Sie sind auf Seite 1von 15

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permen adalah sejenis gula-gula (confectionary) yaitu makanan
berkalori tinggi yang pada umumnya berbahan dasar gula, air, dan sirup
fruktosa (Pratiwi dkk., 2008). Permen berdasarkan bahan dasarnya dibagi
menjadi dua yaitu hard candy dan soft candy. hard candy adalah permen
dengan bahan hampir semuanya gula dengan tambahan sedikit flavoring
dan pewarna sedangkan soft candy adalah permen dengan bahan dasar
gula dengan bahan tambahan 5%. Berdasarkan pada tekstur, permen dibagi
menjadi dua yaitu kristalin karena mengalami proses kristalisasi dan amorf
(non kristalin) yaitu tidak mengalami proses kristalisasi.
Salah satu jenis permen yang paling sederhana adalah brittle
candy. Permen ini adalah termasuk jenis soft candy karena ada tambahan
bahan 5% berupa kacang-kacangan dan merupakan jenis amorf (non
kristalin) karena tidak mengalami proses kristalisasi, namun mengalami
proses karamelisasi.
Brittle adalah jenis convection yang terdiri dari pecahan permen
gula keras dengan tambahan kacang-kacangan didalamnya seperti pecan,
almond, atau kacang (Kate, 2012). Brittle memiliki banyak variasi nama di
seluruh dunia, seperti pasteli di Yunani (Dinah, 2011), croquant di
Prancis, gozinaki di Georgia, chikki di India dan kotkoti di Bangladesh
(Lisa, 2011). Di bagian Timur Tengah, brittle dibuat dengan pistachio
(Joel,2007) sementara banyak negara Asia menggunakan biji wijen dan
kacang. Peanut Brittle adalah resep brittle paling populer di Amerika
Serikat. Pertama muncul istilah ini yaitu pada tahun 1892, meskipun
permen itu sendiri telah ada untuk waktu lebih lama (Chu,2009).
Secara tradisional, campuran gula dan air dipanaskan ke tahap
hard crack sesuai dengan suhu sekitar 300F (149-154C), meskipun
beberapa resep juga menambah bahan seperti sirup jagung dan garam pada
langkah pertama. Kacang dicampurkan ketika gula telah terkaramelisasi.
Pada titik ini rempah-rempah, ragi agen, dan sering mentega kacang atau
mentega ditambahkan. Adonan permen yang panas dituangkan ke
permukaan datar untuk proses pendinginan, tradisional granit atau marmer
slab. Ketika brittle mendingin, itu dapat dipecah berkeping-keping (Paula,
2011).
Dalam pembuatan permen brittle, titik kritisnya terdapat pada
pemanasan sampai suhu sekitar 300F (149-154C) untuk mencapai tahap
hard crack yaitu tekstur yang diharapkan adalah retak ketika dipatahkan.
Bila kurang dari suhu tersebut, maka tekstur khas brittle tidak akan
didapatkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum pembuatan permen
brittle agar mengetahui cara pembuatannya dan memahami tingkat warna
dan kerapuhan brittle hasil pemanasan pada suhu tertentu.

1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan praktikum ini adalah :
1. Untuk mengetahui prinsip pembuatan brittle candy.
2. Untuk memahami tingkat warna dan kerapuhan brittle hasil pemanasan
pada suhu tertentu.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Permen


