Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
05MEI
1. Pengertian
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena kelemahan otot atau fascia
yang dalam keadaan normal menyokongnya. Atau turunnya uterus melalui dasar panggul atau hiatus
genitalis (Wiknjosastro, 2008).
Pripsip terjadinya prolaps uteri adalah terjadinya Defek pada dasar pelvik yang disebabkan oleh proses
melahirkan akibat regangan dan robekan fasia endopelvik, muskulus levator serta perineal body.
Neuropati perineal dan parsial pudenda juga terlibat dalam proses persalinan. Sehingga, wanita multipara
sangat rentan terhadap faktor resiko terjadi nya prolaps uteri (Lazarou, 2010).
1. Klasifikasi prolapus uteri
Mengenai istilah dan klasifikasi prolapus uteri terdapat perbedaan pendapat antara ahli ginekologi.
Friedman dan Little (1961) mengemukakan beberapa macam klasifikasi yang dikenal yaitu:
1) Prolapsus uteri tingkat I, dimana servik uteri turun sampai introitus vaginae; proplasus uteri tingkat II,
dimana serviks menonjol keluar dari introitus vaginae; prolapsus uteri tingkat III, seluruh uterus keluar
dari vagina, prolapsus ini juga dinamakan prosidensia uteri.
2) Prolapsus uteri tingakat I, serviks masih berada didalam vagina; prolapsus uteri tingkat III, serviks
keluar dari introitus, sedang pada prosidensia uteri, uterus seluruhnya keluar dari vagina.
3) Prolapsus uteri tingkat I, serviks mencapai introitus vaginae; prolapsus uteri tingkat II, uterus keluar
dari introitus kurang dari bagian ; prlapsus uteri tingkat III, uterus keluar dari introitus lebih besar dari
bagian.
4) Prolapsus uteri tingkat I, serviks mendekati prosessus spinosus; prolapsus uteri tingkat II, serviks
terdapat antara prosessus spinosus dan introitus vaginae; prolapsus uteri tingkat III; serviks keluar dari
introitus.
5) Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi D, ditambah dengan prolapsus uteri tingkat IV (prosidensia
uteri)
Desensus uteri, uterus turun, tetapi serviks masih didalam vagina. Prolapsus uteri tingkat I, uterus turun
dengan serviks uteri turun paling rendah sampai introitus vaginae; prolapsus uteri tingkat II, uterus untuk
sebagian keluar dari vagina; prolapsus uteri tingkat III, atau prosidensia uteri, uterus keluar seluruhnya
dari vagina, disertai dengan inversio vagina (Wiknjosastro, 2005).
Serviks uteri terletak diluar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita tersebut, dan lambat laun
menimbulkan ulkus, yang dinamakan ulkus dekubitus. Jika fasia di bagian depan dinding vagina kendor
biasanya trauma obstetrik, ia akan terdorong oleh kandung kencing sehingga menyebabkan penonjolan
dinding depan vagina kebelakang yang dinamakan sistokel. Sistokel yang pada mulanya hanya ringan
saja, dapat menjadi besar karena persalinan berikutnya, yang kurang lancar, atau yang diselesaikan
dalam penurunan dan menyebabkan urethrokel. Urethrokel harus dibedakan dari divertikulum uretra.
Pada divertikulum keadaan uretra dan kandung kencing normal, hanya dibelakang uretra ada lubang,
yang membuat kantong antara uretra dan vagina (Wiknjosastro, 2005).
Kekendoran fasia dibagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetrik atau sebab-sebab lain dapat
menyebabkan turunnya rektum kedepan dan menyebabkan dinding belakang vagina menonjol ke lumen
vagina yang dinamakan rektokel. Enterokel adalah hernia dari kavum dauglasi. Dinding vagina atas
bagian belakang turun dan menonjol kedepan. Kantong hernia ini dapat berisi usus atau omentum
(Wiknjosastro, 2005).
1. Frekuensi
Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara berlainan, seperti yang dilaporkan di klinik
dGynecologie et Obstetrique Geneva insidensnya 5,7 %, dan pada periode yang sama di Hamburg 5,4
%, Roma 6,4 %. Dilaporkan di Mesir, India, dan Jepang kejadiannya tinggi, sedangkan pada orang Negro
Amerika, Indonesia berkurang. Pada suku bantu di Afrika Selatan jarang sekali terjadi. Penyebab
terutama adalah melahirkan dan pekerjaan yang menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat serta
kelemahan dari ligamentum-ligamentumkarena hormonal pada usia lanjut. Trauma persalinan, beratnya
uterus pada trauma persalinan, beratnya uterus pada masa involusi uterus, mungkin juga sebagai
penyebab. Pada suku bantu involusi uterus lebih cepat terjadi dari pada orang kulit putih, dan juga
pulihnya otot-otot dasar panggulnya. Hampir tak pernah ditemukan subinvolusi uteri pada suku Bantu
tersebut. Di Indonesia prolapsus genitalis lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan,
wanita tua, dan wanita dengan pekerjaan berat. Djafar Siddik pada penyelidikan selama 2 tahun (1969-
1970) memperoleh 63 kasus prolapsus genitalis dari 5.372 kasus ginekologik multipara dalam masa
manepause, dan 31.74 % pada wanita petani, dari 63 kasus tersebut, 69 % berumur 40 tahun. Jarang
sekali prolapsus uteri dapat ditemukan pada seorang nullipara (Wiknjosastro, 2005).
1. Etiologi
Pertus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering, partus dengan penyulit, merupakan penyebab
prolapsus genitalis, dan memperburuk prolaps yang sudah ada. Faktor-faktor lain adalah tarikan pada
janin pada pembukaan belum lengkap, prasat Crede yang berlebihan untuk mengeluarkan plasenta, dan
sebagainya. Jadi, tidaklah mengherankan bila prolapsus genitalis terjadi segera sesudah partus atau
dalam masa nifas. Asites dan tumor-tumor di daerah pelvis pada nullipara, faktor penyebabnya adalah
kelainan bawaan berupa kelemahan jaringan penunjang uterus (Wiknjosastro, 2005).
Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan menopause. Persalinan yang lama dan sulit,
meneran sebelum pembukaan lengkap, laserasi dinding vagina bawah pada kala II, penataksanaan
pengeluaran plasenta, reparasi otot-otot dasar panggul yang tidak baik. Pada Menopause, hormon
esterogen telah berkurang sehingga otot-otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah (Wiknjosastro,
2005).
1. Gejala-gejala klinik
Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadang kala penderita yang satu dengan prolaps
yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan
mempunyi banyak keluhan.
1) Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia eksterna
2) Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita berbaring, keluhan
menghilang atau menjadi kurang .
a) Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian bila lebih berat juga pada
malam hari;
c) Stress incontinence, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk mengejan. Kadang- kadang dapat
terjadi retensio uriena pada sistokel yang besar sekali.
b) Baru dapat defeksi, setelah diadakan tekanan pada rektokel dari vagina.
a) Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan dan bekerja. Gesekan
porio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan dekubitus pada porsio uteri
b) Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks, dan karena infeksi serta luka pada
porsio uteri
6) Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasapenuh di vagina.
1. Diagnosis
Keluhan-keluhan penderita dan pemeriksaan ginekologik umumnya dengan mudah dapat menegakkan
diagnosis prolapsus genitalis. Friedman dan Little (1961) menganjurkan cara pemeriksaan sebagai
berikut :
Penderita dalam posisi jongkok disuruh mengejan, dan ditentukan dengan pemeriksaan dengan jari,
apakah porsio uteri pada posisi normal, atau porsio sampai introitus vagina, atau apakah serviks uteri
sudah keluar dari vagina. Selanjutnya dengan penderita berbaring dengan posisi litotomi, ditentukan pula
panjangnya servik uteri. Serviks uteri yang lebih panjang biasanya dinamakan elongsio kolli
(Wiknjosastro, 2005).
Pada sistokel dijumpai di dinding vagina depan benjolan kistik lembek dan tidak nyeri tekan. Benjolan ini
bertambah besar jika penderita mengejan. Jika dimasukkan kedalam kandung kencing kateter logam,
kateter itu diarahkan kedalam sistokel, dapat diraba keteter tersebut dekat sekali pada dinding vagina.
Uretrokel letaknya lebih kebawah dari sistokel, dekat pada orifisium urethrae eksternum (Wiknjosastro,
2005).
Menegakkan diagnosis rektokel mudah, yaitu menonjolnya rectum ke lumen vagina sepertiga bagian
bawah. Penonjolan ini berbentuk lonjong, memanjang dari proksimal ke distal, kistik dan tidak nyeri.
Untuk memastikan diagnosis, jari dimasukkan kedalam rectum, dan selanjutnya dapat diraba dinding
rektokel yang menonjol lumen vagina. Enterokel menonjol ke lumen vagina lebih atas dari rektokel. Pada
pemeriksaan rectal dinding rectum lurus, ada benjolan ke vagina terdapat diatas rectum (Wiknjosastro,
2005).
1. Komplikasi
Menurut Wiknjosastro (2005), komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri ialah:
Prosidensia uteri disertai degan keluarnya dinding vagina (inversio); karena itu mukosa vagina dan
serivks uteri menjadi tebal serta brkerut, dan berwarna keputih-putihan.
2) Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha dan pakaian dalam, hal itu
dapat menyebabkan luka dan radang, dan lambat laun timbul ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian,
perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia lanjut. Pemeriksaan
sitologi/biopsi perlu dilakukan untuk mendapat kepastian akan adanya karsinoma.
3) Hipertrofi serviks dan elangasio kolli
Jika serviks uteri turun dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong uterus masih kuat,
maka karena tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta pembendungan pembuluh darah
serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang dengan periksa lihat dan periksa raba. Pada
elangasio kolli serviks uteri pada periksa raba lebih panjang dari biasa.
Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang terjadi dapat meluas ke atas dan
dapat menyebabkan pielitis dan pielonefritis. Akhirnya, hal itu dapat menyebabkan gagal ginjal.
6) Kemandulan
Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau sama sekali keluar dari vagina, tidak
mudah terjadi kehamilan.
Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan dapat timbul kesulitan di kala
pembukaan, sehingga kemajuan persalinan terhalang.
8) Hemoroid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan timbul hemoroid.
Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan kemungkinan tidak dapat direposisi
lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan laparotomi untuk membebaskan usus yang terjepit itu.
1. Pengobatan Medis
Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup membantu. Cara ini dilakukan pada
prolapsus uteri ringan tanpa keluhan, atau penderita masih ingin mendapatkan anak lagi, ata penderita
menolak untuk dioperasi, atau kondisinya tidak mengizinkan untuk dioperasi (Wiknjosastro, 2005).
Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan dengan alat listrik, elektrodenya dapat dipasang
dalam pessarium yang dimasukkan ke dalam vagina.
Pengobatan dengan pessarium sebenarnya hanya bersifat paliatif, yakni menahan uterus ditempatnya
selama dipakai. Oleh karena itu jika pessarium diangkat, timbul prolapsus lagi. Prinsip pemakaian
pessarium ialah bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga
bagian dari vagina tersebut beserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah.
Pessarium yang paling baik untuk prolapsus genitalia adalah pessarium cincin, terbuat dari plastik. Jika
dasar panggul terlalu lemah dapat digunkan pessarium Napier. Pessarium ini terdiri atas suatu gagang
(steam) dengan ujung atas suatu mangkok (cup) dengan beberapa lubang, dan ujung bawah 4 tali.
Mangkok ditempatkan dibawah serviks dengan tali-tali dihubungkan dengan sabuk pinggang untuk
memberi sokongan kepada pessarium. Pessarium dapat dipakai selama beberapa tahun, asal saja
penderita diawasi secara teratur. Periksa ulang sebaiknya dilakukan 2-3 bulan sekali. Vagina diperiksa
dengan inspekulo untuk menentukan ada tidaknya perlukaan, pessarium dibersihkan dan disucihamakan,
dan kemudian dipasang kembali. Kontraindikasi terhadap pemasangan pessarium adalah adanya radang
pelvis akut atau sub akut, dan karsinoma.
4) Pengobatan Operatif
Prolapsus uteri biasanya disertai prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus
uteri, prolapsus vagina perlu ditangani pula. Ada kemungkinan terdapat prolapsus vagina yang
membutuhkan pembedahan, padahal tidak ada prolapsus uteri, atau prolapsus uteri yang ada belum
perlu dioperasi. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus vagina aialah adanya keluhan.