Sie sind auf Seite 1von 49

BAB I

PENDAHULUAN

Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of Membrane (PROM)


merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Namun,
apabila ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu, maka disebut
sebagai ketuban pecah dini pada kehamilan prematur atau Preterm Premature
Rupture of Membrane (PPROM). Pecahnya selaput ketuban tersebut diduga
berkaitan dengan perubahan proses biokimiawi yang terjadi dalam kolagen
matriks ekstraseluler amnion, korion dan apoptosis membran janin. Dalam
keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah
dini. Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. 1
Etiologi pada sebagian besar kasus dari KPD hingga saat ini masih belum
diketahui. KPD pada kehamilan aterm merupakan variasi fisiologis, namun pada
kehamilan preterm, melemahnya membran merupakan proses yang patologis.
KPD sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan oleh adanya infeksi.
Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan
peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin,
sitokinin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas matriks degrading
enzym.1 Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri yang terikat pada
membran melepaskan substrat, seperti protease yang menyebabkan melemahnya
membran. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase
merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena
infeksi.2
Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-
2003, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup atau
setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Salah
satu penyebab langsung kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam
100.000 kelahiran hidup dan KPD merupakan penyebab paling sering
menimbulkan infeksi pada saat mendekati persalinan.3 Prevalensi KPD berkisar
antara 3-18 % dari seluruh kehamilan. Saat kehamilan aterm, 8-10 % wanita
mengalami KPD dan 30-40 % dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau

1
sekitar 1,7% dari seluruh kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan
berikutnya. Hal ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada
ibu maupun janin.2
Oleh sebab itu, klinisi yang mengawasi pasien harus memiliki pengetahuan
yang baik mengenai anatomi dan struktur membran fetal, serta memahami
patogenesis terjadinya ketuban pecah dini, sehingga mampu menegakkan
diagnosis ketuban pecah dini secara tepat dan memberikan terapi secara akurat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
2.1.1 Selaput Ketuban Janin
Selaput ketuban manusia terdiri dari lima lapisan terpisah (Gbr. 1),
tidak mengandung pembuluh darah atau saraf, dan nutrisi yang dibutuhkan
olehnya dipenuhi oleh cairan amnion. Rata-rata ketebalan selaput ketuban
setelah pelepasan dari dinding uterus adalah sekitar 200-300m, namun
karena edema lokal mesoderm amnion, kadang terlihat selaput ketuban yang
lebih tebal. Setelah lahir, lapisan-lapisan berikut dapat dilihat secara
histologis. Selaput amnion manusia dapat dibedakan menjadi lima lapisan
yaitu : (1) epithelium amnoinic, (2) basement membrane, (3) compact layer,
(4) fibroblas layer, dan (5) Spongy layer. Sedangkan korion terdiri dari
lapisan- lapisan retikuler, basal membran, dan trofoblas.3

Gambar 1. Representasi sistemik struktur selaput ketuban aterm.


Diperlihatkan komposisi matriks ekstraseluler dari masing-masing
lapisan dan tempat produksi matriks metalloproteinase (MMP) dan

3
metalloproteinase inhibitor jaringan (Tissue Inhibitor of
Metalloproteinase.)

Lapisan paling dalam, yang terdekat dengan janin, adalah epitel


amnion. Sel epitel amnion mensekresikan kolagen tipe III dan IV dan
glikoprotein nonkolagen (laminin, nidogen, dan fibronektin) yang membentuk
membran basal, lapisan berikutnya dari amnion.3
Lapisan padat jaringan ikat yang dekat dengan membran basal
membentuk kerangka fibrosa utama amnion. Kolagen lapisan padat tersebut
disekresikan oleh sel mesenkim pada lapisan fibroblas. Kolagen interstisial
(tipe I dan III) predominan dan membentuk ikatan parallel yang
mempertahankan integritas mekanik amnion. Kolagen tipe V dan VI
membentuk penghubung filamentosa antara kolagen interstisial dan membran
basal epitel. Tidak ada penempatan substansi dasar amorf antara fibril kolagen
dalam jaringan ikat amnion aterm, sehingga amnion mempertahankan daya
regangnya sepanjang tahap akhir kehamilan normal.4,5,6
Lapisan fibroblast adalah lapisan yang paling tebal diantara lapisan-
lapisan amnion, mengandung sel-sel mesenkim dan makrofag dalam suatu
matriks ekstraselular. Kolagen pada lapisan ini membentuk jaringan longgar
dengan pulau-pulau glikoprotein nonkolagen.4,7

Gambar 2. Preparat histologi pewarnaan hematoxylin dan eosin (H&E)


membran korioamnion dari kehamilan 39 minggu yang dilahirkan

4
dengan repeat seksio sesaria sebelum dimulainya proses persalinan.
Pembesaran 200x.

Lapisan intermediat (lapisan spons, atau zona spongiosa) terletak di


antara amnion dan korion. Kandungan yang melimpah dari proteoglikan
terhidrasi dan glikoprotein memberikan sifat "kenyal" lapisan ini dalam
preparat histologis, dan mengandung jaringan nonfibrillar sebagian besar
kolagen tipe III. Lapisan intermediat menyerap tekanan fisik dengan
membuat amnion bergeser di korion dasarnya, yang melekat kuat pada
desidua maternal. Walaupun korion lebih tebal daripada amnion, amnion
memiliki daya regang yang lebih besar. Korion menyerupai membran epitel
tipikal, dengan polaritasnya yang mengarah ke desidua maternal. Dengan
pertumbuhan kehamilan, vili trofoblas dalam lapisan korion dari refleksi
membran janin (bebas plasenta) berkurang. Di bawah lapisan sitotrofoblas
(lebih dekat ke janin) adalah membran basal dan jaringan ikat korionik, yang
kaya akan fibril kolagen.4
Kolagen tipe IV, V, dan VII menciptakan sebuah substrat, yang tidak
hanya penting bagi integritas struktur dari membran, tapi juga untuk
penyembuhan luka dan pertumbuhan sel. Sudah jelas bukti bahwa banyak
dari molekul-molekul ini berinteraksi satu sama lain di suatu milieu yang
sangat kompleks dari bio-regulasi yang memerlukan adanya membran,
pertumbuhan faktor individu, interaksi dan up-regulasi dan down-regulasi
berbagai proses penyembuhan. Metalloproteinase contohnya, harus seimbang
dengan Tissue Inhibitor of Metalloproteinases (TIMPS); faktor pertumbuhan,
seperti fibroblas. Fibroblas berfungsi untuk membentuk lapisan yang
memperkuat jaringan. Sel-sel epitel secara biologis aktif dalam proses
penyembuhan yang memiliki reseptor pada permukaannya.7
Regenerasi biomolekul memegang peranan penting dalam
penyembuhan dan faktor pertumbuhan yang terkonsentrasi di dalam selaput
ketuban. Hal ini termasuk faktor pertumbuhan epidermis, Transforming
Growth Factor (TGF), faktor pertumbuhan fibroblas, platelet-derived growth
factors, metalloproteinase dan TIMP.7,8

5
Gambar 3. Mikroskopik selaput ketuban pewarnaan Haematoxylin-Eosin
(HE) (AE: amniotic epithelial layer, AM: amniotic mesenchymal layer, CM:
chorionic mesenchymal layer, CT: chorionic trophoblastic (Parolini et al.,
2008)

2.2 Ketuban Pecah Dini


2.2.1 Definisi
Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of
membrans (PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan
pada saat belum menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan
inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan
nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau
bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara
klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan
kurang dari 5 cm pada multigravida. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi
kapan saja baik pada kehamilan aterm maupun preterm. Saat aterm sering
disebut dengan aterm prematur rupture of membrans atau ketuban pecah
dini aterm. Bila terjadi sebelum umur kehamilan 37 minggu disebut ketuban
pecah dini preterm / preterm prematur rupture of membran (PPROM) dan
bila terjadi lebih dari 12 jam maka disebut prolonged PROM.2

2.2.2 Epidemiologi KPD


Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat
aterm, 8-10 % wanita hamil datang dengan KPD dan 30-40% dari kasus
KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar 1,7% dari seluruh
kehamilan. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya, menurut

