Sie sind auf Seite 1von 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pemakaian bahan pembersih sintesis yang dikenal


dengan deterjen makin marak di masyarakat luas. Dalam
deterjen terkandung komponen utamanya, yaitu surfaktan,
baik bersifat kationik, anionik maupun non-ionik. Dengan
makin luasnya pemakaian surfaktan sebagai bahan utama
pembersih maka risiko bagi kesehatan dan lingkungan pun
makin rentan. Teknik pengolahan detergen dapat dilakukan
menggunakan berbagai macam teknik misalnya biologi
yaitu dengan bantuan bakteri, koagulasi-flokulasi-flotasi,
adsorpsi karbon aktif, lumpur aktif, khlorinasi dan teknik
representatif lainnya tergantung dari efektifitas kebutuhan
dan efisiensi financial. Detergen merupakan suatu derivatik
zat organik sehingga akumulasinya menyebabkan
meningkatnya COD dan BOD dan angka permanganat
sehingga dalam pengolahannya sangat cocok
menggunakan teknik biologi. Dibandingkan dengan proses
lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai
beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat
mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur
yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih
tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan
yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-
6 jam). Dengan tangki septic-filter up flow yang berisi
pecahan batu bata sebagai media hidup mikroba sanggup
mereduksi kandungan Metylene Blue Active Surfactan atau
MBAS (untuk mendeteksi kandungan detergen) hingga
mencapai efesiensi 87,93 persen. Cara koagulasi umumnya
berhasil menurunkan kadar bahan organik (COD,BOD)
sebanyak, 40-70 %. Zeolit dapat menurunkan COD 10-40%,
dan karbon aktif dapat menurunkan COD 10-60 %. Detergen
mempunyai ikatan ikatan organik. Proses khlorinasi akan
memecah ikatan tersebut membentuk garam ammonium
khlorida meskipun akan menghasilkan haloform dan
trihalomethans jika zat organiknya berlebih.

Limbah yang dihasilkan dapat memberikan dampak


negatif terhadap sumber daya alam dan lingkungan, seperti
gangguan pencemaran alam dan pengurasan sumber daya
alam, yang nantinya dapat menurunkan kualitas lingkungan
antara lain pencemaran tanah, air, dan udara jika limbah
tersebut tidak diolah terlebih dahulu. Bermacam limbah
industri yang dapat mencemari lingkungan antara lain :
limbah industri tekstil, limbah agroindustri (limbah kelapa
sawit, limbah industri karet remah dan lateks pekat, limbah
industri tapioka, dan limbah pabrik pulp dan kertas), limbah
industri farmasi, dan lain-lain. Selain kegiatan industri,
diperkotaan limbah juga dihasilkan oleh hotel, rumah sakit
dan rumah tangga. Bentuk limbah yang dihasilkan oleh
komponen kegiatan yang disebut di atas adalah limbah
padat dan limbah cair.

B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan yang hendak penulis capai lewat makalah ini
adalah :
1. Memberikan informasi kepada pelajar dalam
pemanfaatan aplikasi redoks
2. Membantu pelajar bagaimana untuk menerapkan redoks
dalam kehidupan sehari-hari.
3. Memenuhi tugas dari pelajaran kimia

C. IDENTIFIKASI MASALAH
Masalah-masalah yang berhubungan dengan
penerapan aplikasi redoks dalam memecahkan masalah
adalah :
1. Deterjen
2. Bahaya deterjen
3. Kandungan bahan deterjen
4. Klasifikasi deterjen
5. Sabun
6. Sifat umum sabun dan deterjen
7. Pembahasan.

D. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah penerapan aplikasi redoks dalam
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari ?

