Sie sind auf Seite 1von 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Remaja dan sosial media merupakanfenomena sosial baruyang banyakditemui dalam


kehidupan bermasyarakat akhir-akhir ini. Kecepatan perkembangan teknologi informasi
dengan munculnya berbagai gadget ataupun smartphone yang bersamaan dengan harga dan
paket pelayanan yang relatif terjangkaubagi berbagai kalangan semakin mendukung
kebutuhan remaja untuk terusmenerus menggunakan dunia maya. Kondisi tersebut
menimbulkan keterikatan remaja dengan jejaring sosial yang semakin menjadi tidak
terpisahkan(Parreno, et.al.,2013).Selain hal-hal tersebut di atas, faktor budaya merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi penggunaan social media pada remaja.

Kesepian adalah pengalaman subjektif yang tidak menyenangkan dimana kualitas dan
kuantitas hubungan sosial seseorang mengalami penurunan secara signifikan (Peplau &
Perlman, 1998). Kesepian bisa terjadi pada individu dengan berbeda usia menurut Gursoy
dan Bicakci (2006) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa perbedaan tingkat kesepian
yang terjadi disebabkan oleh perbedaan status ekonomi, keluarga dan hubungan pertemanan.

Penyebab dari kesepian pada individu menurut psikiater Indonesia, Dadang Hawari
(dalam artikel Sepi Mendekati Mati, 12 Maret 2012) bisa dipengaruhi oleh kehidupan
sosial yang hanya sedikit mempunyai jaringan pertemanan. Selain itu, dapat juga karena
ketidakcocokan dengan lingkungan sekitar sehingga merasa kesepian saat berada di tengah
keramaian. Individu yang mengalami kesepian mempunyai persepsi negatif tentang diri
sendiri (Robinson dalam Oktaria, 2013).

Survey loneliness yang dilakukan oleh Mental Health Foundation di Inggris pada Mei
tahun 2010, dari 2256 orang ditemukan 24% yang merasakan kesepian, dimana subyek
berumur 18-34 tahun lebih merasakan kesepian daripada subyek berumur di atas 55 tahun
(Mental Health Foundation, 2010). Russel, Cutrona, Rose dan Yurko (dalam Bednar, 2000)
mengatakan bahwa emotional loneliness berkorelasi dengan kurangnya kedekatan dengan
orang di sekitar dan sosial loneliness berkorelasi dengan kondisi dimana seseorang kurang
mempunyai teman di lingkungan sosialnya.
Weiss (dalam Perlman & Peplau, 1998; Tassin, 1999 dan Bednar, 2000) membagi
kesepian menjadi dua jenis yaitu: (a) Emotional Loneliness, terjadi ketika seseorang
mengalami kondisi dimana dia kehilangan figur lekatnya secara emosional. Misalnya seorang
anak terhadap orang tuanya atau seorang dewasa terhadap pasangannya atau teman dekatnya.
Intinya adalah bahwa emotional loneliness mengacu pada emosi negatif yang muncul akibat
ketidakpuasan pada hubungan yang bersifat intim. (b) Social Loneliness, terjadi ketika
seseorang mengalami kekurangan hubungan sosial. Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan
kesepian jenis ini adalah dengan melakukan pindah rumah, kehilangan pekerjaan,
didiskriminasikan oleh anggota kelompok dan tidak memiliki kelompok atau kumpulan
komunitas. Intinya adalah bahwa social loneliness mengacu pada emosi negatif yang muncul
akibat ketidakpuasan pada kelompok atau komunitas yang tidak sesuai dengan harapannya.

Menurut Lake (1986) merumuskan bahwa ada tiga tahap kesepian yaitu, pertama,
keadaan yang membuat seseorang memutuskan hubungannya dengan orang lain sehingga ia
akan kehilangan beberapa perasaan yaitu, disukai, dicintai, atau diperhatikan orang lain.
kedua, hilangnya rasa percaya diri dan interpersonal trust, yang terjadi ketika sesorang tidak
dapat menerima dan memberikan perilaku yang menentramkan kepada orang lain. ketiga,
menjadi apatis, yang terjadi ketika seseorang merasa bahwa tidak ada seseorang yang peduli
tentang apa yang sedang dialaminya, dimana seringkali kondisi ini menimbulkan keinginan
untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri.

