Sie sind auf Seite 1von 31

1

Robert P. Maryunus
Makalah Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis
Program Pascasarjana Ilmu Kelautan / S2
Universitas Pattimura Ambon
Nopember 2010

Dosen :
Ir. J. J. Wattimury, M.Si

PENGINDERAAN JAUH: DASAR FISIKA,


SISTEM SATELIT DAN RESOLUSI

Oleh :

ROBERT P. MARYUNUS
E-mail : roby_pm@yahoo.co.id
NIM : 139 9109 027 / IK

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Teknologi inderaja dan isu pelestarian lingkungan saat ini tampaknya telah
menjadi kesadaran global. Semakin padatnya penduduk dunia menyebabkan tingkat
eksploitasi SDA yang semakin tinggi sehingga mengancam kelestarian lingkungan.
Bencana alam, berupa banjir, longsor, kebakaran hutan, penggundulan areal lahan
terjadi di mana-mana. Untuk menghadapi ancaman yang serius ini diperlukan bukan
hanya sekedar membangun kesadaran atas pentingnya pelestarian lingkungan
melainkan tindakan nyata dari setiap individu untuk mengatasi kerusakan yang terjadi
sekaligus upaya pelestarian lingkungan tersebut. Dihadapkan pada upaya tersebut,
teknologi inderaja dapat memberikan informasi dini tentang ancaman bahaya kerusakan
lingkungan baik secara tekstual maupun secara visual pada suatu daerah yang luas,
sehingga dengan demikian upaya penanggulangannya dapat direncanakan dan
dilaksanakan dengan baik. Dengan teknologi inderaja ini, kita dapat mengetahui
kesadaran moral suatu bangsa yang tercermin dalam sikap komunalnya terhadap
2

lingkungan fisik negaranya, karena kerusakan lingkungan di suatu negara akan


diketahui oleh negara-negara lain melalui tampilan informasi satelit inderaja. (Hidayat,
1995).
Teknologi Remote Sensing atau yang dibahasa Indonesiakan dengan
Penginderaan Jauh adalah suatu teknologi Geomatika yang pada prinsipnya adalah
suatu metoda pengambilan data permukaan bumi. Dari waktu ke waktu, teknologi
satelit penginderaan jauh (inderaja) berkembang pesat, baik dari resolusi spasial
maupun spektral. Seiring pesatnya perkembangan teknologi itu, pemanfaatannya di
pelbagai bidang pun semakin besar. Data-data satelit inderaja kini banyak dipakai untuk
membantu bidang pertahanan, kelautan, perikanan, dan lingkungan (Bataviase, 2010).
Teknologi Penginderaan Jauh (Remote Sensing), telah merubah paradigma visualisasi
permukaan bumi kita dari impian menjadi kenyataan, dari fiksi ilmiah menjadi bukti
ilmiah. Lompatan teknologinya telah menghasilkan manfaat yang sangat berguna bagi
banyak bidang yang berkaitan dengan manajemen pemanfaatan bumi dan
permukaannya.
Monitoring sumber daya alam dan lingkungan mengharuskan penggunaan banyak
data dalam selang waktu observasi tertentu (harian, mingguan, bulanan, tiga bulanan
atau tahunan) yang lebih dikenal dengan analisis multitemporal. Dengan menggunakan
data satelit inderaja maka analisis multitemporal dapat dilakukan dengan lebih mudah,
cepat dan murah. Peran penting analisis multitemporal menggunakan data satelit
inderaja akan semakin nampak untuk daerah perikanan laut lepas atau samudera, karena
observasi untuk perikanan laut lepas selalu memerlukan usaha yang berat, waktu yang
lama dan biaya operasional yang sangat mahal. Sedangkan untuk daerah perairan pantai
(coastal area) bisa dipergunakan untuk mendeteksi perubahan garis pantai, laju
sedimentasi dan perubahan luas hutan bakau.
Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang
obyek, daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan
menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah, atau gejala yang
dikaji. (Lillesand dan Kiefer, 1979). Penginderaan Jauh atau biasa disingkat PJ
dikenal pula dengan istilah teledeteksi, atau remote sensing (Inggris), teledetection
(Perancis), fenerkundung (Jerman), sensoriamento remota (Portugis), distantsionaya
(Rusia) dan perception remota (Spanyol).
3

Sumber : Purwadhi, 2001


Gambar 1. Sistem Penginderaan Jauh

Penginderaan Jauh bisa dikatakan sebagai Ilmu karena memiliki berbagai


karakteristik yang jelas. Karakteristik yang jelas itu antara lain terdapat pada lingkup
studinya, konsepsi dasarnya, metodologi, serta filosofinya. Bila Penginderaan jauh
digunakan digunakan oleh pakar lain untuk menopang penelitian atau pekerjaannya,
maka penginderaan jauh merupakan teknik bagi mereka. Misalnya seorang pakar
kelautan yang menggunakan bantuan citra satelit untuk mengetahui posisi lokasi fishing
ground atau seorang pakar perikanan untuk menentukan kelayakan lokasi budidaya
rumput laut pada suatu perairan.
Melalui pendekatan interdisipliner dari berbagai cabang ilmu kebumian seperti :
geografi, geologi, geomorfologi, petrologi, klimatologi, meteorologi dan geofisika,
maka informasi tentang segala fenomena dan latar belakang masalah kebumian dapat
diungkapkan dengan lebih jelas, spesifik dan lebih bermakna. Pelibatan cabang-cabang
ilmu kebumian tersebut (sebagai ilmu bantu) dalam mengupas/mengatasi suatu
fenomena atau masalah kebumian, dapat menghasilkan suatu kajian yang lengkap dan
komprehensif. Pemanfaatan remote sensing dan fotogrametri merupakan suatu revolusi
dalam mengungkap fenomena (masalah kebumian). Dengan remote sensing dan
fotogrametri yang pada dasarnya merupakan perpaduan antara iptek kebumian,
teknologi informasi dan komputer telah dapat mempercepat proses identifikasi dan
pemahaman atas masalah yang terjadi pada ruang muka bumi (geospatial) secara
interrelationship dan/atau interdependental. Melalui pendekatan antardisiplin ilmu
4

(multi disiplinery approach) terhadap suatu masalah geospatial dan penggunaan


teknologi remote sensing serta komputer secara terpadu telah menjadi suatu sarana yang
ampuh dalam memecahkan masalah geospatial secara cepat dan akurat. (Saksono,
2003).
Penginderaan jauh (inderaja) di bidang kelautan belakangan ini telah berkembang
sesuai dengan perkembangan teknologi inderaja itu sendiri. Pemanfaatan teknologi
inderaja dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan seperti perikanan, telah dilakukan di
beberapa negara maju seperti Jepang, Australia dan beberapa negara Eropa. Hal ini
banyak membantu dalam berbagai penelitian untuk memahami dinamika lingkungan
laut, termasuk memahami dinamika sumberdaya alam yang terkandung didalamnya.
Teknologi satelit banyak digunakan dalam sistem inderaja kelautan dan telah
dikembangkan berbagai jenis sensor untuk mendeteksi berbagai parameter lingkungan
yang penting di dalam proses kelautan itu, baik proses fisika, kimia maupun biologi.
Beberapa jenis sensor yang telah dikembangkan untuk: kepentingan 1nderaja kelautan
diantaranya adalah jenis CZCS (coostal zone color scanner), TM (Thematic Mapper)
dan AVHRR (Advanced Very High Radiometer Resolution). Hasil tangkapan sensor itu
diolah dalam bentuk citra (image) dengan bantuan perangkat software pengolah citra
satelit seperti ER Mapper, ArcView, dan lainnya, untuk kemudian dipresentasikan
dalam bentuk visual seperti peta maupun grafik.

