Sie sind auf Seite 1von 9

Jurnal Akta Agrosia Vol. 10 No.

1 hlm 40 - 48 Jan - Jun 2007 ISSN 1410-3354

Analisis Usahatani dan Keragaan Marjin Pemasaran Bawang Merah di


Kabupaten Brebes

Farming analysis and performance of onion marketing margin in Brebes


Districk Central Java

Tjetjep Nurasa dan Valeriana Darwis


Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor
Jln. Jend. A. YaniNo.70 Bogor 16161 Kotak Pos 298
tjetjepnurrasa@yahoo.com

ABSTRACT
AMarketing institute is one of the important factor in horticulture business and one of main commodity
is onion. This article aimed to estimate earnings of farmer and form of study is marketing margin of onion in
regency of Brebes. Result of analysis of farming show the existence of advantage in this commodity conducting,
this matter isnt it from ratio of R / C equal to 1,1. There are phenomenon him acquirement of marketing margin
which tend to lame , that is : merchant of compiler about Rp 105 kg-1, whole saler of Rp 95,5 kg-1, and also
merchant of mains market obtain;get marketing marjin equal to Rp 118 kg-1 . price height sell onion in market at
retail and modern market of transmission do not better to farmer storey;level, so that farmer remain to obtain;get
part of small price and have fluctuation. This matter is depicted from result of Farmer share that is merchant of
compiler 80%, whole saler 66,48-73,83%, merchant of mains market 63,16%, retailer 53,33-56,03 %, and
supermarket equal to 32,73%. In security of price suggested by the make-up of reinforcement of institute of
farmer group, make-up of role of government in the form of information growth of price and goods in sentra-
sentra produce and also improve role of private sector in

Keyword : farming, marketing, onion

PENDAHULUAN (Saptana et al., 2001) dan kajian di Kawasan


Tantangan masa datang untuk Hortikultura Sumatera (Saptana et al.,2004)
mengantisipasi permintaan pasar adalah melalui Ada tiga faktor utama yang menyebabkan
pelaksanaan : (1) menciptakan teknologi yang struktur agribisnis menjadi tersekat-sekat dan
mampu meningkatkan produksi pertanian, baik kurang memiliki daya saing (Irawan et al., 2001)
kualitas maupun kuantitasnya dan (2) yaitu : (1) tidak ada keterkaitan fungsional yang
menciptakan nilai tambah serta meningkatkan harmonis antara setiap kegiatan atau pelaku
efisiensi pemanfaatan sumberdaya (Adyana dan agribisnis, (2) terbentuknya margin ganda
Suryana, 1996). sehingga ongkos produksi, pengolahan dan
Pada sektor agribisnis hortikultura di pemasaran hasil yang harus dibayar konsumen
kawasan sentra produksi hortikultura, setiap menjadi lebih mahal, sehingga sistem agribisnis
kegiatan agribisnis mulai dari kegiatan pengadaan berjalan tidak efisien, (3) tidak adanya kesetaraan
sarana produksi, kegiatan produksi, hingga posisi tawar antara petani dengan pelaku
kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil, serta agribisnis lainnya, sehingga petani sulit
kegiatan jasa penunjang umumnya dilakukan oleh mendapatkan harga pasar yang wajar.
pelaku agribisnis yang berbeda, seperti hasil Dalam agribisnis hortikultura ada
kajian di Jawa Tengah dan Sumatera Utara beberapa kekhasan yang dimiliki antara lain (1)
Tjetjep Nurasa dan Valeriana Darwis : Analisis usahatani dan keragaan marjin pemasaran 41