BAB II
PEMBAHASAN
A. DETERJEN
Produk yang disebut deterjen ini merupakan
pembersih sintetis yang terbuat dari bahan-bahan turunan
minyak bumi. Dibanding dengan produk terdahulu yaitu
sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain
mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak
terpengaruh oleh kesadahan air. Detergen adalah
Surfaktant anionik dengan gugus alkil (umumnya C9 C15)
atau garam dari sulfonat atau sulfat berantai panjang dari
Natrium (RSO3- Na+ dan ROSO3- Na+) yang berasal dari
derivat minyak nabati atau minyak bumi (fraksi parafin dan
olefin).
Proses pembuatan detergen dimulai dengan membuat
bahan penurun tegangan permukaan, misalnya : p
alkilbenzena sulfonat dengan gugus alkil yang sangat
bercabang disintesis dengan polimerisasi propilena dan
dilekatkan pada cincin benzena dengan reaksi alkilasi
Friedel Craft Sulfonasi, yang disusul dengan pengolahan
dengan basa.
B. KANDUNGAN BAHAN DETERJEN
Pada umumnya, deterjen mengandung bahan-bahan
berikut :
1. Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif
permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu
hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan
aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air
sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada
permukaan bahan. Surfaktant ini baik berupa anionic (Alkyl
Benzene Sulfonate/ABS, Linier Alkyl Benzene Sulfonate/LAS,
Alpha Olein

Sulfonate/AOS), Kationik (Garam Ammonium), Non ionic


(Nonyl phenol polyethoxyle), Amphoterik (Acyl
Ethylenediamines)
2. Builder (Permbentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi
pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral
penyebab kesadahan air. Baik berupa Phosphates (Sodium
Tri Poly Phosphate/STPP), Asetat (Nitril Tri Acetate/NTA,
Ethylene Diamine Tetra Acetate/EDTA), Silikat (Zeolit), dan
Sitrat (asam sitrat).
3. Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak
mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi
menambah kuantitas atau dapat memadatkan dan
memantapkan sehingga dapat menurunkan harga. Contoh :
Sodium sulfate
4. Additives adalah bahan suplemen/ tambahan untuk
membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut,
pemutih, pewarna dan sebagainya yang tidak berhubungan
langsung dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan
lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh :
Enzyme, Borax, Sodium chloride, Carboxy Methyl
Cellulose (CMC) dipakai agar kotoran yang telah dibawa
oleh detergent ke dalam larutan tidak kembali ke bahan
cucian pada waktu mencuci (anti Redeposisi). Wangi
wangian atau parfum dipakai agar cucian berbau harum,
sedangkan air sebagai bahan pengikat.

C. KLASIFIKASI DETERJEN
Menurut kandungan gugus aktifnya maka detergen
diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Detergen jenis keras
Detergen jenis keras sukar dirusak oleh
mikroorganisme meskipun bahan tersebut dibuang
akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang
menyebabkan pencemaran air. Contoh: Alkil Benzena
Sulfonat (ABS).
Proses pembuatan ABS ini adalah dengan mereaksikan
Alkil Benzena dengan Belerang Trioksida, asam Sulfat pekat
atau Oleum. Reaksi ini menghasilkan Alkil Benzena Sulfonat.
Jika dipakai Dodekil Benzena maka persamaan reaksinya
adalah
C6H5C12H25 + SO3 C6H4C12H25SO3H (Dodekil Benzena
Sulfonat)
Reaksi selanjutnya adalah netralisasi dengan NaOH
sehingga dihasilkan Natrium Dodekil Benzena Sulfonat
2. Detergen jenis lunak
Detergen jenis lunak, bahan penurun tegangan
permukaannya mudah dirusak oleh mikroorganisme,
sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai . Contoh: Lauril
Sulfat atau Lauril Alkil Sulfonat. (LAS).
Proses pembuatan (LAS) adalah dengan mereaksikan
Lauril Alkohol dengan asam Sulfat pekat menghasilkan
asam Lauril Sulfat dengan reaksi:
C12H25OH + H2SO4 C12H25OSO3H + H2O