Boyd & Ellison (2007) mendefinisikan social network sebagai layanan berbasis web
yang dapat membuat individu dapat membentuk profil publik maupun semi-publik dalam
sistem yang dibatasi, melihat daftar dari pengguna lain yang dengan mereka individu
memiliki hubungan, dan melihat dan menelusuri daftar koneksi mereka dan yang dibuat oleh
individu lainnya dari sistem tersebut.

Dilaporkan juga bahwa internet dapat meningkatkan ikatan sosial individu karena
internet memberikan lahan untuk hubungan sosial yang kemungkinan kurang berkembang di
dunia nyata (dalam Dittman, 2003). Internet juga dinyatakan sebagai tempat atau aktivitas
yang ideal untuk menemukan kelompok degan ketertarikan yang mirip (dalam Dittman,
2003). Selain dampak positif penggunaan internet, terdapat pula dampak negatifnya, salah
satunyayakni studi oleh Wales (dalam Anderson, 2000) yang menemukan bahwa terdapat
beberapa universitas yang melaporkan peningkatan kegagalan akademik yang terhubung
dengan penggunaan internet secara berlebihan. Pada penelitian lain (dalam Anderson, 2000)
ditemukan bahwa penggunaan internetyang lebih lama dapat dikaitkan dengan menurunnya
keterlibatan sosial dan meningkatnya angka depresi.

Morahan-Martin dan Schumacher melakukan beberapa studi terkait loneliness dengan


penggunaan internet (dalam Dittman, 2003). Dari studi yang mereka lakukan, ditemukan
bahwa mahasiswa pengguna internet (pathological users) memiliki angka loneliness yang
lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakan internet. Pada studi lain
dari tim peneliti yang sama, dinemukan bahwa mereka yang mengoperasikan internet dan
menggunakan e-mail memiliki tingkat Loneliness yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan oleh
perasaan bahwa mereka mendapatkan dukungan emosional melalui penggunaan internet.

Partisipan pengguna internet dari penelitian ini menyatakan bahwa mereka pribadi
cenderung tertutup, dan merasa lebih diterima pengguna internet lainnya dibandingkan yang
tidak (dalam Dittman, 2003). Penelitian lain menemukan bahwa penggunaan internet memicu
loneliness pada seseorang. Field, Diego, dan Kaplan (2000) menemukan bahwa peningkatan
penggunaan internet berkorelasi dengan lemahnya ikatan sosial (Dittman 2003).

Dunia teknologi dan informasi berkembang beberapa tahun terakhir seperti internet
yang memiliki peminat dari berbagai jenis usia. Perkembangan ini merambah ke ponsel dan
smartphone. Hasil dariSurvey Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII)
menyatakan,pengguna Internet di Indonesia pada 2012 mencapai 63 juta orang atau sekitar
24,23% sampai tahun 2015 mencapai 139 juta penduduk Indonesia. Sosial media biasanya
digunakan sebagai media sosialisasi untuk berinteraksi.

Menurut Boyd dan Ellison (2007), Social Networking Site (SNS) atau biasa disebut
juga jejaring sosial didefinisikan sebagai suatu layanan berbasis web yang memungkinkan
setiap individu untuk membangun hubungan sosial melalui dunia maya seperti membangun
suatu profil tentang dirinya sendiri,menunjukkan koneksi seseorang dan memperlihatkan
hubungan apa saja yang ada antara satu pemilik dengan pemilik akun lainya dalam sistem
yang disediakan, dimana masing-masing social networking site memiliki ciri khas dan sistem
yang berbeda-beda. Beberapa contoh social networking site diantaranya MySpace, Facebook,
Cyworld, Twiter and Bebo.Fungsi dari penerapan social networking site itu sendiri
berfokuspada koneksi yang akan dibangun oleh satu orang dengan orang lainnya, dimana
dapat berupa hubungan sahabat, keluarga, seks,event,profesi.
Berdasarkan uraian diatas kelompok merasa perlu untuk membuat suatu alat ukur yang
dapat digunakan untuk melihat tingkat kesepian individu, terutama kepada para pengguna
aktif sosial media. Kemudian dengan alat ukur tersebut dapat menjadi tolak ukur bagi
individu dalam mengevaluasi diri, terutama dalam hal perasaan kesepian.

