Sie sind auf Seite 1von 10

Akibat Minum Antibiotik Menyebabkan Urtikaria

Deonard Rantetampang

102015150

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat, Indonesia

rantetampangdeonard@yahoo.com

Pendahuluan

Alergi dengan berbagai manifestasinya sering dijumpai di masyarakat. Faktor penyebabnya


seringkali sulit ditentukan walaupun dengan tes alergi sekalipun karena sering terjadi reaksi silang.
Salah satu manifestasi dari penyakit alergi berupa urtikaria. Urtikaria merupakan suatu sindroma
(kumpulan gejala) yang menifestasinya berupa gatal-gatal dan bintik-bintik merah pada kulit yang
pada umumnya disebabkan oleh alergi. Namun, penyakit ini juag dapat disebabkan oleh krisis emosi
atau karena terkena panas atau dingin. Walaupun penyakit ini tidak berbahaya, keluhan gatal yang
terjadi sangat mengganggu. Materi dalam makalah ini berisikan tentang segala penjelasan tentang
penyakit urtikaria/biduran/kaligata seperti, definisi urtikaria, faktor penyebabnya, klasifikasinya,
mekanisme, gejala yang terjadi, diagnosisnya, pengobatan serta pencegahannya.

Skenario
Seorang laki-laki usia 30 tahun datang dengan keluhan bentol-bentol (biduran) pada seluruh tubuh
sejak 3 jam yang lalu. Pasien mengatakan, keluhan muncul setelah minum obat warung. Keluhan
disertai gatal dan merah.

Pembahasan
Urtikaria merupakan penyakit kulit yang sering dijumpai. Dapat terjadi secara akut maupun
kronik, keadaan ini merupakan masalah untuk penderita maupun dokter. Walaupun patogenesis dan
penyebab yang dicurigai telah ditemukan, ternyata pengobatan yang diberikan kadang tidak
memberikan hasil seperti yang diharapkan.1

Definisi urtikaria/biduran/kaligata
Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai
dengan edema (bengkak) setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat
dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit serta disertai keluhan gatal, rasa tersengat atau tertusuk.
Di Indonesia, urtikaria dikenal dengan nama lain biduran atau kaligata. Urtikaria termasuk penyakit
alergi yang sering ditemukan pada praktek sehari-hari selain asma, alergi obat, alergi makanan, dan
dermatitis. Urtikaria dijumpai pada kira-kira 10-20% dari populasi. 1

