Sie sind auf Seite 1von 24

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan kanker.
Diperkirakan terdapat 700.000 kasus stroke yang terjadi setiap tahun di Amerika Serikat,
600.000 diantaranya stroke infark dan 100.000 lainnya stroke perdarahan.1 Menurut Riset
Kesehatan Daerah (RISKESDA) yang diselenggarakan Departemen Kesehatan RI tahun
2007 didapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian utama pada usia >45 tahun
(15,4% dari seluruh kematian) 987.205 subjek dari 258.366 rumah tangga di 33 propinsi
terutama pada usia >45 tahun (15,4% dari seluruh kematian). Prevalensi stroke rata-rata
adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di Nanggroe Aceh Darussalam dan terendah 0,38% di
Papua.2
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Yayasan Stroke Indonesia pada tahun
2012, masalah stroke semakin penting dan mendesak karena kini jumlah penderita stroke
di Indonesia terbanyak dan menempati urutan pertama di Asia. Jumlah yang disebabkan
oleh stroke menduduki urutan kedua pada usia diatas 60 tahun dan urutan kelima pada usia
15-59 tahun.3
Dengan kemajuan teknologi, stroke lebih sering meninggalkan kecacatan
dibandingkan kematian. Beban biaya yang ditimbulkan akibat stroke sangat besar, selain
bagi pasien dan keluarganya, juga bagi negara. Ditinjau dari segi psikologi, keterbatasan-
keterbatasan fisik yang diderita pasien dapat membuatnya terasing dari lingkungan
sekitarnya dan pada akhirnya mengakibatkan depresi. Terapi dan pendekatan yang sesuai
dapat membantu penderita dalam meningkatkan kualitas hidup dan menjauhkan pasien
dari perasaan depresi dan putus asa yang dapat semakin memperburuk keadaannya.4
Bagi pasien yang telah mendapat serangan stroke, intervensi rehabilitasi medis
sangat penting untuk mengembalikan pasien pada kemandirian mengurus diri sendiri dan
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari tanpa menjadi beban bagi keluarganya. Perlu
diupayakan agar pasien tetap aktif setelah stroke untuk mencegah timbulnya komplikasi
tirah baring dan stroke berulang (secondary prevention). Komplikasi tirah baring dan
stroke berulang akan memperberat disabilitas dan menimbulkan penyakit lain yang bahkan
dapat membawa kepada kematian.4
Dengan pelayanan rehabilitasi medis yang tepat, 80% penderita stroke yang tetap
hidup dapat berjalan tanpa bantuan, 70% dapat menguasai atau melakukan aktifitas

1
mengurus diri sendiri dan 30% dapat kembali bekerja. Terdapat dua pola besar dalam
program rehabilitasi stroke yaitu pola tradisional yang menggunakan pendekatan unilateral
dan pola neurodevelopmental yang menggunakan pendekatan bilateral.5
Berikut akan dilaporkan sebuah laporan kasus rehabilitasi medik pada penderita
hemiparesis sinistra + paresis N. VII sentral sinistra + disartria et causa stroke hemoragik
di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Stroke
Definisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda
klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian,
tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler.6

B. Epidemiologi Stroke
Baik di negara maju maupun berkembang, beban yang ditimbulkan stroke sangat
besar. Stroke merupakan penyebab kematian kedua terbanyak di negara maju dan ketiga
terbanyak di negara berkembang. Berdasarkan data WHO tahun 2002, lebih dari 5,47 juta
orang meninggal karena stroke di dunia. Dari data yang dikumpulkan oleh American
Heart Association tahun 2004 setiap 3 menit satu orang meninggal akibat stroke.4
Stroke merupakan penyebab kecacatan kedua terbanyak di seluruh dunia pada
individual di atas 60 tahun.7 Jumlah penderita stroke terus meningkat setiap tahun, bukan
hanya menyerang usia tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan
produktif. Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki) ikut berperan serta dalam upaya mengatasi
dan menangani masalah stroke di Indonesia.3
Tingginya angka kejadian stroke bukan hanya di negara maju saja, tapi juga
menyerang negara berkembang seperti Indonesia karena perubahan tingkah laku dan pola
hidup masyarakat. Diperkirakan setiap tahun sekitar 500.000 penduduk Indonesia terkena
serangan stroke, sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami cacat
berat ataupun ringan.7

C. Stroke Non Hemoragik


Berdasarkan kelainan patologis stroke dibagi menjadi stroke hemoragik dan stroke
non-hemoragik. Stroke hemoragik dibagi menjadi perdarahan intraserebral dan perdarahan
subarakhnoid. Stroke non-hemoragik atau stroke iskemik dibagi menjadi stroke akibat
trombus, emboli serebri dan hipoperfusi sistemik.6