1.2. Tujuan
Tujuan penulisan Makalah ini adalah :
1. Memahami prinsip dasar dan cara kerja PJ melalui kajian literatur terhadap dasar
fisika, sistem satelit dan resolusi.
2. Sebagai salah satu syarat kelulusan Mata Kuliah Penginderaan Jauh dan Sistem
Informasi Geografis pada Program Studi Ilmu Kelautan, Program Pascasarjana
Universitas Pattimura Ambon, Semester Akhir 2010/2011.

II. DASAR FISIKA


2.1. Komponen Dasar
Empat komponen dasar dari sistem PJ adalah target, sumber energi, alur
transmisi, dan sensor. Komponen dalam sistem ini berkerja bersama untuk mengukur
5

dan mencatat informasi mengenai target tanpa menyentuh obyek tersebut. Sumber
energi yang menyinari atau memancarkan energi elektromagnetik pada target mutlak
diperlukan. Energi berinteraksi dengan target dan sekaligus berfungsi sebagai media
untuk meneruskan informasi dari target kepada sensor. Sensor adalah sebuah alat yang
mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik. Setelah dicatat, data akan
dikirimkan ke stasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap pakai,
diantaranya berupa citra. Citra ini kemudian diinterpretasi untuk menyarikan informasi
mengenai target. Proses interpretasi biasanya berupa gabungan antara visual dan
automatic dengan bantuan computer dan perangkat lunak pengolah citra.

TRANSMISI

TARGET SENSOR

SUMBER
ENERGI

Gambar 2. Komponen Dasar Penginderaan Jauh


6

Gambar 3. Diagram Sistem PJ pada umumnya

2.2. Tenaga Untuk Penginderaan Jauh


Pengumpulan data dalam penginderaan jauh dilakukan dari jarak jauh dengan
menggunakan sensor buatan. Dengan melakukan analisis terhadap data yang terkumpul
ini dapat diperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau gejala yang dikaji. Karena
pengumpulan data dilakukan dari jarak jauh, maka diperlukan tenaga penghubung yang
membawa data tentang obyek ke sensor. Data tersebut dapat dikumpulkan dan direkam
dengan tiga cara berdasarkan pada variasi, yaitu:
1. Distribusi daya (force)
2. Distribusi gelombang bunyi
3. Distribusi tenaga elektromagnetik
Obyek, daerah, atau gejala di permukaan bumi dapat dikenali pada hasil
rekamannya karena masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri dalam
interaksinya terhadap daya, gelombang bunyi, atau tenaga elektromagnetik. Misal:
sensor berupa gravimeter dapat mengumpulkan data yang berupa variasi daya tarik
bumi. Sedang magnetometer mengumpulkan data berupa variasi daya magnetik. Sonar
mengumpulkan data tentang distribusi gelombang bunyi.
Dalam penginderaan jauh harus ada sumber tenaga, baik sumber tenaga alamiah
(sistem pasif) maupun sumber tenaga buatan (sistem aktif). Tenaga ini mengenai objek
di permukaan bumi yang kemudian dipantulkan ke sensor. Jumlah tenaga matahari yang
mencapai bumi dipengaruhi oleh waktu (jam, musim), lokasi, dan kondisi cuaca.
Jumlah tenaga yang diterima pada siang hari lebih banyak bila dibandingkan dengan
jumlah pada pagi atau sore hari. Kedudukan matahari terhadap tempat di bumi berubah
7

sesuai dengan perubahan musim. Pada musim di saat matahari berada tegak lurus di
atas suatu tempat, jumlah tenaga yang diterima lebih besar bila dibanding dengan pada
musim lain di saat matahari kedudukannya condong terhadap tempat itu. Di samping
itu, jumlah tenaga yang diterima juga dipengaruhi oleh letak tempat di permukaan
bumi. Tempat-tempat di ekuator menerima tenaga lebih banyak bila dibandingkan
terhadap tempat-tempat di lintang tinggi.
Kondisi cuaca juga berpengaruh terhadap jumlah sinar yang mencapai bumi.
Semakin banyak penutupan oleh kabut, asap, dan awan, maka akan semakin sedikit
tenaga yang dapat mencapai bumi.

2.3. Konsep Gelombang Elektromagnetik Sebagai dasar Penginderaan Jauh


Matahari memancarkan tenaganya kesegala arah dengan panjang gelombang yang
berbeda dengan kecepatan tetap dan tenaga yang digunakan untuk penginderaan jauh
adalah tenaga elektromagnetik. Menurut Chanlet (1979), tenaga elektromagnetik adalah
paket elektrisitas dan magnetisme yang bergerak dengan kecepatan sinar pada frekuensi
dan panjang gelombang tertentu, dengan sejumlah tenaga tertentu.
Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan beberapa karakter
yang bisa diukur, yaitu: panjang gelombang/wavelength (), frekuensi (f),
amplitude/amplitude, kecepatan. Amplitudo adalah tinggi gelombang, sedangkan
panjang gelombang adalah jarak antara dua puncak. Frekuensi adalah jumlah
gelombang yang melalui suatu titik dalam satu satuan waktu. Frekuensi tergantung dari
kecepatan merambatnya gelombang. Karena kecepatan energi elektromagnetik adalah
konstan (kecepatan cahaya), panjang gelombang dan frekuensi berbanding terbalik.
Semakin panjang suatu gelombang, semakin rendah frekuensinya, dan semakin pendek
suatu gelombang semakin tinggi frekuensinya.
Tenaga elektromagnetik tidak tampak oleh mata, ia dapat dilihat apabila
berinteraksi dengan obyek atau benda. Sinar hanya tampak apabila mengenai debu, uap
air, atau benda lain di atmosfer maupun di permukaan bumi. Matahari memancarkan
tenaganya ke segala arah, sebagian dari padanya mencapai bumi. Perjalanannya
berlangsung dengan cara radiasi. Ia dapat melalui atmosfer maupun ruang hampa
udara. Jadi bukan berlangsung dengan cara konveksi seperti perjalanan panas pada air
mendidih, bukan pula dengan cara konduksi seperti perjalanan panas pada benda padat,
8

bukan pula dengan cara transmisi seperti perjalanan arus listrik melalui kabel atau
benda pengantar lainnya.

