretroviral
2. Menilai status supresi imun pasien
3. Menentukan infeksi oportunistik yang pernah dan sedang

terjadi
4. Menentukan panduan obat ARV yang sesuai

I. PENILAIAN STADIUM KLINIS


Penilaian stadium klinis dinilai pada saat kunjungan awal dan
setiap kali kunjungan untuk penentuan terapi ARV dengan
lebih tepat waktu.
Stadium Klinis Infeksi HIV:
1. Stadium 1
a. Tidak ada gejala
b. Limfadenopati Generalisata Persisten
2. Stadium 2
a. Penurunan berat badan bersifat sedang yang tak

diketahui penyebabnya (<10% dariperkiraan berat badan

atau berat badan sebelumnya)


b. Infeksi saluran pernafasan yang berulang (sinusitis,

tonsillitis, otitis media, faringitis)


c. Herpes zoster
d. Keilitis angularis
e. Ulkus mulut yang berulang
f. Ruam kulit berupa papel yang gatal (Papular pruritic

eruption)

10
g. Dermatisis seboroik
h. Infeksi jamur pada kuku
3. Stadium 3
a. Penurunan berat badan bersifat berat yang tak diketahui

penyebabnya (lebih dari 10%

dari perkiraan berat badan atau berat badan sebelumnya)


b. Diare kronis yang tak diketahui penyebabnya selama

lebih dari 1 bulan


c. Demam menetap yang tak diketahui penyebabnya
d. Kandidiasis pada mulut yang menetap
e. Oral hairy leukoplakia
f. Tuberkulosis paru
g. Infeksi bakteri yang berat (contoh: pneumonia, empiema,

meningitis, piomiositis, infeksi tulang atau sendi,

bakteraemia, penyakit inflamasi panggul yang berat)


h. Stomatitis nekrotikans ulserative akut, gingivitis atau

periodontitis
i. Anemi yang tak diketahui penyebabnya (<8g/dl),

netropeni (<0.5 x 10/l) dan/atautrombositopeni kronis

(<50 x 10
4. Stadium 4
a. Sindrom wasting HIV
b. Pneumonia Pneumocystis jiroveci
c. Pneumonia bacteri berat yang berulang
d. Infeksi herpes simplex kronis (orolabial, /l) genital, atau

anorektal selama lebih dari

1 bulan atau viseral di bagian manapun)


e. Kandidiasis esofageal (atau kandidiasistrakea, bronkus

atau paru)
f. Tuberkulosis ekstra paru
g. Sarkoma Kaposi
h. Penyakit Cytomegalovirus (retinitis atau infeksi organ

lain, tidak termasuk hati,limpa dan kelenjar getah

bening)
i. Toksoplasmosis di sistem saraf pusat
j. Ensefalopati HIV
k. Pneumonia Kriptokokus ekstrapulmoner,termasuk

meningitis

11
l. Infeksi mycobacteria non tuberculosis yang menyebar
m. Leukoencephalopathy multifocal progresif
n. Cyrptosporidiosis kronis
o. Isosporiasis kronis
p. Mikosis diseminata (histoplasmosis,coccidiomycosis)
q. Septikemi yang berulang (termasukSalmonella non-tifoid)
r. Limfoma (serebral atau Sel B nonHodgkin)
s. Karsinomaserviks invasif
t. Leishmaniasisdiseminataatipika
u. Nefropatiataukardiomiopatiterkaiit HIV yang simtomatis

DAFTAR TILIK PEMERIKSAAN FISIK


Tanda vital Berat badan dan tinggi badan, tekanan darah,
frekuensi denyut nadi, respirasi, suhu badan
Keadaan Umum Kehilangan berat badan tanpa sebab yang jelas
(Wasting syndrome) atau akibat infeksi oportunistik
Jejas suntikan pada penasun
Penyakit lain selain Malaria, tB, PCP, Pneumonia bakterial, infeksi
HIV susunan syaraf pusat, penyakit kelamin,
gastroenteritis, hepatitis viral, dan lain-lain
Kulit Pruritic papular eruption (PPe), dermatitis seborhoik,
herpes simpleks, herpes zoster atau bekasnya
Kelenjar Getah Persitent generalyzed lynpohadenopathy (PGL)
Bening Lymphadenopathy TB
Lymphoma maligna
Mulut Kandidiasis oral
Oral hairy leucoplakia (OHL)
Keilitis angularis
Dada TB
PCP
Pneumonia bacterial
Abdomen Kandidiasis oesophageal
Hepatitis akut dan kronik
Anogenital Herpes simpleks
Lesi genital, duh tubuh
Pap smear bila perlu
Neurologi Visus, tanda-tanda neuropathy