Asam Lauril Sulfat yang terjadi dinetralisasikan dengan


larutan NaOH sehingga dihasilkan Natrium Lauril Sulfat.
Umumnya pada deterjen anionik ditambahkan zat aditif
lain (builder) seperti golongan ammonium kuartener
(alkyldimetihylbenzyl-ammonium cloride, diethanolamine/
DEA), chlorinated trisodium phospate (chlorinated TSP) dan
beberapa jenis surfaktan seperti sodium lauryl sulfate
(SLS), sodium laureth sulfate (SLES) atau linear alkyl
benzene sulfonate (LAS). Golongan ammonium kuartener ini
dapat membentuk senyawa nitrosamin. Senyawa nitrosamin
diketahui bersifat karsinogenik, dapat menyebabkan kanker.
Senyawa SLS, SLES atau LAS mudah bereaksi dengan
senyawa golongan ammonium kuartener, seperti DEA untuk
membentuk nitrosamin. SLS diketahui menyebabkan iritasi
pada kulit, memperlambat proses penyembuhan dan
penyebab katarak pada mata orang dewasa.
Builders, salah satu yang paling banyak dimanfaatkan di
dalam deterjen adalah phosphate. Phosphate memegang
peranan penting dalam produk deterjen, sebagai softener
air. Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan
cara mengikat ion kalsium dan magnesium. Berkat aksi
softenernya, efektivitas dari daya cuci deterjen meningkat.
Phosphate yang biasa dijumpai pada umumnya
berbentuk Sodium Tri Poly Phosphate (STPP). Phosphate
tidak memiliki daya racun, bahkan sebaliknya merupakan
salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk hidup.
Tetapi dalam jumlah yang terlalu banyak, phosphate dapat
menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang
berlebihan di badan air, sehingga badan air kekurangan
oksigen akibat dari pertumbuhan algae (phytoplankton)
yang berlebihan yang merupakan makanan bakteri.

Deterjen Sintetik mempunyai sifat-sifat mencuci yang


baik dan tidak membentuk garam-garam tidak larut dengan
ion-ion kalsium dan magnesium yang biasa terdapat dalam
air sadah. Deterjen sintetik mempunyai keuntungan
tambahan karena secara relatif bersifat asam kuat, oleh
karena itu tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam
yang mengendap suatu karakteristis yang tidak nampak
pada sabun.
Unsur kunci dari deterjen adalah bahan surfaktan atau
bahan aktif permukaan, yang beraksi dalam menjadikan air
menjadi lebih basah (wetter) dan sebagai bahan pencuci
yang lebih baik. Surfaktan terkonsentrasi pada batas
permukaan antara air dengan gas (udara), padatan-
padatan (debu), dan cairan-cairan yang tidak dapat
bercampur (minyak). Hal ini terjadi karena struktur
Amphiphilic, yang berarti bagian yang satu dari molekul
adalah suatu yang bersifat polar atau gugus ionik (sebagai
kepala) dengan afinitas yang kuat untuk air dan bagian
lainnya suatu hidrokarbon (sebagai ekor) yang tidak suka
air.
Deterjen Sintetik mempunyai sifat-sifat mencuci yang
baik dan tidak membentuk garam-garam tidak larut dengan
ion-ion kalsium dan magnesium yang biasa terdapat dalam
air sadah. Deterjen sintetik mempunyai keuntungan
tambahan karena secara relatif bersifat asam kuat, oleh
karena itu tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam
yang mengendap suatu karakteristis yang tidak nampak
pada sabun.

D. SABUN
Sabun adalah suatu gliserida (umumnya C16 dan
C18 atau karboksilat suku rendah) yang merupakan hasil
reaksi antara ester (suatu derivat asam alkanoat yaitu
reaksi antara asam karboksilat dengan alkanol yang
merupakan senyawa aromatik dan bermuatan netral)
dengan hidroksil dengan residu gliserol

(1.2.3 propanatriol). Apabila gliserol bereaksi dengan


asam asam yang jenuh (suatu olefin atau polyunsaturat)
maka akan terbentuk lipida (trigliserida atau triasilgliserol).
Sabun ditemukan oleh orang Mesir kuno (egyptian)
beberapa ribu tahun yang lalu. Pembuatan sabun oleh suku
bangsa Jerman dilaporkan oleh Julius Caesar. Teknik
pembuatan sabun dilupakan orang dalam Zaman Kegelapan
(Dark Ages), namun ditemukan kembali selama
Renaissance. Penggunaan sabun meluas pada abad ke 18.
Gliserida (lelehan lemak sapi atau lipida lain) dididihkan
bersama sama dengan larutan lindi (dulu digunakan abu
kayu karena mengandung K-karbonat tapi sekarang NaOH)
terjadi hidrolisis menjadi gliserol dan garam Sodium dari
asam lemak, setelah sabun terbentuk kedalamnya
ditambahkan NaCl agar sabun mengendap dan dapat
dipisahkan dengan cara penyaringan. Gliserol, lindi dan
NaCl berlebih dipisahkan dengan cara destilasi. Sabun yang
masih kotor dimurnikan dengan cara pengendapan berulang
ulang (represipitasi). Akhirnya ditambahkan zat
aditif (batu apung, parfum dan zat pewarna)

