Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
OLEH:
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas cahaya ilmu dan
kemudahan yang dikaruniakan-Nya sehingga makalah yang berjudul Congestive
Heart Failure (CHF) ec Aorta Regurgitation, Mitral Regurgitation ini dapat
diselesaikan. Makalah ini disusun sebagai rangkaian tugas kepanitraan klinik di
departemen Kardiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Terimakasih kami sampaikan kepada dr. Isfanuddin, N. Kaoy, Sp.JP(K)
selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian makalah
ini. Dengan demikian diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif
dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna,
baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan makalah ini di kemudian hari.
Penulis
4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB1 PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang............................................................................. 1
1.2. Tujuan.......................................................................................... 1
1.3. Manfaat........................................................................................ 2
BAB 6 KESIMPULAN................................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 55
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2. Manfaat
Makalah laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan
dan pemahaman penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih
memahami tentang Congestive Heart Failure (CHF) ini, dan mampu
melaksanakan diagnosis serta pengobatan terhadap penyakit ini sesuai dengan
Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif
dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat.1
Gagal jantung merupakan suatu kondisi dimana jantung gagal memompa
darah sesuai dengan kebutuhan metabolisme tubuh (forward failure), atau hanya
mampu menyesuaikan kebutuhan metabolisme tubuh jika tekanan pengisian
jantung ditingkatkan (backward failure), atau keduanya.2
2.1.2. Epidemiologi
2.1.4. Etiologi
Perubahan struktur atau fungsi dari ventrikel kiri dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya gagal jantung pada seorang pasien, meskipun etiologi
gagal jantung pada pasien tanpa penurunan Ejection Fraction (EF) berbeda dari
gagal jantung dengan penurunan EF. Terdapat pertimbangan terhadap etiologi dari
kedua keadaan tersebut tumpang tindih. Di Negara-negara industri, Penyakit
Jantung Koroner (PJK) menjadi penyebab predominan pada 60-75% pada kasus
gagal jantung pada pria dan wanita. Hipertensi memberi kontribusi pada
perkembangan penyakit gagal jantung pada 75% pasien, termasuk pasien dengan
PJK. Interaksi antara PJK dan hipertensi memperbesar risiko pada gagal jantung,
seperti pada diabetes melitus.5
5
Emboli paru dapat menyebabkan gagal jantung, karena pasien yang tidak
aktif secara fisik dengan curah jantung rendah mempunyai risiko tinggi
membentuk trombus pada tungkai bawah atau panggul.6
Infeksi apapun dapat memicu gagal jantung, demam, takikardi dan
hipoksemia yang terjadi serta kebutuhan metabolik yang meningkat akan memberi
tambahan beban pada miokard yang sudah kelebihan beban meskipun masih
terkompensasi pada pasien dengan penyakit jantung kronik.6
2.1.5. Patofisiologi1
6
Gagal jantung dapat diakibatkan oleh berbagai gangguan yang terjadi pada
sistem kardiovaskular. Secara garis besar gangguan tersebut dapat dikelompokkan
menjadi (1) gangguan pada kontraktilitas ventrikel, (2) peningkatan afterload, (3)
gangguan relaksasi dan pengisian ventrikel. Gagal jantung yang disebabkan oleh
abnormalitas dari pengosongan ventrikel (akibat gangguan kontraktilitas atau
afterload yang sangat meningkat) disebut dengan gagal jantung sistolik, dan gagal
jantung yang disebabkan oleh abnormalitas dari relaksasi diastolik atau pengisian
ventrikel disebut dengan gagal jantung diastolik. Bagaimanapun, kedua jenis
gagal jantung tersebut saling tumpang tindih dari segi etiologi dan banyak pasien
mengalami kedua jenis gagal jantung tersebut secara bersamaan. Oleh karena itu,
saat ini gagal jantung lebih sering dikategorikan berdasarkan fraksi ejeksi
ventrikel (ejection fraction/EF) yaitu (1) heart failure with reduced ejection
fraction, yang umumnya terjadi pada gagal jantung sistolik dan (2) heart failure
with preserved ejection fraction, yang umumnya terjadi pada gagal jantung
diastolik.
gangguan kontraktilitas ventrikel yang telah ada sebelumnya, fraksi ejeksi tetap
menurun dan volume akhir sistolik tetap meningkat.