6
Naeye pada tahun 1982 diperkirakan 21% rasio berulang, sedangkan
penelitian lain yang lebih baru menduga rasio berulangnya sampai 32%. Hal
ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada ibu atau pun
janin. Komplikasi seperti : korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari
kasus KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7%. Komplikasi
pada janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus
KPD preterm akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi
meningkat baik pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5%
dari seluruh kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD
preterm dan mencapai 40% pada ketuban pecah dini dengan usia kehamilan
kurang dari 24 minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi
dan 2-4% pada KPD lebih daripada 24 jam.2
Proporsi KPD di Rumah Sakit Sanglah periode 1 Januari 2005
sampai 31 Oktober 2005 dari 2113 persalinan, proporsi kasus KPD adalah
sebanyak 12,92%. Sedangkan proporsi kasus KPD preterm dari 328 kasus
ketuban pecah dini baik yang melakukan persalinan maupun dirawat secara
konservatif sebanyak 16,77% sedangkan sisanya adalah KPD dengan
kehamilan aterm. Kontribusi KPD ini lebih besar pada sosial ekonomi
rendah dibandingkan sosial ekonomi menengah ke atas.2

2.2.3 Etiologi
Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya
elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan
perubahan yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat
kaitannya dengan jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh
infeksi atau rendahnya kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada
amnion di daerah lapisan kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah
lapisan retikuler atau trofoblas, dimana sebagaian bear jaringan kolagen
terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel amnion sampai dengan epitel
basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh
sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin. Adanya infeksi
dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan enzim
protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator

7
ini menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi
kolagen pada selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis,
lemah dan mudah pecah spontan. Selain itu mediator terebut membuat
uterus berkontraksi sehingga membran mudah ruptur akibat tarikan saat
uterus berkontraksi.4

2.2.3.1 Mekanisme Pecah Ketuban Sebelum dan Selama Persalinan


Pecahnya selaput ketuban intrapartum terjadi disebabkan perlemahan
keseluruhan karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya
regang selaput berkurang pada spesimen yang diambil setelah persalinan
dibandingkan dengan spesimen yang diperoleh setelah persalinan dengan
operasi sesar tanpa proses persalinan. Perlemahan keseluruhan selaput
ketuban sulit ditentukan bila KPD dibandingkan dengan selaput yang
dipecahkan dalam proses persalinan. Namun selaput yang pecah prematur,
tampaknya disebabkan terdapatnya defek fokal daripada perlemahan
keseluruhan. Area sekitar lokasi ruptur digambarkan sebagai zona terlarang
perubahan morfologi ekstrim yang ditandai oleh pembengkakan nyata dan
gangguan jaringan fibril kolagen didalam lapisan padat (kompakta),
fibroblas dan spongiosa. Karena zona ini tidak termasuk seluruh lokasi
ruptur, zona ini dapat timbul sebelum pecahnya ketuban dan menunjukkan
titik pecah awal.4,9
Meskipun karakteristik KPDP berbeda dengan pecah ketuban
intrapartum, ada sedikit bukti yang menunjukkan bahwa mekanisme yang
mempredisposisi para wanita dengan KPD tidak identik dengan mekanisme
yang biasanya mendahului persalinan. Hal ini telah memberikan pandangan
bahwa KPD mempercepat atau mempresipitasi berlebihan proses pecah
spontan selaput ketuban selama persalinan.4

2.2.3.2 Tekanan barometer

8
Telah diketahui bahwa perubahan tekanan barometer dapat
mempercepat pecahnya selaput ketuban. Literatur yang mendukung hal ini
masih terbagi. Milingos dkk. menemukan korelasi signifikan antara tekanan
barometrik dan KPD (r=0.44, p<0.05) pada hampir 1600 kasus yang diulas.
Polansky dkk. selanjutnya menunjukkan hubungan signifikan antara
insidensi KPD dan penurunan tekanan barometer 3 jam sebelumnya
(p=0.006) pada serial 109 pasien mereka. Di sisi lain, Marks dkk. tidak
dapat menunjukkan hubungan statistik antara tekanan barometer atau fase
bulan dengan KPD pada serial 117 pasien mereka. Efek tekanan barometer
pada pecahnya ketuban tetap menjadi subyek kontroversial, dan apakah efek
ini berkontribusi pada KPDP masih diselidiki.10,11-13

2.2.3.3 Metabolisme Kolagen


Pada tahun 1995, Draper dkk., melaporkan penemuan mengenai
peningkatan aktivitas protease pada selaput ketuban wanita yang mengalami
KPDP dibandingkan dengan merekan yang melahirkan bayi prematur tanpa
KPD. Pada studi penting ini, tercatat bahwa satu-satunya inhibitor protease
yang efektif adalah asam etilendiamintetrasetik, mengesankan ini adalah
metalloproteinase (MMP). MMP adalah enzim zinc-dependent yang
mendegradasi komponen matriks ekstraselular, seperti kolagen,
glikoprotein, dan proteoglikan. Enzim-enzim ini disekresikan sebagai
proenzim inaktif dan aktivitasnya tetap dikendalikan oleh inhibitor yang
disebut tissue inhibitors of metalloproteinase (TIMP). MMP diklasifikasikan
menurut spesifisitas substrat. Yang termasuk kolagenase adalah MMP-1 dan
MMP-8, yang mendegradasikan kolagen tipe I, II, dan III. Yang termasuk
gelatinase adalah MMP-2 dan MMP-9,yang mendegradasi kolagen
denaturasi, kolagen tipe IV dan V. Yang termasuk stromalisin adalah MMP-
3, MMP-7, dan MMP-10, yang mendegradasi proteoglikan, fibronektin, dan
komponen stromal lain.14
Pada tahun 1996, Vadillo-Ortega dkk., membandingkan cairan
amnion dari empat kelompok pasien: (1) wanita dengan persalinan normal
aterm, (2) wanita aterm belum inpartu, (3) kehamilan preterm pada saat

9
studi genetik, dan (4) pasien KPDP. Wanita aterm inpartu dan wanita dengan
KPDPmemiliki kadar aktivitas gelatinolitik yang lebih tinggi dalam cairan
amnionnya.
Kebanyakan aktivitas ini memiliki karakteristik disebabkan oleh
MMP-9. Para penulis kemudian mengukur konsentrasi inhibitor MMP-9,
tissue inhibitor of metalloproteinase-1 pada sampel yang sama dan
menemukan bahwa sampel preterm dari pasien yang menjalani
amniosentesa genetik mengandung kadar yang tertinggi, sedangkan sampel
dari pasien KPDP mengandung kadar terendah. Para peneliti mencatat
bahwa penelitian mengenai MMP-1 sama menariknya seperti pemecah
kolagen fibril tipe 1. Mereka mencatat bahwa aktivitas ini tidak terdeteksi
dalam cairan amnion karena MMP-1 terikat kuat pada matriks ekstraselular
amniokorion.15
Temuan mengenai peningkatan MMP-9 dan bukannya MMP-1
dalam cairan amnion pada wanita KPDP selanjutnya dikonfirmasi dengan
penelitian oleh Athayde dkk. Juga terdapat regionalisasi perubahan tipe dan
kandungan kolagen. Konsentrasi MMP-9 yang lebih tinggi ditunjukkan pada
selaput yang dekat dengan serviks daripada selaput di daerah tengah pada
pasien aterm baik sebelum dan sesudah dimulainya persalinan. MMP-
9mendegradasi kolagen tipe V, yang terlihat menurun pada KPDP. Kejadian
yang menyebabkan hal ini belum diketahui, namun terdapat beberapa bukti
yang mengaitkannya pada infeksi.
Seperti diketahui sebelumnya, terdapat hubungan jelas antara infeksi
dengan KPDP. Protease yang diproduksi bakteri dapat merubah kekuatan
membran, atau secara alternatif mungkin merupakan derivate lekosit yang
diaktivasi sebagai respon invasi bakteri. Ditunjukkan pula bahwa MMP-7,
yang dihasilkan makrofag, meningkat dengan invasi mikroba preterm ke
kavum amnion. MMP-7 juga ditunjukkan dapat mengaktivasi bentuk
proenzim MMP lain, dengan efek kaskade.10

2.2.3.4 Perubahan Kandungan Kolagen, Struktur, Katabolisme, dan Faktor


Klinis yang Berkaitan.