E. SIFAT UMUM SABUN dan DETERJEN


Sifat umum Sabun dan Detergen:
1. Bersifat basa
R C-O- + H2O R C-OH + OH-
2. Tidak berbuih di air sadah (Garam Ca, Mg dari Khlorida
dan Sulfat)
C17H35COONa + CaCl2 Ca (C17H35COO)2 + NaCl

3. Bersifat membersihkan
R- (non polar dan Hidrofob) akan membelah molekul
minyak dan kotoran menjadi partikel yang lebih kecil
sehingga air mudah membentuk emulsi dengan kotoran dan
mudah dipisahkan. Sedangkan -C-O-(polar dan Hidrofil) akan
larut dalam air membentuk buih dan mengikat partikel
partikel kotoran sehingga terbentuk emulsi.
Suatu gambaran dari stearat terdiri dari ion karboksil
sebagai kepala dengan hidrokarbon yang panjang sebagai
ekor :
HHHHHHHHHHHHHHHHHO
H C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-O
HHHHHHHHHHHHHHHHH
Dengan adanya minyak, lemak, dan bahan organik
tidak larut dalam air lainnya, kecenderungan untuk ekor
dan anion melarut dalam bahan organik, sedangkan bagian
kepala tetap tinggal dalam larutan air. Oleh karena itu
sabun mengemulsi atau mensuspensi bahan organik dalam
air. Dalam proses ini, anion-anion membentuk partikel-
partikel koloid micelle.
Keuntungan yang utama sebagai bahan pencuci
karena terjadi reaksi dengan kation-kation divalen
membentuk garam-garam dari asam lemak yang tidak larut.
Padatan-padatan tidak larut ini, biasanya garam-garam dari
magnesium dan kalsium.
2 C17H35COO- Na+ Ca2+ Ca (C17H35CO2)2 (s) + 2 Na+
Sabun yang masuk kedalam buangan air atau suatu
sistem ekuatik biasanya langsung terendap sebagai garam
garam kalsium dan magnesium.

Oleh karena itu beberapa pengaruh dari sabun dalam


larutan mungkin dapat dihilangkan. Akibatnya dengan
biodegradasi, sabun secara sempurna dapat dihilangkan
dari lingkungan.

F. PEMBAHSAN
Zat aktif permukaan mempunyai sifat khas, yaitu
mempunyai kecenderungan untuk berpusat pada
antarmuka dan mempunyai kemampuan menurunkan dan
menaikkan tegangan antarmuka atau tegangan permukaan.
Suatu molekul dalam rongga cairan akan mengalami
tarik menarik dan tolak menolak kesegala arah, tetapi
suatu molekul pada antarmuka tak sama tarik menariknya
kesegala arah, sehingga molekul akan mengalami gaya
tarik total kedalam dan terjadi tegangan
permukaan (surface tension) atau tegangan antar
muka (interface tension).
Permukaan disini adalah perbatasan dan perbedaan
fasa dari yang bersangkutan. Dalam hal ini perbatasan
permukaan antara fasa gas dan cair.
Dijelaskan bahwa molekul molekul yang ada di
tengah tengah cairan mengalami gaya tarik atau tolak
dari segala jurusan (intermolekul). Sedangkan molekul
molekul di permukaan mengalami gaya tarik dan tolak
kurang seimbang, karena diatas permukaan terdapat
moleku-molekul gas yang letaknya tidak serapat molekul
cairan, sehingga gaya yang ditimbulkan oleh molekul
molekul gas tidak sebesar gaya tarik dan tolak dari molekul
molekul cairan. Sehingga didalam cairan, molekul
molekul dari dalam cairan ke permukaan, diperlukan energi.

