Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
Sejak tahun 2000, tuberculosis (TB) telah dinyatakan oleh WHO sebagai remerging
disease, karena angka kejadian TB yang telah dinyatakan menurun pada tahun 1990-an
kembali meningkat. Meskipun demikian, untuk kasus di Indonesia, angka kejadian TB
tidak pernah menurun bahkan cenderung meningkat. Laporan internasional menyatakan
bahwa Indonesia merupakan penyumbang kasus TB terbesar ketiga setelah cina dan India
Berdasarkan survey kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992, penyakit TB paru di
Indonesia merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar setelah penyakit jantung.
Sebagian besar penderita TB paru berasal dari kelompok masyarakat usia produktif dan
berpenghasilan rendah. Adanya wabah HIV/ AIDS di seluruh dunia juga turut
mempengaruhi jumlah penderita TB juga dipengaruhi oleh industrialisasi, kemudahan
transportasi, serta perunahan ekosistem. Dari hasil survey yang dilakukan oleh WHO
didapatkan fakta bahwa kematian wanita akibat TB lebih besar dari pada kematian akibat
kehamilan dan persalinan (zain,2001).
Tuberculosis dianggap sebagai salah satu penyakit tertua sejalan dengan tuanya
Sejarah manusia itu sendiri. Temuan kerangka manusia prehistoris di jerman sekitar tahun
8000 SM membuktikan adanya penyakit ini. Tiga dari beberapa temuan kerangka neolitik
mengarah ke penyakit pott, walaupun tidak dapat dibuktikan dengan menemukan bakteri
tahan asam. tahun 1964 di temukan sekitar 31 mumi orang yang berumur sekitar tahun
3700-1000 SM oleh Morse dan kawan-kawan yang menunjukan bukti adanya penyakit
ini, yaitu bentuk tulang belakang kifosis. Bukti terpenting adalah ditemukannya bakteri
tahan asam pada tulang belakang (Vertebra lumbal) mumi anak laki-laki berumur 8 tahun,
hidup kira-kira 700 tahun SM dan menunjukan adanya penyakit pott. Fracastoro yang
lahir tahun 1478 telah memperkirakan bahwa penularan penyakit ini pada manusia terjadi
1
melalui partikel yang hidup yang terdapat di udara.Hipotesis Fracastro ini telah
dikemukakann jauh sebelum ditemukannya bakteri TB (yang dikenal sebagai bakteri
tahan asam oleh Robert koch pada april 1882). Penemuan ini merupakan awal dari
kemajuan penelitian di bidang TB, baik secara teoritis, klinis, dan terapi.
Hipotesis fracastro ini kemudian terbukti dengan diketahuinya bahwa penularan
Utama penyakit TB adalah oleh bakteri yang terdapat dalam droplet yang dikeluarkan
penderita sewaktu batuk, bersin, bahkan berbicara. Sehingga tidak mengherankan jika di
lingkungan yang populasinya sangat padat, angka kejadian TB yang baru (insidensi)
tinggi. Sebagai contih di sekolah, seorang guru yang menderita TB sangat potensial sekali
sebagai menyebarkan bakteri ini kepada murid-muridnya.
ANATOMI PARU-PARU
Paru-paru ada dua, yaitu merupakan alat pernapasan utama yang mengisi rongga dada
yang terletak disebelah kiri dan kanan, ditengah dipisahkan oleh jantung beserta
pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum. Paru
adalah rongga yang berbentuk kerucut dengan apex (puncak) diatas dan muncul sedikit
tinggi dari klavikula di dalam dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas diatas landai
rongga thorax, diatas diagframa. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh
iga-iga, permukaan dalam yang memuat tampuk paru-paru, sisi belakang yang menyentuh
tulang belakang dan sisi depan yang menutupi sebagian sisi depan jantung.
2
akhirnya berakhir menjadi kantong kecil-kecil, yang merupakan kantong-kantong
udara.Jaringan paru-paru adalah elastik, berpoeri danseperti spon. Didalam air paru-paru
menagapung karena udara yang ada didalamnya.
