Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/264550380
CITATIONS READS
0 337
1 author:
Sandi Kartasasmita
Tarumanagara University
11 PUBLICATIONS 7 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Sandi Kartasasmita on 08 August 2014.
BAB
I.
PENDAHULUAN
Setiap
saat
mendengar
bunyi
alarm
yang
membangunkan
diri
dari
tidur
yang
menyenangkan
di
pagi
hari,
tentunya
secara
otomatis
terdapat
sejumlah
rencana
aktivitas
yang
akan
dilakukan
oleh
manusia.
Aktivitas
umumnya
yang
dilakukan
oleh
manusia
adalah
pergi
ke
kantor
bagi
pekerja
atau
ke
sekolah
bagi
pelajar.
Dalam
penelitian
ini
akan
mengkhususkan
pada
pelajar
dan
dalam
hal
ini
diwakili
oleh
mahasiswa.
Adapun
aktivitas
seperti
bangun
dari
tempat
tidur,
mandi,
sarapan
dan
kemudian
berangkat
ke
kampus,
merupakan
hal
yang
terbiasa
dilakukan.
Hal
tersebut
adalah
aktivitas
rutin
harian
yang
dilakukan
sebagian
besar
mahasiswa.
Sepanjang
perjalanan,
kemacetan
lalu
lintas
kota
Jakarta
cukup
menghantui
para
mahasiswa.
Berbagai
macam
perasaan
silih
ganti
ada
dalam
perasaan
para
mahasiswa
tersebut.
Kondisi
tersebut
dapat
saja
membuat
setiap
mahasiswa
yang
terjebak
dalam
kemacetan
tersebut
merasa
tidak
nyaman.
Setiap
hari
kehidupan
dilalui
seperti
itu,
lama
kelamaan
mahasiswa
yang
menjalaninya
akan
menjadi
melakukan
aktivitas
seperti
rutinitas
belaka.
Hal
tersebut
disebut
sebagai
mindlessness
(Langer
E,2009).
Apabila
terjebak
dalam
kondisi
mindlessness
maka
mahasiswa
akan
seperti
robot
hidup.
Apabila
seperti
robot
hidup,
maka
mahasiswa
akan
mudah
sekali
1
mengalami
permasalahan
dalam
aktivitas
belajar
mereka
di
kampus.
Selain
itu,
mahasiswa
juga
akan
lebih
mudah
mengalami
stress.
Kartasasmita,
2010
menemukan
bahwa
tiga
urutan
paling
tinggi
yang
menjadi
sumber
stress
warga
Jakarta
pada
tahun
2010
karena
masalah
pekerjaan
17,
14%,
hubungan
dengan
orang
lain
16.37%
dan
masalah
pendidikan
12,21%.
Lebih
lanjut,
Wirawan,H.E.,
Kartasasmita
(2011)
mengungkapkan
bahwa
tiga
urutan
stress
tertinggi
adalah
pekerjaan,
pendidikan
dan
kemacetan
lalu
lintas.
Lebih
spesifik
lagi,
ditemukan
data
bahwa
stress
paling
tinggi
pada
mahasiwa
adalah
banyaknya
pekerjaan
pendidikan
yang
harus
mereka
selesaikan
dan
kemacetan
lalu
lintas.
Permasalah-permasalahan
yang
dihadapi
oleh
para
mahasiswa
dapat
dikatakan
bukan
suatu
hal
yang
dapat
dipandang
mudah.
Berdasarkan
hasil
penelitian,
Kartasasmita
(2010)
mengungkapkan
bahwa
untuk
mengatasi
permasalah
yang
muncul
sebanyak
77.8%
warga
Jakarta
menggunakan
teknik
emotional
focus
coping
untuk
dapat
menyelesaikan
permasalahan
yang
muncul.
Hal
ini
menandakan
bahwa
sebagian
besar
warga
Jakarta,
termasuk
mahasiswa
didalamnya
lebih
menggunakan
teknik
tersebut
daripada
menghadapi
permasalahan
secara
langsung.
Hal
tersebut
dapat
terjadi
karena
mindlessness.
Untuk
menghindari
hal
tersebut,
akan
lebih
baik
memiliki
mindfulness
dalam
diri
mahasiswa.
Mindfulness
adalah
satu
konsep
yang
menarik
perhatian
di
kalangan
ilmuwan
psikologi,
kesehatan
maupun
neuroscience
dalam
beberapa
tahun
terakhir.