Energi ini menyebabkan molekul menyusup disamping


molekul-molekul lain di permukaan, sehingga permukaan
harus menjadi besar dan ini berarti tegangan permukaan
terpaksa berkurang setiap satuan luas. Disini terjadi
pengurangan tegangan permukaan, disertai dengan
pemakaian sejumlah molekul permukaan. Peristiwa ini
dinamakan adsoprsi positif dan keadaan sebaliknya adsorpsi
negatif.
Sifat surfaktant bergantung pada suatu molekul yang
memiliki sifat lipofilik dan hidrofilik. Pada batas
antarfase (misalnya, minyak lemak dan air atau udara dan
air), molekul surfaktant bergabung menyebabkan turunnya
tegangan permukaan. Keberadaan busa menyebabkan
terbentuknya perluasan daerah antarfase dan akumulasi
surfaktant dalam air busa dan akibatnya terjadi penurunan
kepekatan surfaktant dalam massa air.
Surfaktant ABS terutama dalam garam garam Na,
terdapat dalam jalur alamiah sebagai garam kalsium.
Garam ini memiliki kelarutan dalam air yang rendah dan
terdapat sebagai suatu suspensi yang tidak stabil dan
memasuki sedimen dalam bentuk deposit.
Surfaktant dalam sedimen bertindak sebagai dua
fraksi yaitu sebuah fraksi labil dan sebuah fraksi yang lebih
kuat dijerap. Pada saat sedimen disuspensikan
kembali (menurut angka Reynold), fraksi labil tersebar
kembali menyebabkan keberadaan surfaktant pada massa
air dan menurunkan tegangan permukaan.
Beberapa molekul lipofilik yang dapat dibiodegradasi
dapat dilindungi sementara dari degradasi oleh adanya
surfaktant. Misel yang mengandung molekul yang rentan
menjadi terkurung oleh molekul surfaktant. Misel terdiri dari
sebuah struktur teraliminasi secara membulat yang mana
kulit bagian luar terdiri dari gugus bermuatan dan kulit
bagian dalam mengandung bagian lipofilik molekul. Lapisan
kulit luar mencegah kontak dengan misel lainnya dan
membentuk suatu lapisan yang dapat menyediakan
perlindungan sementara kepada molekul lipofilik internal.
Surfaktan dapat mengubah sifat aliran hidraulik media
porous suatu mineral. Pembentukan misel garam kalsium
tensides ABS dalam sistem alamiah memungkinkan
surfaktan menjadi lebih mudah diendapkan daripada garam
Natrium. Pengendapan surfaktant ini menyebabkan
pembentukan suatu lapisan gelatin garam kalsium yang
dapat menghalangi aliran melalui sistem porous. Lapisan
permukaan molekul surfaktant pada batas antarfase udara
air dapat mencegah perpindahan Oksigen menurut
bertambah panjangnya rantai alkil dalam surfaktan.
Gugus yang bercabang sukar dibiodegradasi dibanding
gugus yang lurus (linier). Biodegradabilitas bertambah
sampai panjang alkil kira kira 15 atom Karbon dan
kemudian menurun, memperlihatkan kenaikan
biodegradabilitas pada panjang rantai yang lebih panjang
lagi. Gugus alkil terdegradasi secara cepat dan surfaktant
aslinya menghilang, tetapi moiety polietilat tertinggal untuk
waktu yang lama (gugus yang tertinggal ini kemungkinan
toksik terhadap kehidupan perairan).
Detergen merupakan suatu derivatik zat organik
sehingga akumulasinya menyebabkan meningkatnya COD
dan BOD dan angka permanganat sehingga dalam
pengolahannya sangat cocok menggunakan teknik biologi.
Proses biologis dapat dikelompokkan berdasarkan
pemanfaatan oksigen, sistem pertumbuhan, proses operasi.
Ditinjau dari pemanfaatan oksigennya, proses biologis
untuk mengolah air buangan dapat dikelompokkan ke
dalam empat kelompok utama, yaitu : proses aerobic,
proses anaerobic, proses anoksid dan kombinasi antara
proses aerobik dengan salah satu proses tersebut.
Berdasarkan sistem pertumbuhannya, proses
pengolahan biologis terbagi atas : sistem pertumbuhan
tersuspensi, sistem pertumbuhan yang menempel pada
media inert yang diam atau kombinasi keduanya.
Proses biologis dapat pula dikelompokkan atas dasar
proses operasinya. Ada tiga macam proses yang termasuk
dalam cara pengelompokan ini, yaitu :
1. Proses kontinu dengan atau tanpa daur ulang
2. Proses batch
3. Proses semi batch
Proses kontinu biasa digunakan untuk pengolahan
aerobik, sedangkan proses batch atau semi batch lebih
banyak digunakan untuk sistem anaerobic.
Apabila BOD tidak melebihi 400 mg/l, proses aerob
masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada
BOD lebih tinggi dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi
lebih ekonomis.
Pada beberapa penelitian membuktikan bahwa alkyl-
benzena sulfonat dapat diuraikan dengan
bakteri Staphylococcus epidermis, Enterobacter gergoviae,
Staphylococcus aureus, Pseudomonas facili, Pseudomonas
fluoroscens, Pseudomonas euruginosa, Kurthia zopfii, dan
sebagainya. [27
Bakteri ini akan merombak detergen yang juga
merupakan zat organik sebagai bahan makanan menjadi
energi. Degradasi lebih efektif jika menggunakan lumpur
aktif. Dengan cara tersebut air limbah dengan lumpur aktif
yang, megandung mikroba diaerasi (untuk memasukkan
oksigen) hingga terjadi dekomposisi sebagai berikut :
Organik + O2-> CO2 + H20 + Energi
Cara lumpur aktif yang telah dilakukan dapat
menurunkan COD, BOD 30 - 70 %, bergantung pada