usahatani yang dilakukan lebih berorientasi pasar petani, melihat berbagai bentuk kelembagaan
(tidak konsisten), (2) bersifat padat modal, (3) pemasaran hortikultura (bawang merah) terhadap
resiko harga relatif besar karena sifat komoditas kinerja usaha komoditas hortikultura (bawang
yang cepat rusak dan (4) dalam jangka pendek merah), serta mengetahui marjin pemasaran pada
harga relatif berfluktuasi (Hadi et al., 2000; berbagai bentuk kelembagaan pemasaran.
Irawan, 2001). Hasil ini sejalan dengan hasil Komoditas yang diteliti adalah bawang merah di
penelitian Sudaryanto et al. (1993) yang Kabupaten Brebes yang merupakan salah satu
mengemukakan bahwa petani sayuran unggulan sentra produksi bawang merah di Pulau Jawa.
di sentra produksi pada saat panen raya berada
pada posisi lemah. Lebih lanjut Rachman (1997) METODE PENELITIAN
mengungkapkan rata-rata perubahan harga
ditingkat produsen lebih rendah dari rata-rata Pengumpulan Data
perubahan harga ditingkat pengecer, sehingga Penelitian dilaksanakan pada tahun 2005
dapat dikatakan bahwa efek transmisi harga di Propinsi Jawa Tengah yang diwakili oleh
berjalan tidak sempurna (Imperfect price daerah yang merupakan salah satu sentra produksi
transmission) bawang merah, yaitu Kabupaten Brebes. Data
Kelembagaan pemasaran yang berperan yang dipergunakan terdiri atas data primer dan
dalam memasarkan komoditas pertanian data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil
hortikultura dapat mencakup petani, pedagang wawancara langsung mempergunakan pertanyaan
pengumpul, pedagang perantara/grosir dan terstruktur terhadap 20 responden petani, 2
pedagang pengecer (Kumaat, 1992). responden masing-masing untuk pedagang
Permasalahan yang timbul dalam sistem pengumpul desa/kecamatan, pedagang besar/
pemasaran hortikultura antara lain : kegiatan bandar/supplier, pedagang di pasar induk Caringin
pemasaran yang belum berjalan efisien Kramat Jati Jakarta/Cibitung Bekasi/Tanah
(Mubyarto, 1989), dalam artian belum mampu Tinggi, eksportir, pedagang eceran, dan
menyampaikan hasil pertanian dari produsen supermarket. Data sekunder diperoleh dari
kepada konsumen dengan biaya yang murah dan Departemen Pertanian, Dinas Pertanian Tanaman
belum mampu mengadakan pembagian balas jasa Pangan Hortikultura dan departemen terkait.
yang adil dari keseluruhan harga konsumen
terakhir kepada semua pihak yang ikut serta di Analisis Data
dalam kegiatan produksi dan pemasaran Analisis Struktur Pendapatan Usahatani
komoditas pertanian tersebut. Pembagian yang bawang merah dianalisis menggunakan analisis
adil dalam konteks tersebut adalah pembagian biaya dan pendapatan dengan rumus:
balas jasa fungsi-fungsi pemasaran sesuai = TR TC
kontribusi masing-masing kelembagaan di mana:
pemasaran yang berperan. = Pendapatan petani dari usahatani sayuran
Hasil penelitian Gonarsyah. (1992), dan buah
menemukan bahwa yang menerima marjin TR = Total penerimaan dariusahatani sayuran dan
keuntungan terbesar dalam pemasaran buah
hortikultura dari pusat produksi ke pusat konsumsi TC = Total pengeluaran pada usahatani sayuran
DKI Jakarta adalah pedagang grosir. Juga dan buah
ditemukan bahwa, marjin keuntungan pemasaran Pada analisis ini akan dilihat seberapa
yang diterima pedagang yang memasukkan besar pendapatan usahatani dan produksi yang
sayurannya ke PIKJ (Pasar Induk Kramat Jati) dihasilkan petani. Peningkatan produksi dan
lebih rendah dari pedagang yang memasarkan pendapatan usahatani akan terlihat dengan
langsung sayurannya ke pasar-pasar eceran. menganalisis data dari petani yang mengakses ke
Dari uraian di atas, maka tujuan penelitian berbagai tujuan pemasaran. Selanjutnya Untuk
ini adalah menganalisis struktur pendapatan menganalisis marjin pemasaran dalam penelitian
usahatani, produksi, bagian harga yang diterima ini, data harga yang digunakan adalah harga di
Jurnal Akta Agrosia Vol. 10 No.1 hlm 40 - 48 Jan - Jun 2007 42