BRONKHUS PULMONARIS
Trakhea terbelah menjadi dua bronkhus utama, bronkhus ini becabang lagi sebelum
masuk ke paru-paru. Dalam perjalanannya menjelajahi paru-paru bronkhus-bronkhus
pulmonaris bercabang dan beranting banyak sekali. Saluran yang besar serupa dengan
yang daari trachea, mempunyai dinding fibrusa berotot yang mengandung bahan tulang
rawan dan dialapisi epithelium bersilia. Makin kecil salurannya, makin berkurang tulang
rawannya dan akhirnya tinggal dinding fibrusa berotot dan lapisan silia. Bronkhus
terminalis masuk kedalam saluran yang agak lain yang disebut vestibula, dan disini
membrane pelapisnya muali berubah sifatnya, lapisan eptelium bersilia diganti dengan sel
epithelium yang pipih. Dari vestibula berjalan beberapa infundibula dan didalam
dindingnya dijumpai kantong-kantong udara itu. Kantong udara/alveoli itu terdiri atas
satu lapis tulang sel epithelium pipih, dan disinilah darah hamper alngsung bersentuhan
dengan udara, suatu jaringan pembuluh darah kapiler mengitari alveoli dan pertukaran
gaspun terjadi.
3
Kapiler halus itu hanya memuat sedikit, sehingga sel-sel darah merah membuaat
baris tunggal. Akhirnya bergerak almbat dan dipisahkan dari udara dalam alveoli hanya
oleh dua membrane yang sangat tipis, maka pertukaran gas berlangsung dengan difusi,
yang merupakan fungsi pernapasan.
Kapiler patu-paru bersatu lagi sampai menjadi pembuluh darah lebih besar dan
akhirnya dua vena pulmonaris meninggalkan setiap paru-paru membawa darah berisi
oksigen ke atrium kiri jantung untuk didistribusikan keseluruh tubuh melalui aorta.
Pembuluh darah yang dilukiskan sebagai arteria bronkhialis membawa darah berisi
oksigen langsung dari aorta torasika ke paru-paru sendiri. Cabang akhir arteri-arteri ini
membentuk plexus kapiler yang tampak jelas dan terpisah dari yang terbentuk oleh
cabang akhir arteri pulmonaris, tetapi beberapa dari kapiler ini akhirnya bersatu kedalam
vena pulmonaris dan darah itu dibawah masuk kedalam vena pulmonaris, sisa darah itu
diantarkan dari setiap paru-paru oleh vena bronkhialis dan ada yang dapat mencapai vena
kava superior. Maka dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darah ganda.
HILUS (Tampuk)
Paru-paru dibentuk oleh struktur sebagai berikut :
Ateri pulmonaris, yang mengembalikan darah tanpa oksigen kedalam paru-paru untuk
diisi oksigen.
Vena pumonaris, yang mengemablikan darah berisi oksigen dari paru-paru ke jantung.
Bronkhus yang bercabang dan beranting membentuk pohon bronchial,merupakan jalan
udara utama.
Arteri Bronkhialis, keluar dari aorta dan mengantarkan darah arteri ke jaringan paru-paru.
Vena bronkhialis, mengembalikan sebagian darah dari paru-paru ke vena kava superior.
Pembuluh limfe, yang masuk keluar paru-paru, yang sangat banyak.
Persarafan, paru-paru mendapat pelayanandari saraf vagus dan saraf simpati.
4
Kelenjar limfe, Semua pembuluh limfe yang menjelajahi struktur paru-paru dapat
menyalurkan kedalam kelenjar yang ada di tampuk paru-paru.
PLEURA
Setiap paru-paru dilapisi oleh membrane serosa rangkap dua yaitu pleura. Pleura
viseralis erat melapisi paru-paru, masuk kedalam visura dan dengan demikian
memisahkan lobus satu dari yang lain. Memmbran ini kemudian dilipat kembali disebelah
tampuk paru-paru dan membentuk pleura paerietalis, dan melapisi bagian dalam dinding
dada. Pleura yang melapisi iga-iga ialah pleura kostalis, bagian yang menutupi difragma
ialah pleura difragmatika, dan bagian yang terletak di keher ialah pleura servikalis. Pleura
ini diperkuat oleh membran yang kuat bernama membrane suprapeluralis (fasia Sibson)
dan diatas membran ini terletak arteri subklavia.
Diantara kedua lapisan pleura itu terdapat sedikit exsudat untuk meminyaki
permukaannya dan menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada yang
sewaktu bernapas bergerak. Dalam keadaan sehat kedua lapisan itu satu dengan yang lain
erat bersentuhan. Ruang atau rongga pleura itu hanyalah ruang yang tidak nyata, tetapi
dalam keadaan tidak normal, udara
5
alveoli. Pada titik lokasi di mana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan
diri (multiplying). Bakteri tuberculosis dan focus ini di sebut focus primer atau lesi primer
atau focus Ghon. Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama dengan
focus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang
baru terkena infeksi akan menjadi sensitive terhadap protein yang dibuat bakteri
tuberculosis dan bereaksi positif terhadap tes tuberculin atau tes Mantoux.
Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar keseluruh tubuh
melalui berbagai jalan yaitu:
Percabangan bronkus
Penyebaran infeksi lewat percabangan bronkus dapay mengenai area paru atau melalui
sputum menyebar ke laring (menyebabkan ulserasi laring), maupun ke saluran
pencernaan.
Sistem saluran limfe
Penyebaran melalui saluran limfe menyebabkan adanyaregional limfadenopati atau
akhirnya secara tak langsung mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus
limfatikus dan menimbulkan tuberkulosis miller.
Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi pleura dapat membawa atau mengangkut
material yang mengandung bakteri tuberkulosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai
organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen.
Reaktivasi infeksi primer (infeksi pasca primer)
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh dan
bakteri tuberculosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman atau
tidur. Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit lama/keras atau memakai obat
yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberculosis yang dorman
dapat aktif kembali. Inilah yang disebut reaktivitasi infeksi primer atau infeksi pasca
primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain itu,
6
infeksi pasca primer juga dapat diakibatkan oleh bakteri tuberculosis yang baru masuk ke
tubuh (infeksi baru), bukan bakteri dorman yang aktif kembali. Biasanya organ paru
tempat timbulnya infeksi pasca primer terutama berada di daerah apeks paru.
Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai
reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Bila bakteri TB terhirup dari udara melalui saluran
pernapasan dan mencapai alveoli atau bagian terminal saluran pernapasan, maka bakteri
akan berkembang biak dalam tubuh makrofag yang lemah itu dan menghancurkan
makrofag. Dari proses ini, dihasilkan bahan kemotaksik yang menarik monosit
(makrofag) dari aliran darah membentuk tuberkel. Sebelum menghancurkan bakteri,
makrofag harus diaktifkan lebih terlebih dahulu oleh limfokin yang dihasilkan limfosit T.
Tidak semua makrofag pada granula TB mempunyai fungsi yang sama. Ada makr
makrofag yang berfungsi sebagai pembunuh, pencerna bakteri, dan perangsang limfosit.
Beberapa makrofag menghasilkan protease, elastase, kolagenase, serta colony stimulating
factor untuk merangsang factor untuk merangsang produksi monosit dan granulosit pada
sum-sum tulang. Bakteri TB mmenyebar melalui saluran pernapasan ke kelenjar getah
bening regional (hilus) membentuk epiteloid granuloma. Granuloma mengalami nekrosiss
sentral sebagai akibat timbulnya hipersensitivitas seluler (delayed hipersensitivity)
terhadap bakteri TB. Hal ini terjadi sekitar 2-4 minggu dan akan terlihat pada tes
tuberculin. Hipersesitivitas seluler terlihat sebagai akumulasi local dari limfosit dan
makrofag.
Bakteri TB yang berada di alveoli akan membentuk focus local (focus ghon),
Sedangkan focus inisial bersama-sama dengan limfadenopati bertempat di hilus
(kompleks primer Ranks) dan disebut juga TB primer. Focus primer paru biasanya
bersifat unilateral dengan subpleura terletak di atas atau di bawah fisura interlobaris, atau
di bagian basal dari lobus inferior. Bakteri menyebar lebih lanjut melalui saluran limfe
7
atau aliran darah dan akan tersangkut pada berbagai organ. Jadi, TB primer merupakan
infeksi yang bersifat sistemis.
Tuberkulosis Sekunder
Setelah terjadi resolusi dari infeksi primer, sejumlah kecil bakteri TB masih hidup dalam
keadaan dorman di jaringan parut. Sebanyak 90% di antaranya tidak mengalami
kekambuhan. Reaktivasi penyakit TB (TB pascaprimer/ TB sekunder) terjadi bila daya
tahan tubuh menurun, alkoholisme, keganasan, silicosis, diabetes mellitus, dan AIDS.
Berbeda dengan TB primer, pada TB sekunder kelenjar limfe regional dan organ
lainnya jarang terkena, lesi lebih terbatas dan terlokalisasi. Reaksi imunologis terjadi
dengan adanya pembentukan granuloma, mirip dengan yang terjadi pada TB primer.
Tetapi, nekrosis jaringan lebih menyolok dan menghasilkan lesi kaseosa (perkijuan) yang
luas dan disebut tuberkuloma. Protease yang dikeluarkan oleh makrofag aktif akan
menyebabkan pelunakan bahan kaseosa. Secara umum, dapat dikatakan bahwa
terbentuknya kavitas dan manifestasi lainnya dari TB sekunder adalah akibat dari reaksi
nekrotik yang dikenal sebagai hipersensitivitas seluler (delayed hipersensitivity).
