Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
201X
1
KATA PENGANTAR
Penyusun
2
RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS
Jl. Kudus Permai No.1 Kudus 59361
Telp 0291-432008,434008 Gawat Darurat 0291-428300
NOMOR : 800/2931/2015
TENTANG
Disusun Oleh :
Disetujui Oleh :
Ditetapkan Oleh :
NOMOR : 800/2931/2015
3
RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS
Jl. Kudus Permai No.1 Kudus 59361
Telp 0291-432008,434008 Gawat Darurat 0291-428300
TENTANG
5
RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS
Jl. Kudus Permai No.1 Kudus 59361
Telp 0291-432008,434008 Gawat Darurat 0291-428300
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KESATU : Pemberlakuan Pedoman Pelayanan
Penatalaksanaan HIV-AIDS Rumah Sakit Islam
Sunan Kudus.
Ditetapkan di : Kudus
pada tanggal : 31 Desember 2015
6
RUMAH SAKIT ISLAM SUNAN KUDUS
Jl. Kudus Permai No.1 Kudus 59361
Telp 0291-432008,434008 Gawat Darurat 0291-428300
7
Daftar Isi
PENDAHULUAN..........................................................................1
A. LATAR BELAKANG.............................................................1
B. TUJUAN.............................................................................1
1. Tujuan Umum.................................................................1
2. Tujuan Khusus :..............................................................1
C. SASARAN...........................................................................2
D. RUANG LINGKUP................................................................2
KOMPONEN LAYANAN HIV-AIDS DI RSUD AMBARAWA..............3
A. KEGIATAN LAYANAN HIV DI FASILITAS LAYANAN
KESEHATAN RSUD AMBARAWA..............................................3
B. LAYANAN PADA PASIEN YANG BERKUNJUNG DI KLINIK
VCT DAN CST...........................................................................4
1. RAWAT JALAN / IGD.......................................................4
2. RAWAT INAP....................................................................5
3. ALUR PELAYANAN KOLABORASI TB HIV.......................6
C. KONSELING VCT................................................................6
D. PEMERIKSAAN LABORAT UNTUK HIV AIDS......................8
1. Prosedur Pemeriksaan.....................................................8
2. Alur Laborat VCT.............................................................8
E. PEMERIKSAAN DAN TATALAKSANA SETELAH DIAGNOSIS
HIV DITEGAKKAN....................................................................9
F. PENILAIAN STADIUM KLINIS...........................................10
G. PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEBELUM PENGOBATAN
ARV........................................................................................12
PENATALAKSANAAN PASIEN REAKTIF.....................................14
A. PERSYARATAN LAIN SEBELUM MEMULAI TERAPI ARV. .14
B. PENGOBATAN PENCEGAHAN KOTRIMOKSASOL.............14
C. TATALAKSANA PEMBERIAN ARV.....................................17
1. SAAT MEMULAI TERAPI................................................17
2. MEMULAI TERAPI ARV PADA KEADAAN INFEKSI
OPORTUNISTIK (IO) YANG AKTIF........................................18
8
3. PANDUAN ARV LINI PERTAMA YANG DIAJURKAN........18
PENUTUP..................................................................................20
9
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hingga saat ini HIV masih merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat utama di Indonesia.Sejak
pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai sekarang, kasus
HIV teridentifikasi tersebar di seluruh pelosok Indonesia.
Berdasarkan data terbaru, kejadian penularan infeksi
HIV terbanyak adalah melalui hubungan seksual dengan orang
terinfeksi tanpa menggunakan kondom. Diikuti oleh
penggunaan alat suntik yang tercemar darah yang mengandung
HIV (karena penggunaan alat suntik secara bersamaan
diantara pengguna napza suntik ), dan ditularkan melalui ibu
pengidap HIV kepada anaknya, baik selama kehamilan,
persalinan atau selama menyusui. Cara penularan lain adalah
melalui transfusi darah yang tercemar, alat tusuk dan
peralatan lainnya (tattoo dan lain-lain ) dan adanya infeksi
menular seperti IMS.