G. PENILAIAN IMUNOLOGI( PEMERIKSAAN JUMLAH CD4 )


Jumlah CD4 adalah cara untuk menilai status imunitas
ODHA. Pemeriksaan CD4 melengkapi pemeriksaan klinis untuk
menentukan pasien yang memerlukan pengobatan profilaksis IO
dan terapi ARV. Rata rata penurunan CD4 adalah sekitar 70-
100 sel/mm/tahun dengan peningkatan setelah pemberian

12
ARV selama 50-100 sel/mm/tahun.Jumlah limfosit total (TLC)
tidak dapat menggantikan pemeriksaan CD4.

J. PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEBELUM PENGOBATAN


ARV
Pada dasarnya pemantauan laboratorium bukan
merupakanpersyaratan mutlak untuk menginisiasi terapi
ARV.Pemeriksaan CD4 dan viral load juga bukan kebutuhan
mutlak dalam pemantauan pasien yangmendapat terapi ARV,
namun pemantauan laboratorium atas indikasigejala yang ada
sangat dianjurkan untuk memantau keamanan dantoksisitas
pada ODHA yang menerima terapi ARV.Hanya
apabilasumberdaya memungkinkan maka dianjurkan
melakukan pemeriksaanviral load pada pasien tertentu untuk
mengkonfirmasi adanya gagal terapi menurut kriteria klinis dan
imunologis.
Di bawah ini adalah pemeriksaan laboratorium yang ideal
sebelum memulai ART apabila sumber daya memungkinkan:
1. Darah lengkap*
2. Jumlah CD4*
3. SGOT / SGPT*
4. Kreatinin Serum*
5. Urinalisa*
6. HbsA
7. Tes Kehamilan (perempuan usia reprodukstif dan perlu

anamnesis mens terakhir)


8. PAP smear / IFA-IMS untuk menyingkirkan adanya Ca

Cervix yang pada ODHA bias bersifat progresif)


9. Jumlah virus / Viral Load RNA HIV** dalam plasma (bila

tersedia dan bila pasien mampu)


10. Anti-HCV (untuk ODHA IDU atau dengan riwayat IDU)
11. Profil lipid serum
12. Gula darah
13. VDRL/TPHA/PRP
14. Ronsen dada (utamanya bila curiga ada infeksi paru)
catatan:

* adalah pemeriksaan yang minimal perlu dilakukan sebelum


terapi ARV karena berkaitan dengan pemilihan obat ARV. Tentu
saja hal iniperlu mengingat ketersediaan sarana dan indikasi
lainnya.

13
** pemeriksaan jumlah virus memang bukan merupakan
anjuran untuk dilakukan sebagai pemeriksaan awal tetapi akan
sangat berguna (bilapasien punya data) utamanya untuk
memantau perkembangan danmenentukan suatu keadaan gagal
terapi.

14
BAB IV
PENATALAKSANAAN PASIEN REAKTIF

A PERSYARATAN LAIN SEBELUM MEMULAI TERAPI ARV


Sebelum mendapat terapi ARV pasien harus dipersiapkan
secara matang dengan konseling kepatuhan karena terapi ARV
akan berlangsung seumur hidupnya. Untuk ODHA yang akan
memulai terapi ARV dalam keadaan jumlah CD4 di bawah 200
sel/mm maka dianjurkan untuk memberikan Kotrimoksasol
(1x960mg sebagai pencegahan IO) 2 minggu sebelum terapi
ARV. Hal ini dimaksudkan untuk:
1.Mengkaji kepatuhan pasien untuk minum obat,dan
2. Menyingkirkan kemungkinan efek samping tumpang tindih
antara kotrimoksasol dan obat ARV, mengingat bahwa
banyak obat ARV mempunyai efek samping yang sama
dengan efek samping kotrimoksasol.