TB paru pascaprimer dapat disebabkan oleh infeksi lanjutan dari sumber eksogen,
Terutama pada usia tua dengan riwayat semasa muda pernah terinfeksi bakteri TB.
Biasanya, hal ini terjadi pada daerah apikal atau segmen posterior lobus superior (focus
simon ), 10-20 mm dari pleura, dan segmen apikakl lobus inferior. Hal ini mungkin di
sebabkan oleh kadar oksigen yang tinggi di daerah ini sehingga menguntungkan untuk
pertumbuhan bakteri TB.
Lesi sekunder berkaitan dengan kerusakan paru, kerusakan paru diakibatkan oleh
Produksi sitokin (tumor necroting factor) yang berlebihan. Kavitas yang terjadi diliputi
oleh jaringan fibrotik yang tebal dan berisi pembuluh darah pulmonal. Kavitas yang
kronis diliputi oleh jaringan fibrotik yang tebal. Masalah lainya pada kavitas yang kronis
adalah kolonisasi jamur seperti aspergillus yang menumbuhkan mycetoma (Isa,2001).
8
C. Penata Laksanaan Medis
Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberculosis paru menjadi tiga bagian, yaitu
pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
Pencegahan Tuberkulosis Paru
1. pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tuberculosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberculin,
klinis, dan radiologis. Bila tes tuberculin positif, maka pemeriksaan radiologis foto
thoraks di ulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif, diberikan BCG
vaksinasi. Bila positif, berararti terjadi konversi hasil tes tuberculin dan diberikan
kemoprofilaksis.
2. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok-kelomk populasi
Tertentu misalnya :
Karyawan rumah sakit / puskesmas / balai pengobatan
Penghuni rumah tahanan
Siswa-siswi pesantren
3. Vaksinasi BCG
4.kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kg BB selama 6-12 bulan tujuan
menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit. Indikasi
kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu dengan BTA positif,
sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompk berikut:
bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberculin positif karena resiko timbulnya TB
milier dan meningitis TB.
Anak dan remaja dibawah umur 20 tahun dengan hasil tes tuberculin positif yang bergaul
erat dengan penderita TB yang menular.
Individu yang menunjukan konversi hasil tes tuberculin dari negative menjadi positif.
9
Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangka panjang.
Penderita diabetes mellitus
komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberculosis kepada
masyarakat ditingkat puskesmas maupun ditingkat rumah sakit oleh petugas pemerintah
maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Paru
Indonesia-PPTI).
10
dan fase lanjutan (4-7 bulan ). Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomondasi WHO
adalah Rifampisin, Isoniazid, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol (Depkes RI,2004
E. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Anamnesis
Keluhan Utama
Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator, yaitu suatu penyakit yang mempunyai
banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti
lemah dan demam. Pada sejumlah klien gejala yang rtimbul tidak jelas sehingga
diabaikan bahkan kadang-kadang asimptomatik.
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta pertlongan
Dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
I. Keluhan respiratoris, meliputi:
a. Batuk
Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Perawat harus menanyakan apakah keluhan batuk batuk bersifat
nonproduktif/ produktif atau sputum bercampur darah.
b. Batuk darah
Keluhan batuk darah pada klien dengan TB paru selalu menjadi alasan utama klien untuk
meminta pertolongan kesehatan. Hal ini disebabkan rasa takut klien pada darah yang
keluar atau hanya berupa blood streak, berupa garis, atau bercak-bercak darah.
c. Sesak napas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal
yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothoraks, anemi dan lain-lain.
d. Nyeri dada
11
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik ringan. Gejala ini timbul apabila
system persarafan di pleura terkena TB.
2. Keluhan sistemis, meliputi:
a. Demam
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau malam hari mirip
demam influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang serangannya,
sedangkan masa bebas serangan semakin pendek.
b. Keluhan sistemis lain
Keluhan yang biasa timbul ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, dan
malaise. Timbulnya keluhan biasanya bersifat gradual muncul dalam beberapa minggu-
bulan. Akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, dan sesak napas- walaupun
jarang- dapat juga menyerupai gejala pneumonia.
12
Kembali berapa banyak darah yang keluar. Saat melakukan anamnesis, perawat perlu
meyakinkan pada klien tentang perbedaan antara batuk darah dan muntah darah, karena
pada keadaan klinis, hal ini sering menjadi rancu.