Salah satu program prioritas pembangunan
pemerintahan Indonesia adalah upaya peningkatan derajad
kesehatan masyarakat sebagai unsure dari MDGs ( Millenium
Development Goals ). Berbagai upaya kesehatanpun diarahkan
untuk mendukung program ini, tidak terkecuali perang
,melawan penyakit infeksi seperti HIV AIDS dan penyakit
menular lainnya seperti yang tercantum dalam MDG-6. Searah
dengan MDG-6, UNSAID juga memandu dengan visinya agar di
tahun 2015 tidak ada lagi penyebaran ( zero new infection),
kematian ( zero AIDS-related deaths ), dan stigma ( zero
discrimination) akibat HIV AIDS.
RSI Sunan Kudus berpartisipasi aktif dalam
mensukseskan MDGs tersebut dengan membentuk suatu Tim
HIV AIDS di lingkungan RSI Sunan Kudus
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Menjadi pedoman dalam melaksanakan layanan
komprehensif HIV AIDS di RSI Sunan Kudus
1
2. Tujuan Khusus :
a. Menjadi acuan praktis dalam melaksanakan kegiatan
Sunan Kudus
b. Meningkatkan dan menjaga kualitas layanan kesehatan
komprehensif
d. Membangun jejaring dan sistem rujukan antara RSI
terkait
C. SASARAN
Pedoman HIV AIDS ini disusun untuk diaplikasikan oleh para
pihak terkait yang berkepentingan dengan program dan layanan
kesehatan khususnya HIV-AIDS di RSI Sunan Kudus,
diantaranya :
1. Tim HIV-AIDS
2. Instalasi Rawat Jalan
3. Instalasi Rawat Inap
4. Instalasi Bedah Sentral
5. Instalasi Farmasi
6. Laboratorium
D. RUANG LINGKUP
Buku pedoman memuat tentang penjelasan mengenai program
dan layanan komprehensif mengenai HIV-AIDS di RSI Sunan
Kudus. Kegiatannya meliputi aspek promotif, preventif dan
kuratif .Bagian pengelolaan penyakit ditekankan pada upaya
deteksi dini, diagnosis, prinsip serta garis besar cara terapinya.
2
BAB II
lainnya
2. Pencatatan setiap kegiatan layanan yang dilakukan tim HIV
mempunyai anak
6. Pemberian kotrimoksasol sebagai pengobatan pencegahan
infeksi oportunistik
7. Pemberian ARV bagi ODHA yang memenuhi syarat
8. Pemberian ARV profilaksis pada bayi segera setelah
3
9. Pemberian imunisasi dan pengobatan pencegahan
positif
10. Anjuran rutin Tes HIV pada perawatan ante natal care
11. Konseling untuk memulai terapi
12. Konseling tentang gizi, pencegahan penularan sesuai
keperluan
13. Menganjurkan tes HIV pada pasien TB, infeksi
pasangan seksualnya.
14. Pendampingan oleh lembaga non kesehatan sesuai
LABORAT
YA
NON REAKTIF REAKTIF
WINDOW PERIODE MANAGER KASUS
KONSELING PASCA TEST
TIDAK
CST
PULANG
4
3. RAWAT INAP
SUSPEK ODHA
SCREENING TB
3KONSELING
BL KEMUDIAN PRA TEST INFORM CONSENT DAN RUJUKA
SCREENING ANC DAN VK
CST
PERIKSA KEMBALI
MANAGER KASUS
5
4. ALUR PELAYANAN KOLABORASI TB HIV
DOTS TB KONSELING KO T
PENUNJANG DIAGNOSTIK
TB POSITIF (+)
FARMASI
NON TB ATAU TB NEGATIF(-)
6
Setelah penandatanganan inform consent, pasien
dilakukan pengambilan sample darah untuk pemeriksaan Anti
HIV. Setelah hasil jadi, dilakukan konseling post test dan
disampaikan ke pasien.Bila hasil negative dan penggalian
faktor resiko pasien tidak dalam masa jendela, maka pasien
pulang.