1.2 Pertanyaan Penelitian


1.2.1 Reliabilitas
Apakah alat ukur tingkat kesepian pada remaja memiliki konsistensi internal yang
tinggi?
1.2.2 Validitas
Apakah alat ukur tingkat kesepian dapat mewakili item item tingkal laku yang
di ukur?
Apakah alat ukur loneliness valid untuk mengukur tingkat kesepian pada remaja?
1.2.3 Analisa Aitem
Apakah aitem-aitem pada alat ukur pengaruh social dengan tingkat kesepian pada
remaja sudah berkualitas?

1.3 Tujuan dan Manfaat


1.3.1 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan alat ukur yang reliabel dan valid
untuk mengukur tingkat kesepian pada remaja.

1.3 Tujuan dan Manfaat


a. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan alat ukur
lonelinessyang reliable, valid, serta memiliki item yang baik dalam
memprediksi dan mendiagnosa perilaku tingkat kesepian pada remaja.
b. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan kontribusi
pemikiran serta rujukan untuk penelitian selanjutnya.Dapat menjadi
salah satu sumbangan pengetahuan dalam ilmu psikologi khususnya
dalam ranah psikologi kontruksi alat ukur.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kesepian/Loneliness

2.1.1 Pengertian Kesepian

Loneliness diartikan oleh Peplau & Perlman (dalam Brage, Meredith & Woodward,
1998) sebagai perasaan dirugikan dan tidak terpuaskan yang dihasilkan dari kesenjangan
antara hubungan sosial yang diinginkan dan hubungan sosial yang dimiliki. Deaux, Dane
& Wrightsman (1993) menyimpulkan bahwa ada tiga elemen dari defenisi loneliness yang
dikemukakan oleh Peplau & Perlman, yaitu:

a) Merupakan pengalaman subyektif, yang mana tidak bisa diukur dengan observasi
sederhana.
b) Loneliness merupakan perasaan yang tidak menyenangkan.
c) Secara umum merupakan hasil dari kurangnya/terhambatnya hubungansosial.

Santrock (2002) juga mengatakan bahwa kesepian adalah ketika merasa


bahwa tidak seseorang yang dapat memahami dengan baik, merasa terisolasi, dan
tidak memiliki seorang pun untuk dijadikan pelarian, saat dibutuhkan atau saat stress.

Menurut Robert Weiss (dalam Santrock, 2003), loneliness merupakan reaksi dari
ketidak adaan dari jenis-jenis tertentu dari hubungan. Loneliness terjadi ketika adanya
ketidak adanya kesesuaian antara apa yang diharapkan seseorang dan kenyataan dari
kehidupan interpersonalnya, sehingga seseorang menjadi merasa sendiri dan kesepian
(Burger, 1995). Selanjutnya, loneliness dapat disertai oleh berbagai macam emosi negatif
seperti depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan,ketidakpuasan, menyalahkan diri sendiri
(Anderson, 1994) dan malu (Jones, Carpenter & Quintana, 1985).

Loneliness yaitu, suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan oleh
adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain
(Bruno, 2000). Menurut Brehm & Kassin, loneliness adalah perasaan kurang memiliki
hubungan sosial yang diakibatkan ketidakpuasan dengan hubungan sosial yang ada (dalam
Dayakisni & Hudaniah, 2003).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa loneliness
merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan disebabkan adanya ketidaksesuaian
antara hubungan sosial yang diharapkan dengan kenyataan kehidupan interpersonalnya
yang berdampak terjadinya hambatan atau berkurangnya hubungan sosial yang dimiliki
seseorang.

2.1.2 Jenis-Jenis Loneliness

Weiss (dalam Santrock, 2003) menyebutkan ada dua bentuk loneliness yang
berkaitan dengan tidak tersedianya kondisi sosial yang berbeda-beda, yaitu:

a) Isolasi emosional (emotional isolation) adalah suatu bentuk loneliness yang


muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang intim; orang
dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh pasangannya sering
mengalami loneliness jenis ini.
b) Isolasi sosial (social isolation) adalah suatu bentuk loneliness yang muncul ketika
seseorang tidak memiliki keterlibatan yang terintegrasi dalam dirinya; tidak ikut
berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas yang melibatkan adanya
kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang terorganisasi, peran-peran yang
berarti; suatu bentuk loneliness yang dapat membuat seseorang merasa
diasingkan, bosan, dan cemas.

