Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Deonard Rantetampang
102015150
rantetampangdeonard@yahoo.com
Pendahuluan
Skenario
Seorang laki-laki usia 30 tahun datang dengan keluhan bentol-bentol (biduran) pada seluruh tubuh
sejak 3 jam yang lalu. Pasien mengatakan, keluhan muncul setelah minum obat warung. Keluhan
disertai gatal dan merah.
Pembahasan
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Dapat terjadi secara akut maupun
kronik, keadaan ini merupakan masalah untuk penderita maupun dokter. Walaupun patogenesis dan
penyebab yang dicurigai telah ditemukan, ternyata pengobatan yang diberikan kadang tidak
memberikan hasil seperti yang diharapkan.1
Definisi urtikaria/biduran/kaligata
Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai
dengan edema (bengkak) setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat
dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit serta disertai keluhan gatal, rasa tersengat atau tertusuk.
Di Indonesia, urtikaria dikenal dengan nama lain biduran atau kaligata. Urtikaria termasuk penyakit
alergi yang sering ditemukan pada praktek sehari-hari selain asma, alergi obat, alergi makanan, dan
dermatitis. Urtikaria dijumpai pada kira-kira 10-20% dari populasi. 1
PENGGOLONGAN ANTIHISTAMIN.9
Antihistamin H1
Kelas/nama generik Nama Pabrik
1. etanolamin/difenhidramin
2. etilendiamin/tripelenamin
3. alkilamin/klofeniramid
4. piperazin/siklizin
5. fenotiazin/prometazin
6. Tambahan
a. hidroksizin hidrokloridb.
b. siproheptadin benadryl
pyribenzamine
chlortrimethon
marezine
phenergan
atarax
periactin
Antihistamin H2 cimetidin
Pada umumnya efek antihistamin telah terlihat dalam waktu 15-30 menit setelah pemakaian
oral, dan mencapai puncaknya pada 1-2 jam, sedangkan lama kerjanya bervariasi dari 3-6 jam. Tetapi
ada juga antihistamin yang waktu kerjanya lebih lama yaitu meklizin dan klemastin. 9
Pemakaian di klinik hendaknya selalu mempertimbangkan cara kerja obat, farmakokinetik dan
farmakodinamik, indikasi dan kontra indikasi, cara pemberian, serta efek samping obat dan
interaksinya.9
Biasanya antihistamin golongan AH1 yang klasik menyebabkan kontraksi otot polos,
vasokonstriksi, penurunan permeabilitas kapiler, penekanan sekresi dan penekanan pruritus. Selain
efek ini terdapat pula efek yang tidak berhubungan dengan antagonis reseptor H1, yaitu efek
antikolinergik
Antihistamin AH1 yang nonklasik contohnya : terfenadin, astemizol, loratadin, dan mequitazin.
Golongan ini diabsorbsi lebih cepat dan mencapai kadar puncak dalam waktu 1-4 jam. Masa awitan
lebih lambat dan mencapai efek maksimal dalam waktu 4 jam (misalnya terfenadin), sedangkan
aztemizol dalam waktu 96 jam setelah pemberian oral. Efektifitasnya berlangsung lebih lama
dibandingkan dengan AH1 yang klasik, bahkan aztemizol masih efektif 21 hari setelah pemberian
dosis tunggal secara oral. Golongan ini juga dikenal sehari-hari sebagai antihistamin yang long acting.
Keunggulan lain AH1 non klasik adalah tidak mempunyai efek sedasi karena tidak dapat menembus
sawar darah otak. Di samping itu golongan ini tidak memberi efek antikolinergik, tidak menimbulkan
potensiasi dengan alkohol, dan tidak terdapat penekanan pada SSP serta relatif nontoksik. 8 Akhir-akhir
ini juga berkembang istilah antihistamin yang berkhasiat berspektrum luas, yang dimaksud adalah
selain berkhasiat sebagai antihistamin, juga berkhasiat terhadap mediator lain umpamanya
hemoklorsiklizin.9
Bila pengobatan dengan satu jenis antihistamin gagal hendaknya dipergunakan antihistamin
grup lain. Hidroksizin ternyata lebih efektif daripada antihistamin lain untuk mencegah urtikaria,
dermografisme dan urtikaria kolinergik. Pada urtikaria karena dingin ternyata siproheptadin lebih
efektif. Kadang-kadang golongan beta adrenergik seperti epinefrin atau efedrin, kortikosteroid, serta
tranquilizer, baik pula untuk mengatasi urtikaria. Penyelidik lain mengemukakan pengeobatan dengan
obat beta adrenergik ternyata efektif untuk urtikaria yang kronik. Pemberian kortikosteroid sistemik
diperlukan pada urtikaria yang akut dan berat, tetapi tidak banyak manfaatnya pada urtikaria kronik. 9
Pada tahun-tahun terakhir ini dikembangkan pengobatan yang baru, hasil pengamatan
membuktikan bahwa dinding pembuluh darah manusia juga mempunyai reseptor H2. Hal ini apat
menerangkan, mengapa antihistamin H1 tidak selalu berhasil mengatasi urtikaria. Kombinasi
antihistamin H1 dan H2 masih dalam penelitian lebih lanjut. Tetapi pada dermografisme yang kronik
pengobatan kombinasi ternyata lebih efektif daripada antihistamin H1 saja. 8
Pada edema angioneurotik kematian hampir 30% disebabkan oleh karena obstruksi saluran nafas.