karakteristik air limbah yang, diolah dan kondisiproses
lumpur aktif yang dilakukan.
Proses lumpur aktif terus berkembang dengan
berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditchdan
kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur
aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa
kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai
85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang
dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi
(90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang
lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6
jam).
Dengan tangki septic-filter up flow yang berisi pecahan
batu bata sebagai media hidup mikroba sanggup mereduksi
kandungan Metylene Blue Active Surfactan atau MBAS
(untuk mendeteksi kandungan detergen) hingga mencapai
efesiensi 87,93 persen. Dari sampel, air limbah yang
sebelum dimasukkan tangki memiliki kandungan MBAS
sekitar 2,7 mg per liter. Setelah keluar tangki, air hanya
mengandung MBAS sekitar 0,326 mg per liter, atau lebih
rendah dari baku mutu yang digariskan, yakni 0,5 mg per
liter. Adapun BOD yang didapat adalah 483,75 mg per liter
(sebelum proses) dan 286,25 mg per liter (setelah proses)
atau kandungan BOD berkurang 40 persen lebih. [10
Detergen mempunyai sifat koloid. Karakteristik dari
partikel koloid dalam air sangat dipengaruhi oleh muatan
listrik dan kebanyakan partikel tersuspensi bermuatan
negative. Cara mendestabilkan partikel dilakukan dalam dua
tahap. Pertama dengan mengurangi muatan elektrostatis
sehingga menurunkan nilai potensial zeta dari koloid, proses
ini lazim disebut sebagai koagulasi. Kedua adalah
memberikan kesempatan kepada partikel untuk saling
bertumbukan dan bergabung, cara ini dapat dilakukan
dengan cara pengadukan dan disebut sebagai flokulasi.
Pengurangan muatan elektris dilakukan dengan
menambahkan koagulan seperti PAC. Di dalam air PAC akan
terdisosisi melepaskan kation Al3+ yang akan menurunkan
zeta potensial dari partikel.
Sehingga gaya tolak-menolak antar partikel menjadi
berkurang, akibatnya penambahan gaya mekanis seperti
pengadukan akan mempermudah terjadinya tumbukan
yang akan dilanjutkan dengan penggabungan partikel-
partikel yang akan membentuk flok yang berukuran lebih
besar. Flok akan diendapkan pada unit sedimentasi maupun
klarifikasi. Lumpur yang terbentuk akan dibuang
menggunakan scraper.
Cara koagulasi umumnya berhasil menurunkan kadar
bahan organik (COD,BOD) sebanyak, 40-70 %.[1
Molekul organik bersifat polar sehingga salah satu
ujungnya akan cenderung tertarik pada air (disebut sebagai
hidrofilik/suka air) sedangkan ujung yang lain bersifat
hidrofobik (benci air). Permukaan molekul aktif seperti ini
akan tertarik pada antarmuka air-gas pada permukaan
gelembung udara, sehingga molekul-molekul tersebut akan
membentuk suatu lapisan tipis disana dan membentuk
buih/busa. Dalam suatu protein skimmer; ketika gelembung
udara meninggalkan air menuju tampungan busa,
gelembung udara tersebut akan kolaps sehingga pada
akhirnya bahan-bahan organik akan tertinggal pada
tampungan busa.
Detergen dan sabun mampu memecah minyak dan
lemak membentuk emulsi sehingga dapat diendapkan
dengan menambahkan inhibitor garam alkali seperti kapur
dan soda. Buih yang terbentuk akan dapat dihilangkan
dengan proses skimming (penyendokan buih) atau flotasi.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan
bahan-bahan yang mengapung juga dapat digunakan
sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi
(clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge
thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air
flotation).
Adsorpsi menggunakan karbon aktif dapat digunakan
untuk mengurangi kontaminasi detergen. Detergen yang
merupakan molekul organik akan ditarik oleh karbon aktif
dan melekat pada permukaannya dengan kombinasi dari
daya fisik kompleks dan reaksi kimia. Karbon aktif memiliki
jaringan porous (berlubang) yang sangat luas yang
berubah-ubah bentuknya untuk menerima molekul pengotor
baik besar maupun kecil.
Permukaan karbon yang mampu menarik molekul
organik misalnya merupakan salah satu contoh mekanisme
jerapan, begitu juga yang terjadi pada antar muka air-udara,
yaitu mekanisme yang terjadi pada suatu protein
skimmer. Jerapan adalah suatu proses dimana suatu partikel
menempel pada suatu permukaan akibat dari adanya
perbedaan muatan lemah diantara kedua benda (gaya
Van der Waals), sehingga akhirnya akan terbentuk suatu
lapisan tipis partikel-pertikel halus pada permukaan
tersebut. Disamping karbon aktif sebagai adsorben juga
tergolong sebagai zat pemberat.
Zeolit dapat menurunkan COD 10-40%, dan karbon
aktif dapat menurunkan COD 10-60 %.[1
Detergen mempunyai ikatan ikatan organik. Proses
khlorinasi akan memecah ikatan tersebut membentuk
garam ammonium khlorida meskipun akan menghasilkan
haloform dan trihalomethans jika zat organiknya berlebih.
BAB III
KESIMPULAN