10
Pemeliharaan daya regang selaput ketuban sepertinya melibatkan
keseimbangan antara sintesa dan degradasi komponen matriks ekstraselular.
Diduga bahwa perubahan dalam membran, termasuk berkurangnya
kandungan kolagen, perubahan struktur kolagen dan aktivitas kolagenolitik
yang meningkat, berhubungan dengan ketuban pecah dini.4
Terdapat bukti tidak langsung bahwa infeksi traktus genitalia
mempercepat pecah ketuban pada manusia dan hewan. Identifikasi
mikroorganisme patologis pada flora vagina manusia segera setelah pecah
ketuban mendukung konsep bahwa infeksi bakteri mungkin berperan pada
patogenesa KPD. Data epidemiologi menunjukkan hubungan antara
kolonisasi traktus genitalia oleh streptokokus grup B, Chlamydia
trachomatis, Neisseria gonorrhoeae, dan mikroorganisme yang
menyebabkan bakterial vaginosis (anaerob vagina, Gardnerella vaginalis,
spesies mobiluncus, dan mycoplasma genital) dan suatu peningkatan risiko
KPDP. Terlebih lagi, pada beberapa studi penatalaksanaan wanita terinfeksi
dengan antibiotik menurunkan angka KPDP.4,16,17
Progesterone dan estradiol menekan remodelingmatriks ekstraselular
pada jaringan reproduksi. Relaksin, suatu hormon protein yang meregulasi
remodeling jaringan ikat, diproduksi lokal pada plasenta dan desidua dan
membalikkan efek inhibisi estradiol dan progesterone dengan meningkatkan
aktivitas MMP-3 dan MMP-9 pada selaput ketuban. Walaupun penting
untuk mempertimbangkan peran estrogen, progesteron, dan relaksin pada
proses reproduksi, keterlibatannya pada proses pecah ketuban perlu
dijelaskan.18
Amnion dan korion manusia yang diperoleh setelah KPD aterm
mengandung banyak sel apoptosis pada daerah yang dekat dengan lokasi
ruptur dan sedikit sel apoptosis di daerah lainnya. Pada kasus-kasus
korioamnionitis, sel epitel amnion apoptotik terlihat pada persambungan
dengan granulosit pelekat, menunjukkan bahwa respon imun induk
mempercepat kematian sel pada selaput ketuban.19
Peregangan berlebihan pada uterus karena polihidramnion dan
kehamilan multijanin menginduksi tegangan membran dan meningkatkan

11
risiko KPD. Peregangan mekanik selaput ketuban meningkatkan regulasi
produksi beberapa faktor amniotik, termasuk prostaglandin E2 dan
interleukin- 8. Peregangan juga meningkatkan aktivitas MMP-1 dalam
membran.
Interleukin-8, yang diproduksi oleh sel amnion dan korion,
merupakan kemotaksis neutrofil dan merangsang aktivitas kolagenase.
Produksi interleukin-8, yang berkonsentrasi rendah dalam cairan amnion
selama trimester ke-dua tetapi berkonsentrasi tinggi pada kehamilan lanjut,
diinhibisi oleh progesteron. Maka, produksi interleukin-8 dan prostaglandin
E2 amniotik menggambarkan perubahan biokimia pada selaput ketuban
yang mungkin dimulai oleh tekanan fisik (peregangan membran),
menyatukan hipotesa pecah ketuban akibat induksi-tekanan dan induksi
biokimia.19
Pada suatu penelitian oleh Park JC dkk. tahun 2003 yang
membandingkan ketebalan dan perubahan histopatologis pada selaput
ketuban antara KPD dan selaput ketuban utuh setelah pelahiran,
mendapatkan hasil bahwa pada KPDP ditemukan rerata ketebalan selaput
ketuban yang lebih kecil daripada persalinan preterm tanpa KPD, namun
hasilnya tidak signifikan. Sedangkan pada perbandingannya, selaput
ketuban pada kehamilan usia 37 minggu dijumpai lebih tipis daripada
kehamilan usia <37 minggu.20

2.2.4 Faktor Predisposisi


Sampai saat ini penyebab Ketuban Pecah Dini belum diketahui
secara pasti, tetapi ditemukan beberapa faktor predisposisi yang berperan
pada terjadinya ketuban pecah dini, antara lain:
a Infeksi
Adanya infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal)
sudah cukup untuk melemahkan selaput ketuban di tempat tersebut.
Bila terdapat bakteri patogen di dalam vagina maka frekuensi
amnionitis, endometritis, infeksi neonatal akan meningkat 10 kali.
Ketuban pecah dini sebelum kehamilan preterm sering diakibatkan

12
oleh adanya infeksi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
bakteri yang terikat pada membran melepaskan substrat seperti
protease yang menyebabkan melemahnya membran. Penelitian
terakhir menyebutkan bahwa matriks metalloproteinase merupakan
enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban oleh karena
infeksi.2
b. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan
jaringan kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan
kolagen) akan mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar
vitamin C dalam darah ibu.2
c. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus
yang berlebihan atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di
dalam kavum amnion, di samping juga ada kelainan selaput ketuban
itu sendiri. Hal ini terjadi seperti pada sindroma Ehlers-Danlos,
dimana terjadi gangguan pada jaringan ikat oleh karena defek pada
sintesa dan struktur kolagen dengan gejala berupa hiperelastisitas
pada kulit dan sendi, termasuk pada selaput ketuban yang komponen
utamanya adalah kolagen. Dimana 72 % penderita dengan sindroma
Ehlers-Danlos ini akan mengalami persalinan preterm setelah
sebelumnya mengalami ketuban pecah dini preterm.2
d. Faktor umur dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu akan makin mudah terjadi infeksi
cairan amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan
sebelumnya.2
e. Faktor tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan
meningkatkan insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah
persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran yang dekat.2
f. Faktor-faktor lain

13
Inkompetensi serviks atau serviks yang terbuka akan
menyebabkan pecahnya selaput ketuban lebih awal karena mendapat
tekanan yang langsung dari kavum uteri. Beberapa prosedur
pemeriksaan, seperti amniosintesis dapat meningkatkan risiko
terjadinya ketuban pecah dini. Pada perokok, secara tidak langsung
dapat menyebabkan ketuban pecah dini terutama pada kehamilan
prematur. Kelainan letak dan kesempitan panggul lebih sering
disertai dengan KPD, namun mekanismenya belum diketahui dengan
pasti. Faktor-faktor lain, seperti : hidramnion, gamelli, koitus,
perdarahan antepartum, bakteriuria, pH vagina di atas 4,5, stres
psikologis, serta flora vagina abnormal akan mempermudah
terjadinya ketuban pecah dini.2
Berdasarkan sumber yang berbeda, penyebab ketuban pecah dini
mempunyai dimensi multifaktorial yang dapat dijabarkan sebagai
berikut :
- Serviks inkompeten.
- Ketegangan rahim yang berlebihan : kehamilan ganda,
hidramnion.
- Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
- Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian
terendah belum masuk pintu atas panggul, disproporsi
sefalopelvik.
- Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
- Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada
selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan
ketuban pecah.5

2.2.5 Patofisiologi KPD


Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh
melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang

14
berulang. Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis
dan degradasi komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.2
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti
penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen,
serta peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut
terutama disebabkan oleh matriks metaloproteinase (MMP). MMP
merupakan suatu grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen
matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi dalam selaput ketuban.
MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple helix dari kolagen
fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2 dan MMP-9
yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi
penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP).
TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2
menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas
yang sama dengan TIMP-1.2
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan
oleh karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif
lebih tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan
bergeser, yaitu didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang
tajam dari TIMP yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks
ektraseluler selaput ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut
dapat menyebabkan degradasi patologis pada selaput ketuban. Aktivitas
kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan aterm dengan ketuban
pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease yang
meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.2
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya
gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah
dini. Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian
ketuban pecah dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan
struktur triple helix dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih
rendah pada wanita dengan ketuban pecah dini. Pada wanita perokok
ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.2