Klien TB paru sering menderita batuk darah, adanya batuk darah menimbulkan
kecemasan pada diri klien karena batuk darah sering dianggap sebagai suatu tanda dari
beratnya penyakit yang diidapnya. Kondisi seperti ini seharusnya tidak terjadi jika
perawat memberikan pelayanan keperawatan yang baik pada klien dengan memberi
penjelasan tentang kondisi yang sedang terjadi pada dirinya. Wilson-Barnett dalam nancy
Roper (1996) mengatakan bahwa adanya hubungan terapeutik dengan menjelaskan
kepada klien mengenai apa yang akan terjadi pada dirinya dapat mengurangi kadar
tingkat kecemasannya.
13
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya klien pernah
menderita TB paru, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberculosis dari orang lain,
pembesaran getah bening, dan penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes
mellitus.
Pengkajian Psiko-Sosio-Spritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat
untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan prilaku klien.
Perawat mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien tentang kapasitas fisik dan
intelektual saat ini. Data ini penting untuk menentukan tingkat perlunya pengkajian psiko-
sosio-spritual yang saksama. Pada kondisi klinis, klien dengan TB paru sering mengalami
kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang dialaminya.
Perawat juga perlu menanyakan kondisi pemukiman klien bertempat
tinggal, hal ini penting, mengingat TB paru sangat rentan dialami oleh mereka yang
bertempat tinggal. Hal ini penting, mengingat Tb paru sangat rentan dialami oleh mereka
yang bertempat tinggal di pemukiman padat dan kumuh karena polusi bakteri TB paru
lebih mudah hidup di tempat yang kumuh dengan ventilasi dan pencahayaan sinar
matahari yang kurang.
14
TB paru merupakan penyakit yang pada umumnya menyerang masyarakat
miskin karena tidak sanggup meningkatkan daya tahan tubuh nonspesifik dan
mengkonsumsi makanan kurang bergizi. Selain itu, juga karena ketidak sanggupan
membeli obat, ditambah lagi kemiskinan membuat individunya diharuskan bekerja secara
fisik sehingga mempersulit penyembuhan penyakitnya.
Klien TB paru kebanyakan berpendidikan rendah, akibatnya mereka
seringkali tidak menyadari bahwa penyembuhan penyakit dan kesehatan merupakan hal
yang penting. Pendidikan yang rendah sering kali menyebabkan seseorang tidak dapat
meningkatkan kemampuanya untuk mencapai taraf hidup yang baik. Padahal, taraf hidup
yang baik amat di butuhkan untuk penjagaan kesehatan pada umumnyadan dalam
menghadapi infeksi khususnya.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan Tuber kulosis paru meliputi pemeriksaan fisik umum
persistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (Breathing,
B2 (blood), B3 (brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6(Bone) serta pemeriksaan yang
focus pada B2 dengan pemeriksaan menyeluruh system pernapasan.
15
meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan
tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyakit penyulit seperti hipertensi.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Rontgen Thoraks
Pada hasil pemeriksaan Rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi sebelum
ditemukan adanya gejala subyektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik menemukan
kelainan paru. Bila pemeriksaan Rontgen menemukan suatu kelainan, tidak ada gambaran
khusus mengenai Tuberkulosis paru awal kecuali lokasi dilobus bawah dan biasanya
berada di sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai daerah bergaris garis
opaque yang ukuranya bervariasi dengan batas lesi yang tidak jelas.
Pemeriksaan Rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan
ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri tuberkel terhadap OAT,
apakah sama baiknya dengan respons dari klien. Penyembuhan yang lengkap seringkali
terjadi di beberapa area dan ini adalah observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan
yang lengkap.
Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus Tuber
Kulosisinaktif / stabil yang ditunjukan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik
ireguler, pita parenkimal, klasifikasi nodul dan adenopati, perubahan kelengkungan
berkas bronkhovaskular, bronkhietaksis, dan emfisema persikatriksial.