Urtikaria pada penderita dengan infeksi virus. 2


Penyebab
Pada penyelidikan ternyata hampir 80% tidak diketahui penyebabnya. Diduga penyebab
urtikaria bermacam-macam, di antaranya : obat, makanan, gigitan/sengatan serangga, bahkan
fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma fisik, infeksi dan infestasi parasit, psikis, genetik, dan
penyakit sistemik.2
Obat
Bermacam-macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara imunologik maupun
nonimunologik. Hampir semua obat sistemik dapat menimbulkan urtikaria secara imunologik tipe I
atau II. Contohnya ialah obat-obat golongan penisilin, sulfonamid, analgesik, pencahar, hormon, dan
diuretik. Adapula obat yang secara nonimunologik langsung merangsang sel mast untuk melepaskan
histamin, misalnya kodein, opium, dan zat kontras. Aspirin menimbulkan urtikaria karena
menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakidonat.2
Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria yang akut, umumnya akibat reaksi
imunologik. Makanan berupa protein atau bahan lain yang dicampurkan kedalamnya seperti zat
warna, penyedap rasa, atau bahan pengawet, sering menimbulkan urtikaria alergika. Contoh makanan
yang sering menimbulkan urtikaria ialah telur, ikan, kacang, udang, coklat, tomat, arbei, babi, keju
bawang, dan semangka; bahan yang icampurkan seperti asam nitrat, asam benzoat, ragi, salisilat, dan
penisilin. CHAMPION (1969) melaporkan +2% urtikaria kronik disebabkan sensitasi terhadap
makanan.3
Gigitan/sengatan serangga
Gigitan/sengatan serangga dapat menimbulkan urtikaria setempat, agaknya hal ini lebih
banyak diperantarai oleh IgE (tipe I) dan tipe seluler (tipe IV). Tetapi venom an toksin bakteri,
biasanya dapat pula mengaktifkan komplemen. Nyamuk, kepinding, dan serangga lainnya
menimbulkan urtikaria bentuk papular di sekitar tempat gigitan. Biasanya sembuh dengan sendirinya
setelah beberapa hari, mingu atau bulan.2
Bahan fotosensitizer
Bahan semacam ini, misalnya griseofulvin, fenotiazin, sulfonamid, dan sabun germisid sering
menimbulkan urtikaria.2
Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu binatang, dan aerosol,
umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergik (tipe I). Reaksi ini sering dijumpai pada
penderita atopi dan disertai gangguan nafas. 2
Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang, serbuk tekstil, air liur
binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia misalnya insect repellent (penangki
serangga), dan bahan kosmetik. Keadaan ini disebabkan karena bahan tersebut menembus kulit dan
menimbulkan urtikaria.2
TUFT (1975) melaporkan urtikaria akibat sefalosporin pada seorang apoteker, hal yang jarang
terjadi; karena kontak dengan antibiotik umumnya menimbulkan dermatitis kontak. Urtikaria akibat
kontak dengan klorida kobal, indikator warna pada tes provokasi keringat, telah dilaporkan oleh
SMITH (1975).
Trauma fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau memegang benda
yang dingin; faktor panas, misalnya sinar matahari, sinar ultraviolet, radiasi dan panas pembakaran;
faktor tekanan, yaitu goresan, pakaian ketat, ikat pinggang, air yang menetes atau semprotan air,
vibrasi dan tekanan berulang-ulang contonya pijatan, keringat, pekerjaan berat, demam dan emosi
menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun non imunologik. Klinis biasanya terjadi
pada tempat-tempat yang mudah terkena trauma. Dapat timbul urtikaria setekah goresan dengan
benda tumpul beberapa menit sampai beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut dermografisme
atau fenomena Darier.2
Infeksi dan infestasi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya infeksi bakteri, virus,
jamur, maupun infestasi parasit. Infeksi oleh bakteri, contohnya pada infeksi tonsil, infeksi gigi, dan