tingkat petani dan harga di tingkat lembaga Pr = harga di tingkat lembaga pemasaran
pemasaran, sehingga dalam perhitungan marjin
pemasaran digunakan rumus: HASIL DAN PEMBAHASAN
Mm = Pe Pf
dimana: Profitabilitas Usahatani
Mm = marjin pemasaran di tingkat petani Hasil analisis profitabilitas usahatani
Pe = harga di tingkat kelembagaan pemasaran bawang merah di lokasi penelitian menunjukan
tujuan pemasaran dari petani bahwa produksi yang dihasilkan dari usahatani
Pf = harga di tingkat petani bawang merah cukup tinggi mencapai 11,1 ton
Marjin pada setiap tingkat lembaga ha-1 dalam satu tahun dengan nilai yang diperoleh
pemasaran dapat dihitung dengan jalan sebesar Rp 70.892.000. Keuntungan yang
menghitung selisih antara harga jual dengan harga diperoleh dalam satu tahun atau dua kali tanam
beli pada setiap tingkat lembaga pemasaran. hanya sebesar Rp 6.831.000, dengan R/C rasio
Dalam bentuk matematika sederhana dirumuskan: sebesar 1,1 (Tabel 1). Jadi dapat dikatakan bahwa
Mmi = Ps Pb berusahatani bawang merah telah dapat
dimana: memberikan keuntungan, akan tetapi menurut
Mmi = marjin pemasaran pada setiap tingkat para petani tingkat keuntungan yang diperoleh
lembaga pemasaran belum cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan
Ps = harga jual pada setiap tingkat lembaga ekonomi rumah tangga petani. Kecilnya
pemasaran keuntungan yang diperoleh petani bawang merah
Pb = harga beli pada setiap tingkat lembaga di lokasi penelitian disebabkan karena tingginya
pemasaran pengeluaran biaya produksi yang dikeluarkan
Karena dalam marjin pemasaran terdapat yang mencapai nilai 90% dari total pendapatan.
dua komponen, yaitu komponen biaya dan Biaya produksi tertinggi dikeluarkan untuk upah
komponen keuntungan lembaga pemasaran, tenaga kerja yang mencapai 51,48%, kemudian
maka: bibit 24,81% pestisida 9,73%, pupuk 8,74% dan
Mm = c+ biaya lainnya 5,22%.
Pe Pf = c +
Pf = Pe c - Tabel 1. Analisis profitabilitas usahatani bawang
merah di Kabupaten Brebes, 2005
dimana:
c = biaya pemasaran Uraian Nilai (Rp)
= keuntungan lembaga pemasaran A. Penerimaan
(1) Produksi (kg) 11.10285
Bagian Harga yang Diterima Petani (2) Nilai (Rp) 70.892.077
Bagian harga yang diterima petani B. Pengeluaran : (Rp)
(farmers share) merupakan perbandingan harga (1) Bibit 15.892.776
yang diterima oleh petani dengan harga di tingkat (2) Pupuk buatan 3.282.681
lembaga pemasaran yang dinyatakan dalam (3) Pupuk lainnya 2.317.088
persentase. Farmers share dirumuskan sebagai (4) Pestisida 4.439.114
(5) Obat lainnya 1.796.417
berikut:
(6) Tenaga kerja
Pf - Dalam keluarga 5.742.431
Fs = x 100% - Luar keluarga 27.244.035
Pr (7) Biaya lainnya 3.346.565
dimana: Total pengeluaran 64.061.106
Fs = farmers share C. Keuntungan 6.830.970
Pf = harga di tingkat petani D. R/C rasio 1,1
Tjetjep Nurasa dan Valeriana Darwis : Analisis usahatani dan keragaan marjin pemasaran 43

Tabel 2. Beberapa faktor penyebab berkurangnya keuntungan petani bawang merah di Kabupaten Brebes, 2005.
Uraian Persentase (%)
1. Fluktuasi harga output 33,33
2. Fluktuasi harga pupuk 28,57
3. Fluktuasi harga obat-obatan 55,56
4. Fluktuasi harga bibit 33,33
5. Produksi turun akibat iklim : kekeringan/banjit 50,00
6. Produksi turun karena HPT 16,18