Menurut
Brown
&
Ryan
(dikutip
oleh
West,
A.M,
2008),
Mindfulness
adalah
satu
kondisi
saat
seseorang
dapat
menjaga
perhatiannya
serta
sangat
waspada
terhadap
keadaan
disekitarnya.
Beberapa
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Kabat-Zinn
tahun
1992,
Ma
&
Teasdale
tahun
2002,
Davidson
tahun
2003,
Marlatt,
et
all
tahun
2004,
Carson
&
Carson
tahun
2006
dan
Samuelson,
Carmody,
Kabat-Zinn
&
Bratt
tahun
2007
(dikutip
oleh
West,
A.M,
2008)
mengungkapkan
bahwa
melatih
mindfulness
dapat
membantu
seseorang
untuk
dapat
memiliki
hidup
yang
lebih
sehat
dan
tidak
mudah
cemas,
tidak
mudah
depresi,
memandang
hidup
lebih
baik,
meningkatkan
hubungan
dengan
orang
lain,
meningkatkan
self
esteem,
menigkatkan
fungsi
ketahanan
tubuh
manusia
dan
dapat
mengurangi
kemungkinan
seseorang
untuk
menggunakan
obat-obatan
terlarang.
Kemampuan
seseorang
untuk
mengembangkan
mindfulness
yang
ada
dalam
dirinya
akan
menjadi
suatu
hal
positif
baik
untuk
yang
bersangkutan
ataupun
masyarakat
sekitar.
Seseorang
dapat
mengembangkan
mindfulness
tentunya
dipengaruhi
oleh
berbagai
macam
faktor.
Salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi
adalah
kepribadian.
West,
A.M
(2008),
mengungkapkan
bahwa
mindfulness
berkaitan
2
dengan
kepribadian
manusia.
Individu
dapat
memiliki
kesadaran
untuk
melakukan
sesuatu
berdasarkan
apa
yang
tampak
pada
saat
tersebut
berdasarkan
karakteristik
kepribadiannya.
Sayangya
penelitian
mengenai
mindfulness
masih
jarang
dilakukan
di
Indonesia,
atau
bahkan
dapat
dikatakan
hampir
tidak
ada
satupun
penelitian
yang
membahas
mengenai
hal
tersebut.
Terlebih
lagi
penelitian
yang
mengkaitkan
mindfulness
dengan
kepribadian
di
Indonesia.
Oleh
karena
itu,
maka
peneliti
ingin
melakukan
penelitian
untuk
melihat
hubungan
kepribadian
NEO-PI
dengan
mindfulness,
terutama
pada
Mahasiswa
BAB
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Para
teoritis
yang
sama-sama
menekankan
pentingnya
trait
dalam
penentuan
kepribadian
seseorang
tetapi
masing-masing
teoritis
mempunyai
pandangn
tentang
trait
yang
berbeda-beda.
Oleh
karena
itu
pada
akirnya
timbul
consensus
yang
menghasilkan
lima
dimensi
trait
yang
menjadikan
dasar
dari
pembentukkan
kepribadian,
yaitu
Five
Factor
Model.
Teori
kepribadian
big-five
adalah
teori
dikemukakan
oleh
Goldberg
(Gregory,
2000).
Pola
perilaku
individu
oleh
DeRaad
(2000)
dibedakan
menjadi
lima
pola.
Pola
kepribadian
ini
disebut
Big
Five
Factors
yang
pada
awalnya
ditinjau
oleh
Goldberg
(Gregory,
2004).
Dimensi
dari
Big
Five
ini:
(a)
openness
(b)
conscientiousness,
(c)
extraversion,
(d)
agreeableness,
dan
(e)
neuroticism,.
Gregory
menyingkat
kelima
dimensi
kepribadian
dari
Big
Five
ini
dengan
OCEAN.
Ryckman
(2004)
menjelaskan
bahwa
masing-masing
dimensi
dari
kepribadian
ini
mempunyai
nilai
positif
dan
negatif.
Dimensi
openness
to
experience.
Dimensi
kepribadian
openness
to
experience
ini
terdapat
6
facet,
yaitu
(a)
fantasy,
(b)
aesthetics,
(c)
feelings,
(d)
actions,
(e)
ideas,
dan
(f)
values.