15
a. Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B,
Stafilokokus aureus dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang
akan menyebabkan terjadinya degradasi membran dan akhirnya
melemahkan selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi
inflamasi akan merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin
oleh netrofil PMN dan makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis
faktor yang diproduksi oleh monosit akan meningkatkan aktivitas
MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion. Infeksi bakteri dan respon
inflamasi juga merangsang produksi prostalglandin oleh selaput
ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini preterm
karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen membran.
Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang
melepaskan prekursor prostalglandin dari membran fosfolipid. Respon
imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin
E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh
monosit. Sitokin juga terlibat dalam induksi enzim siklooksigenase II
yang berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostalglandin.
Sampai saat ini hubungan langsung antara produksi prostalglandin dan
ketuban pecah dini belum diketahui, namun prostaglandin terutama E2
dan F2 telah dikenal sebagai mediator dalam persalinan mamalia dan
prostaglandin E2 diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput
ketuban dan meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-33.
Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik,
yaitu temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur
rektal lebih 38C, peningkatan denyut jantung ibu lebih dari
100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.2

Gejala Frekuensi (%)


Temperature >37,8 0C 100
Denyut Jantung Ibu 100/menit 20-80
Denyut Jantung 169/menit 40-70

16
Janin
Leukosit/ml >15000 70-90
>20000 3-10
Cairan vagina berbau 5-22
Tabel 1. Frekuensi gejala yang berhubungan dengan infeksi intra-
amniotik.2
b. Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormon ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan
konsentrasi TIMP pada fibroblas serviks dari kelinci percobaan.
Tingginya konsentrasi progesteron akan menyebabkan penurunan
produksi kolagenase pada babi walaupun kadar yang lebih rendah dapat
menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein hormon relaxin yang
berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat diproduksi secara lokal
oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai aktivitas yang
berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesteron dan estradiol dengan
meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membran janin.
Aktivitas hormon ini meningkat sebelum persalinan pada selaput
ketuban manusia saat aterm. Peran hormon-hormon tersebut dalam
patogenesis pecahnya selaput ketuban belum dapat sepenuhnya
dijelaskan.2

c. Kematian Sel Terprogram


Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang
mengalami kematian sel terpogram (apoptosis) di amnion dan korion
terutama disekitar robekan selaput ketuban. Pada korioamnionitis
terlihat sel yang mengalami apoptosis melekat dengan granulosit, yang
menunjukkan respon imunologis mempercepat terjadinya kematian sel.
Kematian sel yang terprogram ini terjadi setelah proses degradasi
matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa apoptosis
merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut. Namun
mekanisme regulasi dari apoptosis ini belum diketahui dengan jelas.2

17
d. Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa faktor di
selaput ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu
peregangan juga merangsang aktivitas MMP-1 pada membran.
Interleukin-8 yang diproduksi dari sel amnion dan korionik bersifat
kemotaktik terhadap neutrofil dan merangsang aktifitas kolegenase.
Hal-hal tersebut akan menyebabkan terganggunya keseimbangan proses
sintesis dan degradasi matriks ektraseluler yang akhirnya menyebabkan
pecahnya selaput ketuban.2

Gambar 4. Mekanisme multifaktorial menyebabkan ketuban pecah dini

2.2.6 Diagnosis KPD


Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena
diagnosis yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan
bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada
indikasinya. Sebaliknya diagnosis yang negatif palsu berarti akan

18
membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam
kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu, diperlukan diagnosis
yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara :
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau
mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau,
atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba
dari jalan lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika
sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak ada
nyeri maupun kontraksi uterus. Riwayat umur kehamilan pasien lebih
dari 20 minggu.4
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan
tidak adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan
dengan tinggi yang diharapkan menurut hari pertama haid terakhir.
Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi.4
b. Pemeriksaan dengan speculum
Tentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan
ketuban di vagina. Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakan
sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau
mengedan.1
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil
sampel cairan ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel
cairan untuk kultur dan pemeriksaan bakteriologis.5
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini
adalah :
1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
2. Nitrazine Test : Kertas nitrazin merah akan jadi biru.
3. Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada object glass
dan didiamkan dan cairan amnion tersebut akan
memberikan gambaran seperti daun pakis.8
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk
memeriksa adanya cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah

19
memang air ketuban keluar dari ostium uteri eksternum apakah ada
bagian selaput ketuban yang sudah pecah. Gunakan kertas lakmus.
Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah adalah urin.
Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina.
Kertas nitrazine menjadi biru bila terdapat cairan alkali amnion. Bila
diagnosa tidak pasti, adanya lanugo atau bentuk kristal daun pakis
cairan amnion kering (ferning) dapat membantu. Bila kehamilan
belum cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan
fosfatidilgliserol membantu dalam evaluasi kematangan paru janin.
Bila kecurigaan infeksi, apusan diambil dari kanalis servikalis untuk
pemeriksaan kultur serviks terhadap Streptokokus beta group B,
Clamidia trachomatis dan Neisseria gonorea.4
c. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan
dan dilatasi serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikan
bagian presentasi janin dan menyingkirkan kemungkinan prolaps tali
pusat. Periksa dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas berada
dalam masa persalinan atau telah ada keputusan untuk melahirkan.4
Tentukan tanda-tanda persalinan dan skoring pelvik. Tentukan
adanya kontraksi yang teratur. Periksa dalam dilakukan bila akan
dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan). 1
d. Pemeriksaan penunjang
Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas
lakmus merah menjadi biru. Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-
tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38 0C serta air ketuban
keruh dan berbau. Leukosit darah > 15.000/mm3. Janin yang
mengalami takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterine.
Dilakukan pemeriksaan dengan USG untuk menentukan indeks cairan
amnion, usia kehamilan, letak janin, letak plasenta, gradasi plasenta
serta jumlah air ketuban. Kardiotokografi untuk menentukan ada
tidaknya kegawatan janin secara dini atau memantau kesejahteraan
janin. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu, denyut

20
jantung janin akan meningkat. Amniosintesis digunakan untuk
mengetahui rasio lesitin - sfingomielin dan fosfatidilsterol yang
berguna untuk mengevaluasi kematangan paru janin.4

2.2.7 Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini 1


a. Pastikan diagnosis.
b. Tentukan umur kehamilan.
c. Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin.
d. Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin.
Riwayat keluarnya air ketuban berupa cairan jernih keluar dari
vagina yang kadang-kadang disertai tanda-tanda lain dari persalinan.
Diagnosis ketuban pecah dini prematur dengan inspekulo dilihat adanya
cairan ketuban keluar dari kavum uteri. Pemeriksaan pH vagina perempuan
hamil sekitar 4,5; bila ada cairan ketuban pH nya sekitar 7,1-7,3. Antiseptik
yang alkalin akan menaikkan pH vagina.
Dengan pemeriksaan ultrasound adanya ketuban pecah dini dapat
dikonfirmasikan dengan adanya oligohidroamnion. Bila air ketuban normal
agaknya ketuban pecah dapat diragukan serviks.
Penderita dengan kemungkinan ketuban pecah dini harus masuk
rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut. Jika pada perawatan air ketuban
berhenti keluar, pasien dapat pulang untuk rawat jalan. Bila terdapat
persalinan kala aktif, korioamnionitis, gawat janin, persalinan diterminasi.
Bila ketuban pecah dini pada kehamilan prematur, diperlukan
penatalaksanaan yang komprehensif. Secara umum penatalaksanaan pasien
ketuban pecah dini yang tidak dalam persalinan serta tidak ada infeksi dan
gawat janin, penatalaksanaannya bergantung pada usia kehamilan.1

1. Konservatif 1
a Rawat di rumah sakit.
b Berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak
tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari).

21
c Jika umur kehamilan < 32 34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
d Jika umur kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi,
tes busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
e Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24
jam.
f Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan
lakukan induksi.
g Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin).
h Pada usia kehamilan 32-34 minggu, berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa kadar
lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg
sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason i.m 5 mg setiap 6
jam sebanyak 4 kali.1

2. Aktif 1
a Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal
pikirkan seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25-50 g
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi dan
persalinan diakhiri jika :
- Bila skor pelvik < 5, lakukanlah pematangan serviks, kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio
sesarea.
- Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.