sinusitis. Masih merupakan pertanyaan, apakah urtikaria timbul karena toksin bakteri atau oleh
sensatisasi. Infeksi virus hepatitis, mononukleosis, dan infeksi virus Coxsackie pernah dilaporkan
sebagai faktor penyebab. Karena itu pada urtikaria yang idiopatik perlu dipikirkan kemungkinan
infeksi virus subklinis. Infeksi jamur kandida dan dermatofit sering dilaporkan sebagai penyebab
urtikaria. Infestasi cacing pita, cacing tambang, cacing gelang juga Schistosoma. 1
Psikis
Tekanan jiwa dapat memacu sel mast atau langsung menyebabkan peningkatan permeabilitas
dan vasodilatasi kapiler. Ternyata hampir 11,5% penderita urtikaria menunjukkan gangguan psikis.
Penyelidikan memperlihatkan bahwa hipnosis dapat menghambat eritema dan urtikaria. Pada
percobaan induksi psikis, ternyata suhu kulit dan ambang rangsang eritema meningkat. 2
Genetik
Faktor genetik ternyata berperan penting pada urtikaria dan angioedema, walaupun jarang
menunjukkan penurunan autosomal dominan. Di antaranya ialah angioneurotik edema herediter,
familial cold urticaria, familial localized heat urticaria, vibratory angioedema, heredo-familial
syndrome of urticaria deafness and amyloidosis, dan erythropoietic protoporphyria. 2
Penyakit sistemik
Beberapa penyakit kolagen dan keganasan dapat menimbulkan urtikaria, reaksi lebih sering
disebabkan reaksi kompleks antigen-antibodi. Penyakit vesiko-bulosa, misalnya pemfigus dan
dermatitis herpetiformis Duhring, sering menimbulkan urtikaria. Sejumlah 7-9% penderita lupus
eritematosus sistemik dapat mengelami urtikaria. Beberapa penyakit sistemik yang sering disertai
urtikaria antara lain limfoma, hipertiroid, hepatitis, urtikaria pigmentosa, artritis pada demam
reumatik, dan artritis reumatoid juvenilis. 3
Klasifikasi.
Terdapat bermacam-macam paham penggolongan urtikaria, berdasarkan lamanya serangan
berlangsung dibedakan menjadi urtikaria akut dan kronik. Disebut akut bila serangan berlangsung
kurang dari 6 minggu, atau berlangsung selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari; bila melebihi
waktu tersebut digolongkan sebagai urtikaria kronik. Urtikaria akut lebih sering terjadi pada anak
muda, umumnya laki-laki lebih sering daripada perempuan. Urtikaria kronik lebih sering pada wanita
usia pertengahan. Penyebab urtikaria akut lebih mudah diketahui, sedangkan urtikaria kronik sulit
ditemukan. Ada kecenderungan urtikaria lebih sering diderita oleh penderita atopik. 3
Berdasarkan morfologi klinis, urtikaria dibedakan menurut bentuknya, yaitu urtikaria papular
bila berbentuk papul, gutata bila besarnya sebesar tetesan air, dan gurata bila ukurannya besar-besar..
Terdapat pula yang anular dan arsinar. Menurut luasnya dan dalamnya jaringan yang terkena,
dibedakan menjadi urtikaria lokal, generalisata dan angioedema. Ada pula yang menggolongkan
berdasarkan penyebab urtikaria dan mekanisme terjadinya, maka dikenal urtikaria imunologik,
nonimunologik, dan idiopatik sebagai berikut :4
Urtikaria atas dasar reaksi imunologik :
Bergantung pada IgE (reaksi alergi tipe I)
Pada atopi
Antigen spesifik (polen, obat, venom)
Ikut sertanya komplemen :
Pada reaksi sitotoksik (reaksi alergi tipe II)
Pada reaksi kompleks imun (reaksi alergi tipe III)
Defisiensi C1 esterase inhibitor (genetik)
Reaksi Alergi tipe IV (urtikaria kontak)
Urtikaria atas dasar reaksi nonimunologik
Langsung memacu sel mast, sehingga terjadi pelepasan mediator (misalnya obat golongan
opiat dan bahan kontras). Bahan yang menyebabkan perubahan metabolisme asam arakidonat
(misalnya aspirin, obat anti-inflamasi nn-steroid, golongan azodyes). Trauma fisik, misalnya
dermografisme, rangsangan dingin, panas atau sinar, dan bahan kolinergik. Urtikaria yang tidak jelas
penyebab dan mekanismenya, digolongkan sebagai urtikaria idiopatik. 5
Patogenesis.