Menurut Young (dalam Weiten & Lloyd, 2006) loneliness dapat dibagi menjadi
dua bentuk berdasarkan durasi loneliness yang dialaminya, yaitu:

a) Transient loneliness yaitu, perasaan loneliness yang singkat dan muncul sesekali,
yang banyak dialami individu ketika kehidupan sosialnya sudah cukup layak.
Transient loneliness menghabiskan waktu yang pendek dan fase, seperti ketika
mendengarkan sebuah lagu atau ekspresi yang mengingatkan pada seseorang
yang dicintai yang telah pergi jauh (Meer dalam Newman & Newman, 2006).
b) Transitional loneliness yakni ketika individu yang sebelumnya sudah merasa
puas dengan kehidupan sosialnya menjadi loneliness setelah mengalami
gangguan dalam jaringan sosialnya tersebut. Misalnya, meninggalnya orang yang
dicintai, bercerai atau pindah ke tempat baru.
c) Chronic loneliness adalah kondisi ketika individu merasa tidak dapat memiliki
kepuasan dalam jaringan sosial yang dimilikinya setelah jangka waktu tertentu.
Chronic loneliness menghabiskan waktu yang panjang dan tidak dapat
dihubungkan dengan stressor yang spesifik. Orang yang mengalami chronic
loneliness bisa saja berada dalam kontak sosial namun tidak memperoleh tingkat
intimasi dalam interaksi tersebut dengan orang lain (Berg & Peplau, 1982).
Sebaliknya, individu yang memiliki kemampuan sosial tinggi, yaitu meliputi
mampu bersahabat, kemampuan komunikasi, kesesuaian perilaku nonverbal dan
respon terhadap orang lain, memiliki sistem dukungan sosial yang lebih baik dan
tingkat kesepian yang rendah (Rokach, Bacanli & Ramberan, 2000).

2.1.3 Dimensi Loneliness

Gierveld dan Tillburg (1990, h.265) mengemukakan tiga dimensi kesepian yaitu,

a) Emotional characteristics (karakteristik emosi). Karakteristik emosi yaitu


memperlihatkan perasaan yang dialamiindividu. Indikator perilakunya
berupahilangnya perasaan yang positif, contohnya: perasaan bahagia,
berharga,dipercaya, dicintai, unik, berguna, kuat, dan kemudian digantikan
dengan adanyaperasaan yang negatif, contohnya: perasaan sedih, cemas, tertekan,
terluka,gelisah, terbuang, tidak pasti, tidak dimengerti, tidak bertujuan, tidak
berhasil,kehilangan kontak.
b) Type of social deprivation (bentuk keterpisahan sosial). Bentuk keterpisahan
sosial memperlihatkan seberapa dekat bentuk keintimanhubungan individu dalam
jaringan sosial. Indikator perilaku meliputi individu merasa kehilangan atau tidak
memiliki hubungan yang intim dan spesial, individu didalam lingkungan
sosialnya memiliki hubungan yang tidak dekat, kosong, jauh, serta individu
ditolak dalam komunitasnya.
c) Time perspective(perspektif waktu). Perspektif waktu memperlihatkan cara
individu mengevaluasi kesepian yangdialaminya. Cara evaluasi ini dapat
digolongkan ke dalam tiga karakteristikindikator perilaku, yaitu tidak ada
harapan, permanen, dan menyalahkan sesuatudi luar dirinya. Tidak ada harapan
dapat diartikan sebagai bagaimana individumemandang kesepian itu tidak bisa
diubah dan dirinya tidak mampu terlepas dariperasaan kesepian. Permanen berarti
individu memandang atau menilai dampakdari kesepian itu yang tidak dapat
hilang, sedangkan menyalahkan sesuatu di luardirinya berarti bagaimana individu
memandang hal-hal lain di luar dirinya dapatmempengaruhi perasaan kesepian
yang dialami.
2.2 Teori Psikometri (Integrasi Dari Berbagai Sumber)
2.2.1 Jenis Tes
Cronbach (1970) membagi tes dalam psikologi menjadi dua kelompok besar, yaitu
tes yang mengukur performansi maksimal dan tes yang mengukur performansi khusus.
Berikut penjelasan pada masing-masing tes (dalam Azwar, 2015):

2.2.1.1 Tes yang Mengukur Performansi Maksimal

Pada tes ini mengukur tentang hal-hal yang dikuasai, pengetahuan, dan
rencana kedepan. Tes ini disajikan dengan struktur dan tujuan yang jelas agar subjek
mengetahui arah jawaban yang dikehendaki oleh peneliti, serta petunjuk bagaimana
cara pengerjaan harus jelas dan sesederhana mungkin (Azwar, 2015).