22
Gambar 5. Alogaritma Tatalaksana Ketuban Pecah Dini Preterm

23
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada
usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan
prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin,
meningkatnya insiden seksio sesarea, atau gagalnya persalinan normal.
a Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.
Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90%
terjadi di dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan aterm
90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara
28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari
26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.1

b Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini.
Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,
pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin
terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering
daripada aterm. Secara umum, insiden infeksi sekunder pada ketuban
pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.1

c Hipoksia dan Asfiksia


Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan
tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.1

d Sindroma Deformitas Janin


Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan
anggota badan janin, serta hipoplasia pulmonal.1

24
2.2.9 Prognosis

Prognosis ketuban pecah dini sangat variatif bergantung maturitas


paru dan ada tidaknya infeksi, pada usia kehamilan 32 minggu semakin
muda kelahiran semakin buruk prognosisnya. Prognosis pada ibu dapat
mengakibatkan infeksi. Partus lama meningkatkan insiden SC. Sedangkan
pada janin dapat menyebabkan prematuritas, prolaps funiculli /penurunan
tali pusat, asfiksia dan asfiksia sekunder.1

25
BAB III
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. P
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 23 tahun
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Kesonggo 3/1 Tuntang Kab. Semarang
Pendidikan Terakhir : SD
No RM : 101188-2016
Biaya Pengobatan : BPJS Non PBI
IDENTITAS SUAMI PASIEN
Nama Suami : Tn. D
Usia : 25 tahun
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Agama : Islam
Alamat : Kesonggo 3/1 Tuntang Kab. Semarang
Pendidikan Terakhir : SMA

DAFTAR MASALAH
No Masalah aktif Tanggal No Masalah pasif Tanggal

1. G2P0A1 Usia 23 tahun 23-11- -


Hamil 39 minggu dengan 2016
Ketuban Pecah Dini

ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 23 April 2016, pukul 01.30 WIB di
Ruang Bougenvile RSUD Ambarawa.
Keluhan Utama

26
Air ketuban sudah rembes sejak 2 jam SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien G2P0A1 dengan usia kehamilan 39 minggu datang ke Instalasi
Gawat Darurat RSUD Ambarawa pada tanggal 23 November 2016 dengan
keluhan air ketuban sudah rembes sejak pukul 23.00 dini hari (2 jam SMRS).
Pasien mengaku tidak ada lendir darah yang keluar, hanya air saja, berwarna
putih. Pasien juga mengeluhkan perut terasa kencang-kencang dan pinggang
terasa pegal disertai keluarnya lendir darah sejak 2 jam SMRS. Kencang-kencang
yang dirasakan pasien masih jarang dan tidak teratur.
Keluhan lainnya seperti demam, batuk, pilek, diare, mual, muntah, sesak
nafas, keputihan, penurunan nafsu makan dan keluhan BAK dan BAB disangkal
oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Abortus : 1 kali, 2015
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes melitus : disangkal
Riwayat Penyakit jantung : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat ISK : disangkal
Riwayat penyakit selama kehamilan : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan serupa dengan pasien. Riwayat
penyakit keluarga seperti diabetes melitus, asma, hipertensi, penyakit jantung dan
alergi disangkal.

Riwayat Menstruasi
Menarche : 14 Tahun
Lama : 7 Hari
Siklus : 28 Hari
HPHT : 24 Febuari 2016
HPL : 1 Desember 2016

27
Riwayat Obstetri
I. Abortus 2015
II. Hamil Ini.
Riwayat ANC
Teratur kontrol di bidan sebanyak 8 kali.
Perilaku Kesehatan
Merokok : disangkal
Minum minuman beralkohol : disangkal
Jamu-jamuan : disangkal
Riwayat KB
Pasien tidak menggunakan kontrasepsi
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1kali dengan suami sekarang sudah 1 tahun.
Riwayat Pengobatan
Riwayat minum obat-obatan selama kehamilan disangkal. Pasien mengaku
hanya mengkonsumsi vitamin dari bidan.
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai buruh disalah satu perusahaan swasta dan suami
juga bekerja sebagai buruh di perusahaan swasta. Biaya pengobatan ditanggung
BPJS non PBI. Kesan ekonomi cukup.

PEMERIKSAAN FISIK
1. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Baik, tampak sakit sedang.
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Nadi : 78 x/menit
Suhu : 36o C
Pernapasan : 18 x/menit
2. STATUS LOCALIS
Kepala : Normocephal.

28
Mata : Konjuntiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), pupil isokor,
reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek (+/+).
Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-), epitaksis (-).
Mulut : Bibir kering (-), dinding faring hiperemis (-).
Telinga : Normotia, Ottorhea (-/-), CAE hiperemis (-/-), Membran
Timpani intak (+/+).
Leher : Deviasi (-), pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP
52
Thorax
Paru
Inspeksi : Bentuk normal, gerak nafas kedua dada simetris
Palpasi : Vokal fremitus +/+ simetris
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi: Vesikuler Breath Sound +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba
Perkusi : Batas Atas Jantung : ICS II Linea Parasternal Sin
Batas Jantung Kanan: ICS II-III Linea Parasternal Dextra
Batas Pinggang Jantung: ICS V Linea Midclavicularis Sin
Auskultasi: BJ I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Permukaan datar, striae gravidarum (-), linea nigra(-),
warna sama seperti kulit di sekitar, bekas SC (-),
Auskultasi : Bising usus 10x / menit, bruit hepar (-), bruit aorta
abdominalis(-), bruit A.Renalis dextra (-), bruit A.Renalis
sinistra(-), bruit A.Iliaca dextra (-), bruit A.iliaca sinistra (-).
Palpasi : Nyeri tekan (+) di inguinal sinistra, suprapubik, dan
inguinal dextra. Hepar dan lien tidak teraba membesar
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, nyeri ketok CVA (-).
Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral hangat +/+ +/+

29
Sianosis -/- -/-
Varises -/- -/-
Oedem -/- -/-
Capillary Refill < 2 detik <2 detik
Genitalia : Tidak tampak kelainan pada vagina, Perdarahan
pervaginam (-).

3. STATUS OBSTETRI
a. Pemeriksaan luar
Inspeksi : Datar, supel, linea nigra (-), striae gravidarum (+), luka
bekas sc (-)
Palpasi :
TFU : 33 cm
DJJ : 140x/menit, 11-12-11, reguler.
HIS : (+) jarang
Leopold:
Leopold I : Bulat Lunak
Leopold II : Punggung Kanan
Leopold III: Bulat Keras
Leopold IV: Divergen
b. Pemeriksaan dalam / Vaginal Toucher:
Vulva/uretra tidak ada kelainan, dinding vagina dalam batas normal,
ostium uterus eksterna terbuka 1 jari sempit, portio tebal lunak, lendir
darah (+/+).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. LABORATORIUM
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI (Darah Rutin)
Hb 13,2 12.5-15.5 g/dL
Leukosit 9,7 4-10 Ribu
Eritrosit 4.77 3.8-5.4 Juta
Hematokrit 41.1 35-47 %

30
MCV 86.8 82-98 Mikro m3
MCH 27.6 >= 27 Pg
MCHC 31.9 32-36 g/dL
RDW 13.9 10-16 %
Tombosit 182 150-400 Ribu
PDW 16.6 10-18 %
MPV 8.2 7-11 Mikro m3
Limfosit 2.0 1.0-4.5 103/mikro
Monosit 0.4 0.2-1.0 103/mikro
Granulosit 3.5 2-4 103/mikro
Limfosit % 25.7 25-40 %
Monosit % 2.5 2-8 %
Granulosit % 64.6 50-80 %
PCT 0.289 0.2-0.5 %
HbsAg Non reaktif
Clothing Time 3:00 3-4 Menit:detik
Bleeding Time 1:00 1-3 Menit:detik
Golongan Darah O

RESUME
Seorang wanita (23 tahun) G2P0A1 dengan usia kehamilan 39 minggu
datang ke IGD RSUD Ambarawa pada tanggal 23 November 2016 dengan
keluhan air ketuban sudah rembes sejak pukul 23.00 dini hari (2 jam SMRS).
Pasien mengaku tidak ada lendir darah yang keluar, hanya air saja berwarna putih.
Pasien juga mengeluhkan perut terasa kencang-kencang disertai keluarnya lendir
darah sejak 2 jam SMRS. Kencang-kencang yang dirasakan pasien masih jarang
dan tidak teratur. Keluhan lainnya seperti demam, batuk, pilek, diare, mual,
muntah, sesak nafas, keputihan, penurunan nafsu makan dan keluhan BAK dan
BAB disangkal oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik status generalisnya dalam batas normal. Pada
pemeriksaan obstetri didapatkan TFU: 33 cm, DJJ: 140x/menit reguler (11-12-
11), HIS: (+) jarang, Leopold 1: Bulat lunak, Leopold 2: Punggung kanan,
Leopold 3: Bulat keras, Leopold 4: Divergen. VT: pembukaan 1jari sempit, porsio
tebal lunak, Lendir darah (-/-), KK (-). Pada pemeriksaan laboratorium dalam
batas normal.