Mekanisme terjadinya urtikaria sangat penting untuk diketahui, karena hal ini akan dapat
membantu pemeriksaan yang rasional. Urtikaria terjadi karena vasodilatasi disertai permeabilitas
kapiler yang meningkat, sehingga terjadi transudasi cairan yang mengakibatkan pengumpulan cairan
setempat. Sehingga secara klinis tampak edema setempat disertai kemerahan. 6
Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler dapat terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator, misalnya histamin, kinin, serotonin, slow reacting substance of anaphylaxis (SRSA), dan
prostaglandin leh sel mast dan atau basofil. Selain itu terjadi inhibisiproteinase oleh enzim proeolotik,
misalnya kalikrin, tripsin, plasmin, dan hemotripsin di dalam sel mast. 7
Baik faktor imunologik, maupun nonimunologik mampu merangsang sel mast atau basofil
untuk melepaskan mediator tersebut. Pada yang nonimunologik mungkin sekali siklik AMP (adenosin
mono phosphate) memegang peranan penting pada pelepasan mediator. Beberapa bahan kimia seperti
golongan amin dan derivat amidin, obat-obatan seperti morfin, kodein, polimiksin, dan beberapa
antibiotik berperan pada keadaan ini. Bahan kolinergik, misalnya asetilkolin, dilepaskan oleh saraf
kolinergik kulit yang mekanismenya belum diketahui, langsung dapat mempengaruhi sel mast untuk
melepaskan mediator. Faktor fisik, misalnya panas, dingin, trauma tumpul, sinar X, dan pemijatan,
dapat langsung merangsang sel mast. Beberapa keadaan , misalnya demam, panas, emosi, dan alkohol
dapat merangsang langsung pada pembuluh darah kapiler sehingga terjadi vasodilatasi dan
peningkatan permeabilitas.6
Faktor imunologik lebih berperan pada urtikaria yang akut daripada yang kronik; biasanya
IgE terikat pada permukaan sel mast dan atau sel basofil karena adanya reseptor Fc, bila ada antigen
yang sesuai berikatan dengan IgE, maka terjadi degranulasi sel, sehingga mampu melepaskan
mediator. Keadaan ini jelas tampak pada reaksi tipe I (anafilaksis), misalnya alergi obat dan makanan.
Komplemen juga ikut berperan, aktivasi komplemen secara klasik maupun secara alternatif
menyebabkan pelepasan anafilatoksin (C3aC5a) yang mampu merangsang sel mast dan baofil,
misalnya tampak akibat venom atau toksin bakteri. Ikatan dengan komplemen juga terjadi pada
urtikaria akibat reaksi sitotoksik dan kompleks imun, pada keadaan ini juga dilepaskan zat
anafilatoksin. Urtikaria akibat kontak dapat juga terjadi misalnya setelah pemakaian bahan penangkis
serangga, bahan kosmetik, dan sefalosporin. Kekurangan C1 esterase inhibitor secara genetik
menyebabkan edema angioneurotik yang herediter.7
Manifestasi klinis.
Keluhan subyektif biasanya gatal, rasa terbakar, atau tertusuk. Klinis tampak eritema dan
edema setempat berbatas tegas, kadang-kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Bentuknya dapat
papular seperti pada urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat lentikular, numular, sampai
plakat. Bila mengenai jaringan yang lebih dalam sampai dermis dan jaringan submukosa dan
subkutan, juga beberapa alat dalam misalnya saluran serna dan nafas, disebut angioedema. Pada
keadaan ini jaringan yang lebih sering terkena adalah muka, disertai sesak nafas, serak, dan rinitis. 8
Dermografisme berupa edema dan eritema yang linier di kulit yang terkena goresan benda
tumpul, timbul dalam waktu lebih kurang 30 menit. Pada urtikaria akibat tekanan, urtikaria timbul
pada tempat yang tertekan, misalnya di sekitar pinggang, pada penderita ini dermografisme jelas
terlihat.
Urtikaria akibat penyinaran biasanya pada gelombang 285-320nm dan 400-500nm, timbul
setelah 18-72 jam penyinaran, dan klinis berbentuk urtikaria papular. Hal ini harus dibuktikan dengan
tes foto tempel. Sejumlah 7-17% urtikaria kronik disebabkan faktor fisik, antara lain akibat dingin,