K. PENGOBATAN PENCEGAHAN KOTRIMOKSASOL


Beberapa infeksi oportunistik (IO) pada ODHA dapat dicegah
dengan pemberian pengobatan profilaksis.Terdapat dua macam
pengobatan pencegahan, yaitu profilaksis primer da profilaksis
sekunder.
1. Profilaksis primer adalah pemberian pengobatan
pencegahan untuk mencegah suatu infeksi yang belum
pernah diderita.
2. Profilaksis sekunder adalah pemberian pengobatan
pencegahanyang ditujukan untuk mencegah berulangnya
suatu infeksi yang pernah diderita sebelumnya. Berbagai
penelitian telah membuktikan efektifitas pengobatan
pencegahan kotrimoksasol dalam menurunkan angka
kematian dan kesakitan pada orang yang terinfeksi HIV. Hal
tersebut dikaitkan dengan penurunan insidensi infeksi
bakterial, parasit (Toxoplasma) dan Pneumocystis
cariniipneumonia (sekarang disebut P. jiroveci, disingkat
sebagai PCP). Pemberian kotrimoksasol untuk mencegah
(secara primermaupun sekunder) terjadinya PCP dan
Toxoplasmosis disebut sebagai Pengobatan Pencegahan
Kotrimoksasol (PPK)
PPK dianjurkan bagi:

15
ODHA yang bergejala (stadium klinis 2, 3, atau 4)
termasuk perempuan hamil dan menyusui.Walaupun secara
teori kotrimoksasol dapat menimbulkan kelainan kongenital,
tetapi karena risiko yang mengancam jiwa pada ibu hamil
dengan jumlah CD4 yang rendah (<200) atau gejala klinis
supresi imun (stadium klinis 2, 3 atau 4), maka perempuan
yang memerlukan kotrimoksasol dan kemudian hamil harus
melanjutkan profilaksis kotrimoksasol.ODHA dengan jumlah
CD4 di bawah 200 sel/mm3 (apabila tersedia pemeriksaan dan
hasil CD4).
PEMBERIAN KOTRIMOKSASOL SEBAGAI PENGOBATAN
PRIMER
INDIKASI SAAT DOSIS PEMANTAUAN
PENGHENTIAN
Bila tidak tersedia 2 tahun setelah
pemeriksaan jumlah penggunaan Efek samping
selCD4, semua kotrimoksasol jika berupa tanda
pasien mendapatkan hipersensitivitas
Diberikan ARV. seperti demam,
kotrimoksasol segera rash, sindrom
setelah dinyatakan Steven Johnson,
HIV positif 960 mg / tanda penekanan
Bila tersedia Bila sel CD4 naik hari dosis sumsum tulang
pemeriksaan jumlah >200 tunggal seperti anemi,
sel CD4 dan sel/mm3padapem trombositopeni,
terjangkau,kotrimoks eriksaan dua kali lekopeni,
asol diberikan pada interval 6 bulan pansitopeni
pasien dengan berturut turut Interaksi obat
jumlah CD4 <200 jika mendapatkan dengan ARV dan
sel/mm3 ARV obat lain yang
digunakan dalam
Semua bayi lahir dari Dihentikan pada pengobatan
ibu usia 18 Trimetrop penyakit terkait
hamil HIV positif bulan dengan im 8 10 HIV.
berusia hasil test mg/kgBB
6 minggu HIV negatif .Jika dosis
test HIV tunggal
positifdihentikan
pada usia
18bulan jika

16
mendapatkan
terapi ARV

Kotrimoksasol untuk pencegahan sekunder diberikan setelah


terapi PCP atau Toksoplasmosis selesai dan diberikan selama 1
tahun.