Permen yang pertama kali dibuat oleh bangsa Cina, Timur tengah,
Mesir, Yunani dan Romawi tidak menggunakan gula tetapi menggunakan
madu. Mereka menggunakan madu untuk melapisi buah atau bunga untuk
mengawetkannya atau membuat bentuk seperti permen (Toussaint dan
Maguelonne, 2009).
Permen adalah sejenis gula-gula (confectionary) yaitu makanan
berkalori tinggi yang pada umumnya berbahan dasar gula, air, dan sirup
fruktosa (Pratiwi dkk., 2008). Permen berdasarkan bahan dasarnya dibagi
menjadi dua yaitu hard candy dan soft candy. hard candy adalah permen
dengan bahan hampir semuanya gula dengan tambahan sedikit flavoring
dan pewarna sedangkan soft candy adalah permen dengan bahan dasar
gula dengan bahan tambahan 5%. Berdasarkan pada tekstur, permen dibagi
menjadi dua yaitu kristalin karena mengalami proses kristalisasi dan amorf
(non kristalin) yaitu tidak mengalami proses kristalisasi.
Ada berbagai jenis permen yang dikenal saat ini. Secara garis besar
permen dibagi menjadi dua kelompok yaitu permen keras dan permen
lunak. Menurut SNI 3547-1-2008, permen keras merupakan jenis makanan
selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau campuran gula dengan
pamanis lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan
tambahan pangan (BTP) yang diijinkan, bertekstur keras, tidak menjadi
lunak jika dikunyah. Sementara definisi permen lunak menurut SNI 3547-
2-2008 adalah makanan selingan berbentuk padat, dibuat dari gula atau
campuran gula dengan pemanis lain, dengan atau tanpa penambahan bahan
pangan lain dan bahan tambahan pangan (BTP) yang diijinkan.

Tabel 1. Permen berdasarkan teksturnya

Sifat tekstur Contoh


Gula Kristal (crystalline
sugar)
a. Kristal besar Rock candy
b. Kristal kecil Fondan, fudge
Gula non-Kristal (non-
crystalline sugar)
a. Hard candies Sour balls, butterscotch
b. Britles Peanut brittle
c. Chewy candies Caramel, taffy
d. Gummy candies Marshmallow, jellies, gumdrops

(Honig, 1963).

Tabel 2. Tahap-tahap perubahan bentuk gula (sukrosa) selama


pemasakan.

Tahap Suhu (C) Produk


campuran gula dan air
Thread 110 113 Syrup
Soft ball 113 116 Fondant,Fudge,Penuch
e
Firm ball 119 121 Caramels
Hard ball 121 129 Divinity,Marshmallows
Soft crack 132 143 Butterscotch, Taffy
Hard crack 149 154 Brittles, Glace
(Honig, 1963).

2.2 Permen Brittle


Permen Brittle adalah termasuk jenis soft candy karena ada
tambahan bahan 5% berupa kacang-kacangan dan merupakan jenis amorf
(non kristalin) karena tidak mengalami proses kristalisasi, namun
mengalami proses karamelisasi.
Brittle adalah jenis convection yang terdiri dari pecahan permen
gula keras dengan tambahan kacang-kacangan didalamnya seperti pecan,
almond, atau kacang (Kate, 2012). Brittle memiliki banyak variasi nama di
seluruh dunia, seperti pasteli di Yunani (Dinah, 2011), croquant di
Prancis, gozinaki di Georgia, chikki di India dan kotkoti di Bangladesh
(Lisa, 2011). Di bagian Timur Tengah, brittle dibuat dengan pistachio
(Joel,2007) sementara banyak negara Asia menggunakan biji wijen dan
kacang. Peanut Brittle adalah resep brittle paling populer di Amerika
Serikat. Pertama muncul istilah ini yaitu pada tahun 1892, meskipun
permen itu sendiri telah ada untuk waktu lebih lama (Chu,2009).
Secara tradisional, campuran gula dan air dipanaskan ke tahap
hard crack sesuai dengan suhu sekitar 300 F (149-154C), meskipun
beberapa resep juga menambah bahan seperti sirup jagung dan garam pada
langkah pertama. Kacang dicampurkan ketika gula telah terkaramelisasi.
Pada titik ini rempah-rempah, ragi agen, dan sering mentega kacang atau
mentega ditambahkan. Adonan permen yang panas dituangkan ke
permukaan datar untuk proses pendinginan, tradisional granit atau marmer
slab. Ketika brittle mendingin, itu dapat dipecah berkeping-keping (Paula,
2011).

