Sie sind auf Seite 1von 8

BAB I

PENDAHULUAN

Psoriasis merupakan penyakit kulit yang ditandai bercak-bercak eritema berbatas


tegas dengan skuama kasar berlapis dan transparan, bersifat kronis dan residif,
penyebabnya autoimun. Psoriasis kronis tidak hanya menyerang kulit tetapi pada sekitar 10-
40% penderita juga menyebabkan komplikasi radang sendi yang disebut artritis psoriatika;
insidennya di Eropa 3-7%, USA 1-2% dari seluruh populasi, di Indonesia belum
diketahui.9,11,12 Diperlukan pengetahuan yang lebih dalam tentang artritis psoriatika untuk
dapat mencegahnya.
BAB II
ARTRITIS PSORIATIK

2.1. Etiopatogenesis

Etiologi langsung artritis psoriatika masih belum diketahui; dapat disebabkan oleh kombinasi
beberapa faktor seperti genetik - pada 50% pasien artritis psoriatik ditemukan gen
markerHLA B-27, dan juga beberapa gen yang juga diturunkan antara lain HLA-Cw6,
B38, B39; sistem imun, faktor lingkungan, trauma keras (deep-Koebner phenomenon),
faktor stres psikologis, stres metabolik, serta konsumsi alkohol, rokok, obat (beta bloker,
lithium, anti malaria, penghentian steroid mendadak).4,5,6,12
Patogenesis artritis psoriatika diatur oleh CD8 (sel T), sama sekali tidak berhubungan
dengan sel B yang biasa ditemukan pada penyakit autoimun lain. Sel T ini akan masuk ke
jaringan target: insersi tendon, ligamen, fascia, synovium, tulang belakang dan sendi
sakroiliaka. Sel T aktif mengeluarkan sitokin sitokin (IL-1, IL-2, IL-10, IFN-, TNF-) dan
kemokin langsung ke jaringan target, serta mengaktifkan makrofag dan leukosit infl amasi
lainnya sehingga menyebabkan peradangan, perusakan jaringan dan fi brosis12.
Gambar 1. Patogenesis artritis Psoriatika. 12

Terdapat lima tipe artritis psoriatika5,8,9,12


:1. Artritis Simetris: ditemui pada sekitar 15-70% kasus, menyerupai artritis rheumatoid
tetapi lebih ringan dan lebih sedikit deformitas. Umumnya mengenai beberapa pasang sendi
secara simetris yang dapat menyebabkan disabilitas gerak.
2. Artritis Asimetris: ditemui pada sekitar 30-50% kasus, mengenai beberapa sendi dan
tidak simetris. Sendi menjadi nyeri, panas, eritema, pada tangan dan kaki berbentuk sosis,
tipe ini umumnya ringan.
3. Distal Interphalangeal Predominant (DIP): ditemui pada sekitar 55-70% kasus, mengenai
sendi distal jari tangan dan jari kaki (sendi terdekat dari kuku), dibedakan dari osteoartritis
karena adanya kelainan khas kuku yaitu nail pit dan onikolisis.
4. Spondylitis: ditemui pada sekitar 5-33% kasus, peradangan di kolumna spinalis, dimulai
dari kekakuan leher, punggung, sakroiliaka sampai sulit dan nyeri saat bergerak.
5. Artritis mutilans: ditemui sekitar pada 3-5% kasus, merupakan tipe paling berat, terjadi
deformitas dan destruksi sendi terutama pada sendi kecil tangan dan kaki.
BAB III
DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN ARTRITIS PSORIATIK

2.1. Diagnosis
Diagnosis terutama dari anamnesis dan gambaran klinis. Pada pemeriksaan akan
didapatkan rasa letih seluruh badan, nyeri, bengkak tendon, jari-jari tangan dan kaki,
gambaran jari tangan dan kaki seperti sosis disebut dactylitis, kaku sendi, keterbatasan gerak
terutama pagi hari, perubahan kuku (onikolisis, nail pit), mata merah dan nyeri
(konjungtivitis).8,12
Tidak ada kelainan darah khusus, laju endap darah dapat naik akibat radang sendi,
faktor rematoid negatif. Marker gen HLA-B27 positif pada lebih dari 50% pasien artritis
psoriatika. Dapat terjadi peningkatan asam urat serum disebabkan pemakaian aspirin dan
karena percepatan waktu pergantian sel kulit. Arthrocentesis (aspirasi cairan sendi) dilakukan
untuk mencari tanda infeksi, kristal gout, juga berguna sebagai terapi karena meringankan
nyeri dan pembengkakan sendi melalui membuang lekosit - sumber enzim yang dapat
menghancurkan sendi, selain itu kortikosteroid dapat disuntikkan saat arthrocentesis.9,12
Kelainan rontgen sendi biasanya baru terlihat pada stadium lanjut, berupa pencil in a cup.
8
Artritis psoriatika dibedakan dari artritis rematoid karena faktor rematoidnya negatif
dan tidak ditemukan nodul rematoid, terdapat lesi kulit dan kuku, serta sendi yang terkena
juga lebih ke distal.12
Tabel 1. Perbandingan artritis psoriatik dengan artritis reumatoid