3
Berdasarkan waktu terjadinya stroke dibagi menjadi empat, yaitu: 8
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
Suatu gangguan akut dari fungsi lokal serebral yang gejalanya berlangsung kurang
dari 24 jam atau serangan sementara dan disebabkan oleh thrombus atau emboli.
Satu sampai dua jam biasanya. TIA dapat ditangani, namun apabila sampai tiga jam
juga belum bisa teratasi sekitar 50 % pasien sudah terkena infark.
b. Reversible Ischemic Nerurological Defisit (RIND)
Gejala neurologis dari RIND akan menghilang kurang lebih 24 jam, biasanya
RIND akan membaik dalam waktu 24 48 jam.
c. Stroke In Evolution (Progressing Stroke)
Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus berkembang dimana
terlihat semakin berat dan memburuk setelah 48 jam. Defisit neurologis yang
timbul berlangsung bertahap dari ringan sampai menjadi berat.
d. Complete Stroke Non Hemorrhagic
Kelainan neurologis yang sudah lengkap menetap atau permanen tidak berkembang
lagi bergantung daerah bagian otak mana yang mengalami infark

Stroke juga dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala klinis yang ada menggunakan
kriteria Bamford, yaitu : 9
1. Lacunar Infarct (LACI)
Stroke motorik murni, stroke sensorik murni dan ataksia hemiparesis.
2. Total Anterior Circulation Infark (TACI)
Kombinasi disfungsi serebral yang lebih tinggi, hemianopsia homonim, defisit
sensorik dan motorik ipsilateral pada sekurangnya dua daerah.
3. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)
Dua atau tiga komponen dari TACI ditambah dengan gangguan kesadaran.
4. Posterior Circulation Infark (POCI)
Vertigo, paralisis saraf kranialis ipsilateral dengan defisit motorik atau sensorik
kontralateral, defisit sensorik atau motorik bilateral, gangguan konjugasi
pergerakan mata, disfungsi serebral, hemianopsia homonim.

D. Stroke Hemoragik

4
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan
parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya.
Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur
otak dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya.
Peningkatan tekanan intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak
dan menekan batang otak.10,11
Etiologi dari Stroke Hemoragik :
1. Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari
80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum. 10,11
Gejala klinis :10,11
1. Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan
dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu
nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan
epistaksis.
2. Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan
dapat disertai kejang fokal / umum.
3. Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola
mata menghilang dan deserebrasi
4. Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya
papiledema dan perdarahan subhialoid.
2. Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang
10
subarakhnoid yang timbul secara primer. Sebagian besar kasus disebabkan oleh
pecahnya aneurisma pada percabangan arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah
malformasi arterivena atau tumor.2,11
Gejala klinis :
1. Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak berlangsung dalam 1 2 detik
sampai 1 menit.
2. Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, gelisah dan kejang.
3. Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit
sampai beberapa jam.
4. Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen

5
5. Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik
perdarahan subarakhnoid.
6. Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau
hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.8

E. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa penyakit stroke perlu dilakukan anamnesis yang
sistematis dan serangkaian pemeriksaan yang menunjang diagnosa. Anamnesis pada
stroke meliputi identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga dan pengkajian psikososisospiritual.1,3
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara sistematis dengan fokus pemeriksaan
pada fungsi otak dan dihubungkan dengan keluhan- keluhan pasien. 1
Keadaan umum pasien umumnya mengalami gangguan kesadaran dan gangguan
bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa bicara dan pada tanda- tanda vital:
tekanan darah meningkat, dan denyut nadi bervariasi. 1,2
Kualitas kesadaran pasien merupakan parameter yang paling mendasar yang
membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan pasien dan respons terhadap lingkungan
adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan. Pada keadaan lanjut
tingkat kesadaran pasien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan
semikomantosa. 1,6
Pengkajian fungsi serebral meliputi status mental, fungsi intelektual,
kemampuan bahasa, lobus otak dan hemisfer. Pengkajian saraf kranial meliputi saraf
kranial I-XII. Pada beberapa keadaan stroke terjadi gangguan yang diakibatkan oleh
paralisis dari saraf- saraf kranial. 1,2,6
Pengkajian umum motorik diperlukan untuk menelai kemampuan pergerakan
dari pasien. Stroke adalah penyakit saraf motorik atas atau Upper Motor Neuron
(UMN) dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Oleh karena UMN bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi
tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi yang berlawanan dari otak. 6
Pemeriksaan refleks fisiologis meliputi pengetukan pada tendon, ligamentum
atau periosteum derajat refleks pada respons normal. Pada fase akut refleks fisiologis

6
sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahului dengan refleks patologis. 6
Pemeriksaan sistem sensorik dilakukan untuk menilai kemampuan sensorik
pasien. Pada pasien stroke dapat terjadi hemihipestesi. Pada persepsi dapat ditemukan
ketidakmampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Kehilangan sensori karena stroke
dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan
propiospsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta
kesulitan dalam menginterpretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius.12,13
Untuk pemeriksaan penunjang dapat dilakukan lumbal pungsi, CT-Scan tanpa
kontras, MRI kepala, laboratorium darah untuk melihat profil lipid dan kolesterol, gula
darah, agregasi trombosit dan fibrinogen serta melihat status elektrolit, EKG dan
ekokardiografi untuk mencari pencetus stroke akibat penyakit jantung, dan foto thoraks.
1