panas, tekanan, dan penyinaran. Umumnya pada dewasa muda, terjadi pada episode singkat dan
biasanya umum kortikosteroid sistemik kurang bermanfaat. 8
Urtikaria kolinergik dapat timbul pada peningkatan suhu tubuh, emosi, makanan yang
merangsang, dan pekerjaan berat. Biasanya sangat gatal, urtika bervariasi dari beberapa mm sampai
numular dan konfluen membentuk plakat. Serangan berat sering disertai gangguan sistemik seperti
nyeri perut, diare, munta-muntah, dan nyeri kepala; dijumpai pada umur 15-25 tahun. Urtikaria akibat
obat atau makanan umumnya timbul secara akut dan generalisata. 8
Diagnosis.
Working Diagnosis
Walaupun melalui anamnesis yang teliti dan pemeriksaan klinis mudah ditegakkan diagnosis
urtikaria, beberapa pemeriksaan diperlukan untuk membuktikan penyebabnya, misalnya :
Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin untuk menilai ada tidaknya infeksi yang tersembunyi atau
kelainan pada alat dalam. Cryoglobulin dan cold hemolysin perlu diperiksa pada dugaan urtikaria
dingin.2
Pemeriksaan gigi, telinga-hidung-tenggorok, serta usapan vagina perlu untuk menyingkirkan
dugaan adanya infeksi fokal. Pemeriksaan kadar IgE, eosinofil, dan komplemen. Tes kulit, meskipun
terbatas kegunaannya dapat dipergunakan untuk membantu diagnosis. Uji gores (scratch test) dan uji
tusuk (prick test), serta tes intradermal dapat dipergunakan untuk mencari alergen inhalan, makanan,
dermatofit dan kandida. Tes eliminasi makanan dengan cara menghentikan semua makanan yang
dicurigai untuk beberapa waktu, lalu mencobanya kembali satu demi satu. 2
Pemeriksaan histopatologik, walaupun tidak selalu diperlukan, dapat membantu
diagnosis. Biasanya terdapat kelainan berupa pelebaran kapiler di papilla dermis, geligi epidermis
mendatar, dan serat kolagen membengkak. Pada tingkat permulaan tidak tampak infiltrasi seluler dan
pada tingkat lanjut terdapat infiltrasi leukosit, terutama disekitar pembuluh darah. Pada urtikaria fisik
akibat sinar dapat dilakukan tes foto tempel. Suntikan mecholyl intradermal dapat digunakan pada
diagnosis urtikaria kolinergik.Tes dengan es (ice cube test) dan tes dengan air hangat. 2
Differential Diagnosis
Angioedema herediter Kelainan ini merupakan kelainan yang jarang tidak disertai urtikaria.
Pada kelainan ini terdapat edema subkutan atau submukosa periodik disertai rasa sakit dan terkadang
disertai edema laring. Edema biasanya mengenai ekstremitas dan mukosa gastrointestinalis yang
sembuh setelah 1 sampai 4 hari. Pada keluarga terdapat riwayat penyakit yang serupa. Diagnosis
ditegakkan dengan menemukan kadar komplemen C4 dan C2 yang menurun dan tidak adanya
inhibitor C1-esterase dalam serum. Sengatan serangga multipel Pada sengatan serangga akan terlihat
titik di tengah bentol, yang merupakan bekas sengatan serangga. 2
Pengobatan
Pengobatan yang paling ideal tentu saja mengobati penyebab atau bila mungkin menghindari
penyebab yang dicurigai. Bila tidak mungkin paling tidak mencoba mengurangi penyebab tersebut,
minimal tidak menggunakan dan tidak berkontak dengan penyebabnya.
Pengobatan dengan antihistamin pada urtikaria sangat bermanfaat. Cara kerja antihistamin telah
diketahui dengan jelas, yaitu menghambat histamin pada reseptor-reseptornya. Berdasarkan reseptor
yang dihambat, antihistamin dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu antagonis reseptor H1
(antiistamin 1, AH1) dan reseptor H2 (AH2).9
Secara klinis dasar pengobatan pada urtikaria dan angioedema dipercayakan pada efek
antagonis terhadap histamin pada reseptor H1, namun efektifitas tersebut acapkali berkaitan dengan
efek samping farmakologik, yaitu sedasi. Dalam perkembangannya terdapat antihistamin yang baru
yang berkhasiat yang berkhasiat terhadap reseptor H1 tetapi nonsedasi, golongan ini disebut sebagai
antihistamin nonklasik.9