Gambar 4. Radiasi Gelombang Elektromagnetik

Tenaga elektromagnetik dapat dibedakan berdasarkan panjang gelombang


maupun berdasarkan frekuensinya. Panjang gelombang adalah jarak lurus dari puncak
gelombang yang satu dengan puncak gelombang lain yang dekat. Frekuensi adalah
jumlah siklus gelombang yang melalui satu dalam satu detik. Panjang gelombang lebih
banyak digunakan dalam penginderaan jauh, sedang frekuensi lebih banyak digunakan
dalam teknologi radio. Pembedaan yang paling umum digunakan untuk tenaga
elektromagnetik dalam penginderaan jauh adalah dengan panjang gelombang ().

2.3.1. Spektrum Elektromagnetik


Susunan semua bentuk gelombang elektromagnetik berdasarkan panjang
gelombang dan frekuensinya disebut spektrum elektromagnetik.Gambar spektrum
elektromagnetik di bawah disusun berdasarkan panjang gelombang (diukur dalam
satuan m) mencakup kisaran energi yang sangat rendah, dengan panjang gelombang
tinggi dan frekuensi rendah, seperti gelombang radio sampai ke energi yang sangat
tinggi, dengan panjang gelombang rendah dan frekuensi tinggi seperti radiasi X-ray dan
Gamma Ray.
9

Gambar 5. Spektrum Elektromagnetik

2.3.1.1. Kelompok Energi


Radio

Radio energi adalah bentuk level energi elektromagnetik terendah, dengan kisaran
panjang gelombang dari ribuan kilometer sampai kurang dari satu meter. Penggunaan
paling banyak adalah komunikasi, untuk meneliti luar angkasa dan sistem radar. Radar
berguna untuk mempelajari pola cuaca, badai, membuat peta 3D permukaan bumi,
mengukur curah hujan, pergerakan es di daerah kutub dan memonitor lingkungan.
Panjang gelombang radar berkisar antara 0.8 100 cm.

Microwave

Panjang gelombang radiasi microwave berkisar antara 0.3 300 cm.


Penggunaannya terutama dalam bidang komunikasi dan pengiriman informasi melalui
ruang terbuka, memasak, dan sistem PJ aktif. Pada sistem PJ aktif, pulsa microwave
ditembakkan kepada sebuah target dan refleksinya diukur untuk mempelajari
karakteristik target. Sebagai contoh aplikasi adalah Tropical Rainfall Measuring
Missions (TRMM) Microwave Imager (TMI), yang mengukur radiasi microwave yang
dipancarkan dari atmosfer bumi untuk mengukur penguapan, kandungan air di awan
dan intensitas hujan.
10

Infrared

Radiasi infrared (IR) bisa dipancarkan dari sebuah obyek ataupun dipantulkan
dari sebuah permukaan. Pancaran infrared dideteksi sebagai energi panas dan disebut
thermal infrared. Energi yang dipantulkan hampir sama dengan energi sinar nampak
dan disebut dengan reflected IR atau near IR karena posisinya pada spektrum
elektromagnetik berada di dekat sinar nampak. Panjang gelombang radiasi infrared
berkisar antara 0.7 300 m, dengan spesifikasi: near IR atau reflected IR: 0.7 3 m,
dan thermal IR: 3 15 m Untuk aplikasi PJ untuk lingkungan hidup menggunakan
citra Landsat, Reflected IR pada band 4 (near IR), band 5, 7 (Mid IR) dan thermal IR
pada band 6, merupakan karakteristik utama untuk interpretasi citra. Sebagai contoh,
gambar berikut menunjukkan suhu permukaan laut global (dengan thermal IR) dan
sebaran vegetasi (dengan near IR).

Gambar 6. Infrared

Visible

Posisi sinar nampak pada spectrum elektromagnetik adalah di tengah. Tipe energi
ini bisa dideteksi oleh mata manusia, film dan detektor elektronik. Panjang gelombang
berkisar antara 0.4 to 0.7 m. Perbedaan panjang gelombang dalam kisaran ini dideteksi
oleh mata manusia dan oleh otak diterjemahkan menjadi warna. Di bawah adalah
contoh komposit dari citra Landsat 7.
11

Gambar 7. Citra Landsat Komposit

Ultraviolet, X-Ray, Gamma Ray

Radiasi ultraviolet, X-Ray dan Gamma Ray berada dalam urutan paling kiri pada
spectrum elektromagnetik. Tipe radiasinya berasosiasi dengan energi tinggi, seperti
pembentukan bintang, reaksi nuklir, ledakan bintang. Panjang gelombang radiasi
ultraviolet berkisar antara 3 nm-0.4 m, sedangkan X-Ray 0.03 3 nm, dan Gamma ray
< 0.003nm. Radiasi UV bisa dideteksi oleh film dan detektor elektronik, sedangkan X-
ray dan Gamma-ray diserap sepenuhnya oleh atmosfer, sehingga tidak bisa diukur
dengan PJ.

Interaksi Energi

Gelombang elektromagnetik (EM) yang dihasilkan matahari dipancarkan


(radiated) dan masuk ke dalam atmosfer bumi. Interaksi antara radiasi dengan partikel
atmosfer bisa berupa penyerapan (absorption), pemencaran (scattering) atau
pemantulan kembali (reflectance). Sebagian besar radiasi dengan energi tinggi diserap
oleh atmosfer dan tidak pernah mencapai permukaan bumi. Bagian energi yang bisa
menembus atmosfer adalah yang transmitted. Semua masa dengan suhu lebih tinggi
dari 0o Kelvin (-273o C) mengeluarkan (emit) radiasi EM.
Suatu obyek memancarkan fluks radian spektral unik tergantung pada
temperatur dan sifat emisiviti (pancaran) obyek tersebut. Radiasi ini disebut radiasi
termal karena terutama tergantung pada temperatur. Radiasi termal dapat dinyatakan
12

dengan teori benda hitam (black body). Benda hitam adalah materi yang menyerap
seluruh energi elektromagnetik yang mengenainya, dan tidak memantulkan atau
mentransmisi energi. Menurut hukum Kirchoff, perbandingan energi yang terradiasi
dari suatu obyek dalam keseimbangan statik termal dengan energi yang terserap adalah
tetap dan hanya tergantung pada panjang gelombang dan temperatur absolut T (dalam
Kelvin). Benda hitam menunjukkan radiasi maksimum dibandingkan dengan materi
lainnya. Dalam inderaja, koreksi untuk emisiviti harus diberikan sebab obyek yang
diamati bukanlah benda hitam sempurna. Emisiviti dapat didefinisikan oleh persamaan :

Energi radian obyek


Emisiviti
Energi radian benda hitam pada
temperatur dengan obyek

Reflektan adalah perbandingan fluks sinar datang pada permukaan dengan fluks
sinar pantulannya. Asumsi dasar dalam inderaja adalah bahwa reflektan spektral
bersifat unik dan berbeda dari satu obyek dengan obyek lain yang berbeda. Gambar
berikut memperlihatkan grafik reflektan pektral untuk tanah, vegetasi, dan air.