Gambar 1. Rantai pemasaran bawang merah di Kabupaten Brebes, 2005

Menurut petani, pendapatan usahatani bibit, dan harga pupuk (masing-masing 33,3,
bawang merah yang diterimanya selalu 33,33, dan 28,57%) (Tabel 2).
berfluktuasi. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh
penurunan perolehan produksi yang diakibatkan Rantai Pemasaran
oleh fluktuasi harga obat-obatan (55,56%) karena Rantai pemasaran bawang merah di
petani terbiasa banyak melakukan penyemprotan Kabupaten Brebes untuk sampai kepada
dengan menggunakan obat-abatan kimia yang konsumen terlihat cukup panjang (Gambar 1).
harganya dirasa semakin mahal dan juga adanya Petani dalam menjual hasil produksinya biasanya
obat-obatan yang dirasakan tidak efektif karena melalui pedagang pengumpul tingkat desa atau
kemungkinan palsu. langsung kepada pedagang besar. Pedagang
Pengaruh terbesar kedua adalah karena pengumpul desa, 70% diantaranya diperankan
pengaruh keadaan iklim terutama disaat musim oleh kaum wanita yang seringkali membentuk
kemarau/kering (50%) dimana kita ketahui kelompok (5-8 orang) untuk membeli hasil panen
tanaman bawang merah sangat ketergantungan petani. Pedagang pengumpul tersebut apabila
akan kecukupan air. Penyebab lainnya mengalami kesulitan modal untuk usahanya, akan
berkurangnya keuntungan yang diterima meminjam uang kepada rentenir dengan bunga
disebabkan oleh fluktuasi harga output, harga Rp 8.000 per hari untuk setiap Rp 1 juta pinjaman.
Jurnal Akta Agrosia Vol. 10 No.1 hlm 40 - 48 Jan - Jun 2007 44

Tabel 3.Volume dan keragaan pemasaran bawang merah tingkat petani Kabupaten Brebes, 2005.

Tabel 4. Dinamika Tujuan Pemasaran Bawang Merah di Kabupaten Brebes, 2005

Sumber: Adang et al. (2005)

Keragaan Pemasaran Secara umum petani dalam menjual


Ada tiga pasar di Kabupaten Brebes, yaitu produk bawang merah tergantung pada harga di
pasar campuran antara bawang merah dengan pasaran. Jika harga yang berlaku di pasaran relatif
cabe merah yang terletak di Kecamatan Tanjung. rendah maka umumnya petani menjual hasil
Pasar kedua tempat pertemuan antara pedagang dengan sistem: (1) tebasan, dengan tawar-
bawang dari luar daerah dengan pedagang bawang menawar terjadi sebelum panen dilakukan,
asal Brebes, pasar ini dikenal sebagai pasar biasanya + 5 hari, kemudian jika telah terdapat
bawang lama (pasar grosir Pemali, Jln Pemuda- kesepakatan harga maka pembeli akan memberi
Brebes). Ketiga yaitu, Pasar Induk Bawang Merah uang muka sebagai tanda jadi 2 hari sebelum
Klampok, yang terletak di jalan lintas Pantura, panen dan tenaga kerja untuk panen ditanggung
Desa Wanasari Kecamatan Klampok. pembeli; serta (2) borongan, dengan cara
Tjetjep Nurasa dan Valeriana Darwis : Analisis usahatani dan keragaan marjin pemasaran 45