Volume akhir sistolik yang secara persisten meningkat, dapat
menyebabkan aliran darah berbalik ke atrium saat diastol dan berlanjut hingga ke
vena pulmonalis dan kapiler paru. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru
yang cukup tinggi (>20mmHg) dapat menyebabkan transudasi cairan ke
interstisial paru dan mencetuskan gejala kongesti paru.
2.1.7. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani,
elektrokardiografi atau foto toraks, ekokardiografi Doppler, dan kateterisasi.
Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif.6
2.1.7.1. Kriteria Framingham
Kriteria Mayor
Paroksismal nocturnal dyspnea
Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
10
Kriteria minor
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dyspnea deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardia (>120 kali per menit)
Diagnosis gagal jantung dapat ditegakkan jika terdapat minimal 1 kriteria mayor
dan 2 kriteria minor.6
2.1.7.2. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien
diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung.
Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal
jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi
sistolik sangat kecil (< 10%).2
Tabel 2.3. Abnormalitas EKG yang umum dijumpai pada gagal jantung6
Abnormalitas Penyebab Implikasi Klinis
Sinus takikardia Gagal jantung Penilaian klinis
dekompensasi, anemia, Pemeriksaan
demam, hipertroidisme laboratorium
Sinus Obat penyekat , anti Evaluasi terapi obat
bradikardia aritmia, hipotiroidisme, Pemeriksaan
sindroma sinus sakit laboratorium
Atrial Hipertiroidisme, infeksi, Perlambat konduksi AV,
takikardia/futer/ gagal jantung konversi medik,
11
2.1.7.5. Ekokardiografi
Istilah ekokardiografi digunakan untuk semua teknik pencitraan
ultrasound jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour
Doppler dan tissue Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung
dan/atau disfungsi jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan
dan dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran
fungsi ventrikel untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien
dengan fungsi sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 -
50%).2
Ekokardiografi transesofagus
Direkomendasikan pada pasien dengan ekokardiografi transtorakal tidak
adekuat (obesitas, pasien dengan ventlator), pasien dengan kelainan katup, pasien
endokardits, penyakit jantung bawaan atau untuk mengeksklusi trombus di left
atrial appendage pada pasien fibrilasi atrial.2
18
Ekokardiografi beban
Ekokardiografi beban (dobutamin atau latihan) digunakan untuk
mendeteksi disfungsi ventrikel yang disebabkan oleh iskemia dan menilai
viabilitas miokard pada keadaan hipokinesis atau akinesis berat.2
2.1.8. Penatalaksanaan
2.1.8.1. Penatalaksanaan Non-Farmakologi2
Pada tatalaksana non farmakologi nanajemen perawatan mandiri
mempunyai peran dalam keberhasilan pengobatan gagal jantung dan dapat
memberi dampak bermakna perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas fungsional,
kualitas hidup, morbiditas dan prognosis. Manajemen perawatan mandiri dapat
didefenisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas
fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi
gejala awal perburukan gagal jantung.
1. Ketaatan pasien berobat
20
pemberian ACEI. ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, serta
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan
meningkatkan angka kelangsungan hidup. ACEI kadang-kadang menyebabkan
perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simptomatik, batuk, dan
angioedema (jarang). Oleh sebab itu, ACEI hanya diberikan pada pasien dengan
fungsi ginjal yang adekuat dan kadar kalium yang normal.
2. Penyekat ( bloker)
Indikasi pemberian Penyekat :
a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40%
b. Gejala ringan sampai berat (NYHA fc II-IV)
c. ACEI/ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
d. Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada
kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
3. Antagonis Aldosteron
Indikasi pemberian antagonis aldosteron:
a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri 35 %
b. Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
c. Dosis optimal penyekat dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB)
6. Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan
untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti
penyekat beta) lebih diutamakan.
7. Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis
atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B). Tujuan dari
pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat)
dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien,
untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.