2.3 Karamelisasi
Karamelisasi merupakan proses pencoklatan bahan pangan yang
mengandung gula. Apabila pemanasan terhadap gula menggunakan suhu
yang sangat tinggi, maka gula akan berubah menjadi cairan bening. Dan
apabila waktu pemanasan cukup lama, maka gulapun akan berubah warna
menjadi kuning, kemudian kecokelatan, selanjutnya dengan cepat berubah
warna menjadi sangat cokelat. Proses inilah yang dinamai karamelisasi.
(Coultate, 2002). Rasa dari caramel seperti antara mentega dan susu
(diasetil), buah-buahan, manis dan sejenis rum. Produk karamel
merupakan anti oksidan yang efektif dan dapat membantu melindungi rasa
makanan dari kerusakan selama penyimpanan (McGee, 2004).
Pada proses karamelisasi, gula yang dipanaskan akan menjadi
berwarna kecoklatan. Hal ini diakibatkan ketika gula dipanaskan, molekul-
molekulnya akan membentuk molekul-molekul baru yang lebih besar lagi.
Dalam bahasa kimianya adalah molekul polimer. Molekul polimer
tersebutlah yang membuat gula yang dipanaskan menjadi berwarna
kecoklatan (McGee, 2004). Karamelisasi dimulai ketika molekul sukrosa
dipecah menjadi satu komponen glukosa dan sebuah fruktosa.
Karamelisasi terjadi apabila disertai dengan proses pemanasan dengan air.
Suhu yang tinggi mampu mengeluarkan molekul air dari setiap molekul
gula sehingga terjadilah glukosan (glukosa yang kehilangan satu molekul
air) dan fruktosan (fruktosa yang kehilangan satu molekul air) (McGee,
2004).

2.4 Fungsi Bahan-Bahan dalam Pembuatan Permen Brittle


2.4.1 High Fructose Syrup
Fruktosa mempunyai kemanisan yang lebih tinggi dibanding
sukrosa yaitu 1,12 kali. Dalam pembentukan gel, fruktosa bersama sukrosa
berfungsi membentuk tekstur yang liat, dan menurunkan kekerasan
permen jelly yang terbetuk.
High Fructosa Syrup dalam pengolahan permen berfungsi sebagai
penguat cita rasa, media pemindah cita rasa, bernilai gizi tinggi, mencegah
pembentukan kristal gula dan mampu menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dengan tekanan osmosa yang tinggi serta aktivitas air
(aw) yang redah. Penambahan gula dalam kadar tinggi kan menyerap dan
mengikat air sehingga mikroba tidak bebas menggunakan air untuk
tumbuh pada produk yang ditumbuhi (Koswara, 2009).
2.4.2 Gula (Sukrosa)
Penambahan sukrosa dalam pembuatan produk makanan berfungsi
untuk memberikan rasa manis, dan dapat pula sebagai pengawet, yaitu
dalam konsentrasi tinggi menghambat pertumbuhan mikroorganisme
dengan cara menurunkan aktivitas air dari bahan pangan.
Sukrosa merupakan disakarida yang banyak terdapat di pasaran.
Sukrosa banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan dan kopyor. Kelarutan
sukrosa dalam air sangat tinggi dan jika dipanaskan kelarutannya makin
bertambah tinggi. Jika dipanaskan sukrosa akan membentuk cairan jernih
yang segera akan berubah warna menjadi coklat membentuk karamel
(Koswara, 2009).
Sifat-sifat sukrosa :
Kenampakan dan kelarutan, semua gula berwarna putih, membentuk
kristal yang larut dalam air.
Rasa manis, semua gula berasa manis, tetapi rasa manisnya tidak sama.
Hidrolisis, disakarida mengalami proses hidrolisis menghasilkan
moosakarida. Hidrolisis sukrosa juga dikenal sebagai inversi sukrosa
dan hasilnya berupa campuran glukosa dan fruktosa disebut gula
invert. Inversi dapat dilakukan baik dengan memanaskan sukrosa
bersama asam atau dengan menambahkan enzim invertase.
Pengaruh panas, jika dipanaskan gula akan mengalami karamelisasi.
Sifat mereduksi, semua monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa
berperan sebagai agensia pereduksi dan karenya dikenal sebagai gula
reduksi (Gaman dan Sherrington, 1994).
2.4.3 Mentega
Mentega tergolong lemak yang siap dikonsumsi tanpa dimasak
(edible fat consumed uncooked). Mentega memiliki fungsi diantaranya
yaitu sebagai sumber energi, meningkatkan daya terima makanan,
membentuk struktur, serta memberikan cita rasa enak
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3744-1995), mentega adalah
produk makanan berbentuk padat lunak yang dibuat dari lemak atau krim
susu atau campurannya, dengan atau tanpa penambahan garam (NaCl) atau
bahan lain yang diizinkan, serta minimal mengandung 80 % lemak susu.
Lemak mentega berasal dari lemak susu hewan, dikenal sebagai butter fat.
Mentega mengandung sejumlah asam butirat, asam laurat, dan asam
linoleat. Asam butirat dapat digunakan oleh usus besar sebagai sumber
energi, juga dapat berperan sebagai senyawa antikarsinogenik (antikanker).
Asam laurat merupakan asam lemak berantai sedang yang
memiliki potensi sebagai antimikroba dan antifungi. Asam linoleat pada
mentega dapat memberikan perlindungan terhadap serangan kanker
Jika mentega ditambahkan ke dalam sirup yang didihkan pada suhu
tinggi akan menghasilkan flavor yang menarik dan karakteristik (khas).
Sampai saat ini tidak ada jenis lemak nabati yang dapat menghasilkan
flavor yang sama dengan mentega jika ditambahkan dalam larutan gula
mendidih. Meskipun demikian, jenis-jenis lemak tertentu dikembangkan
untuk memperoleh flavor yang mirip flavor yang dihasilkan mentega
(Koswara, 2009).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1 Neraca analitik
2 Plastik
3 Panci
4 Kompor
5 Solet
6 Termometer
7 Cetakan/ loyang
8 Pisau
9 Pengaduk
10 Sendok
11 Gelas ukur
3.1.2. Bahan
1 Gula kristal putih
2 Sirup gula/glukosa
3 Air
4 Mentega
5 Kacang tanah sangrai
6 Cairan anti lengket