Pervin
dan
John
(1997)
mengatakan
bahwa
skala
trait
openness
memberikan
penilaian
proaktif,
membutuhkan
apresiasi
terhadap
pengalaman,
mentoleransi
dan
mengeksplorasi
sesuatu
yang
tidak
dikenal.
Skor
yang
tinggi
pada
openness
adalah
penasaran,
menarik,
kreatif,
original,
imaginatif,
dan
tidak
tradisional;
sedangkan
skor
yang
rendah
adalah
konvensional,
rendah
hati,
minat
yang
sempit,
tidak
artistik,
dan
tidak
analitik.
Wood
et
al.,
(2005)
menambahkan
bahwa
orang
yang
berada
dalam
dimensi
ini
adalah
orang
yang
mencari
pengalaman
yang
berbeda
dan
orang
yang
imaginatif,
intelektual,
dan
mempunyai
pemikiran
3
yang
luas.
Wood
et
al.
menemukan
bahwa
orang
yang
tinggi
pada
openness
to
experience
adalah
kebutuhan
untuk
menjadi
kreatif.
Dimensi
conscientiousness.
Dimensi
kepribadian
conscientiousness
ini
terdapat
6
facet,
yaitu
(a)
competence,
(b)
order,
(c)
dutifulness,
(d)
achievement
striving,
(e)
self-discipline,
dan
(f)
deliberation.
Pervin
dan
John
(1997)
mengatakan
bahwa
skala
trait
conscientiousness
memberikan
penilaian
tingkat
individu
dalam
organisasi
secara
terus
menerus,
dan
motivasi
dalam
mencapai
tingkah
laku
yang
ingin
dicapai
secara
langsung.
Dimensi
ini
mempunyai
perbedaan
dengan
orang
yang
bergantung
pada
orang
lain,
cerewet,
lesu,
dan
tidak
rapi.
Wood
et
al.,
(2005)
menjelaskan
bahwa
dimensi
conscientiousness
membedakan
orang
yang
mandiri,
terorganisir,
dapat
dipercaya,
seksama,
pekerja
keras,
dan
tekun;
dengan
orang
yang
tidak
mandiri,
tidak
terorganisir,
impulsif,
tidak
dapat
dipercaya,
tidak
bertanggung
jawab,
teledor,
lalai,
dan
malas.
Dimensi
extraversion.
Dimensi
kepribadian
Extraversion
ini
terdapat
6
facet,
yaitu
(a)
warmth,
(b)
gregariousness,
(c)
assertiveness,
(d)
activity,
(e)
excitement
seeking,
dan
(f)
positive
emotion.
Pervin
dan
John
(1997)
mengatakan
bahwa
skala
extraversion
memberikan
penilaian
kuantitas
dan
intensitas
terhadap
pengaruh
timbal
balik
antar
perseorangan,
tingkat
aktivitas,
keperluan
stimulus,
dan
kapasitas
untuk
kesenangan.
Skor
yang
tinggi
pada
extraversion
adalah
dapat
bersosialisasi,
aktif,
talkative
(cakap
berbicara),
berorientasi
pada
sesama,
optimis,
fun-loving,
dan
sikap
afektif
(penyayang);
sedangkan
skor
yang
rendah
pada
extraversion
adalah
sikap
suka
menyendiri,
tenang,
menyendiri,
berorientasi
pada
tugas,
malu-malu,
dan
sikap
yang
tidak
gembira
(Pervin
&
John,
1997;
Wood
et
al.,
2005).
Dimensi
agreeableness.
Dimensi
kepribadian
agreeableness
ini
terdapat
6
facet,
yaitu
(a)
trust,
(b)
straightforwardness,
(c)
altruism,
(d)
compliance,
(e)
modesty,
dan
(f)
tender-mindedness.
Pervin
dan
John
(1997)
mengatakan
bahwa
skala
trait
agreeableness
memberikan
penilaian
kualitas
terhadap
suatu
orientasi
pengaruh
timbal
balik
bersamaan
dengan
rangkaian
kesatuan
dari
perasaan
kasihan
menjadi
sebaliknya.
Perasaan
ini
terjadi
baik
dalam
pemikiran,
perasaan,
maupun
tindakan.
Orang
mempunyai
skor
yang
tinggi
pada
trait
ini
adalah
orang
yang
penolong,
pemaaf,
lembut
hati,
karakter
yang
baik,
dapat
dipercaya,
mudah
dibujuk,
dan
bersikap
terang-terangan.