F. Faktor Resiko
Terhambatnya aliran darah ke otak beberapa detik saja dapat menyebabkan
seseorang pingsan. Penyumbatan dan pecahnya pembuluh darah di otak bisa
menyebabkan sel-sel saraf di otak menjadi rusak dan mengakibatkan kelumpuhan.
Berbagai faktor bisa menyebabkan stroke:1,8
- Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
- Keturunan
- Jenis kelamin
- Umur
- Ras
Faktor yang dapat dimodifikasi:
- Hipertensi
- Penyakit jantung
- Diabetes mellitus
- Obesitas (kegemukan)
- Hiperkolesterol
- Faktor gaya hidup yang tidak sehat (alkohol, merokok, stress, mendengkur)
G. Rehabilitasi Medik

7
Menurut WHO, rehabilitasi adalah semua tindakan yang ditujukan untuk
mengurangi dampak disabilitas/ handicap, agar memungkinkan penyandang cacat
berintegrasi dengan masyarakat.5
Rehabilitasi dibagi dalam tiga bidang yaitu:5
1. Rehabilitasi medik yaitu suatu proses pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan fungsional dan psikis individu dan bila perlu
mekanisme kompensasinya agar individu dapat berdikari.
2. Rehabilitasi sosial merupakan bagian dari proses rehabilitasi yang bertujuan agar
penyandang cacat dapat berintegrasi ke dalam masyarakat dengan membantunya
menyesuaikan diri pada keluarga, masyarakat dan pekerjaannya dan juga dengan
mengurangi beban sosial ekonomi yang dapat menghambat proses rehabilitasinya.
3. Rehabilitasi kekaryaan ialah pemberian pelayanan kekaryaan berupa bimbingan
kekaryaan, latihan kerja dan penempatan selektif yang didesain untuk penyandang
cacat.

Tujuan dalam upaya rehabilitasi medik adalah: 6


1. Pemulihan pasien yang mengalami cacat kepada kondisi semula atau setidaknya
kembali mendekati keadaan sebelum sakit.
2. Menghindari semaksimal mungkin timbulnya cacat sekunder.
3. Masa/ waktu perawatan dapat dipersingkat.
4. Mengusahakan sedapat mungkin pasien cepat kembali ke pekerjaan semula atau
pekerjaan baru.
5. Psikologik lebih baik oleh karena pasien tidak terlalu menderita tekanan jiwa berat
atau lama.

Ruang lingkup rehabilitasi medik meliputi: 5


1. Pemeriksaan fisik difokuskan pada tingkat kemampuan fisik dari yang sakit dan
fungsi secara keseluruhan.
2. Diagnosis dan pengobatan didasarkan pada pemeriksa yang meliputi aspek medis
dan rehabilitasi termasuk di sini apakah terdapat atrofi otot, kontraktur sendi,
kelumpuhan kemampuan mobilisasi, aktifitas sehari-hari, komunikasi masalah
sosial, pendidikan, psikologi dan pekerjaannya. Dalam pengobatan disini dapat
diartikan koreksi kondisi cacat yang ada.

8
3. Pencegahan terutama dilakukan untuk menghindari timbulnya kecacatan sekunder
yang menyertai kecacatan primer sebagai akibat komplikasi istirahat lama selama
perawatan atau pengobatan.
Dalam penanganan penderita diperlukan adanya satu tim yang terdiri dari
berbagai displin keahlian, agar tercapai hasil yang sebaik-baiknya. Tim tersebut terdiri
dari: dokter, fisioterapis, terapi okupasi, ortotis prostetis, pekerja sosial medik,
psikolog, ahli bina bicara, dan perawat rehabilitasi.

H. Rehabilitasi Medik pada Penderita Stroke


Rehabilitasi adalah suatu program yang disusun untuk memberi kemampuan
kepada penderita yang mengalami disabilitas fisik atau penyakit kronis, agar mereka
dapat hidup atau bekerja sepenuhnya sesuai dengan kapasitasnya. 5
Secara garis besar tahapan rehabilitasi stroke program adalah : Bedside Exercise,
Sitting Exercise, Standing Exercise, dan Ambulation Exercise. Terdapat dua pola besar
pendekatan dalam rehabilitasi penderita stroke yaitu : 13
1. Pola tradisional atau pola rehabilitasi kompensasi atau pola pendekatan unilateral.
Pola ini, sisi yang sehat dilatih untuk mengkompensasi sisi yang sakit
2. Pola neurodevelopmental atau pola pendekatan bilateral, dimana segala upaya
ditujukan untuk melatih kembali sisi yang sakit. Pola ini telah menggeser pola
tradisional di dalam program rehabilitasi stroke modern.
Tahapan rehabilitasi pada penderita stroke dibagi menjadi tiga fase, yaitu :
1. Rehabilitasi Stroke Fase Akut
Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien belum stabil, umumnya dalam
perawatan di rumah sakit, bisa di ruang rawat biasa ataupun di unit stroke.
Dibandingkan dengan perawatan di ruang rawat biasa, pasien yang dirawat di unit
stroke memberikan hasil yang lebih baik. Pasien menjadi lebih mandiri, lebih mudah
kembali dalam kehidupan sosialnya di masyarakat dan mempunyai kualitas hidup
yang lebih baik.4
Pada fase ini yang utama adalah mencegah akibat yang timbul dari tirah baring
lamadengan cara merubah posis pasien tiap 2 jam disiang hari dan 4 jam di malam
hari.
Ada 3 posisi yang di anjurkan:

9
a. Posis dimana pasien berbaring terlentang pada bagian yang lumpuh
disangga dengan bantal
b. Posis dimana pasien berbaring pada sisi yang lumpuh dengan posisi lengan
yang lumpuh membentuk sudut 90 derajat dari badan, lengan yang sehat
diletakkan di atas badan atau bantal, tungkai dan kaki yang sehat dalam
posisi melangkah, diganjal bantal, pergelangan paha dan lutut agak ditekuk
c. Posisi dimana pasien berbaring sisi yang sehat dengan posisi lengan dan
tangan yang lumpuh di atas bantal dengan membentuk sudut rentang sekitar
100 derajat dari badan, tungkai yang lumpuh, pergelangan paha dan lutut
agak ditekuk. Tungkai dan kaki diganjal dengan bantal.

Gambar 1. Bed positioning pada pasien stroke

2. Rehabilitasi Stroke Fase Subakut


Pada fase ini kondisi hemodinamik pasien umumnya sudah stabil dan
diperbolehkan kembali ke rumah, kecuali bagi pasien yang memerlukan penanganan
rehabilitasi yang intensif. Sebagian kecil (sekitar 10%) pasien pulang dengan gejala
sisa yang sangat ringan, dan sebagian kecil lainnya (sekitar 10%) pasien pulang
dengan gejala sisa yang sangat berat dan memerlukan perawatan dari orang lain
sepenuhnya. Namun sekitar 80% pasien pulang dengan gejala sisa yang bervariasi
beratnya dan sangat memerlukan intervensi rehabilitasi agar dapat kembali mencapai

10
kemandirian yang optimal. Rehabilitasi pasien stroke fase subakut dan kronis mungkin
dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer.4
Pada fase subakut pasien diharapkan mulai kembali untuk belajar melakukan
aktivitas dasar merawat diri dan berjalan. Dengan atau tanpa rehabilitasi, sistim saraf
otak akan melakukan reorganisasi setelah stroke. Reorganisasi otak yang terbentuk
tergantung sirkuit jaras otak yang paling sering digunakan atau tidak digunakan.
Melalui rehabilitasi, reorganisasi otak yang terbentuk diarahkan agar mencapai
kemampuan fungsional optimal yang dapat dicapai oleh pasien, melalui sirkuit yang
memungkinkan gerak yang lebih terarah dengan menggunakan energi/tenaga se-
efisien mungkin. Hal tersebut dapat tercapai melalui terapi latihan yang terstruktur,
dengan pengulangan secara kontinyu serta mempertimbangkan kinesiologi dan
biomekanik gerak.4
3.
Rehabilitasi stadium kronik.
Pada saat ini terapi kelompok telah ditekankan, dimana terapi ini biasanya
sudah dapat dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga pasien lebih banyak
dilibatkan, pekerja medik sosial, dan psikolog harus lebih aktif.
Prinsip-prinsip Rehabilitasi Stroke:
Bila anggota gerak sisi yang terkena terlalu lemah untuk mampu bergerak
sendiri, anjurkan pasien untuk bergerak/beraktivitas menggunakan sisi yang sehat,
namun sedapat mungkin juga mengikutsertakan sisi yang diketahui sakit. Pasien dan
keluarga seringkali beranggapan salah, mengharapkan sirkuit baru di otak akan
terbentuk dengan sendirinya dan pasien secara otomatis bisa bergerak kembali.
Sebenarnya sirkuit hanya akan terbentuk bila ada kebutuhan akan gerak tersebut.
Bila ekstremitas yang mengalami sakit tidak pernah digerakkan sama sekali,
presentasinya di otak akan mengecil dan terlupakan.
Terapi latihan gerak yang diberikan sebaiknya merupakan gerak fungsional
daripada gerak tanpa ada tujuan tertentu. Gerak fungsional misalnya gerakan meraih,
memegang dan membawa gelas ke mulut. Gerak fungsional mengikutsertakan dan
mengaktifkan bagianbagian dari otak, baik area lesi maupun area otak normal
lainnya, menstimulasi sirkuit baru yang dibutuhkan. Melatih gerak seperti menekuk
dan meluruskan (fleksi dan ekstensi) siku lengan yang lemah menstimulasi area lesi
saja. Apabila akhirnya lengan tersebut bergerak, tidak begitu saja bisa digunakan