2.2.1.2Tes yang Mengukur Performansi Khusus

Tes ini dirancang untuk mengungkap perilaku individu apabila berada pada
situasi-situasi tertentu dengan tujuan utamanya adalah untuk mengetahui apa yang akan
cenderung dilakukan bukan perilaku apa yang biasanya dilakukan (Azwar, 2015).

2.2.2 Persyaratan Alat Ukur yang Baik

2.2.2.1 Realibilitas

Menurut Azwar (2012)reliabilitas dapat didefinisikan sebagai konsistensi dari


suatu pengukuran, dimana hasil suatu pengukuran dalam beberapa kali pelaksanaan
pengukuran relative sama.Menurut Azwar (2012) estimasireliabilitas alat ukur dapat
dicapai dengan menggunakan tiga metode yaitu,

a. Metode test-retest reliabilitypengukuran subjek pada satu tes dilakukan


dengan dua kali dan diukur dengan alat ukur yang sama dengan tenggang
waktu yang berbeda. Asumsinya adalah bahwa suatu tes yang reliable tentu
akan menghasilkan skor tampak yang relatif sama apabila dilakukan tes
kedua kalinya pada waktu yang berbeda. Semakin besar variasi perbedaan
skor subjek antara kedua pengenaan tes, berarti semakin sulit untuk
mempercayai bahwa tes itu memberikan hasil ukur yang konsisten (Azwar,
2012).
b. Metode alternate-form reliability, tes yang akan diestimasi
reliabilitasnya maka harus tersedia paralelnya, yaitu tes yang sama tujuan
pengukurannya dan isi aitemnya setara baik secara kualitas maupun
kuantitasnya (Azwar, 2012).
c. Metode single-trial atau konsistensi internal estimasi reliabilitas
pengukuran dilakukan dengan menggunakan satu bentuk tes yang dilakukan
hanya sekali saja pada satu kelompok subjek (Azwar, 2012).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode single-trial sebagai


pengujian reliabilitasnya dengan lebih spesifiknya menggunakan formula alpha
(alpha cronbarch).

2.2.2.2 Validitas

Anastasi & Urbina (2007) menyatakan bahwa validitas suatu tes itu
menggambarkan apa yang hendak diukur oleh tes dan seberapa tepat dan baik tes
tersebut mengukurnya. Menurut Azwar (2012) terdapat tipetipe validitas yaitu,

1. Content validity

Content validity merupakan validitas yang melalui pengujian melalui expert


judgment,tujuan dari validitas ini adalah untuk menilai sejauh mana aitem
aitem tes dapat menggambarkan konstrak yang hendak diukur.

2. Criterion validity

Criterion validity menunjukkan efektivitas suatu tes dalam memprediksi


performa individu pada aktivitas tertentu (Anastasi & Urbina, 1997).
Terdapat dua macam validitas yaitu:

3. Predictive validitydapat dilihat dari korelasional antara skor tes dengan skor
performansi yang hendak diprediksikan pada masa yang akan datang.

4. Concurent validity merupakan validitas yang melihat sejauh mana


kesesuaian antara hasil ukur instrument tersebut dengan hasil ukur
instrumen lain yang sudah teruji kualitasnya atau dengan ukuran-ukuran
yang dianggap dapat menggambarkan aspek yang diukur.
5. Menurut Allen & Yen (1979) dalam Azwar (2012) validitas konstrak
adalah validitas yang menunjukan sejumlah hasil tes mampu
mengungkapkan suatu trait atau suatu konstrak teoritik yang hendak diukur
dalam pengukurannya.

2.2.2.3 Analisis Item

Analisis item adalah prosedur yang dilakukan sebelum melakukan estimasi


terhadap reliabilitas dan validitas dengan cara menguji karakteristik masing-masing
aitem yang akan menjadi bagian tes yang bersangkutan (Azwar, 2012).
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Subjek Penelitian


3.1.1 Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi objek atau subjek yang memiliki kualitas
dan karakteristik yang sesuai yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik
kesimpulan (Sugiyono, 2011). Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah
remaja berusia 15-17 tahun yang ada di Indonesia baik perempuan maupun laki-laki.
3.1.3 Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono, 2011). Sampel penelitian ini adalah remaja yang bertempat tinggal di
Jakarta berusia 15-17 tahun. Adapun karakteristik sampel penelitian ini, yaitu:

1. Remaja, berusia 15-17 tahun

2. Berdomisili di Jakarta

Menurut Kerlinger & Lee (2000), jumlah sampel pada penelitian kuantitatif
minimal 30 subjek. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Guilford &Fruchter (2004),
bahwa jumlah sampel yang mendekati penyebaran normal adalah 30 orang. Oleh karena
itu, penelitian kali ini akan mengambil sampel sebesar 76 subyek.