DIAGNOSIS
DIAGNOSIS SEMENTARA

31
G2P0A1 Usia 23 Tahun Hamil 39 minggu Janin Tunggal Hidup Intrauterine Letak
Kepala, sudah masuk PAP, Punggung Kanan Inpartu Kala I Fase Laten dengan
Ketuban Pecah Dini 2 jam.
DIAGNOSIS KERJA DAN SIKAP
I. Diagnosis Kerja
G2P0A1 Usia 23 Tahun Hamil 39 minggu Janin Tunggal Hidup Intrauterine
Letak Kepala, sudah masuk PAP, Punggung Kanan Inpartu Kala I Fase Laten
dengan Ketuban Pecah Dini 2 jam.
II. Sikap
IVFD RL 21tpm
Tunggu sampai 6 jam
Terminasi Rencana pro partus spontan dengan induksi misoprostol
25-50 g/6jam intravaginal (maksimal 4 kali).
Ceftriaxone/12 jam
Metronidazole/12 jam
PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia Ad Bonam
Quo ad fungtionam : Dubia Ad Bonam
Quo ad sanationam : Dubia Ad Bonam

PERJALANAN PENYAKIT
Tanggal / Perjalanan penyakit Pengobatan
jam

32
S : Kencang-kencang (+) makin kuat, - Infus RL 21tpm
- Rencana Sectio
23-11-2016 Lendir darah (+/+), ketuban rembes
Caesarean Cyto tanggal
06.00 (+) sejak kemarin.
23-4-2016
O : Status Generalis
- Inform consent pro SC
KU : baik, composmentis - Konsul anestesi dan
TV : TD : 110/70 mmHg PDL
- Pengawasan KU, TV,
HR : 88 x/mnt
DJJ
RR : 20 x/mnt
Suhu : 36,50C
Mata : conj. palpebra anemis -/-
Mulut : mukosa pucat (-)
Thorax : cor/pulmo dbn
Abdomen : dbn
Ekstremitas: pucst - -
- -
Kelamin: lendir darah (+/+).
Status Obstetri
- TFU: 34 cm
- HIS: (+) jarang
- DJJ: 164x/menit (13-10-11),
Irreguler
- Leopold I: Bulat lunak
- Leopold II: Punggung kanan
- Leopold III: Bulat keras
- Leopold IV: Divergen
- VT: pembukaan 3jari, porsio tebal
lunak, lendir darah (+/+), KK (-)
A : G2P0A1 Usia 23 Tahun Hamil 39
minggu Janin Tunggal Hidup
Intrauterine Letak Kepala, Punggung
Kanan Inpartu Kala I Fase Laten
dengan Fetal Distress et causa

33
11.00 Ketuban Pecah Dini.

Dilakukan Sectio Caesarean


11.05 Transperitoneal Profunda a/i Fetal
Distress et causa Ketuban Pecah Dini.

Bayi lahir secara sectio caesarean jenis


12.00 kelamin laki-laki, berat bayi lahir 2850gr,
panjang badan 49 cm, lingkar kepala 32 - Infus RL 21tpm
- Pengawasan KU, VS
cm, APGAR 8/9/10.
- Ketorolac 1amp/6jam

Pasien selesai operasi dan pindah ke


Bangsal Bougenvile Ruang Intensif.
S : Nyeri pada luka post operasi (+),
Flatus (-).
O : KU : baik, composmentis
TV : TD : 100/70 mmHg
HR : 92 x/mnt
RR : 18 x/mnt
Suhu : 36,70C
Mata : conj. palpebra anemis -/-
Mulut : mukosa pucat (-)
Thorax : cor/pulmo dbn
Abdomen : nyeri luka post ops (+)
Ekstremitas: pucat - -
- -
12.15 Kelamin : PPV (+) post SC
- Infus RL 21tpm
A : P1A1, 23 tahun pasca sectio
- Pengawasan KU, VS
caesarean transperitoneal profunda - Ketorolac 1amp/6jam
Hari 0 a/i Fetal Distress et causa
Ketuban Pecah Dini.
S : Nyeri pada luka post operasi (+),

34
Flatus (-).
O : KU : baik, composmentis
TV : TD : 100/70 mmHg
HR : 88 x/mnt
RR : 18 x/mnt
Suhu : 36,50C
Mata : conj. palpebra anemis -/-
Mulut : mukosa pucat (-)
Thorax : cor/pulmo dbn
Abdomen : nyeri luka post ops (+)
Ekstremitas: pucat - -
- -
12.30 Kelamin : PPV (+) post SC - Infus RL 21tpm
- Pengawasan KU, VS
A : P1A1, 23 tahun pasca sectio
- Ketorolac 1amp/6jam
caesarean transperitoneal profunda Hari
0 a/i Fetal Distress et causa Ketuban
Pecah Dini.

S : Nyeri pada luka post operasi (+),


Flatus (-).
O : KU : baik, composmentis
TV : TD : 100/70 mmHg
HR : 90 x/mnt
RR : 18 x/mnt
Suhu : 36,50C
Mata : conj. palpebra anemis -/-
Mulut : mukosa pucat (-)
Thorax : cor/pulmo dbn
Abdomen : nyeri luka post ops (+)
Ekstremitas: pucat - -
- Infus RL 21tpm
12.45 - - - Pengawasan KU, VS
- Ketorolac 1amp/6jam
Kelamin : PPV (+) post SC

35
A : P1A1, 23 tahun pasca sectio
caesarean transperitoneal profunda Hari
0 a/i Fetal Distress et causa Ketuban
Pecah Dini.

S : Nyeri pada luka post operasi (+),


Flatus (-).
O : KU : baik, composmentis
TV : TD : 110/70 mmHg
HR : 80 x/mnt
RR : 18 x/mnt
Suhu : 36,50C
Mata : conj. palpebra anemis -/-
Mulut : mukosa pucat (-)
Thorax : cor/pulmo dbn
Abdomen : nyeri luka post ops (+)
- Infus RL 21tpm
13.00 Ekstremitas: pucat - - - Pengawasan KU, VS
- Ketorolac 1amp/6jam
- -
Kelamin : PPV (+) post SC
A : P1A1, 23 tahun pasca sectio
caesarean transperitoneal profunda Hari
0 a/i Fetal Distress et causa Ketuban
Pecah Dini.

S : Nyeri pada luka post operasi (+),


Flatus (-).
O : KU : baik, composmentis
TV : TD : 110/70 mmHg
HR : 80 x/mnt
RR : 18 x/mnt
Suhu : 36,50C - Infus RL 21tpm
- Pengawasan KU, VS
Mata : conj. palpebra anemis -/-
- Ketorolac 1amp/6jam

36
Mulut : mukosa pucat (-)
13.15 Thorax : cor/pulmo dbn
Abdomen : nyeri luka post ops (+)
Ekstremitas: pucat - -
- -
Kelamin : PPV (+) post SC
A : P1A1, 23 tahun pasca sectio
caesarean transperitoneal profunda Hari
0 a/i Fetal Distress et causa Ketuban
Pecah Dini.
S : Nyeri pada luka post operasi (+),
Flatus (-).
O : KU : baik, composmentis - Infus RL 21tpm
- Pengawasan KU, VS
TV : TD : 110/70 mmHg
- Ketorolac 1amp/6jam
HR : 78 x/mnt
RR : 18 x/mnt
Suhu : 36,50C
Mata : conj. palpebra anemis -/-
Mulut : mukosa pucat (-)
13.30 Thorax : cor/pulmo dbn
Abdomen : nyeri luka post ops (+)
Ekstremitas: pucat - -
- -
Kelamin : PPV (+) post SC
A : P1A1, 23 tahun pasca sectio
caesarean transperitoneal profunda Hari
0 a/i Fetal Distress et causa Ketuban
Pecah Dini.