11
untuk gerak fungsional, namun tetap memerlukan terapi latihan agar terbentuk sirkuit
yang baru.
Sedapat mungkin bantu dan arahkan pasien untuk melakukan gerak fungsional
yang normal dan jangan biarkan menggunakan gerak abnormal. Gerak normal artinya
sama dengan gerak pada sisi sehat. Bila sisi yang terkena masih terlalu lemah, berikan
bantuan tenaga secukupnya dengan kriteria pasien masih menggunakan ototnya
secara aktif. Bantuan yang berlebihan membuat pasien tidak menggunakan otot
yang akan dilatih (otot bergerak pasif). Bantuan tenaga yang kurang menyebabkan
pasien mengerahkan tenaga secara berlebihan dan mengikutsertakan otot-otot lain. Ini
akan memperkuat gerakan ikutan ataupun pola sinergis yang memang sudah ada dan
seharusnya dihindari. Besarnya bantuan tenaga yang diberikan harus disesuaikan
dengan kemajuan pemulihan pasien.
Gerak fungsional dapat dilatih apabila stabilitas batang tubuh sudah tercapai,
yaitu dalam posisi duduk dan berdiri. Stabilitas duduk dibedakan dalam stabilitas
duduk statik dan dinamik. Stabilitas duduk statik tercapai apabila pasien telah mampu
mempertahankan duduk tegak tidak bersandar tanpa berpegangan dalam kurun waktu
tertentu tanpa jatuh/miring ke salah satu sisi. Stabilitas duduk dinamik tercapai apabila
pasien dapat mempertahankan posisi duduk sementara batang tubuhnya.4
Selain latihan mobilisasi, rehabilitasi juga dengan menggunakan teknik
fisioterapi:5
1. Terapi panas seperi sinar infrared atau hot packs untuk mengurangi nyeri, relaksasi
spasme otot superfisial dan meningkatkan aliran darah superfisial. Micro Wave
Diatherymy (MWD), Short Wave Diathermy (SWD), Ultra Sound Diathermy (USD).
2. Terapi listrik atau Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) untuk
menghilangkan nyeri dan spasme otot.
3. Teknik masase merupakan terapi fisik tertua dan termurah. Pada indikasi dan teknik
yang tepat, hasil trapeutik sangat nyata. Digunakan untuk menghilangkan nyeri otot
dan tendon, spasme otot, adhesi jaringan kutan dan subkutan serta relaksasi.
4. Hidroterapi adalah terapi fisik dengan menggunakan sifat-sifat fisik air. Manfaat air di
dalam terapi latihan terlihat dari efek buoyancy air yang akan mengurangi efek
gravitasi pada bagian manapun dari tubuh sehingga terdapat penurunan aktifitas tubuh
dan latihan tidak disertai rasa nyeri.

12
Terapi okupasi bertujuan untuk mengembangkan kecakapan/ keterampilan
penderita untuk mencapai kehidupan yang produktif serta untuk mengatasi masalah-
masalah yang ada dalam hidup serta lingkuungan mereka masing- masing. Terapi
okupasi pada pasien stroke mencakup latihan:5
1. Aktifitas kehidupan sehari-hari (makan, mandi, berpakaian, dan eleminasi)
2. Latihan prevokasional
3. Proper Body Mechanism
4. Latihan dengan aktifitas.
Terapi ortotik prostetik dilakukan untuk mengembalikan fungsi dan mencegah atau
mengoreksi kecacatan pasien. Digunakan alat bantu seperti tripod, quadripod, dan
walker. 5
Terapi wicara adalah suatu tindakan atau usaha penyembuhan mengenai kelainan
bahasa, suara, dan bicara. 5
Psikolog melakukan evaluasi dan mengobati gangguan mental akibat penyakit,
untuk meningkatkan motivasi serta berusaha mengatasi penyakitnya. 5
Petugas sosial medik memberikan bantuan kepada pasien demi menghadapi
masalah sosial yang mempengaruhi pasien dalam hubungan dengan penyakit dan
pasien. 5

BAB III
LAPORAN KASUS

13
1. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Tn. M.M
Umur : 46 tahun
Alamat : Sea Jaga IV, Kota Manado
Pekerjaan : Petani
Agama : Kristen Protestan
Tanggal Periksa : 25 Mei 2015

2. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kelemahan anggota gerak kiri
Riwayat Penyakit Sekarang :
Kelemahan anggota gerak kiri dialami penderita sejak 1,5 bulan yang lalu. Awalnya
penderita sedang berjalan ke dalam kamar, kemudian tiba-tiba merasa lemah dan
terjatuh ke lantai. Penderita kemudian berdiri lagi namun sudah sulit berjalan karena
kaki dan tangan kanan sulit digerakkan. Penderita sempat mengalami penurunan
kesadaran. Penderita mengaku sudah merasakan nyeri kepala sejak 4 hari sebelumnya.
Kelemahan anggota gerak juga disertai bicara pelo dan mulut mencong ke kanan.
Penderita juga mengalami muntah 3x berisi cairan dan sisa makanan. Riwayat kejang
dan trauma kepala tidak ada. Riwayat tersedak saat makan tidak ada. Saat pemeriksaan,
penderita masih merasakan kelemahan pada anggota gerak kirinya dan bicara pelo.
Buang air kecil dan buang air besar normal.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat Hipertensi (+) sejak 1 tahun lalu, penderita tidak minum obat.
Riwayat Jantung, Kolesterol, Diabetes Melitus, Asam urat tidak diketahui
Riwayat stroke sebelumnya tidak ada

Riwayat Keluarga : Hanya penderita yang sakit seperti ini

Riwayat Kebiasaan :
Dalam aktivitas sehari-hari, penderita dominan menggunakan tangan kanan
Riwayat merokok dan minum alkohol ada
Sering makan makanan berlemak dan gorengan

Riwayat Sosial Ekonomi :

14
Penderita tinggal bersama istri (43 tahun) dan 2 orang anaknya (23 tahun dan 20
tahun) di rumah permanen 1 lantai dengan 3 kamar tidur. Lantai rumah penderita
adalah lantai semen, dinding beton dan atap seng. Penderita dan istrinya bekerja
sebagai petani. Kamar mandi berada di dalam rumah (WC jongkok). Jarak dari tempat
tidur ke WC dekat, kurang lebih 2 meter. Sumber listrik dari perusahaan listrik negara
(PLN) dan sumber air dari Perusahaan Air Minum (PAM). Biaya hidup sehari-hari
cukup. Biaya pengobatan menggunakan BPJS.

Riwayat Psikologis
Penderita tampak cemas dengan sakitnya. Penderita bersifat kooperatif dan
berkeinginan untuk cepat pulih kembali.

3. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sedang Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 78 x/menit
Respirasi : 20 x/menit Suhu : 36,4 C
Berat badan : 63 kg Tinggi badan : 170 cm
IMT : 21,7 (normoweight)
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor
3 mm kiri = kanan, refleks cahaya langsung (+/+), refleks
cahaya tidak langsung (+/+)
Hidung : sekret (-)
Telinga : sekret (-)
Mulut : Mulut mencong ke kanan. Lidah deviasi ke
kiri.
Leher : Trakea letak tengah, pembesaran kelenjar getah bening (-)
Thoraks : Simetris kiri = kanan. Cor dan Pulmo: dalam batas
normal.
Abdomen : Datar, lemas, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
bising usus (+) normal.
Ekstremitas : Akral hangat

Status Neurologis
Kesadaran : Glasgow Coma Scale Eye4Motoric6Verbal5

15
Tanda rangsangan meningeal: kaku kuduk (-), Laseque (-), Kernig (-), Brudzinsky (-)
Pemeriksaan Nervus Kranialis :
N I Olfaktorius Normal
N II Optikus Normal
N III Okulomotorius Normal
N IV Trokhlearis Normal
N V Trigeminus Normal
N VI Abdusen Normal
N VII Fasialis Paresis N. VII Sentral Sinistra
N VIII Vestibulo Kokhlearis Normal
N IX Glosofaringeus Normal
N X Vagus Normal
N XI Aksesorius Normal
N XII Hipoglosus Paresis N. XII Sinistra

Status Neuromuskular

Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior


Pemeriksaan
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Kekuatan Otot 5/5/5/5 4/4/4/4 5/5/5/5 4/4/3/3
Tonus otot (+) Normal (+) meningkat Normal (+) meningkat
Atrofi - - - -
Refleks Fisiologis (+) Normal (+) meningkat (+) Normal (+) meningkat

Refleks Patologis - - - -
Sensibilitas
Protopatik (+) Normal (+) Normal (+) Normal (+) Normal
Proprioseptik (+) Normal (+) Normal (+) Normal (+) Normal