Tapi apabila hasil yang didapatkan adalah negative dan
penggalian faktor resiko dalam masa jendela, maka diarahkan
untuk dilakukan pemeriksaan ulang 1 bulan kemudian.
Untuk pasien dengan hasil positif, segera kita alihkan ke
Manager Kasus selaku pendamping pasien untuk segera
dilakukan pemeriksaan lanjut yaitu pengambilan darah untuk
pemeriksaan CD4.Dan di lakukan pemeriksaan fisik oleh CST.
Tabel 1. Tanda Dan Gejala Klinis Yang Patut Diduga
Infeksi HIV
1. KEADAAN UMUM
a. Kehilangan berat badan > 10%dari berat badan dasar
b. Demam ( terus menerus atau intermitten , temperature oral
>37,5C ) yang lebih dari satu bulan
c. Diare ( terus menerus atau intermitten ) yang lebih dari satu
bulan
d. Limphadenophaty meluas
2. KULIT
a. PPE* dan kulit kering yang meluas* merupakan dugaan kuat
infeksi HIV. Beberapa kelainan seperti kutil genital ( genital
warts ) ,foliculitis dan psoriasis sering terjadi pada ODHA tapi
tidak selalu terkait dengan HIV
3. INFEKSI
Infeksi Jamur a. Kandidiasis oral
b. Dermatitis seboroik
c. Kandidiasis berulang
Infeksi viral d. Herpes Zooster ( berulang atau melibatkan
lebih dari satu dermatom )*
e. Herpes Genital ( berulang )
f. Moluskum Contagiosum
g. Kondiloma
Gangguan h. Batuk lebih dari satu bulan
pernafasan i. Sesak nafas
j. Tuberculosis
k. Pneumoni berulang
l. Sinusitis kronis atau berulang
Gejala neurologis m. Nyeri kepala yang semakin parah ( terus
7
menerus dan tidak jelas penyebabnya )
n. Kejang demam
o. Menurunnya fungsi kognitif
* Keadaan tersebut merupakan dugaan kuat terhadap
infeksi HIV
Sumber : WHO SEARO 2007
1 Prosedur Pemeriksaan
Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai
dengan panduan nasional yang berlaku pada saat ini, yaitu
dengan menggunakan strategi 3 dan selalu didahului dengan
konseling pra tes atau informasi singkat.Ketiga tes tersebut
dapat menggunakan reagen tes cepat atau dengan
ELISA.Untuk pemeriksaan pertama (A1) harus digunakan
tes dengan sensitifitas yang tinggi (>99%), sedang untuk
pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes
dengan spesifisitas tinggi (>99%).
Antibodi biasanya baru dapat terdeteksi dalam waktu
2 minggu hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV yang disebut
masa jendela. Bila tes HIV yang dilakukan dalam masa
jendela menunjukkan hasil negatif, maka perlu dilakukan
tes ulang, terutama bila masih terdapat perilaku yang
berisiko.