S : Nyeri pada luka post operasi (+),


Flatus (-).
O : KU : baik, composmentis

37
TV : TD : 110/70 mmHg
HR : 76 x/mnt
RR : 18 x/mnt
Suhu : 36,50C
13.45 Mata : conj. palpebra anemis -/-
Mulut : mukosa pucat (-)
Thorax : cor/pulmo dbn
Abdomen : nyeri luka post ops (+)
Ekstremitas: pucat - -
- -
Kelamin : PPV (+) post SC
A : P1A1, 23 tahun pasca sectio
caesarean transperitoneal profunda Hari
0 a/i Fetal Distress et causa Ketuban
Pecah Dini.

S : Nyeri pada luka post operasi (+),


Flatus (-).
O : KU : baik, composmentis
TV : TD : 110/80 mmHg
HR : 68 x/mnt
RR : 18 x/mnt
14.00 Suhu : 36,30C
Mata : conj. palpebra anemis -/-
Mulut : mukosa pucat (-)
Thorax : cor/pulmo dbn
Abdomen : nyeri luka post ops (+)
Ekstremitas: pucat - -
- -
Kelamin : PPV (+) post SC
A : P1A1, 23 tahun pasca sectio
caesarean transperitoneal profunda Hari

38
0 a/i Fetal Distress et causa Ketuban
Pecah Dini.

S : Nyeri pada luka post operasi (+),


Flatus (-).
O : KU : baik, composmentis
TV : TD : 110/80 mmHg
14.05 HR : 70 x/mnt
RR : 18 x/mnt
Suhu : 36,30C
Mata : conj. palpebra anemis -/-
Mulut : mukosa pucat (-)
Thorax : cor/pulmo dbn
Abdomen : nyeri luka post ops (+)
Ekstremitas: pucat - -
- -
Kelamin : PPV (+) post SC
A : P1A1, 23 tahun pasca sectio
caesarean transperitoneal profunda Hari
0 a/i Fetal Distress et causa Ketuban
Pecah Dini.
Kondisi pasien stabil 2jam pasca
operatif. Pasien dipindahkan ke ruang
rawat biasa.
S : Nyeri pada luka post operasi (+), - Infus RL 21tpm
- Pengawasan KU, VS
24-11-2016 Flatus (+).
- Ketorolac 1amp/6jam
13.00 O : KU : baik, composmentis
TV : TD : 110/70 mmHg
HR : 68 x/mnt
RR : 18 x/mnt
Suhu : 360C
Mata : conj. palpebra anemis -/-
Mulut : mukosa pucat (-)

39
Thorax : cor/pulmo dbn
Abdomen : nyeri tekan pada luka post
ops (+), Edema (-), Darah
(-), pus (-).
Ekstremitas: pucat - -
- -
Kelamin : PPV (+) post SC sedikit
A : P1A1, 23 tahun pasca sectio
caesarean transperitoneal
profunda Hari 1 a/i Fetal Distress
et causa Ketuban Pecah Dini.
S : Nyeri pada luka post operasi (+), - Infus RL 21tpm
- Pengawasan KU, VS
25-11-2016 Flatus (+).
- Ketorolac 1amp/6jam
13.00 O : KU : baik, composmentis
TV : TD : 110/70 mmHg
HR : 68 x/mnt
RR : 18 x/mnt
Suhu : 360C
Mata : conj. palpebra anemis -/-
Mulut : mukosa pucat (-)
Thorax : cor/pulmo dbn
Abdomen : nyeri tekan pada luka post
ops (+), Edema (-), Darah
(-), pus (-).
Ekstremitas: pucat - -
- -
Kelamin : PPV (+) post SC sedikit
A : P1A1, 23 tahun pasca sectio
caesarean transperitoneal profunda
Hari 2 a/i Fetal Distress et causa
Ketuban Pecah Dini.

S : Nyeri pada luka post operasi (+) - Infus RL 21tpm

40
26-11-2016 berkurang, Flatus (+). - Pengawasan KU, VS
- Ketorolac 1amp/6jam
07.00 O : KU : baik, composmentis
TV : TD : 110/70 mmHg
HR : 68 x/mnt
RR : 18 x/mnt
Suhu : 360C
Mata : conj. palpebra anemis -/-
Mulut : mukosa pucat (-)
Thorax : cor/pulmo dbn
Abdomen : nyeri tekan pada luka post
ops (+), Edema (-), Darah
(-), pus (-).
Ekstremitas: pucat - -
- -
Kelamin : PPV (+) post SC sedikit
A : P1A1, 23 tahun pasca sectio
caesarean transperitoneal profunda
Hari 3 a/i Fetal Distress et causa
Ketuban Pecah Dini.
27-11-2016 S : Nyeri pada luka post operasi (+) - Infus RL 21tpm
- Pengawasan KU, VS
10.00 berkurang, Flatus (+).
- Ketorolac 1amp/6jam
O : KU : baik, composmentis
TV : TD : 110/70 mmHg
HR : 68 x/mnt
RR : 18 x/mnt
Suhu : 360C
Mata : conj. palpebra anemis -/-
Mulut : mukosa pucat (-)
Thorax : cor/pulmo dbn
Abdomen : nyeri tekan pada luka post
ops (+) berkurang,
Edema (-), Darah (-), pus
(-).

41
Ekstremitas: pucat (-/-)
Kelamin : PPV (+) post SC sedikit
A : P1A1, 23 tahun pasca sectio
caesarean transperitoneal
profunda Hari 4 a/i Fetal Distress
et causa Ketuban Pecah Dini.

BAB IV
ANALISIS KASUS

Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of membrans


(PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat belum
menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu didefinisikan
sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan
terjadinya efficement atau dilatasi serviks) atau bila satu jam kemudian tidak

42
timbul tanda-tanda awal persalinan atau secara klinis bila ditemukan pembukaan
kurang dari 3 cm pada primigravida dan kurang dari 5 cm pada multigravida.
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm
maupun preterm. Pada kasus ini, Ny. P usia 23 tahun G2P0A1 usia kehamilan 39
minggu datang ke IGD pada tanggal 23 November 2016 pukul 01.30 dengan
keluhan air ketuban sudah rembes sejak pukul 23.00 dini hari (2 jam SMRS).
Pasien mengaku pada saat itu tidak ada lendir darah yang keluar, hanya air saja
berwarna putih kekuningan dan tidak ada keluhan kencang-kencang. Pada pasien
ini ditemukan adanya tanda selaput ketuban yang pecah pada saat belum ada tanda
persalinan, sehingga berdasarkan hal tersebut sesuai dengan definisi pasien dapat
di diagnosis sebagai ketuban pecah dini.
Setelah 2 jam keluhan ketuban rembes tersebut terjadi (pukul 23.00 dini
hari), pasien mengeluhkan mulai timbul kencang-kencang yang masih jarang dan
tidak teratur disertai keluarnya lendir darah. Perut terasa kencang yang dirasakan
pasien menandakan sudah ada kontraksi pada uterus walaupun masih jarang.
Pada pemeriksaan obstetri didapatkan TFU: 33 cm, DJJ: 140x/menit reguler (11-
12-11), HIS: (+) jarang, Leopold 1: Bulat lunak, Leopold 2: Punggung kanan,
Leopold 3: Bulat keras, Leopold 4: Divergen, VT: pembukaan 1jari sempit, porsio
tebal lunak, Lendir darah (+/+), KK (-). Berdasarkan pemeriksaan obstertri adanya
kontraksi uterus, keluarnya lendir darah (Bloody show), dan serviks membuka
1jari sempit menandakan dimulainya Kala I yang menunjukan adanya tanda
inpartu. Pembukaan 1jari sempit pada pasien menunjukan fase pembukaan pada
fase laten yaitu pembukaan serviks 0-3 cm selama 7-8 jam. Ditemukannya DJJ
yang reguler pada pasien menunjukan janin masih hidup di dalam uterus ibu
(janin tunggal hidup intrauterine). Pada pemeriksaan Leopold ditemukan Leopold
I teraba bulat lunak menunjukkan posisi teratas janin adalah bokong, Leopold II
teraba tahanan memanjang disebelah kanan menunjukkan posisi punggung janin
berada dikanan, Leopold III teraba bulat keras yang menujukkan bagian terbawah
janin yang berada di depan jalan lahir adalah kepala. Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang dilakukan maka didapatkan pasien dalam keadaan
G2P0A1 usia 23 tahun Hamil 39 minggu Inpartu Kala 1 Fase Laten Janin Tunggal