80
Persentase 70
60
Reflektan B Keterangan:
50
40
A = tanah lempung berlumpur
30
A
20 D
10 C B = tanah musk
0
0.4 0.8 E 1.2 1.6 2.0 2.4 C = vegetasi
Panjang Gelombang
D = air sungai keruh
Gambar 8. Reflektan Spektral untuk tanah, vegetasi, dan air

E = air sungai jernih


Interaksi energi dengan obyek akan menimbulkan 3 hal, yaitu: dipantulkan,
diserap, atau diteruskan(ditransmisikan). Berdasarkan asas kekekalan energi, maka
dapat dirumuskan persamaan, sebagai berikut :
13

E () = Ep () +Es () + Et ()
dimana:
E = Energi yang mengenai obyek
Ep = Energi yang dipantulkan
Es = Energi yang diserap
Et = Energi yang diteruskan
= Panjang gelombang

Interpretasi data inderaja pada dasarnya adalah untuk mengetahui karakteristik spektral
obyek. Permasalahannya, ada obyek yang berbeda jenisnya namun mempunyai
karakteristik spektral sama. Oleh karena itu, pengenalan obyek dilakukan dengan
menggunakan karakteristik lain, misalnya bentuk, pola, ukuran, dan letak.

Sensor

Radiometer adalah alat pengukur level energi dalam kisaran panjang gelombang
tertentu, yang disebut channel. PJ multispectral menggunakan sebuah radiometer yang
berupa deretan dari banyak sensor, yang masing masing peka terhadap sebuah channel
atau band dari panjang gelombang tertentu. Data spectral yang dihasilkan dari suatu
target berada dalam kisaran level energi yang ditentukan.
Radiometer yang dibawa oleh pesawat terbang atau satelit mengamati bumi dan
mengukur level radiasi yang dipantulkan atau dipancarkan dari benda-benda yang ada
di permukaan bumi atau pada atmosfer. Karena masing masing jenis permukaan bumi
dan tipe partikel pada atmosfer mempunyai karakteristik spectral yang khusus (atau
spectral signature) maka data ini bisa dipakai untuk menyediakan informasi mengenai
sifat target. Pada permukaan yang rata, hampir semua energi dipantulkan dari
permukaan pada suatu arah, sedangkan pada permukaan kasar, energi dipantulkan
hampir merata ke semua arah.
Pada umumnya permukaan bumi berkisar diantara ke dua ekstrim tersebut,
tergantung pada kekasaran permukaan. Contoh yang lebih spesifik adalah pemantulan
radiasi EM dari daun dan air. Sifat klorofil adalah menyerap sebagian besar radiasi
dengan panjang gelombang merah dan biru dan memantulkan panjang gelombang hijau
dan near IR. Sedangkan air menyerap radiasi dengan panjang gelombang nampak tinggi
14

dan near IR lebih banyak daripada radiasi nampak dengan panjang gelombang pendek
(biru).
Pengetahuan mengenai perbedaan spectral signature dari berbagai bentuk di
permukaan bumi memungkinkan kita untuk menginterpretasi citra. Tabel di sebelah
kanan sangat berguna dalam menginterpretasi vegetasi dari citra Landsat TM.
Ada dua tipe deteksi yang dilakukan oleh sensor: deteksi pasif dan aktif. Banyak
bentuk PJ yang menggunakan deteksi pasif, dimana sensor mengukur level energi yang
secara alami dipancarkan, dipantulkan, atau dikirimkan oleh target. Sensor ini hanya
bisa bekerja apabila terdapat sumber energi yang alami, pada umumnya sumber radiasi
adalah matahari, sedangkan pada malam hari atau apabila permukaan bumi tertutup
awan, debu, asap dan partikel atmosfer lain, pengambilan data dengan cara deteksi pasif
tidak bisa dilakukan dengan baik. Contoh sensor pasif yang paling dikenal adalah
sensor utama pada satelit Landsat, Thematic Mapper, yang mempunyai 7 band atau
channel.
15

Band 1 (0.45-0.52 m; biru) - berguna untuk


membedakan kejernihan air dan juga membedakan
antara tanah dengan tanaman.

Band 2 (0.52-0.60 m; hijau) - berguna untuk


mendeteksi tanaman.

Band 3 (0.63-0.69 m; merah) - band yang paling


berguna untuk membedakan tipe tanaman, lebih
daripada band 1 dan 2.

Band 4 (0.76-0.90 m; reflected IR) - berguna untuk


meneliti biomas tanaman, dan juga membedakan batas
tanah-tanaman dan daratan-air.

Band 5 (1.55-1.75 m; reflected IR) - menunjukkan


kandungan air tanaman dan tanah, berguna untuk
membedakan tipe tanaman dan kesehatan tanaman.
Juga digunakan untuk membedakan antara awan, salju
dan es.

Band 7 (2.08-2.35 m; reflected IR) - berhubungan


dengan mineral; ration antara band 5 dan 7 berguna
untuk mendeteksi batuan dan deposit mineral.

Band 6 (10.4-12.5 m; thermal IR) - berguna untuk


mencari lokasi kegiatan geothermal, mengukur tingkat
stress tanaman, kebakaran, dan kelembaban tanah.

Sumber : Sabins, 1978

Sedangkan pada deteksi aktif, PJ menyediakan sendiri sumber energi untuk


menyinari target dan menggunakan sensor untuk mengukur refleksi energi oleh target
dengan menghitung sudut refleksi atau waktu yang diperlukan untuk mengembalikan
energi. Keuntungan menggunakan deteksi pasif adalah pengukuran bisa dilakukan
kapan saja. Akan tetapi sistem aktif ini memerlukan energi yang cukup besar untuk
menyinari target. Sebagai contoh adalah radar Dopler, sebuah sistem ground-based,
radar presipitasi pada satellite Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM), yang
merupakan spaceborne pertama yang menghasilkan peta 3-D dari struktur badai.

2.3.1.2 Jendela Atmosfir


Meskipun spektrum elektromagnetik merupakan spektrum yang sangat luas, hanya
sebagian kesil yang dapat digunakan dalam penginderaan jauh. Sinar kosmik, sinar gamma,
dan sinar X sulit mencapai bumi karena atmosfer sulit ditembus olehnya. Pada sebagian
spektrum inframerah demikian pula halnya. Bagian-bagian spektrum elektromagnetik yang
dapat melalui atmosfer dan mencapai permukaan bumi disebut jendela atmosfer. Jendela
16

atmosfer yang paling dulu dikenal orang dan paling banyak digunakan dalam penginderaan
jauh hingga sekarang adalah spektrum tampak dengan panjang gelombang 0,4 0,7 m.
Spektrum ini dikatakan spektrum tampak karena mata manusia sebagai sensor alamiah
dapat menggunakannya untuk melihat sesuatu dan hanya sebesar ini kepekaannya
(Sugiyanta dan Miswar, 2009).