Tabel 2.11. Dosis diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal
jantung
Diuretik Dosis awal (mg) Dosisharian (mg)
Diuretik Loop
Furosemide 20-40 40-240
Bumetanide 0,5-1,0 1-5
28
b. CRT
Pada pasien dengan irama sinus NYHA III dan IV dan EF yang rendah,
walaupun mendapat terapi gagal jantung yang optimal:
i. Morfologi LBBB : direkomendasikan pada pasien irama sinus dengan durasi
QRS 120 ms, morfologi LBBB dan EF < 35 %, yang diharapkan untuk
dapat hidup dalam status fungsional yang baik selama > 1 tahun lagi, untuk
menurunkan angka rehospitalisasi dan risiko kematian mendadak,
ii. Morfologi non LBBB : harus dipertimbangkan pada pasien irama sinus
dengan QRS 120 ms, morfologi QRS irespektif dan EF < 35%, yang
29
diharapkan untuk dapat hidup dalam status fungsional yang baik selama > 1
tahun lagi, untuk menurunkan risiko kematian mendadak
Pada pasien dengan irama sinus NYHA II dan EF yang rendah, walaupun
mendapat terapi gagal jantung yang optimal:
i. Morfologi LBBB : direkomendasikan (terutama yang CRT-D) pada pasien
irama sinus dengan durasi QRS 130 ms, morfologi LBBB dan EF < 30 %,
yang diharapkan untuk dapat hidup dalam status fungsional yang baik selama
> 1 tahun lagi, untuk menurunkan angka rehospitalisasi dan risiko kematian
mendadak.
ii. Morfologi non LBBB : direkomendasikan (terutama yang CRT-D) pada pasien
irama sinus dengan durasi QRS 150 ms, morfologi QRS irespektif dan EF <
30 %, yang diharapkan untuk dapat hidup dalam status fungsional yang baik
selama > 1 tahun lagi, untuk menurunkan angka rehospitalisasi dan risiko
kematian mendadak
2.2.2. Patofisiologi
Pada regurgitasi mitral, sebagian volume sekuncup mengalir balik ke
atrium kiri yang memiliki tekanan lebih rendah saat sistolik. Akibatnya, curah
jantung (yang dipompakan ke aorta) lebih sedikit dibandingkan volume total
ventrikel kiri yang dipompakan (sebagian mengalir ke atrium, sebagian ke aorta).
Sehingga konsekuensi dari regurgitasi mitral meliputi (1) peningkatan volume dan
tekanan atrium kiri, (2) penurunan curah jantung, dan (3) peningkatan stress
pada vemtrikel kiri seiring peningkatan volume yang mengalir ke ventrikel kiri
saat diastolik. Untuk memenuhi kebutuhan tubuh, ventrikel kiri harus
meningkatkan tekanan pengisian sehingga lebih banyak darah yang dapat
dipompakan.1
2.3.2. Patofisiologi
Pada regurgitasi aorta, terjadi aliran balik darah dari aorta ke ventrikel kiri
saat diastolik. Akibatnya setiap kali berkontraksi, ventrikel harus memompakan
32
darah regurgitasi ditambah dengan volume normal darah yang berasal dari atrium
kiri.1
sistolik. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung dan peningkatan tekanan
atrium juga sirkulasi pulmonar. Pada saat tersebut, pasien menunjukkan gejala
gagal jantung.1
BAB 3
Status presens :
KU : Baik Kesadaran : Compos mentis TD: 110/40 mmHg HR: 92 x/m
RR: 24 x/m Suhu: 37,1oC sianosis: (-)
Ortopnu : (+) dispnu : (+) ikterus: (-) edema: (-) pucat: (-)
35
Pemeriksaan fisik:
Kepala : conjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikteris: (-/-), pupil:
isokor, sianosis (-/-), oedem palpebra (-/-)
Leher : JVP: R+2 cmH2O, pembesaran KGB: (-), Tiroid: (-/-)
Dinding toraks: Inspeksi: Simetris Batas Jantung