Skor
yang
rendah
pada
trait
ini
adalah
kasar,
mudah
curiga,
kurang
dapat
diajak
bekerja
sama,
manipulatif,
bersikap
sinis,
dan
suka
mencari
masalah.
Wood
et
al.,
(2005)
menambahkan
bahwa
dimensi
agreeableness
terdiri
dari
kumpulan
traits
yang
terbentang
dari
rasa
kasihan
sampai
pada
perasaan
pertentangan
(antagonis)
terhadap
orang
lain.
4
Orang
dengan
nilai
yang
tinggi
pada
dimensi
ini
adalah
orang
yang
menyenangkan,
baik
hati,
hangat,
simpatik,
kooperatif,
sedangkan
mereka
yang
rendah
dalam
dimensi
ini
adalah
orang
yang
tidak
bersahabat,
tidak
menyenangkan,
agresif,
argumentatif,
dingin,
terkadang
bersifat
bermusuhan,
dan
dendam.
Dimensi
neuroticism.
Dimensi
kepribadian
neuroticism
ini
terdapat
6
facet,
yaitu
(a)
anxiety,
(b)
angry
hostility,
(c)
depression,
(d)
self-consciousness,
(e)
impulsiveness,
dan
(f)
vulnerability
to
stres.
Pervin
dan
John
(1997)
mengatakan
bahwa
dimensi
neuroticism
memberikan
penilaian
pada
penyesuaian
dibanding
dengan
ketidakstabilan
emosi
yang
mengindikasikan
kecenderungan
pada
penderitaan
psikologis,
ide-ide
yang
tidak
realitis,
keinginan-keinginan
yang
berlebihan,
dan
penyelesaian
respon
yang
maladaptif.
Skor
yang
tinggi
pada
neuroticism
adalah
khawatir,
cemas,
emosional,
tidak
nyaman,
perasaan
kurang,
dan
rasa
cemas
yang
berlebihan,
sedangkan
skor
yang
rendah
pada
neuroticism
adalah
tenang,
rileks,
tidak
mudah
emosi,
tabah,
rasa
aman,
dan
rasa
puas.
Wood
et
al.,
(2005)
menambahkan
bahwa
orang
yang
tinggi
pada
neuroticism
cenderung
tidak
mempunyai
stabilitas
emosional.
Mereka
cenderung
mengalami
emosi
yang
negative,
menjadi
moody,
lekas
marah,
gugup,
dan
mudah
kuatir.
Dimensi
ini
membedakan
orang
yang
bersemangat,
mudah
mengatasi
emosinya,
dan
cenderung
tenang.
BAB
III.
TUJUAN
DAN
MANFAAT
PENELITIAN
Tujuan
Mengetahui Hubungan antara Kepribadian Big Five (NEO-PI) dengan mindfulness pada mahasiswa
Manfaat
Manfaat
dari
penelitian
ini
adalah
mengetahui
Mindfulness
siswa
yang
menjadi
responden
penelitian,
dimensi
khusus
mana
yang
paling
berpengaruh
terhadap
mindfulness
pada
siswa.
BAB
IV.
METODE
PENELITIAN
Tahapan
Penelitian
5
Penelitian
ini
dilaksanakan
dalam
2
tahap.
Tahap
pertama
dilakukan
dalam
rangka
melakukan
uji
coba
alat
ukur
mindfulness
pada
mahasiswa
Fakultas
Psikologi
sebanyak
100
responden.
Uji
coba
sudah
dilakukan
pada
bulan
Oktober
2011.
Area
Penelitian
Penelitian
ini
akan
dilaksanakan
pada
area
Ambon
Partisipan
Penelitian
Partisipan
penelitian
siswa
SMU
yang
tinggal
di
kota
Ambon.
Kota
Ambon
menjadi
tujuan
penelitian
karena
hingga
saat
ini,
Ambon
dapat
dikatakan
salah
satu
daerah
di
Indonesia
yang
masih
rawan
konflik.
Prosedur
Penelitian
Penelitian
dimulai
dengan
mengumpulkan
kajian-kajian
ilmiah
yang
berkaitan
dengan
mindfulness.
Terutama
jurnal,
disertasi
dan
buku
yang
berkaitan.
Selain
itu,
peneliti
juga
mengumpulkan
materi
mengenai
kepribadian
Big
Five
edisi
revisi
(NEO-PI
R),
baik
secara
teoritis
dan
juga
alat
ukur
yang
akan
digunakan.