menghitung jumlah baris/larikan bawang merah Alasan yang dikemukakan petani masih
yang ada di lahan dan telah dijemur sekitar 3-5 melakukan pemasaran bawang merah kepada
hari, pembeli dalam sistem ini menghitung susut pedagang desa adalah karena hubungan terjadi
sekitar 35% dari total hasil. Pada waktu harga karena adanya hubungan langganan (61,54%),
bawang merah relatif tinggi di pasaran, petani hubungan kekeluargaan (15,38%) dan karena
menjual produknya dengan sistem timbangan pertimbangan harga jual (23,08%). Sedangan
kuintalan, yang telah dijemur 7-10 hari dan alasan petani melakukan pemasaran ke pedagang
menerima pembayaran sekitar 75 kg ku-1 atau besar adalah karena faktor harga yang dinilai lebih
dengan kata lain nilai susut untuk 100 kg bawang tinggi (84,62%), serta adanya hubungan
merah sebesar 25,0%. Ketiga cara penjualan langganan antara petani dengan pedagang tersebut
tersebut dilakukan antara petani dengan pedagang (15,38%) (Tabel 3).
tingkat desa, dan hal ini menurut petani masih Dalam transaksi penjualan antara pihak
lebih menguntungkan jika dibandingkan petani petani dan penjual baik itu pedagang desa dan
langsung menjual bawang merah kepada pedagang besar sebagian besar dilakukan di
pedagang perantara di pasar induk bawang, karena rumah petani (50%) dan sebagian lagi di kebun
banyak komponen yang harus dibayarkan, yaitu (30%), serta di pasar (20%). Tinggi rendahnya
sekitar Rp 276.667 per truk (kapasitas 5 ton). persentase tempat transaksi pemasaran berkaitan
Dalam hal sistem penjualannya, bawang dengan masalah tinggi rendahnya harga yang
merah akan ditimbang dulu oleh pedagang desa berlaku, dimana jika harga rendah biasanya
dan pedagang besar. Cara pembayaran secara transaksi banyak dilakukan di sawah sedangkan
tunai dalam transaksi pemasaran untuk pedagang jika harga bawang merah sedang tinggi petani
desa sebesar 78,13% dan pedagang besar 22%. banyak melakukan transaksi dirumah.
Tabel 5. Bagian harga jual yang diterima oleh berbagai kelembagaan pemasaran komoditas bawang merah,
2005

Uraian Harga (Rp kg-1 ) Persen 1)


1. Harga jual di tingkat petani 3600 -
2. Harga jual di pedagang pengumpul 4500 80,00
3. Harga jual di pedagang pasar Induk Klampok 4875 73,85
4. Harga jual di pedagang besar 5415 66,48
5. Harga jual di pedagang pasar Induk Kramatjati 5700 63,16
6. Harga jual di pedagang pengecer Pasar Induk Kramatjati 6425 56,06
7. Harga jual di pasar eceran 6750 53,33
8. Supermarket 11000 32,73
Keterangan : 1) Persentase harga jual petani, terhadap harga di pedagang yang bersesuaian

Tabel 6. Marjin pemasaran bawang merah pada pedagang pengumpul untuk berbagai tujuan pemasaran 2005
Tujuan pemasaran Harga Jual (Rp kg-1) Marjin pemasaran (Rp kg-1 )
1. Pedagang Besar/Bandar 5415 114
2. Pasar Induk Kramatjati 5700 77
3. Pedagang pengencer 6750 125

Tabel 7. Marjin pemasaran bawang merah pada pedagang besar/bandar untuk berbagai tujuan pemasaran, 2005

Tujuan Pemasaran Harga Jual (Rp kg-1 ) Marjin Pemasaran (Rp kg-1 )
1. Pedagang antar pulau 5955 114
2. Pedagang Pasar Induk Kramatjati 5700 77
Jurnal Akta Agrosia Vol. 10 No.1 hlm 40 - 48 Jan - Jun 2007 46

Tabel 8. Marjin pemasaran bawang merah pada pedagang pasar Induk Klampok/Kramatjati untuk berbagai
tujuan pemasaran, 2005
Tujuan Pemasaran Harga Jual (Rp kg-1 ) Marjin Pemasaran (Rp kg-1 )
1. Pedagang Pengecer Induk Kramat Jati 6425 111
2. Pedagang Pengecer luar 6750 125