3.1.3 Teknik Sampel

Metode pengambilan sampel yang akan digunakan pada penelitian kali ini adalah
teknik purposive sampling. Berdasarkan teknik ini, siapa saja yang ditemukan oleh
penelitian dapat dijadikan sampel apabila sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan
sebelumnya (Sugiyono, 2011).

3.1.4 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah wilayah DKI Jakarta.

3.2 Alat Ukur


3.2.1 Penggolongan Alat Ukur

Alat ukur ini termasuk alat ukur kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan
penelitian yang bertujuan untuk memperolah data berupa angka (Sugiyono, 2011). Alat
ukur ini merupakan alat ukur kemampuan non kognitif yaitu alat ukur yang digunakan
untuk mengukur tingkat kesepian atau loneliness. Alat ukur kemampuan non kognitif akan
mengukur performansi tipikal (Azwar, 2016).

3.2.2 Indikator dan Kisi-kisi (blueprint) item

Dimensi Definisi Indikator Jumlah


Operasional Item
Emotional Memperlihatkan Hilangnya perasaan positif 30%
characteristics perasaan yang Bahagia
dialami individu Berharga
Dipercaya
Dicintai
Unik
Berguna
Kuat
Timbulnya perasaan negatif
Sedih
Cemas
Tertekan
Terluka
Gelisah
Terbuan
tidak pasti
tidak dimengerti
tidakbertujuan
tidak berhasil
kehilangan kontak.
Type of social Seberapa dekat Individu merasa kehilangan 45%
deprivation bentuk keintiman Memiliki hubungan yang intim,
hubungan individu didalam lingkungan
dalam jaringan Tidak memiliki hubungan yang
sosial dekat, kosong, jauh, serta ditolak
dalam komunitasnya.
Time Cara individu Tidak ada harapan 25%
perspective menangani Bersifat permanen
kesepian yang Menyalahkan sesuatu diluar diri
dialami

IEmotional Memperlihatkan Hilangnya perasaan positif 1. Media sosial merupakan


characteristics perasaan yang Bahagia tempat yang saya percaya
dialami individu untuk bercerita mengenai
masalah saya
2. Komentar yang saya
dapatkan dari sosial media
seringkali menjadikan saya
ragu akan pendapat saya
3. Saya lebih suka banyak
belajar mengenai
pengalaman dari orang lain
daripada dari orang-orang
yang tinggal di lingkungan
sekitar saya
Berharga 4. Saya yakin saya termasuk
orang yang berperan
penting bagi teman-teman
saya
5. Berbicara dengan orang
lain menjadikan saya
menjadi lebih puas
Dipercaya 6. Saya merasa nyaman untuk
menyampaikan keluh
kesah saya melalui media
social
7. Saya mencoba untuk
bersikap rendah hati agar
dicintai teman-teman di
media sosial
8. Saya selalu menyampaikan
apa yang ada pada diri saya
9. Saya memiliki seseorang
untuk berbagi kebahagiaan
Dicintai dan kesedihan yang saya
alami
10. Saya memiliki hubungan
yang menyenangkan
bersama teman-teman saya
di media sosial
11. Saya selalu mendapatkan
perhatian dari banyak
orang ketika saya bercerita
di media sosial
12. Saya senang menceritakan
pengalaman saya kepada
media sosial
13. Saya merasa ada rasa pas
pada diri sendiri ketika
saya bercerita di media
sosial
14. Teman-teman saya di
dunia maya lebih
menghargai pendapat saya
Unik 15. Banyak ide-ide bagus yang
diberikan teman-teman
saya di dunia maya
dibandingkan teman-teman
saya di dunia nyata
16. Saya merasa ketika saya
membagikan pengalaman
saya di media sosial, saya
bisa menjadi inspirasi
untuk semua orang
17. Saya merasa tidak dihargai
apabila ide yang saya
berikan ditolak oleh orang
lain.
Berguna 1. saya merasa bahwa diri
saya memiliki ciri khas
yang tidak dimiliki orang
lain
2. saya merasa percaya diri
dengan keunikan yang saya
miliki
3. saya dijauhi karena
dianggap berbeda dari
yang lain
Kuat 4. saya mendapat perlakuan
yang berbeda di lingungan
sekitar tempat saya tinggal