3.1. Penatalaksanaan
Terapi artritis psoriatika ditujukan untuk menghilangkan nyeri, mengurangi
pembengkakan, membantu menjaga fungsi sendi tetap normal. Pengobatan dasar umumnya
adalah OAINS (Obat Anti Infl amasi Non Steroid) disertai fi sioterapi. Jika masih berlanjut
bahkan sampai destruksi sendi maka diberi obat potensi kuat seperti methotrexate, agen
biologis (etarnecept, adalimumab, dll).9,10,12
Berikut adalah dosis beberapa obat yang dapat dipakai untuk terapi artritis psoriatika
3,5,6,7,8,10,11
: OAINS (Obat Anti Infl amasi Non Steroid): Ibuprofen 400 mg per oral (PO), 4 kali/hari;
Meloxicam 7,5-15 mg PO, 4 kali/hari; COX-2 inhibitor: Celecoxib 100-200 mg PO 2-4 kali/
hari. COX-2 inhibitor mempunyai lebih sedikit efek samping lambung.
Methotrexate: dapat diberikan peroral atau injeksi intra muskular. Dosis inisial 7,5 mg
per minggu untuk memantau gejala toksisitas atau sensitivitas. Jika tidak ada, berikan dosis
3 x 2,5 mg dengan interval 12 jam dalam seminggu dengan dosis total 7,5 mg. Jika tidak
tampak perbaikan, dosis dinaikkan 2,5-5 mg per minggu, dosis maksimal 12,5-15 mg per
minggu. Diberikan tambahan asam folat 1-5 mg/hari saat tidak minum methotrexate untuk
mengurangi efek samping mual, muntah dan melawan efek makrositik pada eritrosit. Terapi
methotrexat harus disertai pemeriksaan darah rutin, fungsi hati (minimal SGOT dan SGPT)
setiap dua minggu karena risiko supresi sumsum tulang dan gangguan fungsi hati, dihentikan
jika jumlah leukosit kurang dari 3500/mm3.
Agen biologis: inhibitor TNF- (etanercept) 25 mg dua kali seminggu. Agen biologis lain
antara lain alefacept, efalizumab, infliximab, dan adalimumab.
Etretrinat: merupakan derivat vitamin A, efektif untuk kasus berat tetapi bersifat
teratogenik. Etretrinat juga menetap dalam tubuh dalam jangka lama, oleh karena itu wanita
sebaiknya tidak hamil selama pengobatan dan minimal 3 (tiga) tahun setelah pemakaian
dihentikan.
Fototerapi: tidak dapat berdiri sendiri, harus dikombinasi dengan terapi oral, antara lain
Narrow Band UVB, PUVA (Psoralen+Ultra Violet A).
Siklosporin: mempunyai efek imunosupresif dengan dosis 6 mg/KgBB. Obat ini bersifat
nefrotoksik dan hepatotoksik, juga menaikkan tekanan darah.
Leflunomide: merupakan obat anti sel T yang berfungsi mengatur proses inflamasi melalui
hambatan produksi sel T oleh sitokin. Dosis satu tablet 20 mg perhari. Biasanya diperlukan 8-
12 minggu untuk mengobservasi efek obat. Efek samping paling sering adalah diare, atau
gangguan saluran cerna; jika diare sangat berat sampai dehidrasi maka obat harus dihentikan.
Obat ini juga mempunyai efek menekan sumsum tulang, meningkatkan tekanan darah serta
hepatotoksik. Pemeriksaan darah, fungsi ginjal dan fungsi hati harus dilakukan rutin selama
mengkonsumsi obat.
Sulfasalazine: obat kombinasi sulfa dan asam asetilsalisilat yang secara spesifik dibuat
untuk artritis. Sulfasalazine membantu mengurangi gejala infl amasi, tetapi efek terhadap lesi
kulit psoriasis belum diketahui. Dosis 4 x 500 mg sehari (2 g/hari). Efek obat ini baru terlihat
setelah 8-12 minggu. Kontra indikasi absolut pada alergi sulfa. Beberapa efek samping antara
lain diare, ruam kulit, supresi sumsum tulang jumlah leukosit menjadi rendah dan mudah
terinfeksi. Pemeriksaan darah terutama hitung leukosit harus dilakukan rutin sedikitnya tiap
dua bulan.
Selain terapi obat juga diet untuk mengontrol berat badan agar tidak menambah beban
sendi. Suplemen vitamin D dapat memperbaiki dan membantu pembentukan sel tulang.
Merokok, minum alkohol, makanan terlalu berlemak, terlalu manis dan asin harus dihindari.
Perbanyak konsumsi sayur-sayuran dan buah karena kandungan vitamin, mineral dan
antioksidannya yang tinggi
Gambar 2. Algoritma terapi artritis psoriatika. 11

Das könnte Ihnen auch gefallen