Status Otonom : BAB dan BAK biasa

16
Indeks Barthel
Aktivitas Tingkat Kemandirian N Nila
i
Kontinensia, tanpa memakai alat bantu. 10
Bladder Kadang-kadang ngompol. 5 10
Inkontinensia urin. 0
Kontinensia, supositoria memakai alat bantu. 10
Bowel/BAB Dibantu. 5 10
Inkontinensia alvi. 0
Tanpa dibantu (buka/pakai baju, bersihkan dubur 10
tidak mengotori baju), boleh berpegangan pada
Toileting
dinding, benda. 10
Dibantu hanya salah satu kegiatan diatas. 5
Dibantu. 0
Tanpa dibantu cuci muka, menyisir rambut, hias, 10
Kebersihan
gosok gigi, termasuk persiapan alat-alat tersebut. 10
diri
Dibantu. 0
Tanpa dibantu 10
Berpakaian Dibantu sebagian 5
5
Dibantu. 0
Tanpa dibantu. 10
10
Makan Memakai alat-alat makan dibantu sebagian. 5
Dibantu. 0
Tanpa dibantu berpindah. 15
Bantuan minor secara fisik atau verbal. 10
Transfer/
Bantuan mayor secara fisik, tetapi dapat duduk tanpa 5 15
berpindah
dibantu.
Tidak dapat duduk / berpindah. 0
Berjalan 16m di tempat datar, boleh dengan alat 15
bantu kecuali rolling walker, berjalan tanpa dibantu.
Mobilitas Menguasai alat bantu, memakai kursi roda dengan 10 10
dibantu.
Immobile. 5

17
Tanpa dibantu. 10
Naik turun
Dibantu secara fisik / verbal 5 0
tangga
Tidak dapat. 0
Tanpa dibantu 5
Mandi 0
Dibantu. 0
Total 100 80

Nilai Interpretasi:
0-20 Disabilitas Total 80-90 Disabilitas Ringan
25-45 Disabilitas Berat 100 Mandiri
50-75 Disabilitas Sedang

Pemeriksaan Status Mini Mental


Aspek Pemeriksaan Nilai
Sekarang ini tahun,musim,bulan,tanggal,hari apa? 5 5
Orientasi
Kita dimana? (Negara, propinsi, kota, rumah) 5 5
Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda; lemari, sepatu, 3 3
Registrasi buku, satu detik untuk setiap benda. Lansia mengulang ke 3
nama benda tsb. Berikan 1 untuk setiap jawaban yang benar
Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk tiap jawaban 5 3
yang benar. Hentikan setiap 5 jawaban. Atau, minta
Atensi dan kalkulasi mengeja terbalik kata WAHYU ( nilai diberi pada
huruf yang benar sebelum kesalahan, misalnya uyahw
= 2 nilai
Tanyakan kembali nama 3 benda yang telah disebutkan di atas.
Mengingat Berilah nilai 1 untuk setiap jawaban yang benar. 3 2
Bahasa Apakah nama benda ini? Perlihatkan pensil dan buku 2 2
Ulangilah kalimat berikut : tanpa, bila, tetapi
Laksanakan 3 buah perintah ini: Peganglah selembar 1 1
kertas dengan tangan kanan, lipatlah kertas itu pada 3 3
pertengahan dan letakkanlah di lantai

18
Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah :
pejamkan mata anda 1 1
Pasien disuruh menulis dengan spontan
Pasien disuruh mengambar benda di bawah ini 1 1
1 1

Total 30 27

Penilaian : < 24 dianggap terdapat gangguan kognitif


> 24 dianggap tidak terdapat gangguan kognitif
4. RESUME
Laki-laki, 46 tahun dengan kelemahan anggota gerak kiri sejak 1,5 bulan yang lalu.
Kelemahan anggota gerak kiri disertai bicara pelo dan mulut mencong ke kanan. Nyeri
kepala dirasakan sejak 4 hari sebelumnya. Muntah dialami sebanyak 3x berisi cairan dan
sisa makanan. Terdapat riwayat penurunan kesadaran. Riwayat kejang dan trauma kepala
tidak ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 78
x/menit, Suhu 36,4C, RR 20 x/menit. Pada pemeriksaan nervus kranialis didapatkan
paresis N.VII sentral sinistra dan N.XII sinistra. Pada pemeriksaan motorik didapatkan
kekuatan otot ekstremitas superior sinistra 4/4/4/4 dan ekstremitas inferior sinistra 4/4/4/4.
Tonus otot dan reflex fisiologis meningkat pada ekstremitas superior dan inferior sinistra.
Penilaian Index Barthel didapatkan nilai 80 (disabilitas ringan) dan penilaian MMSE
didapatkan nilai 27 (tidak ada gangguan kognitif).

5. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Hemiparesis sinistra + paresis N VII sentral sinistra + Disartria
Diagnosis etiologi : Stroke Hemorragik
Diagnosis topis : Subkortikal
Diagnosis fungsional : Impairment : Hemiparesis sinistra
Disability : Gangguan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari
(Berpakaian, mandi, berjalan dan naik dan turun
tangga)
Handicap : Gangguan Sosialisasi

19
PROBLEM REHABILITASI MEDIK
1. Kelemahan anggota gerak kiri (kekuatan otot ekstremitas superior 4/4/4/4 dan
ekstremitas inferior 4/4/4/4)
2. Mulut mencong ke kanan
3. Bicara pelo
4. Gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) dalam hal berpakaian, mandi,
berjalan, naik dan turun tangga.
5. Penderita merasa cemas dengan sakitnya.