43
Hidup Intrauterine Letak Kepala, Punggung kanan, sudah masuk PAP dengan
Ketuban Pecah Dini 6jam.
Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini disesuaikan dengan diagnosis, umur
kehamilan, evaluasi ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin, dan
apakah pasien dalam keadaan inpartu atau terdapat kegawatan janin atau tidak.
Apabila usia kehamilan > 37 minggu dan sudah ditemukan ada tanda inpartu
penatalaksanaan yang harus dilakukan adalah terminasi. Terminasi dapat
dilakukan dengan induksi oksitosin atau misoprostol dengan dosis 25-50 g
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila tindakan induksi ini gagal dapat
dipikirkan sectio caesarean. Berdasarkan keadaan pasien dengan usia kehamilan
39 minggu (>37 minggu) dan sudah ada tanda inpartu sehingga penatalaksanaan
yang dilakukan adalah terminasi pervaginam dengan induksi misoprostol.
Setelah 15jam pemberikan induksi misoprostol (tanggal 24 November
2016 pukul 07.00), kencang-kencang yang dirasakan pasien sudah semakin kuat
namun masih belum teratur. Pada pemeriksaan obstetri didapatkan TFU: 33 cm,
DJJ: 164x/menit irreguler (13-10-11), HIS: (+) jarang, Leopold 1: Bulat lunak,
Leopold 2: Punggung kanan, Leopold 3: Bulat keras, Leopold 4: Divergen (sudah
masuk PAP), VT: pembukaan 3jari, porsio tebal lunak, Lendir darah (+/+), KK (-).
Adanya kencang yang masih tidak teratur menunjukkan HIS pasien tidak adekuat
dan pada VT didapatkan pembukaan hanya 3jari padahal pasien sudah diberikan
induksi. Berdasarkan keadaan diatas menandakan adanya kegagalan induksi.
Kemudian saat pemeriksaan DJJ ditemukan adanya DJJ > 160x/menit dan
irreguler menandakan adanya tanda fetal distress, sehingga berdasarkan keadaan
tersebut pasien dapat di diagnosa G2P0A1 usia 23 tahun Hamil 39 minggu Inpartu
Kala I Fase Laten Janin Tunggal Hidup Intrauterine Letak Kepala, Punggung
Kanan dengan Fetal Distress e.c Ketuban Pecah Dini. Atas dasar ditemukannya
fetal distress dan kegagalan induksi pada pasien maka terminasi yang dilakukan
adalah dengan Sectio Caesarean.

44
BAB V
KESIMPULAN

Ketuban pecah dini (KPD) merujuk pada pasien dengan usia


kehamilan diatas 37 minggu dan mengalami pecah ketuban sebelum dimulainya
proses persalinan. Ketuban pecah dini preterm (KPDP) adalah pecahnya ketuban
sebelum usia kehamilan 37 minggu. Ketuban pecah dini spontan adalah pecahnya
ketuban setelah atau dengan dimulainya persalinan. KPD memanjang adalah
pecahnya ketuban yang terjadi lebih dari 12 jam dan sebelum dimulainya proses
persalinan.
Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh melemahnya
selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang. Daya
regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi
komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.2
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan
jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh

45
matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat
memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi
dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple
helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi oleh MMP-2
dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga
diproduksi penghambat metaloproteinase / tissue inhibitor metalloproteinase
(TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2
menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang
sama dengan TIMP-1.2
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu didapatkan
kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar
protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.2
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya
gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini.
Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah
dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix
dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan
ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang
rendah.2
Setelah ketuban pecah dini aterm, 70% kasus memulai persalinan dalam
24 jam, dan 95% dalam 72 jam.9,10 Pada kasus ketuban pecah dini preterm, periode
laten sejak pecahnya ketuban hingga persalinan menurun, berbanding terbalik
dengan bertambahnya usia kehamilan. Misalnya, pada 20-26 minggu kehamilan,
rerata periode laten adalah 12 hari; sedangkan pada 32-34 minggu, hanya 4
hari.10,12

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Soewarto, S. 2009. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Winkjosastro H., Saifuddin


A.B., dan Rachimhadhi T. (Editor). Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Hal. 677-680.
2. Ketuban Pecah Dini. 2011. Diambil dari situs
http://www.scribd.com/doc/6174 2900/Lapsus-KPD-singaraja.html. diakses
pada tanggal 30 November 2014.
3. Casey ML, MacDonald PC. Interstitial collagen synthesis and processingin
human amnion: a property of the mesenchymal cells. Biol
Reprod1996;55:1253-60.
4. Johnson JW, Daikoku NH, Niebyl JR, Johnson TR Jr, Khouzami VA,Witter
FR. Premature rupture of the membranes and prolonged latency.Obstet
Gynecol 1981;57:547-56.
5. Malak TM, Ockleford CD, Bell SC, Dalgleish R, Bright N, Macvicar
J.Confocal immunofluorescence localization of collagen types I, III, IV, Vand
VI and their ultrastructural organization in term human fetal
membranes.Placenta 1993;14:385-406.
6. Fetterolf DE, Snyder RJ. Scientific and clinical support for the use of
dehydrated amniotic membrane in wound management [online]. Updates :
2012 [cited Dec 6 2014]. Available from URL:
http://www.medscape.com/viewarticle/773578_2

47
7. Mamede AC, Carvalho MJ, Abrantes AM, Laranjo M, Maia CJ, Motelho MF.
Amniotic membrane: from structure and functions to clinical application. Cell
Tissue Res. 2012 Aug; 349(2): 447-58.
8. Malak TM, Bell SC. Structural characteristics of term human fetal
membranes:a novel zone of extreme morphological alteration within the
rupturesite. Br J Obstet Gynaecol 1994;101:375-86.
9. Milingos S, Messinis I, Diakomanolis D, et al: Influence of meteorological
factors onpremature rupture of fetal membranes. Lancet 1:435, 1978
10. Lee T, Silver H. Etiology and epidemiology of preterm premature rupture of
the membranes. Clinics in Perinatology 28 (4):721-735, 2001.
11. Polansky GH, Varner MW, OGorman T: Premature rupture of the
membranes andbarometric pressure changes. J Reprod Med 30:189, 1985
12. Marks J, Church CK, Benrubi G: Effects of barometric pressure and lunar
phases onpremature rupture of the membranes. J Reprod Med 28:485, 1983
13. Draper D, McGregor J, Hall J, et al: Elevated protease activities in human
amnion and chorion correlate with preterm premature rupture of membranes.
Am J Obstet Gynecol173:1506, 1995
14. Vadillo-Ortega F, Hernandez A, Gonzalez-Avila G, et al: Increased matrix
metalloproteinaseactivity and reduced tissue inhibitor of metalloproteinases-1
levels in amnioticfluids from pregnancies complicated by premature rupture
of membranes. Am J ObstetGynecol 174:1371, 1996
15. McDonald HM, OLoughlin JA, Jolley PT, Vigneswaran R, Mc-Donald PJ.
Changes in vaginal flora during pregnancy and association withpreterm birth.
J Infect Dis 1994;170:724-8.
16. McGregor JA, French JI, Parker R, et al. Prevention of premature birthby
screening and treatment for common genital tract infections: results ofa
prospective controlled evaluation. Am J Obstet Gynecol 1995;173:157-67.
17. Qin X, Chua PK, Ohira RH, Bryant-Greenwood GD. An autocrine/paracrine
role of human decidual relaxin. II. Stromelysin-1 (MMP-3) andtissue
inhibitor of matrix metalloproteinase-1 (TIMP-1). Biol Reprod1997;56:812-
20.

48
18. Leppert PC, Takamoto N, Yu SY. Apoptosis in fetal membranes
maypredispose them to rupture. J Soc Gynecol Invest 1996;3:128a. abstrak.
19. Maradny EE, Kanayama N, Halim A, Maehara K, Terao T. Stretchingof fetal
membranes increases the concentration of interleukin-8 and collagenase
activity. Am J Obstet Gynecol 1996;174:843-9.
20. Park JC, Yoon SD. Association of Membrane Thickness, Histopathologic
Findings and Premature Rupture of the Membranes.Korean J Obstet Gynecol.
2003 Jul;46(7):1385-1390.

49

Das könnte Ihnen auch gefallen