Alat
ukur
dalam
penelitian
ini
ada
2,
yaitu
alat
ukur
mindfulness
dan
alat
ukur
kepribadian
Big
Five
edisi
revisi
(NEO-PI
R).
Setelah
mengumpulkan
materi
dan
alat
ukur,
maka
langkah
berikutnya
adalah
melakukan
uji
coba
alat
ukur
mindfulness,
karena
alat
ukur
Big
Five
(NEO-PI
R)
sudah
dilakukan
ujicoba
pada
tahun
2009.
Ujiciba
alat
ukur
mindfulness
dilakukan
di
Jakarta
dengan
melibatkan
100
responden
dan
di
Ambon
dengan
melibatkan
82
responden.
BAB
V.
HASIL
DAN
PEMBAHASAN
Berdasarkan
hasil
penelitian
didapatkan
hasil
jumlah
responden
adalah
82
siswa
yang
terdiri
dari:
Usia
13
tahun
1
14
tahun
12
15
tahun
29
16
tahun
29
17
tahun
11
Total
82
6
Jenis
Kelamin
Pria
25
Wanita
57
Total
82
Agama
Islam
13
Kristen
67
Katolik
2
Total
82
Hubungan
antara
Mindfulness
dengan
Big
Five
(NEO
PI)
7
Correlations
TOT_
Tot_Ext Tot_Agre Tot_Cons Tot_Neuro Tot_Open Tot_SA Tot_ATM Tot_AWRNS Tot_HSR MINDFULL
Tot_Ext Pearson Correlation 1 .140 .046 -.351** .089 .069 -.012 -.061 .017 .003
Sig. (2-tailed) .210 .684 .001 .427 .537 .915 .585 .878 .979
N 82 82 82 82 82 82 82 82 82 82
Tot_Agre Pearson Correlation .140 1 .448** -.446** .298** .194 .103 .258* .411** .316**
Sig. (2-tailed) .210 .000 .000 .007 .080 .356 .019 .000 .004
N 82 82 82 82 82 82 82 82 82 82
Tot_Cons Pearson Correlation .046 .448** 1 -.453** .445** .185 .161 .112 .185 .221*
Sig. (2-tailed) .684 .000 .000 .000 .096 .149 .319 .096 .046
N 82 82 82 82 82 82 82 82 82 82
Tot_Neuro Pearson Correlation -.351** -.446** -.453** 1 -.498** -.108 -.057 -.050 -.233* -.148
Sig. (2-tailed) .001 .000 .000 .000 .334 .610 .658 .035 .183
N 82 82 82 82 82 82 82 82 82 82
Tot_Open Pearson Correlation .089 .298** .445** -.498** 1 .084 .009 .221* .129 .138
Sig. (2-tailed) .427 .007 .000 .000 .453 .940 .046 .247 .217
N 82 82 82 82 82 82 82 82 82 82
Tot_SA Pearson Correlation .069 .194 .185 -.108 .084 1 .462** .281* .314** .695**
Sig. (2-tailed) .537 .080 .096 .334 .453 .000 .010 .004 .000
N 82 82 82 82 82 82 82 82 82 82
Tot_ATM Pearson Correlation -.012 .103 .161 -.057 .009 .462** 1 .399** .242* .779**
Sig. (2-tailed) .915 .356 .149 .610 .940 .000 .000 .029 .000
N 82 82 82 82 82 82 82 82 82 82
Tot_AWRNS Pearson Correlation -.061 .258* .112 -.050 .221* .281* .399** 1 .539** .737**
Sig. (2-tailed) .585 .019 .319 .658 .046 .010 .000 .000 .000
N 82 82 82 82 82 82 82 82 82 82
Tot_HSR Pearson Correlation .017 .411** .185 -.233* .129 .314** .242* .539** 1 .689**
Sig. (2-tailed) .878 .000 .096 .035 .247 .004 .029 .000 .000
N 82 82 82 82 82 82 82 82 82 82
TOT_MINDFULL Pearson Correlation .003 .316** .221* -.148 .138 .695** .779** .737** .689** 1
Sig. (2-tailed) .979 .004 .046 .183 .217 .000 .000 .000 .000
N 82 82 82 82 82 82 82 82 82 82
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Berdasarkan
data
yang
didapatkan,
maka
terdapat
hubungan
antara
mindfulness
dengan
big
five
pada
dimesi
agrreableness
0.340
dan
conscientiousness
0,246.
