Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Oleh:
Ira Destia, S. Kep
Oleh:
Ira Destia, S. Kep
4. Kontra Indikasi
Tidak ada konsentrasi pada pemberian terapi oksigen dengan syarat
pemberian jenis dan jumlah aliran yang tepat. Namun demikian, perhatikan
pada hal-hal khusus berikut ini:
a. Pada klien dengan penyakit paru obstruksi menahun yang mulai bernafas
spontan maka pemasangan masker partial rebreathing dan non non
rebreathing dapat menimbulkan tanda dan gejala keracunan oksigen. Hal
ini dikarenakan jenis masker rebreathing dan non-rebreathing dapat
mengalirkan oksigen dengan konsentrasi yang tinggi yaitu sekitar 90-
95%.
b. Face mask tidak dianjurkan pada klien yang mengalami muntah-muntah.
c. Jika klien terdapat obtruksi nasal maka hindari pemakaian nasal kanul.
5. Hal-hal yang perlu diperhatikan
a. Perhatikan jumlah air steril dalam hudifier, jangan berlebih atau kurang
dari batas. Hal ini juga penting untuk mencegah kekeringan membran
mukosa dan membantu untuk mengencerkan sekret di saluran
pernafasan klien.
b. Pada beberapa kasus seperti bayi premature, klien dengan penyakit
akut, klien dengan keadaan yang tidak stabil atau klien post operasi,
perawat harus mengobservasi lebih sering terhadap respon klien selama
pemberian terapi oksigen.
c. Pada beberapa klien, pemasangan masker akan memberilan tidak
nyaman karena merasa terperangkat. Rasa tersebut dapat
diminimalisir jika perawat dapat meyakinkan klien akan pentingnya
pemakaian masker tersebut.
d. Pada klien dengan masalah febris dan diaforesis, maka perawat perlu
melakukan perawatan kulit dan mulut secara ekstra karena pemasangan
maskter tersebut dapat menyebabkan efek kekeringan di sekitar area
tersebut.
e. Jika terdapat luka lecet pada bagian telinga klien karena pemasangan
ikatan tali nasal kanul dan masker. Maka perawat dapat memakaikan
kassa berukuran 4x4 cm di area tempat penekanan tersebut.
f. Akan lebih baik jika perawat menyediakan alat suction disamping klien
dengan terapi oksigen.
g. Pada klien dengan usia anak-anak, biarkan anak bermain-main terlebih
dahulu dengan contoh masker.
h. Jika terapi oksigen tidak dipakai lagi, posisikan flow meter dalam posisi
OFF.
i. Pasanglah tanda: dilarang merokok: ada pemakaian oksigen di pintu
kamar klien, dibagian kaki atau kepala tempat tidur, dan di dekat tabung
oksigen. Instruksikan kepada klien dan pengunjung akan bahaya
merokok di area pemasangan oksigen yang dapat menyebabkan
kebakaran.
6. Jenis
a. Pemberian oksigen melalui nasal kanul
Pemberian oksigen pada klien yang memerlukan oksigen secara
kontinyu dengan kecepatan aliran 1-6 liter/menit serta konsentrasi 20-
40%, dengan cara memasukan selang yang terbuat dari plastik ke dalam
hidung dan mengaitkannya di belakang telinga. Panjang selang yang
dimasukakkan ke dalam lubang dihidung hanya berkirar 0,6-1,3 cm.
Pemasangan nasal kanula merupakan cara yang mudah, sederhana,
murah, relatif nyaman, mudah digunakan, cocok untuk segala umur dan
pemasangan jangka pendek ataupun jangka panjang, dan efektif dalam
mengirimkan oksigen. Pemakaian nasal kanul juga tidak mengganggu
klien untuk melakukan aktivitas, seperti berbicara atau makan.
1) Tujuan
Memberikan oksigen dengan konsentrasi relatif rendah saat
kebutuhan oksigen minimal dan oksigen yang tidak terputus saat
klien makan atau minum.
2) Indikasi
Klien yang bernafas spontan tetapi membutuhkan alat batu nasal
kanula untuk memenuhi kebutuhan oksigen (keadaan sesak atau
tidak sesak).
3) Prinsip
a) Nasal kanula untuk mengalirkan oksigen dengan aliran ringan
atau rendah, biasanya hanya 2-3 l/menit.
b) Membutuhkan pernafasan hidung.
c) Tidak dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi
>40%.
b. Pemberian oksigen melalui masker
Pemberian oksigen kepada klien dengan menggunakan masker yang
dialiri oksigen dengan posisi menutupi hidung dan mulut klien. Masker
oksigen umumnya berwarna bening dan mempunyai tali sehingga dapat
mengikat kuat mengelilingi wajah klien. Bentuk dari face mask
bermacam-macam. Perbedaan antara rebreathing dan non-rebreathing
mask terletak pada adanya vulve yang mencegah udara ekspirasi
terinhalasi kembali. Jenis-jenis masker antara lain sebagai berikut:
1) Simple face mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 40-60%
dengan kecepatan aliran 5-8 liter/menit.
2) Rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen 60-
80% dengan kecepatan aliran 8-12 liter/menit. Memiliki kantong
yang terus mengembang baik, saat inspirasi maupun ekspirasi. Pada
saat inspirasi, oksigen masuk dari sungkup melalui lubang antara
sungkup dan kantung reservoir, ditambah oksigen dari kamar yang
masuk dalam lubang ekspirasi pada kantong. Udara inspirasi
sebagian tercampur dengan udara ekspirasi sehingga konsentrasi
CO2 lebih tinggi daripada simple face mask. Indikasi : klien dengan
kadar tekanan CO2 yang rendah.