3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan


400 g gula kristal putih, sirup gula 100 g,
air 200 ml

Pencampuran

Pemanasan P1 (150 oC) dan P2 (120 oC)

Mentega 50 g,
kacang tanah sangrai
Pencampuran 100 g

Pengadukan

Tuang adonan ke loyang yang


diolesi mentega

Untuk membuat brittle candy, pertama yang dilakukan menyiapkan


alat dan bahan yang akan digunakan. Setelah itu, ditimbang 400 gram gula
kristal putih sebanyak 4 kali, 100 gram sirup gula/glukosa sebanyak 4 kali
dan 200 ml air ke dalam panci yang berbeda sebanyak 4 kali. Penambahan
gula kristal berfungsi untuk memberi rasa manis pada adonan dan
menjadikan terjadinya proses karamelisasi, sirup gula/glukosa berfungsi
untuk mencegah pembentukan kristal dan penambahan air berfungsi untuk
melarutkan larutan. Kemudian, dilakukan pemanasan dan pengadukan
hingga mencapai suhu sekitar 150 oC untuk perlakuan 1 dan perlakuan 2
pada suhu 120 oC. Pada masing masing perlakuan dilakukan sebanyak 2
kali pengulangan dan suhu dicek secara berkala menggunakan termometer.
Pendinginan
Penggunaan suhu yang berbeda berfungsi untuk mengetahui tingkat
kerapuhan dari brittle , brittle yang benar adalah tingkat kerapuhannya
Bandingkan kerapuhan brittle
hard crack yaitu rapuh ketika dipatahkan. Pengadukan berfungsi untuk
membuat larutan homogen dan merata pemanasannya sehingga tidak
terjadi karamelisasi yang berlebihan atau gosong. Ketika suhu hampir
mencapai 150 oC (perlakuan 1) dan 120 oC (perlakuan 2), dimasukkan 50
gram mentega berfungsi sebagai bahan penggangu secara mekanis untuk
mencegah terjadinya kristalisasi dan menambah flavor. Kemudian juga,
dimasukkan 100 gram kacang tanah sangrai, fungsinya sebagai bahan isian
permen brittle sambil dilakukan pengadukan. Setelah mencapai suhu yang
diinginkan, adonan diangkat dan di tuang ke loyang yang telah diolesi
mentega. Pemberian mentega pada loyang bertujuan agar adonan tidak
lengket pada loyang. Setelah itu, dilakukan penuangan dan pencetakan
pada loyang sambil diratakan. Setelah dingin, dibandingkan tingkat
kerapuhan brittle pada saat dipatahkan antara hasil pemanasan dengan
suhu 120 0C dan 150 0C.