Dengan
demikian,
semakin
mindful
seseorang,
maka
dia
akan
menjadi
lebih
mudah
untuk
memperhatikan
lingkungan
sekitar
dan
memiliki
kualitas
hubungan
interpersonalnya.
Demikian
pula
dengan
bertanggung
jawab
seseorang,
maka
dia
akan
menjadi
semakin
mindfulness.
Data
Tambahan
Untuk
data
tambahan,
responden
yang
merupakan
siswa
SMU
kota
Ambon
memiliki
mindfulness
yang
cukup
baik.
Dalam
hal
ini
terutama
pada
dimensi
awareness
0.714.
dan
kurang
baik
pada
dimensi
penerimaan
diri
0.474.
sedangkan
untuk
masalah
kepribadian,
yang
diukur
dengan
alat
ukur
Big
Five,
maka
para
siswa
di
Ambon
memiliki
kecenderungan
untuk
lebih
openness
to
experience,
yaitu
sesuatu
yang
berkaitan dengan kecerdasan kognitif dan perilaku, menyukai dan mencari pengalaman
baru. Termasuk faktor kognitif dan non-kognitif dalam keterbukaan untuk mencari pengalaman
8
baru yang termanifestasikan dalam serangkaian minat dan pencarian pengalaman dengan
senang tanpa perasaan cemas dengan nilai 0.783.
BAB
VI.
KESIMPULAN
DAN
SARAN
Kesimpulan
yang
didapatkan
dari
penelitian
ini
adalah,
terdapat
hubungan
antara
mindfulness
dengan
aggreableness
0.344,
mindfulness
with
conscientiousness
0.246,
self
acceptance
with
conscientiousness
0.225,
Attention
to
the
Moment
with
conscientiousness
0.230
Saran
Penelitian
ini
dilakukan
pada
saat
kota
Ambon
dalam
kondisi
yang
kurang
kondusif.
Satu
hari
sebelum
pengambilan
data,
terjadi
ledakan
bom
di
kota
Ambon,
sehingga
dari
rencana
semula
500
responden,
akhirnya
hanya
didapatkan
data
untuk
82
responden
saja.
Saran
untuk
para
siswa.
Ada
baiknya
siswa
dapat
lebih
mengontrol
impuls
atau
dorongan
yang
ada
dalam
diri,
sehingga
dapat
bertingkahlaku
lebih
baik
dan
tidak
mudah
untuk
terpancing
untuk
melakukan
tindakan
kekerasan
yang
dapat
merugikan
diri
sendiri
ataupun
orang
lain.
Saran
untuk
orangtua.
Orangtua
diharapkan
dapat
membantu
anak-anak
remaja
yang
tinggal
di
kota
Ambon
untuk
berprilaku
lebih
terkontrol
tidak
hanya
mengikuti
dorongan
sesaat
yang
muncul.
DAFTAR
PUSTAKA
DeRaad,
B.
(2000).
The
big
five
personality
factors:
The
psycholexical
approach
to
personality.
Seattle:
Hogrefe
&
Huber.
Gregory,
R,
J.
(2004).
Psychological
testing:
History,
principles,
and
applications
(4th
ed.).
Boston,
MA:
Pearson.
9
Kartasasmita,
S
(2010).
Sumber
Stress
Warga
Jakarta.
Dipubllikasikan
di
Reseacrh
Week
2010
Universitas
Tarumanagara,
Jakarta.
Chair:
Tji
Beng,
Jap
Wirawan,
H.E.,
Kartasasmita,
S
(2011).
Gender
Differences
on
Stressor
:
survey
In
DKI
Jakarta,
Banten
and
West
Java.
Dipublikasikan
di
PICP
(Padjajaran
International
Conference
of
Psychology),
Bandung.
Chair:
Srisayekti,
Willis
Langer, E (2009). The Encyclopedia of Positive Psychology, Volume II. UK: Wiley & Sons
Pervin, L. A., & John, O. P. (1997). Personality: Theory and research (7th ed.). Canada: Wiley & Sons
West,
A.M
(2008).
Mindfulness
and
well-being
in
adolescence:
An
exploration
of
four
mindfulness
measures
with
an
adolescent
sample.
Proquest
Dissertation
&
Theses.
Wood, S. E., Wood, E. G., & Boyd, D. (2005). The world of psychology (5th ed.). Boston: Pearson.
10