ODHA yang akan memulai terapi ARV dengan CD4 di bawah 200 sel/mm3;
dianjurkan untuk memberikan kotrimoksasol 2 minggu sebelum ARV. Hal
tersebut berguna untuk :
1)mengkaji kepatuhan pasien dalam minum obat dan
2) menyingkirkan efek samping yang tumpang tindih antara kotrimoksasol
1.dengan obat ARV, mengingat
DESENSITISASI bahwa banyak obat ARV mempunyai efek
KOTRIMOKSASOL
samping yang sama dengan efek samping kotrimoksasol.

Dalam keadaan terjadi reaksi hipersensitivitas


terhadap Kotrimoksasol dan Kemudian akan memulai lagi
maka perlu dilakukan desensitisasi obat. Angka
keberhasilan desensitisasi kotrimoksasol cukup tinggi yaitu
70% dari ODHA yang pernah mengalami reaksi alergi yang
ringan hingga sedang.Desensitisasi jangan dicobakan pada
ODHA dengan riwayat mengalami reaksi alergi yang berat
(derajat hipersensitivitas 3 atau 4), berarti ODHA tidak
memperoleh terapi profilaksis.Untuk itu perlu pengawasan
ketat sebelum timbul infeksi oportunistik terkait dan mulai
pemberian ARV untuk mencegah pasien masuk dalam fase
lanjut.
PROTOKOL DESENSITISASI KOTRIMOKSASOL
L DOSIS
ANGKAH
HARI 1 80 mg SMX + 16 mg TMP (2 ml syrup)
HARI 2 160 mg SMX + 32 mg TMP (4 ml syrup)
HARI 3 240 mg SMX + 48 mg TMP ( 6 ml syrup)
HARI 4 320 mg SMX + 64 mg TMP ( 8 ml syrup)
HARI 5 1 tablet dewasa SMX TMP (400 mg SMX + 80
mg TMP)
HARI 6 2 tablet dewasa SMX TMP 1 tablet forte (800

17
mg SMX + 160 mg TMP)

Keterangan:
Setiap 5 ml sirup Kotrimoksasol mengandung 200 mg SMX
+ 40 mg TMP
Selain protokol desensitisasi seperti di atas, terdapat
Desensitisasicepat kotrimoksasol yang dapat dilakukan dalam
waktu 5 jam (dilakukanpada pasien rawat jalan), dengan
protokol sebagai berikut:

Waktu ( jam ) Dosis ( TMP+SMX) Dillusi


( pengenceran )
0 0,004/0,02mg 1:10.000 (5mL)
1 0,04/0,2mg 1 : 1.000 (5ml)
2 0,4/2mg 1 : 100 (5ml)
3 4/20mg 1 : 10 (5ml)
4 40/200mg Tidak diencerkan
(5ml)
5 160/800mg 1 tablet forte

L. TATALAKSANA PEMBERIAN ARV

1 SAAT MEMULAI TERAPI


Untuk memulai terapi antiretroviral perlu dilakukan
pemeriksaanjumlah CD4 (bila tersedia) dan penentuan
stadium klinis infeksi HIV-nya.Hal tersebut adalah untuk
menentukan apakah penderita sudahmemenuhi syarat
terapi antiretroviral atau belum. Berikut ini
adalahrekomendasi cara memulai terapi ARV pada ODHA
dewasa.
Pemeriksaan CD4 dilakukan dengan pengiriman sample
ke Labkesda sebagai laboratorium yang ditunjuk oleh Dinas
Kesehatan untuk pemeriksaan CD4.
Rekomendasi :

a. Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4


<350 sel/mm3 tanpa memandang stadium klinisnya.
b. Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB
aktif, ibu hamil dan koinfeksi HepatitisB tanpa
memandang jumlah CD4.