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan dan Perhitungan


Warna Tekstur
Panelis
147 759 147 759
Fiola Hamanda P. 3 4 3 5
M. Bazar Ahmadi 3 4 2 4
Shofi Mar'atul Husna 2 5 2 5
Anggi Kusuma P. 3 5 2 4
Mila Anindya 3 5 2 5
Yuke Cucu P. 3 5 2 5
Faiqotul Aulia 3 4 1 4
Sadewa A.D. 2 4 1 5
Erna Setyowati 2 4 1 5
Dessy Eka K. 3 4 1 4
Fauzan R.H. 3 5 2 4
Nena Ayu Sutono 3 5 2 4
Rata-rata 2,75 4,5 1,75 4,5

4.2 Pembahasan
4.2.1 Warna

Hasil pengujian dari parameter warna dapat dilihat pada grafik


berikut:

Parameter Warna
5 4.5
4
3 2.75
Rata-rata Nilai Warna
2
1
0
Perlakuan

Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa warna yang disukai


panelis karena memiliki kemiripan dengan permen brittle adalah permen
pada perlakuan 2 (pemanasan suhu 150C) yaitu rata-rata sebesar 4,5
dibandingkan pada perlakuan 1 (pemanasan suhu 120 C) yaitu 2, 75. Hal
ini terjadi karena pada perlakuakn 2 telah mengalami proses karamelisasi
karena dipanaskan pada suhu tinggi (150C) yang menyebabkan warna
menjadi lebih coklat kekuningan khas brittle dibandingkan dengan
perlakuan 1 yang hanya dipanaskan sampai suhu (120 C) warnanya lebih
kuning pucat. Menurut Coultate (2002), Karamelisasi merupakan proses
pencoklatan bahan pangan yang mengandung gula. Apabila pemanasan
terhadap gula menggunakan suhu yang sangat tinggi, maka gula akan
berubah menjadi cairan bening. Dan apabila waktu pemanasan cukup
lama, maka gulapun akan berubah warna menjadi kuning, kemudian
kecokelatan, selanjutnya dengan cepat berubah warna menjadi sangat
cokelat. Proses inilah yang dinamai karamelisasi.
Menurut Paula (2012), Secara tradisional, campuran gula dan air
dipanaskan ke tahap hard crack sesuai dengan suhu sekitar 300F (149-
154C), meskipun beberapa resep juga menambah bahan seperti sirup
jagung dan garam pada langkah pertama. Kacang dicampurkan ketika gula
telah terkaramelisasi. Dari literatur tersebut, dapat diketahui bahwa
karamelisasi pada brittle terjadi jika gula, glukosa, dan gula invert
dicampur jadi sirup dan dididihkan pada sekitar suhu 149 154C. Dalam
pembuatan brittle, suhu pemasakan atau pendidihan yang tinggi
menyebabkan terjadinya sebagian karamelisasi gula, menghasilkan warna
coklat khas dan flavor mirip karamel.
Pencoklatan warna tidak dipengaruhi oleh kandungan mentega
karena mentega hanya menambah flavor dan mencegah terjadinya
kristalisasi dan kacang-kacangan yang ditambahkan meskipun memiliki
kandungan protein yang tinggi, tidak meyebabkan reaksi maillard karena
ditambahkan ketika adonan permen telah mencapai suhu akhir yang
ditentukan dan pemanasan segera dihentikan sehingga belum sempat
terjadi reaksi. Menurut literatur, jika mentega ditambahkan ke dalam sirup
yang didihkan pada suhu tinggi akan menghasilkan flavor yang menarik
dan karakteristik (khas). Sampai saat ini tidak ada jenis lemak nabati yang
dapat menghasilkan flavor yang sama dengan mentega jika ditambahkan
dalam larutan gula mendidih. Meskipun demikian, jenis-jenis lemak
tertentu dikembangkan untuk memperoleh flavor yang mirip flavor yang
dihasilkan mentega (Koswara, 2009).
4.2.2 Tekstur