Biasanya tidak responsif terhadap antihistamin, epinefrin, maupun steroid. Pada gigitan serangga akut
mungkin dapat diberikan infus dengan plasma fresh frozen, yang obyektif tentu saja pemberian
plasma yang mengandung C1 esterase inhibitor, C2, dan C4. Hal yang penting ialah segera dilakukan
tindakan mengatasi edema larins.8
Pengobatan dengan anti-enzim, misalnya anti plasmin dimaksudkan untuk menekan aktifitas
plasmin yang timbul pada perubahan reaksi antigen-antibodi. Preparat yang digunakan adalah ipsilon.
Obat lain ialah trasilol, hasilnya 44% memuaskan. Pengobatan dengan cara desensitasi, misalnya
dilakukan pada urtikaria dingin, dengan melakukan sensitisasi air pada suhu 10oC (1-2 menit) dua
kali sehari selama 2-3 minggu. Pada alergi debu, serbuk sari bunga jamur, desensitasi mula-mula
dengan alergen dosis kecil 1 minggu 2x; dosis dinaikkan dan dijarangkan perlahan-lahan sampai batas
yang dapat ditolerir oleh penderita. Eliminasi diet dicobakan pada yang sensitif terhadap makanan.
Pengobatan lokal di kulit dapat diberikan secara simptomatik, misalnya anti-pruritus di dalam bedak
atau bedak kocok.10
Pencegahan.
Adapun pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
Hindari alergen yang diketahui. Termasuk beberapa makanan dan penyedap makanan, obat-obatan
dan beberapa situasi seperti panas, dingin atau stress emosional. Mencatat kapan dan dimana urtikaria
terjadi dan apa yang kita makan. Hal ini akan membantu anda dan dokter untuk mencari penyebab
urtikaria. Hindari pengobatan yang dapat mencetuskan urtiakria seperti antibiotik golongan penisilin,
aspirin dan lainnya.10
Kesimpulan
Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai
dengan edema (bengkak) setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat
dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit serta disertai keluhan gatal, rasa tersengat atau tertusuk.
Penyebab urtikaria belum diketahui pasti penyebabnya, diduga di antaranya : obat, makanan,
gigitan/sengatan serangga, bahkan fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma fisik, infeksi dan
infestasi parasit, psikis, genetik, dan penyakit sistemik.
Gejala penyakit ini bisa berupa: gatal-gatal, pembengkakan diatas permukaan kulit yang
berwarna kemerahan dengan batas pinggir yang jelas (timbul secara tiba-tiba, memudar bila disentuh,
jika digaruk akan timbul bilur-bilur yang baru), bilur-bilur membesar lalu menyebar atau bergabung
satu sama lain membentuk bilur yang lebih besar, bentuknya berubah-ubah, hilang-timbul dalam
beberapa menit atau jam.
Pengobatannya yaitu, jika sifatnya ringan, tidak diperlukan pengobatan khusus karena bisa
menghilang dengan sendirinya. Jika sampai terjadi penyumbatan tenggorokan dan kesulitan bernafas,
maka segera dilakukan tindakan darurat. Untuk mengurangi peradangan, gatal-gatal dan
pembengkakan, diberikan antihistamin, epinephrine, terbutalin, simetidin, kortikosteroid atau obat
penenang. Sedang pencegahannya yaitu hindari kontak dengan alergen penyebab kaligata.
Daftar Pustaka
1. Aisah S. Urtikaria. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Buku Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Ed. 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.
2. Habif TP. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4 th ed. London: Mosby;
2004.
3. Hunter J, Savin J, Dahl M. Reactive erythema and vasculitis. Clinical Dermatology. 3 rd ed.
Blackwell Publishing; 2002.
4. Soter N. A, Kaplan A.P. Urticaria and Angioderma. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen
KF, Goldsmith LA, Katz Si, editors. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine 6 th New York :
McGraw-Hill Inc; 2003
5. Poonawalla T, Kelly B. Urticaria A Review. AM J Clin Dermatol; 2009.
6. Burkhart C.G. Patient-Oriented Treatmentfor Urticaria: A Three Step Approach with
Informational/Instructional Sheets. Open Dermato J; 2008.
7. MacKie RM. Disorders of the vasculature : Urticaria. Clinical Dermatology. 4 th ed. United States :
Oxford medical publications; 1997.
8. Grattan C, Black AK. Urticaria and Angioderma. In : Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors.
Dermatology. 2nd edition. USA: Mosby Elsevier; 2008.
9. Buxton PK, Urtikaria. ABC of Dermatology. 4th ed. BMJ Publishing Group Ltd; 2003.
10. Boucher M. Urticaria or Hives Causes and Symptoms and Natural Treatment for Urticaria. Article
from Free Online Library. 2010.