5. saya merasa senang setelah


menolong orang lain
6. saya merasa semangat saat
menolong orang lain
7. saya senang jika ada orang
lain yang meminta bantuan
saya
Timbulnya perasaan negatif 8. saya dikenal dilingkungan
Sedih sekitar sebagai anak yang
rajin dan penolong

1. saya mampu memaafkan


orang yang telah
mengecewakan saya
2. saya tetap membantu
teman saya yang sedang
mengalami kesulitan
walaupun dia telah
menyakiti saya
3. saya memperlakukan
orang lain setara
4. saya mampu menahan
beratnya kehidupan

Cemas 1. saya merasa lebih nyaman


ketika saya sendirian
2. saya merasa sedih ketika
saya tidak bersama teman-
teman saya
3. saya merasa sedih, ketika
orang lain tidak
menghiraukan kehadiran
saya
4. saya lebih senang jika ada
orang lain yang
memperhatikan saya
Tertekan 5. saya lebih memilih
bekerja secara individual
daripada bekerja secara
berkelompok
6. Saya merasa detak jantung
saya meningkat ketika saya
menceritakan pengalaman
saya kepada orang lain
7. Saya merasa detak jantung
saya meningkat saat orang
melihat ke arah saya
Terluka 8. Saya merasa tergesa-gesa
kalau sekeliling saya
terlalu banyak orang
9. Saya merasa cemas kalau
deadline sudah dekat
waktunya
10. Saya merasa khawatir kalo
berpergian jauh
Gelisah 11. Saya merasa lebih stress
pada situasi keramaian
dibandingkan situasi yang
sepi
12. Saya merasa ada tekanan
dari orangtua saya
13. Saya merasa tertekan jika
semua orang hanya
bertanya kepada saya
Terbuang 14. Saya merasa ada tekanan
pada kelompok bermain
saya
15. Saya merasa tersakiti jika
banyak pertanyaan tentang
diri saya
16. Saya merasa tersakiti jika
diri saya dipermalukan di
depan umum
17. Saya merasa sakit hati jika
ada yang membentak saya

Tidak dimengerti 18. Saya tidak dapat


memaafkan orang yang
telah melukai saya
19. Saya merasa tidak nyaman
pada situasi baru
20. Saya merasa tidak nyaman
situasi berkelompok

Tidak bertujuan 21. Saya sangat gelisah saat


saya diperkenalkan pada
orang baru
22. Saya merasa tidak nyaman
untuk menunggu
23. saya merasa kurang
diperhatikan
24. saya pernah merasa
kehadiran saya tidak
diharapkan