PENGGOLONGAN ANTIHISTAMIN.9
Antihistamin H1
Kelas/nama generik Nama Pabrik
1. etanolamin/difenhidramin
2. etilendiamin/tripelenamin
3. alkilamin/klofeniramid
4. piperazin/siklizin
5. fenotiazin/prometazin
6. Tambahan
a. hidroksizin hidrokloridb.
b. siproheptadin benadryl
pyribenzamine
chlortrimethon
marezine
phenergan
atarax
periactin
Antihistamin H2 cimetidin
Pada umumnya efek antihistamin telah terlihat dalam waktu 15-30 menit setelah pemakaian
oral, dan mencapai puncaknya pada 1-2 jam, sedangkan lama kerjanya bervariasi dari 3-6 jam. Tetapi
ada juga antihistamin yang waktu kerjanya lebih lama yaitu meklizin dan klemastin. 9
Pemakaian di klinik hendaknya selalu mempertimbangkan cara kerja obat, farmakokinetik dan
farmakodinamik, indikasi dan kontra indikasi, cara pemberian, serta efek samping obat dan
interaksinya.9
Biasanya antihistamin golongan AH1 yang klasik menyebabkan kontraksi otot polos,
vasokonstriksi, penurunan permeabilitas kapiler, penekanan sekresi dan penekanan pruritus. Selain
efek ini terdapat pula efek yang tidak berhubungan dengan antagonis reseptor H1, yaitu efek
antikolinergik
Antihistamin AH1 yang nonklasik contohnya : terfenadin, astemizol, loratadin, dan mequitazin.
Golongan ini diabsorbsi lebih cepat dan mencapai kadar puncak dalam waktu 1-4 jam. Masa awitan
lebih lambat dan mencapai efek maksimal dalam waktu 4 jam (misalnya terfenadin), sedangkan
aztemizol dalam waktu 96 jam setelah pemberian oral. Efektifitasnya berlangsung lebih lama
dibandingkan dengan AH1 yang klasik, bahkan aztemizol masih efektif 21 hari setelah pemberian
dosis tunggal secara oral. Golongan ini juga dikenal sehari-hari sebagai antihistamin yang long acting.
Keunggulan lain AH1 non klasik adalah tidak mempunyai efek sedasi karena tidak dapat menembus
sawar darah otak. Di samping itu golongan ini tidak memberi efek antikolinergik, tidak menimbulkan
potensiasi dengan alkohol, dan tidak terdapat penekanan pada SSP serta relatif nontoksik. 8 Akhir-akhir
ini juga berkembang istilah antihistamin yang berkhasiat berspektrum luas, yang dimaksud adalah
selain berkhasiat sebagai antihistamin, juga berkhasiat terhadap mediator lain umpamanya
hemoklorsiklizin.9
Bila pengobatan dengan satu jenis antihistamin gagal hendaknya dipergunakan antihistamin
grup lain. Hidroksizin ternyata lebih efektif daripada antihistamin lain untuk mencegah urtikaria,
dermografisme dan urtikaria kolinergik. Pada urtikaria karena dingin ternyata siproheptadin lebih
efektif. Kadang-kadang golongan beta adrenergik seperti epinefrin atau efedrin, kortikosteroid, serta
tranquilizer, baik pula untuk mengatasi urtikaria. Penyelidik lain mengemukakan pengeobatan dengan
obat beta adrenergik ternyata efektif untuk urtikaria yang kronik. Pemberian kortikosteroid sistemik
diperlukan pada urtikaria yang akut dan berat, tetapi tidak banyak manfaatnya pada urtikaria kronik. 9
Pada tahun-tahun terakhir ini dikembangkan pengobatan yang baru, hasil pengamatan
membuktikan bahwa dinding pembuluh darah manusia juga mempunyai reseptor H2. Hal ini apat
menerangkan, mengapa antihistamin H1 tidak selalu berhasil mengatasi urtikaria. Kombinasi
antihistamin H1 dan H2 masih dalam penelitian lebih lanjut. Tetapi pada dermografisme yang kronik
pengobatan kombinasi ternyata lebih efektif daripada antihistamin H1 saja. 8
Pada edema angioneurotik kematian hampir 30% disebabkan oleh karena obstruksi saluran nafas.
Biasanya tidak responsif terhadap antihistamin, epinefrin, maupun steroid. Pada gigitan serangga akut
mungkin dapat diberikan infus dengan plasma fresh frozen, yang obyektif tentu saja pemberian
plasma yang mengandung C1 esterase inhibitor, C2, dan C4. Hal yang penting ialah segera dilakukan
tindakan mengatasi edema larins.8
Pengobatan dengan anti-enzim, misalnya anti plasmin dimaksudkan untuk menekan aktifitas
plasmin yang timbul pada perubahan reaksi antigen-antibodi. Preparat yang digunakan adalah ipsilon.