Gambar 9. Proses yang berlangsung di atmosfir selama gelombang menjalar di atmosfir

2.3.1.3. Hambatan Atmosfir


Tenaga elektromagnetik dalam jendela atmosfer tidak dapat mencapai permukaan
bumi secara utuh, karena sebagian daripadanya mengalami hambatan oleh atmosfer.
Hambatan ini disebabkan oleh butir-butir yang ada di atmosfer, seperti: debu, uap air, dan
gas. Proses hambatannya terjadi dalam bentuk serapan, pantulan dan hamburan.
Hamburan adalah pantulan ke arah serba beda yang disebabkan oleh benda yang
permukaannya kasar dan bentuknya tidak menentu, atau oleh benda-benda kecil yang
terletak tidak menentu. Sebagian tenaga elektromagnetik yang dapat mencapai
permukaan bumi diserap oleh obyek di permukaan bumi, sedang selebihnya
dipantulkan hingga mencapai sensor yang dipasang pada pesawat terbang, satelit, atau
wahana lainnya. Obyek yang banyak memantulkan tenaga elektromagnetik tampak
cerah pada citra, sedang obyek yang banyak menyerap tenaga tampak gelap.
Pengenalan obyek pada citra berdasarkan atas tingkat kegelapannya yang sering disebut
dengan rona. Tiap obyek mempunyai karakteristik tersendiri dalam menyerap dan
memantulkan tenaga yang diterima olehnya. Karakteristik ini disebut karakteristik
17

spektral, pada umumnya digambarkan dengan kurva pantulan normal obyek vegetasi,
tanah, dan air (Sugiyanta dan Miswar, 2009).

III. SISTEM SATELIT


3.1. Beberapa Jenis Satelit
Satelit adalah suatu benda di ruang angkasa yang mengintari benda lain didalam
lingkup tata surya dalam periode dan ketinggian tertentu. Curran (1985) menyebutkan
bahwa satelit untuk perlombaan antariksa. Satelit sumberdaya laut dikelompokkan pada
satelit sumberdaya bumi, sedangkan satelit cuaca dikelompokkan tersendiri.
Penginderaan Jauh dengan satelit dikenal juga dengan istilah penginderaan jauh-
non fotografik. Satelit penginderaan jauh pada umumnya mempunyai berbagai
keunggulan, antara lain : (1). Cakupannya sangat luas memberikan gambaran sinoptik
yang baik. (2). Memberikan liputan ulang pendek (repetitive coverage). (3).
Memberikan sensitifitas spektral yang besar dibanding potret udara. (4). Format digital.
(5). Kompatibel dengan GIS. (6). Data berbentuk elektronik yang mudah disebar
luaskan.
Berdasarkan cara mengorbitnya, satelit inderaja dapat dikelompokkan dalam dua
jenis (Danoedoro, 1996) yaitu:
a. Satelit geostasioner, satelit ini mengorbit pada ketinggian sekitar 36.000 km dari
bumi pada posisi tetap di atas suatu wilayah tertentu (gambar 1.9). Orbit ini
disebut juga sinkron bumi (geosynchronous). Pada umumnya satelit cuaca
merupakan satelit geostasioner, misalnya satelit GOES, Meteosat, dan GMS
(Geosynchronous Meteorological Satellite).

Meteosat (ESRO) GOES (USA)


70oW 1974
0o 1975

BUMI 35900 km
Ekuator
(USSR) 70oE SMS (USA)
1976 GMS (Jepang)
140oW 1974
140oE 1976
Gambar 10. Satelit Geostasioner
18

b. Satelit sinkron matahari, yang mengorbit bumi dengan melintas dekat kutub dan
memotong arah rotasi bumi (Gambar 11). Orbit sinkron matahari adalah orbit
yang mengkombinasikan ketinggian dan inklinasi (kemiringan) sedemikian rupa
sehingga satelit tersebut melintas di atas titik tertentu dari permukaanbumi pada
waktu matahari lokal (local solar time) sama. Orbit tersebut dapat menempatkan
satelit pada cahaya matahari yang konstan, dan keadaan ini menguntungkan bagi
satelit inderaja, satelit mata-mata, maupun satelit cuaca. Karena itu, umumnya
satelit inderaja termasuk dalam kelompok ini, misalnya Landsat, SPOT, dan
ERS. Ketinggian satelit ini sekitar 700 900 km. Sedangkan satelit NOAA
AVHRR, yang berada pada ketinggian 850 km, walaupun merupakan satelit
cuaca namun melakukan orbit sinkron matahari.

Altitude = 705 km

Inklinasi =
Ground
98,2 o Track
Ekuator

Orbit Satelit

Gambar 11. Satelit Sinkron Matahari


19

Beberapa profil dari satelit yang spektakuler munculnya diperlihatkan di bawah ini :
3.1.1. Satelit Sumberdaya Alam
1. Satelit Landsat (Land Resources Satellite) milik Amerika Serikat

Gambar 12. Satelit Landsat

Landsat milik USA. Landsat sampai saat ini telah sampai pada generasi ketujuh sesuai
dengan kemampuan resolusinya dibedakan atas tipe MSS (Multi Spectral Scanner) yang
beresolusi 80 m dan tipe TM (Thematic Mapper) yang beresolusi 30 m (pada landsat-5 dan
Landsat-7). Landsat adalah pengembangan dari ERTS (Earth Resources Technology Satellite).

2. SPOT (System Probotaire de Observation de la Terra) milik Perancis

Gambar 13. Satelit SPOT


20

Satelit SPOT milik Perancis yang diluncurkan tahun 1986 dan beredar pada ketinggian
830 km cakupan ulang pada daerah yang sama setiap 16 hari, SPOT memiliki dua sensor
(HRV1 dan HRV2). Kamampuan lebar cakupan 60-80 km.