6. PROGRAM REHABILITASI MEDIK


1 Fisioterapi
Evaluasi :
- Kelemahan anggota gerak kiri (kekuatan otot ekstremitas superior 4/4/4/4 dan
ekstremitas inferior 4/4/4/4)

Program :
a. Infra Red pada ekstremitas superior dan ekstremitas inferior sinistra
b. Latihan lingkup gerak sendi (LGS) dan kekuatan otot aktif pada ekstremitas
superior dan ektremitas inferior sinistra.
c. Latihan naik turun tangga
d. Latihan berjalan di paralel bar

2 Terapi Okupasi
Evaluasi :
- Kelemahan anggota gerak kiri (KO ekstremitas superior 4/4/4/4 dan ekstremitas
inferior 4/4/4/4)
- Gangguan AKS : berpakaian, mandi, berjalan dan naik turun tangga
Program :
Latihan peningkatan AKS dengan aktivitas dan keterampilan

3 Ortotik Prostetik
Evaluasi :
- Kelemahan anggota gerak kiri (kekuatan otot ekstremitas superior 4/4/4/4 dan
ekstremitas inferior 4/4/4/4)
Program :
Saat ini pasien memerlukan alat bantu jalan dengan menggunakan tripod

4 Terapi Wicara

20
Evaluasi :
- Bicara pelo
- Mulut mencong
Program :
- Latihan pernapasan
- Latihan artikulasi
5 Psikologi
Evaluasi :
- Kontak dan pengertian baik
- Penderita cemas dengan penyakitnya
Program :
Memberi dukungan mental kepada penderita dan keluarganya agar penderita tidak
cemas dengan sakitnya dan rajin menjalani terapi

6 Sosial Medik
Evaluasi :
Penderita bekerja sebagai Petani
Tinggal di rumah permanen dengan WC jongkok
Biaya hidup sehari-hari cukup
Biaya pengobatan menggunakan BPJS
Program :
Home visite
Edukasi kepada penderita untuk berobat dan latihan secara teratur
Modifikasi WC dengan cara menggunakan kursi plastik atau kayu yang
dilubangi bagian tengahnya

7. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Machmoed MH, Hamdan M, Machin A, Wardah RI. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf.
Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga 2011.
91-98
2. Setyopranoto I. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia Kedokteran
185 /Vol. 38 no. 4 /Mei-Juni 2011 Available on
http://www.kalbemed.com/Portals/6/1_05_185Strokegejalapenatalaksanaan.pdf
[diakses tanggal 22 Oktober 2014]
3. Yastroki Tangani Masalah Stroke di Indonesia. [Internet]2012. [diakses Desember
2014] Available on http://www.yastroki.or.id/read.php?id=20.
4. Wirawan RP. Rehabilitasi stroke pada pelayanan kesehatan primer. Majalah
Kedokteran Indonesia. 2009;59(2):61-71.
5. Sengkey LS. Angliadi LS. Mogi TI. Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik.
2006;1-60.
6. Israr YA. Stroke. Faculty of Medicine University of Riau Arifin Achmad General
Hospital of Pekanbaru. 2008
7. Yuwono OY. Hubungan Pola Makan, Olahraga dan Merokok terhadap prevalensi
stroke. The Jambi Medical Journal Vol.1 no.1 . 2013 ;1-3
8. Sulistiwi. Hasil Latihan Bobath terhadap Spastisitas Penderita Hemiparesis Pasca
Stroke di RSUP Kariadi Semarang
9. Klane DO. Stroke an Overview. [Internet] 2014. Available on
http://www.dok.org.uk/stroke_presentation.pdf [diakses 22 Desember 2014)
10. Goetz CG. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology,3rd
ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
11. Cuccurullo SJ. Physical medicine and rehabilitation board review. Second Edition.
Demosmedical. New York:2010; p. 6-7
12. Lumantoding SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
13. Sidharta P, Mardjono M. Neurologi Klinik Dasar. Penerbit Dian Rakyat. Jakarta.
2008

Laporan Kasus

22
REHABILITASI MEDIK PADA PENDERITA HEMIPARESIS SINISTRA +
PARESIS N VII SENTRAL SINISTRA + DISARTRIA ET CAUSA STROKE
HEMORAGIK

Oleh :
Dwi W.P. Astuti, S.Ked
13014101041
Masa KKM 25 Mei 2015 31 Mei 2015

Pembimbing :
Dr. Yuliati Santoso:
Dr. LidwinSengkey, Sp.KFR

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2015

LEMBAR PENGESAHAN

23
Laporan kasus dengan judul Rehabilitasi Medik Pada Penderita Hemiparesis Sinistra
+ Paresis N VII Sentral Sinistra + Disartria et causa Stroke Hemoragik
Telah dikoreksi disetujui dan dibacakan pada tanggal 29 Mei 2015

Pembimbing

dr. Yuliati Santoso

Penguji

dr. Lidwina S. Sengkey, Sp.KFR

24

Das könnte Ihnen auch gefallen