3) Non rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen
sampai 80-100% dengan kecepatan aliran 10-12 liter/menit. Pada
prinsipnya, udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi
karena mempunyai 2 katup, 1 katup terbuka pada saat inspirasi dan
tertutup saat pada saat ekspirasi, dan 1 katup yang fungsinya
mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan akan
membuka pada saat ekspirasi. Indikasi : klien dengan kadar tekanan
CO2 yang tinggi. Tujuan Memberikan tambahan oksigen dengan
kadar sedang dengan konsentrasi dan kelembaban yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kanul. Prinsip Mengalirkan oksigen tingkat
sedang dari hidung ke mulut, dengan aliran 5-6 liter/menit dengan
konsentrasi 40 - 60%.
7. Prosedur
a. Kateter Nasal
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Cuci tangan
3) Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan,
biasanya 1 - 6 liter / menit. Kemudian, observasi humidifire dengan
melihat air bergelembung
4) Atur posisi dengan semi-fowler
5) Ukur kateter nasal dimulai dari lubang telinga sampai ke hidung
dan berikan tanda
6) Buka saluran udara dari tabung oksigen
7) Berikan minyak pelumas (vaselin / jeli)
8) Masukkan ke dalam hidung sampai batas yang ditentukan
9) Lakukan pengecekan kateter apakah sudah masuk atau belum
dengan menekan lidah pasien menggunakan spatel (akan terlihat
posisinya di belakang uvula)
10)Fiksasi pada daerah hidung
11)Periksa kateter nasal setiap 6 - 8 jam
12)Kaji cuping, septum dan mukos hidung serta periksa kecepatan
aliran oksigen setiap 6 - 8 jam
13)Catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian dan respon klien
14)Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
b. Kanula nasal
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Cuci tangan
3) Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan,
biasanya 1 - 6 liter / menit. Kemudian observasi humidifire pada
tabung dengan adanya gelembung air
4) Pasang kanula nasal pada hidung dan atur pengikat untuk
kenyamanan pasien
5) Periksa kanula tiap 6 - 8 jam
6) Kaji cuping, septum, dan mukosa hidung serta periksa kecepatan
aliran oksigen tiap 6 - 8 jam
7) Catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian dan respon klien
8) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
c. Masker oksigen
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Cuci tangan
3) Atur posisi dengan semi-fowler
4) Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan,
(umumnya 6 - 10 liter / menit). Kemudian observasi humidifire
pada tabung air yang menunjukkan adanya gelembung
5) Tempatkan masker oksigen diatas mulut dan hidung pasien dan
atur pengikat untuk kenyamanan pasien
6) Periksa kecepatan aliran tiap 6 - 8 jam, catat kecepatan aliran
oksigen, rute pemberian, dan respon klien
7) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
C. GAMBARAN PELAKSANAAN DI RUMAH SAKIT
Prosedur pemberian terapi oksigen di IGD rsms sudah dilakukan sesuai
prosedur. Pemberian terapi oksigen di rumah sakit sudah tepat, sesuai indikasi.
Pasien yang datang dengan keluhan sesak nafas langsung diberikan
pertolongan pertama yaitu dengan pemberian terapi oksigen. Pemberian terapi
oksigen di rumah sakit juga diberikan pada pasien dengan penurunan
kesadaran.
REFERENSI
Kamaluddin, R., Hapsari, E. D., Dewi, M., Setiawati, N., & Hidayat, I. A. (2014).
Buku panduan skill laboratoriun circulation and oxygenation. Purwokerto:
Universitas Jenderal Soedirman.
STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Oleh:
Ira Destia, S. Kep
d. Kriteria Ekstubasi
1) Kesadaran yang adekuat untuk mempertahankan reflek protektif
jalan nafas dan refleks batuk untuk mempertahankan jalan nafas.
2) Cadangan paru yang adekuat: laju paru < 30 x/menit, FCV > 15
ml/kg, PaO2/FiO2 > 200c.
3) Pada pasien pasca pembedahan jalan nafas atas atau edema jalan
nafas atas, edema jalan nafas telah minimal atau ditandai dengan
adanya kebocoran udara yang adekuat setelah cuff pipa endotrakea
dikosongkan.
4) Pasien bedah plastik atau THT bila memungkinkan dibicarakan
terlebih dahulu dengan dokter bedah plastik atau THT sebelum
ekstubasi. Pasien dengan intermaxillary fixation yang masih
terpasang membutuhkan dokter bedah plastik dan pemotong kawat
bila akan diekstubasi.
5) Pasien-pasien khusus seperti pasien PPOK, pasien dengan
kesadaran tidak baik membutuhkan diskusi dengan konsultan ICU
yang bertugas untuk dilakukan ekstubasi.
6) Semua pasien pasca ekstubasi mendapatkan terapi oksigen.
4. Prosedur
a. Suctioning dan bersihkan jalan nafas pasien
b. Pipa endotrakea dikosongkan
c. Lakukan ekstubasi
d. Suctioning dan bersihkan kembalikan jalan nafas pasien
e. Catat pada rekam medis ICU pasien:
1) Keadaan pasien selama ekstubasi
2) Obat-obatan yang diberikan
3) Komplikasi yang terjadi selama dan pasca ekstubasi
4) Pemeriksaan analisa gas darah pasca ekstubasi
C. GAMBARAN PELAKSANAAN DI RUMAH SAKIT
Prosedur ekstubasi yang dilakukan di ruang ICU RSMS sedah dilakukan sesuai
dengan prosedur. Ekstubasi di rumah sakit sudah tepat sesuai indikasi dan
instruksikan yang diberikan oleh dokter.
REFERENSI
Morgan, G. Edward. (2005). Clinical Anesthesiology, 4th Edition. Mc Graw-Hill
Companies, Inc. United State.
STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Oleh:
Ira Destia, S. Kep