Tidak berhasil 25. Saya merasa teman


teman tidak pernah
mendengarkan pendapat
saya
26. saya pernah merasa bahwa
teman teman saya lebih
nyaman tanpa saya
27. saya pernah merasa
keinginan saya tidak
pernah didengar
Merasa kehilangan 28. saya pernah merasa
kontak / berbeda ketika saat
komunikasi bersama teman teman
saya
29. Teman teman saya selalu
memutuskan sesuatu tanpa
kehadiran saya
30. saya merasa keputusan
saya tidak pernah diterima
31. saya pernah merasa
melakukan sesuatu dengan
spontan
32. saya pernah merasa
melakukan hal dengan
mengunakan perasaan
33. saya pernah merasa tidak
tau harus melakukan apa
34. Saya pernah merasa apa
yang saya lakukan saai ini
semakin membuat saya
berdiam diri
35. Saya lebih sering
merasakan kegagalan
daripada keberhasilan
36. Saya merasa berhasil
hanya karena saya
mendapatkan bantuan dari
banyak orang
37. Saya selalu gagal jika saya
melakukan sesuatu sendiri
38. Saya merasa bahwa orang
lain begitu mudah
melakukan sesuatu, namun
saya perlu bekerja keras
untuk melakukan sesuatu
39. Saya merasa bahwa teman
dekat saya mulai menjauhi
saya
40. Pada kondisi tertentu saya
merasa bahwa orang-orang
secara kompak
menganggap saya tidak ada
41. Saya merasa sedih jika
teman dekat tidak menyapa
saya ketika sedang
berpapasan di jalan
42. Ketika saya berbicara, saya
merasa bahwa beberapa
orang tidak menganggap
kehadiran saya
Type of social Seberapa dekat Individu merasa 1. Semakin hari saya merasa
deprivation bentuk keintiman kehilangan bahwa semakin sedikit
hubungan individu teman yang tulus untuk
dalam jaringan berteman dengan saya
sosial 2. Entah apa alasannya, saya
merasa bahwa ada sesuatu
yang hilang dari diri saya
3. Saya sangat merasa
kehilangan karena
seseorang memutuskan
hubungan pertemanan
dengan saya
4. Setiap hari saya selalu
Memiliki hubungan merasa kehilangan
yang intim, 5. Saya memiliki teman-
didalam teman yang sangat dekat
lingkungan dengan saya
6. Saya memilki hubungan
yang sangat terbuka
dengan keluarga besar saya
7. Saya memiliki hubungan
yang sangat terbuka
dengan saudara kandung
saya
8. Saya memiliki hubungan
yang sangat dekat dengan
teman lawan jenis saya
9. Saya sangat terbuka
dengan kedua orang tua
saya
Tidak memiliki 10. Saya sering merasa
hubungan yang dijauhkan/diasingkan oleh
dekat, kosong, teman saya.
jauh, serta ditolak 11. Saya merasa tidak
dalam memiliki sahabat/teman.
komunitasnya. 12. Saya suka sendirian dan
memikirkan hal-hal yang
tidak berguna
13. Saya tidak suka bergaul
14. Saya suka melakukan hal-
hal sesuka saya tanpa
diganggu.
15. Saya merasa bahwa teman
saya tidak suka dengan
kehadiran saya.
Time 1. Cara individu Tidak ada harapan 1. Saya memang ditakdirkan
perspective mengevaluasi untuk sendirian.
kesepian yang 2. Saya merasa bahwa diri
dialaminya saya tidak berdaya.
3. Saya merasa diri saya tidak
berguna untuk orang lain.
4. Saya tidak mampu
melakukan aktivitas di
tempat yang ramai.
5. Saya sering menghabiskan
waktu untuk sendirian.
Bersifat permanen 6. Saya cenderung diam
ketika berada dekat dengan
teman saya/orang lain.
7. Saya sering merasa
kesepian ketika dekat
dengan orang lain.
8. Saya tidak bisa melakukan
perkerjaan dengan benar
yang diberikan oleh teman
saya.
Menyalahkan sesuatu 9. Saya selalu merasa adanya
diluar diri kekurangan yang
menghambat diri saya.
10. Saya selalu disalahkan oleh
teman saya/orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammadin Maulia Pijarhati & Christia Mellia. 2014. Hubungan Antara Dimensi-Dimensi
Loneliness dan Penggunaan Social Network Sites pada Dewasa Muda di Indonesia.
FPSI UI
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/23562/Chapter%20II.pdf;

Kusumasari Bevaola. November 2014.Social Media dan Eksklusi Remaja dalam Perumusan

Kebijakan Publik. Jurnal Kebijakan & Administrasi Publik

Deaux, Dane & Wrightsman, S. (1993). Social Psychology in the 90s. (2nd Ed). California:

Wadsworth Publishing Company, Inc.

http://eprints.ung.ac.id/2146/5/2013-1-69201-281409095-bab2-26072013030624.pdf

http://repository.uin-suska.ac.id/6665/3/BAB%20II.pdf

Boyd, D.M.,Ellison, Nicole B., 2007,Social Network Sites: Definition, History, and

Scholarship,Journal of Computer-Mediated Communication, Vol 13 No 1

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/37140/Chapter%20II.pdf?sequence=4

Anastasi, A., & Urbina, S. (2007). Tes Psikologi Psychological Testing. Edisi Ketujuh.

Jakarta: PT Indeks

Azwar, Saifuddin. (2012). Reliabilitas dan Validitas. Edisi 4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sugiyono. (2011).Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta

Kerlinger, F . N., & Lee, H. B. (2000). Foundation of Behavioral Research (4thEd). Forth

worth: Harcourt coledge publisher.

Azwar, Saifuddin. (2016). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Das könnte Ihnen auch gefallen