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis terbaik dari penyakit tuberculosis diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi
melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies mycobacterium antara yang satu
dengan yang lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia pada
16
berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik. Bahan
pemeriksaan untuk isolasi mycobacterium tuberculosis berupa:
Sputum
Urine
Cairan kumbah lambung
Bahan- bahan lain. Misalnya Pus, cairan serebrospinal (sum-sum tulang belakang), cairan
pleura, jaringan tubuh, feses, dan swab tenggorok
H. KOMPLIKASI
TB Tulang
Potts disease (rusaknya tulang belakang)
Destroyed lung (pulmonary destruction)
Efusi leura
TB Miler
Meningitis TB
I. PENATALAKSANAAN
Terapi Umum
Istirahat, (tidak perlu rawat inap)
Diet, (bebas, terpai TKTP)
Medikamentosa, Dasar terapi medikamentosa TB :
Kombinasi : minimal dua macam toberkolostatika
Kontinu : makan obat setiap hari
Lama : berbulan-bulan
Bila obat pertama sudah diganti, dianggap telah resisten terhadap obat tersebut.
Semua obat sebaiknya diberikan dalam dosis
17
Tunggal (kecuali pirazinamid)
Obat pertama : Tubrkolostatika yang dipakai
Adalah :
@ First Line Drugs (obat-obat primer) :
# INH (Insoniazid)
# Rifampisin
# Etambutol
# Streptomisin
# Pirazinamid
Obat alternatif :
@ Seconda Line Drugs (bial yang pertama resiten)
# Kaperomisisn
# Sikloroserin
# Etionamid
# Viomisin
# Kanamisin
@ Alternatif Drugs
# PAS (Para Amino Salicylic Acid)
# Tiose
Sekarang banyak dianut terapi jangka pendek, yaitu :
INH + Rifampisin Plus salah satu dari :
@ Streptomisin
@ Etambutol
@ Pirazinamid
Diberikan setiap hari selama 1-2 bulan dilanjutkan dengan :
INH Plus salah satu dari :
@ Rifampisin
18
@ Etambutol
@ Streptomisin
Diberikan 2-3 kali seminggu selama 4-7 bulan. Dengan demikian, lamanya pengobatan 6-
9 bulan.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental,
hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema trakhea/faringeal.
2. Ketidakefektifan jalan pernapas yang berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
3. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan kerusakan membrane alveolar-
kapiler.
4. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan keletihan,
anoreksia, dispnea, penigkatan metabolisme tubuh.
5. Gangguan pemenuhan tidur yang berhubugan dengan adanya bautk,sesak napas, dan
nyeri dada.
6. Ketidakmampuan melakukan aktifitas sehari-hari (ADL) yang berhubungan dengan
keletihan (keadaan fisik yang lemah).
7. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
(ketidakmampuan untuk bernapas) dan prognosis penyakit yang belum jelas.
8. Kurangnya pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan yang berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang penyakit dan penatalaksanaan perawatan di rumah.
9. Resiko terhadap transmisi infeksi yang berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
tentang resiko pathogen.
K. Rencana Intervensi
19
1.Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang
kental, hemoptisis, kelemahan, upaya batuk buruk,edema trakhea/faringeal
Tujuan :
Dalam waktu 2 X 24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan napas kembali
efektif.
Kriteria Evaluasi :
Klien mampu melakukan batuk efektif
Pernapasan klien normal (16-20 x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu napas. Bunyi
napas normal, Rh-/- dan pergerakan pernapasan normal.
20
2. ketidak efektifan pola pernapasan yang berhubugan dengan menurunya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura.
Tujuan : dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi pola napas kembali efektif.
Criteria evaluasi :
klien mampu melakukan batuk efektif.
irama frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada pada batas normal, pada
pemeriksaan roentgen dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, dan bunyi napas
terdengar jelas.
21
3. resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan
jaringan efektif paru, atelektasis kerusakan membrane alveolar-kapiler, dan edema
bronchial.
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan gangguan pertukaran gas tidak
terjadi.
Criteria evaluasi :
melaporkan tak adanya/ penurunan dispnea
klien menunjukan tidak ada gejala distress pernapasan
menunjukan perbaikan ventilasi dan kadar oksigen jaringan adekuat dengan gas
darah arteri dalam rentang normal.
Rencana Intervensi rasional
kaji dispnea, takhipnea, bunyi napas, TB paru mengakibatkan efek luas pada
peningkatan upaya pernapasan, ekspansi paru dari bagian kecil bronchopneumonia
thoraks, dan kelemahan. sampai inflamasi difus yang luas, nekrosis,
efusi pleura, dan fibrosis yang luas.
Efeknya terhadap pernapasan bervariasi
dari gejala ringan, dispnea berat, sampai
distress pernapasan,
Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat Akumulasi secret dan berkurangnya
sianosis, dan perubahan warna kulit, jaringan paru yang sehat dapat menggangu
termasuk membrane mukosa dan kuku. oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.
22