3. MOS (Marine Observation Satelite) milik Jepang

Gambar 14. Satelit MOS

3.1.2. Satelit Cuaca

1. GOES (Geostationery Operational Environmental Satellite) milik Amerika


Serikat

Gambar 15. Satelit GEOS


21

2. Meteosat (Meteorogical Satellite) milik Lembaga Antariksa Eropa

Gambar 16. Satelit Meteosat

3. Himawari milik Jepang

Gambar 17. Satelit Himawari

Landsat 7 yang diluncurkan pada tanggal 15 Desember 1998 merupakan salah


satu satelit yang paling banyak dipakai dalam pemetaan pada umumnya. Landsat 7
dilengkapi dengan sensor Enhanced Thematic Mapper Plus. Satelit Landsat 7
22

diluncurkan dengan ketinggian orbit 705 km. Orbit yang rendah ini dipilih untuk
membuat satelit secara potensial dapat dicari oleh pesawat ruang angkasa dan untuk
meningkatkan resolusi tanah pada sensor. Setiap orbit membutuhkan kira-kira 99 menit
dengan lebih dari 14,5 orbit dilengkapi setiap hari. Orbit ini menghasilkan putaran
berulang selama 16 hari, yang berarti suatu lokasi di permukaan bumi bisa direkam
setiap 16 hari. Landsat 7 tidak memiliki kenampakan off-nadir sehingga tidak bisa
menghasilkan cakupan yang meliputi seluruh dunia secara harian. Citra Landsat 7
ETM+ tampak sama seperti data Landsat TM, yang keduanya memiliki resolusi 25
meter. Satu layar penuh mencakup luasan 185 km2, sehingga sensor dapat mencakup
daerah yang besar di permukaan bumi.

Gambar 18.Orbit Polar Satelit Landsat

Citra Landsat TM dan Landsat ETM+ memiliki persamaan, dimana keduanya


memiliki ukuran piksel sebesar 25 meter. Bagaimanapun juga citra Landsat ETM+
memiliki band pankromatik yang mampu menghasilkan citra pankromatik dengan
resolusi 12,5 meter. Hal ini memungkinkan untuk menghasilkan citra multispektral
pankromatik yang dipertajam (citra gabungan pankromatik dan multispektral dengan
resolusi spectral 7 band dan resolusi spasial 12,5 meter) tanpa merektifikasi citra yang
satu ke citra lainnya. Hal ini disebabkan citra pankromatik dan multispektral direkam
dengan sensor yang sama sehingga bisa diregister secara otomatis. Citra Landsat 7 juga
memiliki band thermal yang dipertajam. Sensor ETM+ menggunakan panjang
gelombang dari spectrum tampak mata sampai spectrum infra merah. Secara
radiometric, sensor ETM+ memiliki 256 angka digital (8 bit) yang memungkinkan
23

pengamatan terhadap perubahan kecil pada besaran radiometric dan peka terhadap
perubahan hubungan antar band.
Band-band ETM+ berguna untuk mengkaji air, pemilihan jenis vegetasi,
pengukuran kelembaban tanah dan tanaman, pembedaan awan, salju, dan es, serta
mengidentifikasi jenis batuan. Sama dengan Landsat tTM, Landsat ETM+ bisa
digunakan untuk penerapan daerah perkotaan, akan tetapi dengan resolusi spektral yang
tinggi akan lebih sesuai jika digunakan untuk membuat karakteristik alami suatu
bentang alam. ETM+ dirancang untuk mengumpulkan, menyaring, dan mendeteksi
radiasi dari bumi dalam petak seluas 185 km yang melewatinya. Viewing swath
dihasilkan oleh rata-rata system oscillating mirror yang menyapu melewati jalur
sebagaimana bidang pandang sensor bergerak maju sepanjang jalur yang disebabkan
pergerakan satelit. Data dari ETM+ merupakan output dalam dua channel yang masing-
masing pada 75 Mbps. Setiap channel berisi data dari beberapa detector bersama-sama
dengan data koreksi satelit (Payload Correction Data/PCD), time stamp, dan status
instrument. Data tiap channel berisi :
Channel 1 = band 1-3 (visible), band 4 (VNIR), Band 5 (SWIR), Band 6 (LWIR),
waktu, PCD, data status. Channel 2 = band 6 (LWIR), band 7 (SWIR) dan band 8
(pankromatik), waktu, PCD, data status.
Data dari tiap band bisa dipilih untuk menghasilkan output yang lebih tinggi atau
lebih rendah, com-mandable setting untuk mengatur tegangan referensi mul-tiplexor.
Band 6 muncul dikedua channel, dengan data di channel 1 berada dalam high gain dan
data di channel 2 berada dalam low gain. Sensor ETM+ ditambah dengan dua sistem
mo-del kalibrasi untuk gangguan radiasi matahari (dual mode solar calibrator system)
dengan penambahan lampu kalibrasi untuk fasilitas koreksi geometric (Hardiyanti,
2001).
Ciri khas dari citra Landsat 7 dengan sensor ETM+ adalah jumlah band yang
terdiri dari delapan band. Band-band yang terdapat pada sensor ETM+ mempunyai
kemampuan dan karakteristik yang berbeda-beda dalam menangkap gelombang
elektromagnetik dan dipancarkan oleh obyek di permukaan bumi seperti pada tabel.
Masih banyak kegunaan lainnya dari penggunaan Landsat 7 seperti pada tabel. Tiap
band pada Landsat 7 ETM + memiliki ukuran tersendiri.
24

3.2. Dari Multi Spektral ke Hyperspektral


Teknologi Hiperspektral (hyperspectral technology) yang juga dikenal dengan
istilah Imaging Spectrometer, merupakan kelanjutan dari teknologi multispektral
(multispectral). Sistem Penginderaan Jauh Hiperspektral merupakan paradigma baru
dalam dunia penginderaan jauh. Teknik ini menggunakan jumlah sensor hyper sehingga
hasil yang didapat lebih detail dan akurat. Untuk kebutuhan bidang pertanian misalnya,
dari satelit dapat dikumpulkan data detail mengenai lokasi rawan hama, lokasi panen,
rawan kekeringan, rawan banjir, sampai pendugaan umur tanaman dan penentuan jenis
tanaman. Sementara di bidang pertambangan, teknologi ini mampu mengidentifikasi
jenis material tambang (mineral).
Teknologi sensor hyperspektral memanfaatkan jumlah kanal yang jauh lebih
banyak dari pada sensor multispektral dengan resolusi bandwidth yang lebih sempit.
Umumnya sensor hyperspektral terdiri dari 100-200 kanal dengan resolusi bandwidth 5-
10 nm. Akan jauh berbeda jika dibandingkan dengan multispektral yang rata rata hanya
terdiri dari 5 - 10 kanal, dengan resolusi bandwidth yang lebih besar yaitu 70-400 nm.
Dengan kanal-kanal yang lebih sempit dengan jumlah yang jauh lebih banyak,
sensor hyperspektral dapat digunakan untuk melakukakan pemisahan, klasifikasi dan
identifikasi objek / material di muka bumi, sebagaimana objek aslinya. Kemampuan
lainnya adalah untuk mendeteksi target subpixel, yang akan sangat membantu dalam
mendeteksi objek dengan resolusi pixel yang lebih kecil.

4. RESOLUSI
4.1. Pengertian dan Proses
Resolusi dari sebuah citra adalah karakteristik yang menunjukkan level kedetailan
yang dimiliki oleh sebuah citra. Resolusi didefinisikan sebagai area dari permukaan
bumi yang diwakili oleh sebuah pixel sebagai elemen terkecil dari sebuah citra. Pada
citra satelit pemantau cuaca yang mempunyai resolusi 1 km, masing-masing pixel
mewakili rata-rata nilai brightness dari sebuah area berukuran 1x1 km. Bentuk yang
lebih kecil dari 1 km susah dikenali melalui image dengan resolusi 1 km. Landsat 7
menghasilkan citra dengan resolusi 30 meter, sehingga jauh lebih banyak detail yang
bisa dilihat dibandingkan pada citra satelit dengan resolusi 1 km. Resolusi adalah hal
penting yang perlu dipertimbangkan dalam rangka pemilihan citra yang akan digunakan
25

terutama dalam hal aplikasi, waktu, biaya, ketersediaan citra dan fasilitas komputasi.
Gambar berikut menunjukkan perbandingan dari 3 resolusi citra yang berbeda.

Penurunan resolusi citra


Gambar 19. Resolusi Citra
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas citra dalam hal hambatan-
hambatan untuk melakukan interpretasi dan klasifikasi yang diperlukan. Beberapa
factor penting, terutama untuk aplikasi kehutanan tropis adalah:
Tutupan awan. Terutama untuk sensor pasif, awan bisa menutupi bentuk-bentuk
yang berada di bawah atau di dekatnya, sehingga interpretasi tidak
dimungkinkan, Masalah ini sangat sering dijumpai di daerah tropis, dan
mungkin diatasi dengan mengkombinasikan citra dari sensor pasif (misalnya
Landsat) dengan citra dari sensor aktif (misalnya Radarsat) untuk keduanya
saling melengkapi.
Bayangan topografis. Metode pengkoreksian yang ada untuk menghilangkan
pengaruh topografi pada radiometri belum terlalu maju perkembangannya.
Pengaruh atmosferik. Pengaruh atmosferik, terutama ozon, uap air dan aerosol
sangat mengganggu pada band nampak dan infrared. Penelitian akademis untuk
mengatasi hal ini masih aktif dilakukan.
Derajat kedetailan dari peta tutupan lahan yang ingin dihasilkan. Semakin detail
peta yang ingin dihasilkan, semakin rendah akurasi dari klasifikasi. Hal ini salah
satunya bisa diperbaiki dengan adanya resolusi spectral dan spasial dari citra
komersial yang tersedia. Setelah citra dipilih dan diperoleh, langkah-langkah
pemrosesan tidak terlalu tergantung sistem sensor dan juga software pengolahan
citra yang dipakai. Berikut ini akan kami sampaikan dengan singkat beberapa
langkah yang umum dilakukan, akan tetapi detail dari teknik dan ketrampilan
26

menggunakan hanya bisa diperoleh dengan praktek langsung dengan


menggunakan sebuah citra dan software pengolahan citra tertentu.
Langkah-langkah dalam pengolahan citra:
Mengukur kualitas data dengan descriptive statistics atau dengan tampilan citra.
Mengkoreksi kesalahan, baik radiometric (atmospheric atau sensor) maupun
geometric.
Menajamkan citra baik untuk analisa digital maupun visual.
Melakukan survei lapangan.
Mengambil sifat tertentu dari citra dengan proses klasifikasi dan pengukuran
akurasi dari hasil klasifikasi.
Memasukkan hasil olahan ke dalam SIG sebagai input data.
Menginterpretasi hasil.
Sebelum sebuah citra bisa dianalisa, biasanya diperlukan beberapa langkah
pemrosesan awal. Koreksi radiometric adalah salah satu dari langkah awal ini, dimana
efek kesalahan sensor dan faktor lingkungan dihilangkan. Biasanya koreksi ini
mengubah nilai DN yang terkena efek atmosferik. Data tambahan yang dikumpulkan
pada waktu yang bersamaan dengan diambilnya citra bisa dipakai sebagai alat kalibrasi
dalam melakukan koreksi radiometric. Selain itu koreksi geometric juga sangat penting
dalam langkah awal pemrosesan. Metode ini mengkoreksi kesalahan yang disebabkan
oleh geometri dari kelengkungan permukaan bumi dan pergerakan satelit. Koreksi
geometric adalah proses dimana titik-titik pada citra diletakkan pada titik-titik yang
sama pada peta atau citra lain yang sudah dikoreksi. Tujuan dari koreksi geometri
adalah untuk meletakkan elemen citra pada posisi planimetric (x dan y) yang
seharusnya.
Satu langkah pemrosesan penting yang paling sering dilakukan pada pengolahan
citra adalah klasifikasi, dimana sekumpulan pixel dikelompokkan menjadi kelas-kelas
berdasarkan karakteristik tertentu dari masing-masing kelas. Terutama untuk proses
klasifikasi, survei lapangan sangat diperlukan. Pada umumnya hasil klasifikasi inilah
yang akan menjadi input yang sangat berharga bagi SIG.
27

4.2. Beberapa Terminologi Penting


Ketika belajar Remote Sensing atau yang di Indonesiakan menjadi Inderaja alias
Penginderaan Jauh (bukan penginderaan jarak jauh atau Penerawangan Jarak Jauh)
kita akan berhadapan dengan 4 terminologi penting (Jaya dalam Noor, 2010) yakni :
1. Radiometric Resolution
Berapa banyak bit yang digunakan dalam satu pixel?
Resolusi radiometrik adalah ukuran sensitivitas sensor untuk membedakan aliran
radiasi (radiant flux) yang dipantulkan atau diemisikan dari suatu obyek
permukaan bumi. Sebagai contoh, radian pada panjang gelombang 0,6 - 0,7 m
akan direkam oleh detektor MSS band 5 dalam bentuk voltage. Kemudian
analog voltage ini disampel setiap interval waktu tertentu (contoh untuk MSS
adalah 9,958 x 10-6 detik) dan selanjutnya dikonversi menjadi nilai integer yang
disebut bit. MSS band 4, 5 dan 7 dikonversi ke dalam 7 bit (27=128), sehingga
akan menghasilkan 128 nilai diskrit yang berkisar dari 0 sampai dengan 127.
MSS band 6 mempunyai resolusi radiometrik 6 bit (26=64), atau nilai integer
diskrit antara 0 - 63. Generasi kedua data satelit seperti TM, SPOT dan MESSR
mempunyai resolusi radiometrik 8 bit (nilai integer 0 - 255). Citra yang
mempunyai resolusi radiometrik yang lebih tinggi akan memberikan variasi
informasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan citra yang mempunyai resolusi
radiometrik yang lebih rendah.
2. Spectral Resolution
Berapa banyak wavelength yang dapat di rekord? atau berapa banyak spectral
band yang dimiliki oleh sebuah sensor ?
Resolusi spektral diartikan sebagai dimensi dan jumlah daerah panjang
gelombang yang dimiliki oleh sensor. Sebagai contoh, potret hitam-putih
mempunyai resolusi yang lebih rendah (0,4 m - 0,7 m) dibandingkan dengan
Landsat TM band 3 (0,63 m - 0,69 m). Dengan jumlah band-band sempit yang
banyak maka pemakai atau peneliti dapat memilih kombinasi yang terbaik
sesuai dengan tujuan dari analisis untuk mendapatkan hasil yang optimal. TM
mempunyai 7 band dengan lebar setiap bandnya yang sempit tetapi rentang band
yang digunakan lebar (mulai band biru sampai dengan band termal), sedangkan
SPOT 5 mempunyai 4 band dengan rentang dari band hijau sampai dengan
28

inframerah sedang, ini berarti bahwa TM mempunyai resolusi spektral yang


lebih baik dibandingkan dengan SPOT.

Gambar 17. Ilustrasi Spectral Resolution

3. Spatial Resolution
Berapa ukuran objek yang yang bisa diwakili oleh satu pixel ?
Resolusi spasial adalah ukuran terkecil dari suatu bentuk (feature) permukaan bumi
yang bisa dibedakan dengan bentuk permukaan di sekitarnya atau yang ukurannya bisa
diukur (Gambar 1). Pada potret udara, resolusi adalah fungsi dari ukuran grain film
(jumlah pasangan garis yang bisa dibedakan per mm) dan skala. Skala adalah fungsi
dari panjang fokus dan tinggi terbang. Grain film yang halus memberikan detail obyek
lebih banyak (resolusi yang lebih tinggi) dibandingkan dengan grain yang kasar.
Demikian pula, skala yang lebih besar memberikan resolusi yang lebih tinggi.
Resolusi spasial dari citra non-fotografik (yang tidak menggunakan film) ditentukan
dengan beberapa cara. Di antaranya yang paling umum digunakan adalah berdasarkan
dimensi dari instantaneous field of view (IFOV) yang diproyeksikan ke bumi. IFOV ini
merupakan fungsi dari ukuran detektor, tinggi sensor dan optik. Pada sensor digital
seperti generasi Landsat dan SPOT, sensor merekam kecerahan (brightness) semua
obyek yang ada di dalam IFOV. Brightness adalah jumlah radiasi yang dipantulkan atau
diemisikan dari permukaan bumi. Dengan kata lain, IFOV adalah suatu areal pada suatu
permukaan bumi dalam mana gabungan/campuran brightness suatu permukaan diukur.
Nilai kecerahan (brightness value) dari suatu pixel diperoleh dari BV-nya IFOV.
Akan tetapi ukuran pixel bisa lebih kecil atau lebih besar dari ukuran IFOV,
tergantung dari bagaimana BV tersebut disampel (direkam) oleh sensor. Perlu
29

diperhatikan bahwa resolusi spasial dari suatu sistem cocok untuk suatu
kepentingan tertentu sehingga obyek di permukaan bumi tidak hanya bisa
dideteksi (detectable) tapi juga bisa diidentifikasi (recognizable) dan dianalisis.
Detectability adalah kemampuan dari sistem penginderaan jauh untuk merekam
keberadaan (eksistensi) suatu obyek atau feature dalam suatu bentang alam
(landscape). Sebagai contoh, jalan aspal yang walaupun mempunyai ukuran
lebih kecil dari resolusi spasialnya, tetapi dapat juga direkam oleh sensor karena
memberikan kontras (BV) yang tinggi. Recognizability adalah kemampuan dari
seorang interpreter (human interpreter) untuk mengidentifikasi (memberi nama)
suatu obyek yang dideteksi oleh sensor. Kemampuan ini merupakan fungsi dari
pengalaman interpreter dan skala citra.

4. Temporal Resolution
Berapa lama (revisit time) sebuah sensor dapat melintas diatas daerah yang
sama ?.
Selain resolusi spasial, spektral dan radiometrik, dalam penginderaan jauh
dikenal juga dengan istilah resolusi temporal. Pertimbangan resolusi ini menjadi
penting ketika penginderaan jauh dibutuhkan dalam rangka pemantauan dan
atau deteksi obyek permukaan bumi yang terkait dengan variasi musim (waktu).
Dalam bahasa sederhananya, resolusi temporal adalah interval waktu yang
dibutuhkan oleh satelit untuk merekam areal yang sama, atau waktu yang
dibutuhkan oleh satelit untuk menyelesaikan seluruh siklus orbitnya. Resolusi
temporal adalah frekuensi suatu sistem sensor merekam.

Gambar 18. Temporal Resolution Beberapa Satelit


30

5. PENUTUP
Penginderaan Jauh sebagai suatu ilmu berkembang seiring dengan perkembangan
jaman yang menuntut adanya akurasi dan efisiensi dalam perolehan data. Penginderaan
jauh sangat penting dalam bidang ilmu kebumian termasuk didalamnya bidang
perikanan dan kelautan, untuk dapat memetakan zonasi suatu kawasan pesisir, fishing
ground, kelayakan lokasi budidaya dan lain-lain. Namun demikian penginderaan jauh di
Indonesia masih merupakan barang yang mahal, oleh karena itu dibutuhkan suatu
intervensi kebijakan pemerintah guna lebih memasyarakatkan ilmu tersebut mengingat
pentingnya kajian sumberdaya alam dan dinamika yang ada di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA
Bataviase. 2010. Penyuplai Data Inderaja. www.bataviase.co.id. Diakses tanggal 8
November 2010.

Chanlett, E.T., 1979, Environmental Protection, McGraw-Hill Book Company, Inc.,


New York.

Curran, P. J. 1985. Principles of Remote Sensing. Published in the United States of


America by Longman Inc, New York.

Danaedoro, P. 1996. Pengolahan Citra Digital. Fakultas Geografi Universitas Gajah


Mada, Yogyakarta.

Hidayat., A. 1995. Pemanfaatan Kondisi Lingkungan Menggunakan Data


Penginderaan Jauh. Pusfatja LAPAN, Jakarta.

Lillesand, T. M. dan R. W. Kiefer, 1979. Remote Sensing and Image Interpretation.


John Wiley Sons, New York.

Noor, M.F. 2010. Apa Itu Resolusi ???. http://geomatikainderaja.blogspot.com/p/apa-


itu-resolusi.html

Purwadhi, Sri H. 2001.Interpretasi Citra Digital. Jakarta : GRASINDO

Sabin, F.F., 1978. Remote Sensing, Principles and Interpretation. W.H. Freeman, San
Fransisco

Saksono, T. 2003. Next Map Indonesia : Kebangkitan Kembali Industri Pemetaan


Indonesia, Invited Paper for Annual Academic Forum, the Indonesian Surveyors
Association, Bandung.
31

Sugiyanta, G dan D. Miswar. 2009. Dasar Fisika Penginderaan Jauh.


blog.unila.ac.id/igedesy/files/2009/08/materi-21.pdf. Diakses tanggal 8 November
2010.

Sutanto, 1986. Penginderaan Jauh Jilid 1 dan 2. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Das könnte Ihnen auch gefallen