Obat lain ialah trasilol, hasilnya 44% memuaskan. Pengobatan dengan cara desensitasi, misalnya
dilakukan pada urtikaria dingin, dengan melakukan sensitisasi air pada suhu 10oC (1-2 menit) dua
kali sehari selama 2-3 minggu. Pada alergi debu, serbuk sari bunga jamur, desensitasi mula-mula
dengan alergen dosis kecil 1 minggu 2x; dosis dinaikkan dan dijarangkan perlahan-lahan sampai batas
yang dapat ditolerir oleh penderita. Eliminasi diet dicobakan pada yang sensitif terhadap makanan.
Pengobatan lokal di kulit dapat diberikan secara simptomatik, misalnya anti-pruritus di dalam bedak
atau bedak kocok.10
Pencegahan.
Adapun pencegahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.
Hindari alergen yang diketahui. Termasuk beberapa makanan dan penyedap makanan, obat-obatan
dan beberapa situasi seperti panas, dingin atau stress emosional. Mencatat kapan dan dimana urtikaria
terjadi dan apa yang kita makan. Hal ini akan membantu anda dan dokter untuk mencari penyebab
urtikaria. Hindari pengobatan yang dapat mencetuskan urtiakria seperti antibiotik golongan penisilin,
aspirin dan lainnya.10
Kesimpulan
Urtikaria ialah reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai
dengan edema (bengkak) setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan, berwarna pucat
dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit serta disertai keluhan gatal, rasa tersengat atau tertusuk.
Penyebab urtikaria belum diketahui pasti penyebabnya, diduga di antaranya : obat, makanan,
gigitan/sengatan serangga, bahkan fotosensitizer, inhalan, kontaktan, trauma fisik, infeksi dan
infestasi parasit, psikis, genetik, dan penyakit sistemik.
Gejala penyakit ini bisa berupa: gatal-gatal, pembengkakan diatas permukaan kulit yang
berwarna kemerahan dengan batas pinggir yang jelas (timbul secara tiba-tiba, memudar bila disentuh,
jika digaruk akan timbul bilur-bilur yang baru), bilur-bilur membesar lalu menyebar atau bergabung
satu sama lain membentuk bilur yang lebih besar, bentuknya berubah-ubah, hilang-timbul dalam
beberapa menit atau jam.
Pengobatannya yaitu, jika sifatnya ringan, tidak diperlukan pengobatan khusus karena bisa
menghilang dengan sendirinya. Jika sampai terjadi penyumbatan tenggorokan dan kesulitan bernafas,
maka segera dilakukan tindakan darurat. Untuk mengurangi peradangan, gatal-gatal dan
pembengkakan, diberikan antihistamin, epinephrine, terbutalin, simetidin, kortikosteroid atau obat
penenang. Sedang pencegahannya yaitu hindari kontak dengan alergen penyebab kaligata.
Daftar Pustaka
1. Aisah S. Urtikaria. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Buku Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Ed. 4. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2005.
2. Habif TP. Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4 th ed. London: Mosby;
2004.
3. Hunter J, Savin J, Dahl M. Reactive erythema and vasculitis. Clinical Dermatology. 3 rd ed.
Blackwell Publishing; 2002.
4. Soter N. A, Kaplan A.P. Urticaria and Angioderma. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen
KF, Goldsmith LA, Katz Si, editors. Fitzpatricks Dermatology In General Medicine 6 th New York :
McGraw-Hill Inc; 2003
5. Poonawalla T, Kelly B. Urticaria A Review. AM J Clin Dermatol; 2009.
6. Burkhart C.G. Patient-Oriented Treatmentfor Urticaria: A Three Step Approach with
Informational/Instructional Sheets. Open Dermato J; 2008.
7. MacKie RM. Disorders of the vasculature : Urticaria. Clinical Dermatology. 4 th ed. United States :
Oxford medical publications; 1997.
8. Grattan C, Black AK. Urticaria and Angioderma. In : Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, editors.
Dermatology. 2nd edition. USA: Mosby Elsevier; 2008.
9. Buxton PK, Urtikaria. ABC of Dermatology. 4th ed. BMJ Publishing Group Ltd; 2003.
10. Boucher M. Urticaria or Hives Causes and Symptoms and Natural Treatment for Urticaria. Article
from Free Online Library. 2010.

Das könnte Ihnen auch gefallen