Palpasi : Stem fremitus ka= ki Atas : ICS II sinistra
kesan mengeras pada Bawah : Diafragma
lapangan bawah kedua Kanan : ICS V LPSD
paru Kiri : ICS V 1 cm lateral
Perkusi : Sonor memendek pada LMCS
lapangan bawah kedua
paru
Asukultasi :
Jantung : S1 (+) S2 (+) S3 (-) S4 (-) Reguler/ Ireguler
Murmur (+) Tipe: PSM grade 3/6
EDM grade 3/4
Punctum maximum: apex radiasi: -
Paru : Suara pernafasan: vesikuler/ bronkial
Suara tambahan: ronki basah basal (+/+) wheezing (-/-)
Abdomen : Palpasi Hepar/Lien : tidak teraba
Asites (-)
Ekstremitas : superior: sianosis (-/-) clubbing (-/-)
Inferior edema (-) pulsasi arteri (+/+)
Akral : hangat
36
Hasil laboratorium :
Hematologi :
Hemoglobin : 13,2 g/dl
RBC : 4,82 juta/uL
WBC : 21.200 / uL
Hematokrit : 39 %
PLT : 236.000 /uL
39
Hitung Jenis:
o Neutrofil: 85,4%
o Limfosit: 7,9%
o Monosit: 6,6%
o Eosinofil: 0
o Basofil: 0,1%
Metabolisme karbohidrat :
KGD sewaktu : 116 mg/dL
Faal hemotasis :
INR : 1,71
Kimia klinik :
Troponin I : 0 mg/mL
CK-MB : 17 u/L
Jantung:
AGDA :
PH : 7,490
pCO2 : 16 mmHg
pO2 : 206 mmHg
HCO3 : 12,2 mmol/L
Total CO2 : 12,7 mmol/L
BE : -8,5 mmol/L
Saturasi O2 : 100%
Elektrolit :
Natrium : 138 mEq/L
Kalium : 4 mEq/L
Clorin : 106 mEq/L
Ginjal :
40
Ureum : 42 mg/dL
Kreatinin : 1,08 mg/dL
Differensial diagnosa :
1. CHF ec CAD
2. Edema Paru non Kardiogenik
3. PPOK
Pengobatan :
Bed rest
O2 2-4 L/i via nasal canule
IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i mikro
Inj. Furosemide 1 amp/ 8 jam
Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam
Valsartan 1 x 40 mg
N-asetilsistein 3 x 200 mg
ASTO, CRP
Procalcitonin
Prognosis :
Dubia ad bonam
BAB 4
FOLLOW UP PASIEN
TANGGAL S O A P
12 14 Sesak napas Sensorium: CM CHF Fc Bed rest
November (+) TD: 110/40 mmHg III ec O2 2-4 L/i
2016 HR: 104x/i AR, MR via nasal
42
Hasil Lab
(14/11/2016)
43
Kolesterol Total:
165 mg/dL
Trigliserida: 121
mg/dL
Kolesterol HDL:19
mg/dL
Kolesterol LDL:
122 mg/dL
Procalcitonin: 0,74
ng/mL
Hasil Lab
(17/11/2016)
Hb: 13,5 g/dL
Eritrosit: 4,91
juta/L
Leukosit:
12.830/L
Ht: 41%
Trombosit:
199.000/L
Hitung Jenis
N/L/M/E/B:
77/14/6,5/2,3/0,2
INR: 1,15
AGDA:
pH: 7,49
pCO2: 29 mmHg
pO2: 197 mmHg
HCO3: 22,1
mmol/L
Total CO2: 23
mmol/L
BE: -0,3 mmol/L
Saturasi O2: 100%
Ginjal:
BUN: 16 mg/dL
Ureum: 34 mg/dL
Kreatinin: 0,77
mg/dL
Hitung Jenis
N/L/M/E/B:
77/11,9/7,5/1,1/0,2
INR: 1,05
KGD sewaktu: 71
mg/dL
Ginjal:
BUN: 14 mg/dL
Ureum: 30 mg/dL
Kreatinin: 0,83
mg/dL
Elektrolit
Na/K/Cl: 135/
3,9/98
BAB 5
DISKUSI KASUS
TEORI KASUS
Etiologi
Gangguan kontraktilitas merupakan Pada pasien terdapat gangguan katup
salah satu penyebab gagal jantung. berupa regurgitasi aorta dan regurgitasi
47
Tatalaksana
Pada kasus diberikan:
Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien Bed rest
gagal jantung dengan tanda klinis atau
O2 2-4 L/i via nasal canule
gejala kongesti
IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i mikro
Angiotensin Receptor Blocker
- ARB diberikan sebagai pilihan Inj. Furosemide 1 amp/ 8 jam
alternatif pada pasien dengan Inj. Ceftriaxone 1 g/12 jam
gejala ringan sampai berat Inj. Gentamicin 80 mg/12 jam
Valsartan 1 x 40mg
(kelas fungsional II - IV
49
BAB 6
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA