Sie sind auf Seite 1von 14

BAB I

PENDAHULUAN

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan

sensitisasi tungau sarcoptes scabiei var, hominis jenis manusia dan produknya

pada tubuh.1 Penyakit yang mempengaruhi semua jenis ras di dunia tersebut

ditemukan hampir pada semua negara di seluruh dunia dengan angka prevalensi

yang bervariasi. Di beberapa negara berkembang prevalensinya dilaporkan 6-27%

populasi umum dan insidens tertinggi pada anak usia sekolah dan remaja.2

Sarcoptes scabiei termasuk filum arthropoda, kelas Arachnida, ordo

Ackarima, super family sarcoptes. Secara morfologik merupakan tungau kecil,

berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini

translusen, berwarna putih kotor dan tidak bermata. Ukuran betina berkisar antara

330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200-

240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2

pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada

betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga

berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.3,4

Setelah masa kopulasi (perkawinan), tungau betina akan menggali lubang

ke dalam epidermis, kemudian membentuk terowongan di dalam stratum

korneum. Kemudian tungau betina mulai mengeluarkan telur yang kemudian

berkembang melalui stadium larva, nimpa dan kemudian menjadi kutu dewasa

dalam 10- 14 hari. Lama hidup tungau betina kira-kira 30 hari sedangkan tungau

1
jantan biasanya segera mati setelah melakukan kopulasi atau beberapa hari setelah

melakukan kopulasi.5

Rasa gatal merupakan gejala utama skabies, yang terutama dirasakan pada

malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau lebih tinggi pada suhu yang

lebih lembab dan panas.3 Lesi yang khas dan patognomonik berupa terowongan

kecil sedikit meninggi, berkelok-kelok berwarna putih keabu-abuan (bila ada

infeksi sekunder), panjangnya kurang lebih 10 mm. Tempat-tempat predikleksi

biasanya pada sela-sela jari tangan, telapak tangan, pergelangan tangan sebelah

dalam, siku, ketiak, daerah mammae, daerah pusar dan perut bagian bawah,

daerah genital eksterna dan pantat. Pada anak-anak terutama bayi dapat mengenai

bagian lain seperti telapak kaki, telapak tangan, sela-sela jari kaki dan juga muka

(pipi).6 Kelainan kulit yang terjadi dapat berupa papula, vesikula, urtika, dll.

Sedangkan timbulnya erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder umumnya

karena garukan.1

Terdapat sejumlah terapi untuk skabies dan memiliki tingkat keefektifan

yang beragam. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan terapi yang akan

dilakukan adalah kebiasaan hidup pasien, lingkungan, ekonomi, tingkat keparahan

penyakit, dan riwayat pengobatan sebelumnya. Pada orang dewasa, skabisid

topikal harus dioleskan ke seluruh permukaan kulit, kecuali muka dan kulit

kepala, khususnya pada daerah intertriginosa, genital, daerah periunguinal, dan

daerah belakang telinga. Pada anak-anak dan pasien skabies berkrusta, wajah dan

kulit kepala juga harus diolesi. Pasien harus diberi tahu bahwa setelah terapi

skabisidal yang adekuat, rasa gatal dan ruam dapat menetap hingga 4 minggu

berikutnya, jika tidak maka pasien akan menganggap terapinya tidak berhasil, dan

2
akan menggunakan obat secara berlebihan. Steroid topikal, antihistamin dan jika

perlu, steroid sistemik jangka pendek dapat diberikan untuk mengatasi rasa gatal

dan ruam setelah pasien menjalani pengobatan dengan skabisid.7

Salah satu jenis skabisid yang biasa digunakan ialah permethrin 5% dalam

bentuk krim. Permethrin 5% Krim efektif dan aman digunakan dalam terapi

penyakit skabies. Permethrin bekerja dengan cara mengganggu polarisasi dinding

sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan Natrium. Hal ini memperlambat

repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. Permethrin

dimetabolisir dengan cepat di kulit, hasil metabolisme yang bersifat tidak aktif

akan segera diekskresi melalui urin. Pengobatan terdiri dari aplikasi tunggal

selama 8-12 jam. Kemudian bisa diulangi dalam kurun 1 minggu. 8

Selanjutnya dilaporkan kasus skabies pada seorang laki-laki, umur 19

tahun yang berobat di poliklinik Kulit dan Kelamin BLU RSUP Prof. dr. R. D.

Kandou, Manado.

3
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : V.M

Umur : 19 Tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Status : Belum Menikah

Agama : Kristen Protestan

Suku/ Bangsa : Minahasa/Indonesia

Alamat : Bahu Lingkungan III

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Mahasiswa

Tanggal Periksa : 01 Agustus 2012

B. Anamnesis

1. Keluhan Utama

Bintil-bintil merah di seluruh badan

2. Riwayat penyakit sekarang

Bintil bintil merah dirasakan penderita sejak 1 nulan yang lalu. Awalnya

bintil-bintil merah timbul di siku tangan sebelah kanan kemudian timbul di

selangkangan paha dan menyebar ke seluruh tubuh. Ini keluhan untuk

pertama kalinya. Bintil-bintil merah disertai rasa gatal terutama pada malam

4
hari. Sudah pernah diberi obat minum dari dokter umum 3 minggu yang

lalu tetapi tidak ada perubahan. Kemudian pasien pergi ke dokter spesialis

kulit dan diberikan obat minum dan salep. Bintil-bintil merah di bagian perut

sempat hilang tapi timbul kembali

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit kulit, penyakit kronis, hipertensi, diabetes, jantung, ginjal

disangkal penderita.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang sakit seperti ini, hanya teman kuliah penderita yang

lebih dulu sakit seperti ini.

5. Riwayat Alergi

Makanan : disangkal penderita

Obat : disangkal penderita

6. Riwayat Atopi

Asma : disangkal penderita

Bersin dipagi hari : disangkal penderita

Dermatitis atopik : disangkal penderita

7. Riwayat Sosial

Rumah permanen (kost), lantai tehel, dinding beton, kamar tidur 1, kamar

mandi/wc di dalam kamar, dihuni oleh 1 orang.

8. Riwayat Kebiasaan

Penderita mandi 2 kali sehari, menggunakan sabun cair yang dipakai sendiri.

Handuk dipakai sendiri. Ganti pakaian dalam 2 kali sehari. Air yang

digunakan untuk keperluan sehari-hari ialah air PAM.

5
C. Pemeriksaan Fisik

1. Status Generalis

Keadaan Umum : Cukup

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Respirasi : 24 x/menit

Suhu : 36,2 0C

Kepala

Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Hidung : sekret (-)

Telinga : sekret (-)

Mulut : gigi karies (-)

Leher : Pembesaran KGB (-), trakea letak tengah

Thorax : Simetris, Retraksi (-)

Jantung : S1-S2 normal, Bising jantung (-)

Paru : Suara Penapasan bronkovesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal, Nyeri epigastrium(-),

hepar/lien tidak teraba.

Ekstremitas : Hangat, edema (-)

2. Status Dermatologis:

a. Regio interdigitalis manus I-IV (D/S) : Papul eritema, multipel, diskret

6
b. Regio thorakhalis, Regio abdominalis, Regio cruris (D/S), Regio penis :

Papul eritema, multiple, diskret, vesikel dengan dasar eritema.

Gambar :

7
D. Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan kerokan kulit tidak ditemukan adanya tungau.

E. Diagnosis Banding

1. Pedikulosis Korporis

F. Diagnosis

Skabies

G. Penatalaksanaan

8
1. Farmakologik

a. Klorfeniramin maleat tab 4mg 3x1

b. Permethrin krim 5% 1x app (malam); diulangi 7 hari kemudian

2. Nonfarmakologi

Edukasi kepada pasien:

a. Meningkatkan kebersihan perorangan dan lingkungan, kemudian

menghindari orang-orang yang terkena, mencuci dan menjemur alat-

alat tidur, dan jangan memakai pakaian dan handuk bersama-sama.

b. Disarankan agar sepupu laki-laki pasien juga datang untuk berobat.

H. Prognosis

- Quo ad vitam : bonam

- Quo ad functionam : bonam

- Quo ad sanationam : bonam

9
BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Berdasarkan kepustakaan untuk mendiagnosis skabies dapat

dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal, tanda-tanda kardinal yaitu :

Pruritus Nokturna, penyakit yang menyerang manusia secara berkelompok,

adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi dan menemukan

tungau.3 Pada anamnesis kasus ini didapatkan adanya bintil-bintil kemerahan yang

disertai rasa gatal pada malam hari dan adanya riwayat kontak dengan teman

pasien yang mengalami keluhan yang sama sejak + 1 bulan yang lalu. Sedangkan

pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan terowongan, pada pemeriksaan penunjang

tidak ditemukan tungau.

Lokasi lesi: Awalnya timbul bintil-bintil merah di siku kanan, mulanya satu

buah kemudian lama-lama semakin banyak dan menjalar ke selangkangan paha,

perut, bokong, tungkai dan kaki. Lokasi pada lesi ini sesuai dengan kepustakaan

yang menyatakan bahwa tempat predileksinya biasanya di stratum korneum yang

tipis yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar,

10
lipat ketiak bagian depan, areola mamme, umbilikus, bokong dan genitalia

eksterna dan perut bagian bawah. Dimana pada daerah ini akan lebih mudah bagi

tungau betina yang telah dibuahi untuk menggali terowongan dan meletakkan

telur-telurnya.3

Untuk membantu menegakkan diagnosis pasti, maka dapat dilakukan

pemeriksaan penunjang untuk menemukan tungau sarcoptes scabiei.3 Pada kasus

ini pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan kerokan kulit.

Kerokan kulit dilakukan pada lesi didaerah predileksi, karena tungau terdapat

dalam stratum korneum maka kerokan harus dilakukan di superficial dan

menghindari terjadinya perdarahan. Namun pada pemeriksaan laboratorium, kami

tidak menemukan adanya tungau sarcoptes scabiei. 9

Diagnosis banding yang diambil untuk kasus ini adalah pedikulosis korporis

dan prurigo. Pada pedikulosis korporis, disebabkan oleh pediculus humanus

var.corporis, gejala klinisnya bintik-bintik kemerahan disertai gatal di daerah

pinggang, ketiak dan inguinal. Penyakit ini menyerang orang dengan higiene yang

buruk atau jarang mandi dan mencuci pakaian.3 Sedangkan pada prurigo biasanya

berupa papul-papul yang gatal.10 Diferensial diagnosis ini dapat disingkirkan

karena keduanya tidak memiliki ciri yang khas seperti yang ditemukan pada

skabies yaitu gatal yang hebat pada malam hari. Selain itu tempat predileksi pada

pedikulosis korporis hanya pada tempat-tempat yang tertutup pakaian karena

tempat hidup tungau pediculus humanus var. corporis yaitu pada serat-serat kapas

di sela-sela lipatan pakaian. Pada prurigo tempat predileksinya di ekstremitas

bagian ekstensor.10

11
Untuk terapi farmakologi skabies pengobatan yang ideal yaitu

menggunakan obat yang efektif terhadap semua stadium tungau, tidak

menimbulkan iritasi dan tidak toksik, tidak berbau atau kotor serta tidak merusak

atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh dan harganya murah. Jenis jenis obat

topikal yang dipakai pada pengobatan skabies yaitu : belerang endap 4-20%,

emulsi benzil-benzoas 20-25%, gama benzena heksa klorida 1%, krotamiton 10%,

dan permethrin 5%. Pada kasus ini digunakan Permethrin krim 5% karena

permethrin 5% kurang toksis dibandingkan gameksan, efektivitasnya sama,

aplikasi hanya sekali dan dihapus dalam 10 jam.3 Apabila belum sembuh bisa

dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu. Efek samping jarang

ditemukan, biasanya berupa rasa terbakar, perih dan gatal namun mungkin hal

tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang sensitive dan terekskoriasi.

Pada pasien ini juga diberikan obat antihistamin yaitu Klorfeniramin

maleat tab 4mg 3x1. Pemberian klorfeniramin maleat untuk mengurangi rasa gatal

dan pemberian asam fusidat krim untuk mengurangi resiko infeksi dan

mempercepat penyembuhan luka sehingga pasien dapat meminimalisirkan

terjadinya infeksi sekunder akibat garukan pada tempat yang gatal.11,12

Prognosis pada pasien ini baik, dengan memperhatikan pemilihan dan cara

pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi

(antara lain higiene).3

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Kandou RT. Penyakit kulit karena parasit hewani. Dalam: Warouw WFT,

Pandaleke HEJ, editor. Bahan ajar ilmu kesehatan kulit dan kelamin

DERMATOLOGI UMUM. Manado: FK-UNSRAT;2006.

2. Mansyur M, Wibowo AA, Maria A, Munandar A, Abdillah A, Ramadora AF.

Pendekatan kedokteran keluarga pada penatalaksanaan skabies anak usia pra-

sekolah: laporan kasus. Maj ked Ind 2007;57:63-7.

3. Handoko RP. Skabies. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu penyakit

kulit dan kelamin. Edisi ke-5. Jakarta:FKUI;2007. Hal 122-5.

4. Anonymous. Pest Control and Termite Control Specialist.

http://www.micropest.com/scabies di unduh tanggal 17 Juli 2012.

5. Maskur HZ. Infeksi parasit dan gangguan serangga. Dalam: Harahap M. Ilmu

penyakit kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000. Hal 109-13.

6. Mustiastutik D, Ervianti E, Agusni I, Suyoso S. Atlas penyakit kulit &

kelamin. Edisi ke-2. Surabaya: Airlangga university press 2009. Hal. 61-3.

7. Wolf K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ.

Fitzpatricks dermatologi in general medicine. Edisi ke-7. McGraw Hill

Companies 2008;1-2:2029-31.

13
8. Sadana LY. Krim Permethrin 5% untuk Pengobatan Scabies. http:// yosefw.

wordpress. com /2007/ 12/30/ krim - permethrin-5-untuk-pengobatan-scabies/.

Diunduh tanggal 20 April 2012.

9. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.

10. Siregar RS. Atlas berwarna Saripati Penyakit Kulit. Ed 2. Jakarta.2005.

11. Dewoto HR. Histamin dan antialergi.Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5.

Jakarta:FKUI;2007.

12. Anonim. Antibiotika Topikal.

http://mariasonhaji.wordpress.com/category/makalah-ilmiah/. Di unduh

tanggal 18 Juli 2012.

14

Das könnte Ihnen auch gefallen