Tujuan Pemasaran dalam satu hari pedagang besar di pasar Induk


Bila dilihat dari segi dinamika Kramatjati dapat menyerap sekitar 12 ton bawang
pemasarannya, pada tahun 1997 tujuan pemasaran merah. Sedangkan marjin terbesar diperoleh ke
komoditas bawang merah di lokasi penelitian tujuan pedagang pengecer, akan tetapi volume
dominan kepada pedagang pengumpul desa yang dipasarkan tidak besar hanya mencapai
dengan harga pada saat itu sebesar Rp 2.778/kg sekitar 1 kw per harinya.
(Tabel 4). Sistem pembayaran yang diterima Pedagang besar di Pasar Induk Kramatjati
petani sebagian besar adalah kontan (92,31%) dan mendapatkan bawang merah langsung di
sebagian lagi pembayaran dengan cara lainnya tempatnya, dan menjualnya ke pedagang pengecer
(7,69%). Pada tahun 2005, tujuan pemasaran di pasar induk Kramatjati seharga Rp 6.425,
petani secara dominan masih tertuju kepada diperoleh marjin pemasaran sebesar Rp 111 kg-1,
pedagang pengumpul desa (65%), namun petani sedangkan jika dijual ke pedagang pengecer luar
mulai akses dalam penjualan hasilnya ke sebesar Rp 6.750, sehingga diperoleh marjin
pedagang besar (35%), dengan harga jual pemasaran sebesar Rp 125 kg-1 (Tabel 8).
perkilogramnya adalah Rp. 3.800 di pedagang
desa dan Rp. 5.415 di pedagang besar. Sistem KESIMPULAN
pembayaran secara tunai di tahun 2005, sebesar
80,53% di pedagang desa dan 75,13% di pedagang Usahatani bawang merah di Brebes-Jawa
besar. Tengah, tingkat keuntungan per hektar adalah
sebesar Rp 6,83 juta per tahun.
Harga Jual dan Marjin Pemasaran Tujuan utama pemasaran bawang merah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dominan ke pedagang pengumpul desa.
bagian harga jual yang diterima pada berbagai Dilihat dari segi dinamika tujuan pemasaran
kelembagan pasar mulai dari tingkat petani sampai bawang merah dari petani relatif tidak berubah
dengan pasar eceran berkisar antara Rp 3.600,- dan lebih berorientasi terhadap kelembagaan
sampai dengan Rp 6.750,- per kg bawang merah pemasaran yang dekat dan mudah.
(Tabel 5). Dari harga jual ini terlihat bahwa tingkat Marjin pemasaran di setiap level
harga jual petani paling tinggi perbedaan dengan pedagang yaitu : pedagang pengumpul Rp 105
harga jual supermarket (Rp 11.000 kg -1 ), kg-1, pedagang besar Rp 95,5 kg-1, dan pedagang
selanjutnya dengan pasar induk (Rp 5.700 kg-1) pasar induk Rp 118 kg-1.
dan dengan eceran (Rp 5.425 Rp 6.750 kg-1). Farmer share (persentase bagian harga
Perolehan marjin pemasaran komoditas yang diterima petani bawang merah) terhadap
bawang merah pada pedagang pengumpul pedagang pengumpul 80%, pedagang besar 66,48-
terendah diperoleh untuk tujuan pedagang pasar 73,8%, pedagang pasar induk 63,16%, pedagang
Induk Kramatjati dengan marjin yang diperoleh eceran 53,33-56,03%, dan supermarket sebesar
sebesar Rp 77 kg-1 (Tabel 6). Namun demikian, 32,73%. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya
volume jual ke tujuan ini cukup tinggi dimana harga jual bawang merah di pasar eceran dan pasar
Tjetjep Nurasa dan Valeriana Darwis : Analisis usahatani dan keragaan marjin pemasaran 47