1. Detergen merupakan salah satu polutan air yang harus


dihilangkan.
2. Teknik pengolahan detergen dapat dilakukan
menggunakan berbagai macam teknik misalnya biologi
yaitu dengan bantuan bakteri, koagulasi-flokulasi-flotasi,
adsorpsi karbon aktif, lumpur aktif, khlorinasi dan teknik
representatif lainnya tergantung dari efektifitas
kebutuhan dan efisiensi financial.
DAFTAR PUSTAKA

http://viadevinta.blogspot.co.id/2012/05/makalah-kimia-
aplikasi-redoks-dalam.html

https://www.scribd.com/doc/83455714/Pemecahan-Masalah-
Lingkungan-Dengan-Konsep-Redoks
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-

Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah kami yang membahas Aplikasi Redoks

dalam Pemecahan Masalah Lingkungan.

Tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada guru pengampu yang telah

membimbing saya dalam menyelesaikan makalah ini. Dimana makalah ini saya
mengupas sekelumit tentang Reaksi Redoks dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-

hari.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi siswa siswa atau bagi pembacanya. Tiada

gading yang tak retak, demikian pula dengan penyusunan makalah ini yang masih

jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari

semua pihak maupun bagi pembaca makalah ini.

Wassalamu alaikum Wr. Wb.

Waara, April 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................
i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..................................................................................................
1
i
B. Tujuan Penulisan.............................................................................................................
2
C. Identifikasi Masalah........................................................................................................
2
D. Rumusan Masalah...........................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................
2
A. Detergen..........................................................................................................................
3
B. Kandungan Bahan Detergen...........................................................................................
3
C. Klasifikasi Detergen........................................................................................................
4
D. Sabun..............................................................................................................................
6
E. Sifat Umum Sabun dan Detergen....................................................................................
7
F. Pembahasan.....................................................................................................................
8
BAB III KESIMPULAN..........................................................................................................
13

DAFTAR PUSTAKA
ii

MAKALAH

APLIKASI REDOKS DALAM PEMECAHAN

MASALAH LINGKUNGAN

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I

Das könnte Ihnen auch gefallen