8
A1 (+) A2 (+) A3 Ulang tes dalam satu bulan
(-) Indeterminan Konseling agar tetap menjaga
Atau negative ke depannya
A1 (+) A2 (-) A3
(-)
BERIKAN CARI
RENCANA SOLUSI
MULAI TERAPI IO 2 MGG PENGOBATAN TERKAIT
TERAPI ARV SELANJUTNYA MULAI ARV DAN PEMBERIAN KEPATUHAN
TERAPI ARV SECARA TIM
HINGGA
VAKSINASI BILA
ODHA
PASIEN MAMPU
DAPAT
MULAI ARV BILA PATUH DAN
9 ODHA SUDAH MENDAPAT
MEMENUHI AKSES
SYARAT ARV TERAPI ARV
H. PEMERIKSAAN DAN TATALAKSANA SETELAH DIAGNOSIS
HIV DITEGAKKAN
Setelah dinyatakan terinfeksi HIV , maka pasien ODHA
perlu dirujuk ke layanan CST untuk menjalankan serangkaian
layanan yang meliputi penilaian stadium klinik, penilaian
imunologis dan virologi.Hal tersebut dilakukan untuk :
1. Menentukan apakah pasien sudah memenuhi syarat untuk
pengobatan antiretroviral
2. Menilai status supresi imun pasien
3. Menentukan infeksi oportunistik yang pernah dan sedang
terjadi
4. Menentukan panduan obat ARV yang sesuai
eruption)
10
g. Dermatisis seboroik
h. Infeksi jamur pada kuku
3. Stadium 3
a. Penurunan berat badan bersifat berat yang tak diketahui
periodontitis
i. Anemi yang tak diketahui penyebabnya (<8g/dl),
(<50 x 10
4. Stadium 4
a. Sindrom wasting HIV
b. Pneumonia Pneumocystis jiroveci
c. Pneumonia bacteri berat yang berulang
d. Infeksi herpes simplex kronis (orolabial, /l) genital, atau
atau paru)
f. Tuberkulosis ekstra paru
g. Sarkoma Kaposi
h. Penyakit Cytomegalovirus (retinitis atau infeksi organ
bening)
i. Toksoplasmosis di sistem saraf pusat
j. Ensefalopati HIV
k. Pneumonia Kriptokokus ekstrapulmoner,termasuk
meningitis
11
l. Infeksi mycobacteria non tuberculosis yang menyebar
m. Leukoencephalopathy multifocal progresif
n. Cyrptosporidiosis kronis
o. Isosporiasis kronis
p. Mikosis diseminata (histoplasmosis,coccidiomycosis)
q. Septikemi yang berulang (termasukSalmonella non-tifoid)
r. Limfoma (serebral atau Sel B nonHodgkin)
s. Karsinomaserviks invasif
t. Leishmaniasisdiseminataatipika
u. Nefropatiataukardiomiopatiterkaiit HIV yang simtomatis
12
ARV selama 50-100 sel/mm/tahun.Jumlah limfosit total (TLC)
tidak dapat menggantikan pemeriksaan CD4.
13
** pemeriksaan jumlah virus memang bukan merupakan
anjuran untuk dilakukan sebagai pemeriksaan awal tetapi akan
sangat berguna (bilapasien punya data) utamanya untuk
memantau perkembangan danmenentukan suatu keadaan gagal
terapi.
14
BAB IV
PENATALAKSANAAN PASIEN REAKTIF
15
ODHA yang bergejala (stadium klinis 2, 3, atau 4)
termasuk perempuan hamil dan menyusui.Walaupun secara
teori kotrimoksasol dapat menimbulkan kelainan kongenital,
tetapi karena risiko yang mengancam jiwa pada ibu hamil
dengan jumlah CD4 yang rendah (<200) atau gejala klinis
supresi imun (stadium klinis 2, 3 atau 4), maka perempuan
yang memerlukan kotrimoksasol dan kemudian hamil harus
melanjutkan profilaksis kotrimoksasol.ODHA dengan jumlah
CD4 di bawah 200 sel/mm3 (apabila tersedia pemeriksaan dan
hasil CD4).
PEMBERIAN KOTRIMOKSASOL SEBAGAI PENGOBATAN
PRIMER
INDIKASI SAAT DOSIS PEMANTAUAN
PENGHENTIAN
Bila tidak tersedia 2 tahun setelah
pemeriksaan jumlah penggunaan Efek samping
selCD4, semua kotrimoksasol jika berupa tanda
pasien mendapatkan hipersensitivitas
Diberikan ARV. seperti demam,
kotrimoksasol segera rash, sindrom
setelah dinyatakan Steven Johnson,
HIV positif 960 mg / tanda penekanan
Bila tersedia Bila sel CD4 naik hari dosis sumsum tulang
pemeriksaan jumlah >200 tunggal seperti anemi,
sel CD4 dan sel/mm3padapem trombositopeni,
terjangkau,kotrimoks eriksaan dua kali lekopeni,
asol diberikan pada interval 6 bulan pansitopeni
pasien dengan berturut turut Interaksi obat
jumlah CD4 <200 jika mendapatkan dengan ARV dan
sel/mm3 ARV obat lain yang
digunakan dalam
Semua bayi lahir dari Dihentikan pada pengobatan
ibu usia 18 Trimetrop penyakit terkait
hamil HIV positif bulan dengan im 8 10 HIV.
berusia hasil test mg/kgBB
6 minggu HIV negatif .Jika dosis
test HIV tunggal
positifdihentikan
pada usia
18bulan jika
16
mendapatkan
terapi ARV
ODHA yang akan memulai terapi ARV dengan CD4 di bawah 200 sel/mm3;
dianjurkan untuk memberikan kotrimoksasol 2 minggu sebelum ARV. Hal
tersebut berguna untuk :
1)mengkaji kepatuhan pasien dalam minum obat dan
2) menyingkirkan efek samping yang tumpang tindih antara kotrimoksasol
1.dengan obat ARV, mengingat
DESENSITISASI bahwa banyak obat ARV mempunyai efek
KOTRIMOKSASOL
samping yang sama dengan efek samping kotrimoksasol.
17
mg SMX + 160 mg TMP)
Keterangan:
Setiap 5 ml sirup Kotrimoksasol mengandung 200 mg SMX
+ 40 mg TMP
Selain protokol desensitisasi seperti di atas, terdapat
Desensitisasicepat kotrimoksasol yang dapat dilakukan dalam
waktu 5 jam (dilakukanpada pasien rawat jalan), dengan
protokol sebagai berikut:
18
Target Stadium Jumlah Sel Rekomendasi
Populasi Klinik CD4
ODHA Dewasa Stadium >350 sel/ mm Belum mulai
Klinis 1 dan terapi.
2 Monitor gejala
klinis dan jumlah
sel CD4 setiap 6-
12 bulan
<350 sel/ mm
Mulai terapi
Berapapun
Stadium jumlah sel CD4 Mulai terapi
klinis 3 dan
4
Pasien dengan Apapun Berapapun Mulai terapi
ko-infeksi TB stadium jumlah sel CD4
klinis
Apapun Berapapun
Pasien dengan stadium jumlah sel CD4 Mulai terapi
ko-infeksi klinis
Hepatitis B
kronik aktif
Ibu hamil Apapun Berapapun Mulai terapi
stadium jumlah sel CD4
klinis
19
Tuberkulosis, PCP, Kriptokokosis, ARV diberikan setidaknya 2
MAC minggu
setelah pasien mendapatkan
pengobatan infeksi opportunistik
2 NRTI + 1 NNRTI
20
TDF + 3TC (atau (Tenofovir + Lamivudine
FTC) + EFV (atau Emtricitabine) +
Efavirenz
BAB V
PENUTUP
21
strategi Departement kesehatan 2005-2009. Sesuai era
desentralisasi, kebijakan ini amat perlu didukung oleh dinas
kesehatan provinsi / kabupaten daerah sehingga terjadi
sinkronisasi antara perencanaan Departemen Kesehatan Rl pusat
dan daerah yang menghasilkan suatu visi yang saling memperkuat
dalam penurunan angka infeksi HIV .
Oleh karena itu buku pedoman pelaksanaan pelayanan
HIV/AIDS ini disusun disesuaikan dengan kondisi spesifik RSUD
Ambarawa dan karena keterbatasan sumber daya diharapkan
dapat melaksanakan target yang optimal dalam menyelenggarakan
pelayanan HIV / AIDS.
22