18
Target Stadium Jumlah Sel Rekomendasi
Populasi Klinik CD4
ODHA Dewasa Stadium >350 sel/ mm Belum mulai
Klinis 1 dan terapi.
2 Monitor gejala
klinis dan jumlah
sel CD4 setiap 6-
12 bulan
<350 sel/ mm
Mulai terapi
Berapapun
Stadium jumlah sel CD4 Mulai terapi
klinis 3 dan
4
Pasien dengan Apapun Berapapun Mulai terapi
ko-infeksi TB stadium jumlah sel CD4
klinis
Apapun Berapapun
Pasien dengan stadium jumlah sel CD4 Mulai terapi
ko-infeksi klinis
Hepatitis B
kronik aktif
Ibu hamil Apapun Berapapun Mulai terapi
stadium jumlah sel CD4
klinis

6. MEMULAI TERAPI ARV PADA KEADAAN INFEKSI


OPORTUNISTIK (IO) YANG AKTIF
Infeksi oportunistik dan penyakit terkait HIV lainnya yang
perlu pengobatan atau diredakan sebelum terapi ARV dapat
dilihat dalam table di bawah ini.

TATALAKSANA IO SEBELUM MEMULAI TERAPI INI


Jenis Infeksi Opportunistik Rekomendasi
Progresif Multifocal ARV diberikan langsung setelah
Leukoencephalopathy, diagnosis infeksi ditegakkan
Sarkoma Kaposi, Mikrosporidiosis,
CMV,
Kriptosporidiosis

19
Tuberkulosis, PCP, Kriptokokosis, ARV diberikan setidaknya 2
MAC minggu
setelah pasien mendapatkan
pengobatan infeksi opportunistik

7. PANDUAN ARV LINI PERTAMA YANG DIAJURKAN


Pemerintah menetapkan paduan yang digunakan dalam
pengobatan ARV berdasarkan pada 5 aspek yaitu:
a. Efektivitas
b. Efek samping / toksisitas
c. Interaksi obat
d. Kepatuhan
e. Harga obat
Prinsip dalam pemberian ARV adalah
a. Paduan obat ARV harus menggunakan 3 jenis obat yang
terserap dan berada dalam dosis terapeutik. Prinsip
tersebut untuk menjamin efektivitas penggunaan obat.
b. Membantu pasien agar patuh minum obat antara lain
dengan mendekatkan akses pelayanan ARV.
c. Menjaga kesinambungan ketersediaan obat ARV dengan
menerapkan manajemen
logistik yang baik.

Paduan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk lini pertama


adalah:

2 NRTI + 1 NNRTI

AZT + 3TC + NVP (Zidovudine + ATAU


Lamivudine +
Nevirapine)

AZT + 3TC + EFV (Zidovudine + ATAU


Lamivudine +
Efavirenz)

TDF + 3TC (atau (Tenofovir + Lamivudine ATAU


FTC) + NVP (atau Emtricitabine) +
Nevirapine)

20
TDF + 3TC (atau (Tenofovir + Lamivudine
FTC) + EFV (atau Emtricitabine) +
Efavirenz

BAB V
PENUTUP

Angka kasus infeksi HIV/AIDS semakin meningkat dan


tidak mengalami perubahan berarti pada lima tahun terakhir.
Keadaan ini akan meningkat bila tidak segera diantisipasi dengan
berbagai terobosan yang optimal. Kasus HIV/ AIDS yang sifatnya
kronis dan fatal akan menurunkan kondisi kesehatan di
masyarakat dan akan mempengaruhi prestasi dan kinerja generasi
mendatang.
Berdasarkan hal tersebut, maka dipandang perlu agar
pedoman pelayanan HIV/ AIDS dijadikan prioritas, yang terlihat
pada terget upaya kesehatan perorangan (UKP) pada rencana

21
strategi Departement kesehatan 2005-2009. Sesuai era
desentralisasi, kebijakan ini amat perlu didukung oleh dinas
kesehatan provinsi / kabupaten daerah sehingga terjadi
sinkronisasi antara perencanaan Departemen Kesehatan Rl pusat
dan daerah yang menghasilkan suatu visi yang saling memperkuat
dalam penurunan angka infeksi HIV .
Oleh karena itu buku pedoman pelaksanaan pelayanan
HIV/AIDS ini disusun disesuaikan dengan kondisi spesifik RSUD
Ambarawa dan karena keterbatasan sumber daya diharapkan
dapat melaksanakan target yang optimal dalam menyelenggarakan
pelayanan HIV / AIDS.

22

Das könnte Ihnen auch gefallen