Hasil pengujian dari parameter tekstur dapat dilihat pada grafik


berikut:

Parameter tekstur
5 4.5
4

3
Rata-rata Nilai Tekstur 1.75
2

0
Perlakuan

Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa tekstur yang disukai


panelis karena memiliki kemiripan dengan permen brittle adalah permen
pada perlakuan 2 (pemanasan suhu 150C) yaitu rata-rata sebesar 4,5
dibandingkan pada perlakuan 1 (pemanasan suhu 120 C) yaitu hanya 1,
75. Perbedaan yang sangat jauh ini dikarenakan perbedaan tekstur dari
kedua perlakuan sangatlah berbeda. Hal ini terjadi karena permen brittle
pada perlakuakn 2 dipanaskan pada suhu tinggi (150C) yang sesuai
dengan standart pembuatan permen brittle yaitu sampai pada tahap hard
crack, dimana bila larutan gula dipanaskan pada suhu ini dimasukkan air
maka akan patah (Honig, 1963). Menurut Paula (2012), Secara tradisional,
campuran gula dan air dipanaskan ke tahap hard crack sesuai dengan suhu
sekitar 300F (149-154C) akan membuat permen brittle ketika dingin
dapat dengan mudah patah menjadi kepingan-kepingan.
Bila dibandingkan dengan perlakuan 1 yang hanya dipanaskan
sampai suhu (120 C), maka permen ini hanya sampai pada tahap firm
ball (117-120 C) yaitu dimana ketika dipanaskan pada suhu ini, sirup gula
berbentuk bola bila dimasukkan ke dalam air dan memiliki bentuk bila
dilepas, bola dengan tekstur sangat lembut dapat digulung diantara jari-jari
(Honig, 1963) sehingga dapat dikatakan sudah lumayan kaku seperti
bentuk karamel atau dodol basah. Namun, tahap ini tidak dikehendaki
untuk permen brittle karena diharapkan teksturnya keras dan mudah rapuh
ketika dipatahkan sedangkan pada tahap ini tingkat kerapuhannya tidak
ada. Menurut Honig (1963), pemanasan tahap firm ball (117-120 C)
cocok untuk pembuatan chewy candies.

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum ini dapat disimpulkan bahwa :
1 Prinsip pembuatan brittle candy adalah pemanasan harus mencapai
tahap hard crack (149-154C) untuk mendapatkan tekstur yang rapuh
ketika dipatahkan dan terjadi karamelisasi untuk mendapatkan warna
coklat kekuningan khas permen brittle.
2 Warna yang disukai panelis karena memiliki kemiripan dengan
permen brittle adalah permen pada perlakuan 2 (pemanasan suhu
150C) yaitu rata-rata sebesar 4,5 dibandingkan perlakuan 1
(pemanasan suhu 120 C) yaitu 2, 75.
3 Warna perlakuan 2 lebih disukai karena pada perlakuakn 2 telah
mengalami proses karamelisasi yang menyebabkan warna menjadi
lebih coklat kekuningan khas brittle sedangkan perlakuan 1 hanya
dipanaskan sampai suhu (120 C), warnanya lebih kuning pucat.
4 Tekstur yang disukai panelis karena memiliki kemiripan dengan
permen brittle adalah permen pada perlakuan 2 (pemanasan suhu
150C) yaitu rata-rata sebesar 4,5 dibandingkan perlakuan 1
(pemanasan suhu 120 C) yaitu 1,75.
5 Tekstur perlakuan 2 lebih disukai karena permen brittle pada
perlakuakn 2 dipanaskan pada suhu tinggi (150C) sampai pada tahap
hard crack, tekstur rapuh ketika dipatahkan sedangkan pada perlakuan
1 hanya dipanaskan suhu 120 C sampai tahap firm ball, tingkat
kerapuhan tidak ada (lunak).

5.2 Saran
Sebaiknya bahan kacang sangrai yang akan digunakan
dipersiapkan jumlah komposisinya agat tidak kurang sehingga harus
melakukan penyangraian lagi seperti pada praktikum.

Das könnte Ihnen auch gefallen