modern tidak tertransmisikan dengan baik ke Pertanian Badan Penelitian dan


tingkat petani, sehingga petani tetap memperoleh Pengembangan Pertanian, Bogor
bagian harga yang kecil dan berfluktuasi. Gonarsyah, Isang. 1992. Peranan pasar Induk
Kramat Jati sebagai barometer harga
IImplikasi Kebijakan sayur mayur di wilayah DKI Jakarta.
Dalam rangka meningkatkan akses para Mimbar Sosek, Institut Pertanian Bogor,
petani dalam hal pemasaran hasil terhadap Bogor. (5):43-48.
kelembagaan pemasaran seperti ke supplier, pasar Hadi, P.U., H. Mayrowani, Supriyati dan Sumedi.
modern dan lainnya, maka diperlukan suatu 2000. Review and Outlook
penguatan kelembagaan kelompok tani yang Pengembangan Komoditas Hortikultura.
mampu merencanakan produksi suatu komoditas Seminar Nasional Perspektif
secara kontinyu dan pada gilirannya akan mampu Pembangunan Pertanian dan Kehutanan
meningkatkan pendapatan usahatani. Tahun 2001 ke Depan. Pusat Penelitian
Pemerintah daerah perlu secara aktif Sosial Ekonomi Pertanian. Badan
mengundang pengusaha swasta untuk Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
menanamkan modalnya, membeli komoditas dan Bogor.
mewujudkan kemitraan yang menguntungkan Irawan, B. Nurmanaf, R. Hastuti,E.L. Muslim, C.
kedua belah pihak. Supriatna, dan Y.V. Darwis. 2001.
Pemerintah dalam hal ini Departemen Kebijaksanaan pengembangan agribisnis
Pertanian perlu melakukan saling silang informasi komoditas unggulan hortikultura. Laporan
antar sentra produksi bawang merah, termasuk Akhir Pusat Penelitian dan
informasi pemantauan intensif mengenai Pengembangan Sosial Ekonomi
perkembangan barang dan harga dari waktu ke Pertanian. Badan Penelitian dan
waktu di pusat konsumsi. Informasi ini sangat Pengembangan Pertanian, Bogor.
berguna untuk merencanakan pola tanam dan Kumaat, R. 1992. Sistem pemasaran sayuran
menjaga stabilitas harga. dataran tinggi di provinsi Sulawesi Utara.
Thesis MS FPS IPB, Bogor.
DAFTAR PUSTAKA Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian.
LP3ES, Jakarta.
Adnyana, M.O dan A. Suryana, 1996. Pengkajian Rachman, H.P.S. 1997. Aspek permintaan,
dan pengembangan sistem SUP penawaran dan tataniaga hortikultura di
berorientasi agribisnis. Makalah Indonesia. Forum Agro Ekonomi 15 (1
disampaikan pada Rakor Badan dan 2) : 44-56. Laporan Akhir Pusat
Agribisnis, Bogor. Penelitian dan Pengembangan Sosial
Agustian, Armen.Z, Syahyuti, H.Tarigan, A. Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan
Supriatna, Y. Supriyatna, dan T. Nurasa Pengembangan Pertanian, Bogor.
2005. Analisis berbagai bentuk SudaryantoT., Y. Yusdja, A. Purwoto, K.M.
kelembagaan pemasaran dan dampaknya Noekman, A. Bwariyadi, dan W.H.
terhadap kinerja usaha komoditas sayuran Limbang. 1993. Agribisnis lomoditas
dan buah. Laporan Akhir Pusat Penelitian hortikultura. Laporan Akhir Pusat
dan Pengembangan Sosial Ekonomi Penelitian dan Pengembangan Sosial
Jurnal Akta Agrosia Vol. 10 No.1 hlm 40 - 48 Jan - Jun 2007 48

Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Saptana, M.Siregar, S. Wahyuni, K.D. Saktyanu,
Pengembangan Pertanian, Bogor. E. Ariningsih dan V. Darwis. 2004.
Saptana, Sumaryanto, M.Siregar, H.Mayrowani, Pemantapan model pengembangan
I. Sadikin dan S.Friyatno. 2001. Analisis Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera
keunggulan kompetitif komoditas (KAAS). Laporan Akhir Pusat Penelitian
unggulan hortikultura. Laporan Akhir dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan
Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Pengembangan Pertanian, Bogor.
Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Bogor.

Das könnte Ihnen auch gefallen