Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
PENDAHULUAN
Kesepian adalah pengalaman subjektif yang tidak menyenangkan dimana kualitas dan
kuantitas hubungan sosial seseorang mengalami penurunan secara signifikan (Peplau &
Perlman, 1998). Kesepian bisa terjadi pada individu dengan berbeda usia menurut Gursoy
dan Bicakci (2006) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa perbedaan tingkat kesepian
yang terjadi disebabkan oleh perbedaan status ekonomi, keluarga dan hubungan pertemanan.
Penyebab dari kesepian pada individu menurut psikiater Indonesia, Dadang Hawari
(dalam artikel Sepi Mendekati Mati, 12 Maret 2012) bisa dipengaruhi oleh kehidupan
sosial yang hanya sedikit mempunyai jaringan pertemanan. Selain itu, dapat juga karena
ketidakcocokan dengan lingkungan sekitar sehingga merasa kesepian saat berada di tengah
keramaian. Individu yang mengalami kesepian mempunyai persepsi negatif tentang diri
sendiri (Robinson dalam Oktaria, 2013).
Survey loneliness yang dilakukan oleh Mental Health Foundation di Inggris pada Mei
tahun 2010, dari 2256 orang ditemukan 24% yang merasakan kesepian, dimana subyek
berumur 18-34 tahun lebih merasakan kesepian daripada subyek berumur di atas 55 tahun
(Mental Health Foundation, 2010). Russel, Cutrona, Rose dan Yurko (dalam Bednar, 2000)
mengatakan bahwa emotional loneliness berkorelasi dengan kurangnya kedekatan dengan
orang di sekitar dan sosial loneliness berkorelasi dengan kondisi dimana seseorang kurang
mempunyai teman di lingkungan sosialnya.
Weiss (dalam Perlman & Peplau, 1998; Tassin, 1999 dan Bednar, 2000) membagi
kesepian menjadi dua jenis yaitu: (a) Emotional Loneliness, terjadi ketika seseorang
mengalami kondisi dimana dia kehilangan figur lekatnya secara emosional. Misalnya seorang
anak terhadap orang tuanya atau seorang dewasa terhadap pasangannya atau teman dekatnya.
Intinya adalah bahwa emotional loneliness mengacu pada emosi negatif yang muncul akibat
ketidakpuasan pada hubungan yang bersifat intim. (b) Social Loneliness, terjadi ketika
seseorang mengalami kekurangan hubungan sosial. Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan
kesepian jenis ini adalah dengan melakukan pindah rumah, kehilangan pekerjaan,
didiskriminasikan oleh anggota kelompok dan tidak memiliki kelompok atau kumpulan
komunitas. Intinya adalah bahwa social loneliness mengacu pada emosi negatif yang muncul
akibat ketidakpuasan pada kelompok atau komunitas yang tidak sesuai dengan harapannya.
Menurut Lake (1986) merumuskan bahwa ada tiga tahap kesepian yaitu, pertama,
keadaan yang membuat seseorang memutuskan hubungannya dengan orang lain sehingga ia
akan kehilangan beberapa perasaan yaitu, disukai, dicintai, atau diperhatikan orang lain.
kedua, hilangnya rasa percaya diri dan interpersonal trust, yang terjadi ketika sesorang tidak
dapat menerima dan memberikan perilaku yang menentramkan kepada orang lain. ketiga,
menjadi apatis, yang terjadi ketika seseorang merasa bahwa tidak ada seseorang yang peduli
tentang apa yang sedang dialaminya, dimana seringkali kondisi ini menimbulkan keinginan
untuk mengakhiri hidup atau bunuh diri.
Boyd & Ellison (2007) mendefinisikan social network sebagai layanan berbasis web
yang dapat membuat individu dapat membentuk profil publik maupun semi-publik dalam
sistem yang dibatasi, melihat daftar dari pengguna lain yang dengan mereka individu
memiliki hubungan, dan melihat dan menelusuri daftar koneksi mereka dan yang dibuat oleh
individu lainnya dari sistem tersebut.
Dilaporkan juga bahwa internet dapat meningkatkan ikatan sosial individu karena
internet memberikan lahan untuk hubungan sosial yang kemungkinan kurang berkembang di
dunia nyata (dalam Dittman, 2003). Internet juga dinyatakan sebagai tempat atau aktivitas
yang ideal untuk menemukan kelompok degan ketertarikan yang mirip (dalam Dittman,
2003). Selain dampak positif penggunaan internet, terdapat pula dampak negatifnya, salah
satunyayakni studi oleh Wales (dalam Anderson, 2000) yang menemukan bahwa terdapat
beberapa universitas yang melaporkan peningkatan kegagalan akademik yang terhubung
dengan penggunaan internet secara berlebihan. Pada penelitian lain (dalam Anderson, 2000)
ditemukan bahwa penggunaan internetyang lebih lama dapat dikaitkan dengan menurunnya
keterlibatan sosial dan meningkatnya angka depresi.
Partisipan pengguna internet dari penelitian ini menyatakan bahwa mereka pribadi
cenderung tertutup, dan merasa lebih diterima pengguna internet lainnya dibandingkan yang
tidak (dalam Dittman, 2003). Penelitian lain menemukan bahwa penggunaan internet memicu
loneliness pada seseorang. Field, Diego, dan Kaplan (2000) menemukan bahwa peningkatan
penggunaan internet berkorelasi dengan lemahnya ikatan sosial (Dittman 2003).
Dunia teknologi dan informasi berkembang beberapa tahun terakhir seperti internet
yang memiliki peminat dari berbagai jenis usia. Perkembangan ini merambah ke ponsel dan
smartphone. Hasil dariSurvey Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII)
menyatakan,pengguna Internet di Indonesia pada 2012 mencapai 63 juta orang atau sekitar
24,23% sampai tahun 2015 mencapai 139 juta penduduk Indonesia. Sosial media biasanya
digunakan sebagai media sosialisasi untuk berinteraksi.
Menurut Boyd dan Ellison (2007), Social Networking Site (SNS) atau biasa disebut
juga jejaring sosial didefinisikan sebagai suatu layanan berbasis web yang memungkinkan
setiap individu untuk membangun hubungan sosial melalui dunia maya seperti membangun
suatu profil tentang dirinya sendiri,menunjukkan koneksi seseorang dan memperlihatkan
hubungan apa saja yang ada antara satu pemilik dengan pemilik akun lainya dalam sistem
yang disediakan, dimana masing-masing social networking site memiliki ciri khas dan sistem
yang berbeda-beda. Beberapa contoh social networking site diantaranya MySpace, Facebook,
Cyworld, Twiter and Bebo.Fungsi dari penerapan social networking site itu sendiri
berfokuspada koneksi yang akan dibangun oleh satu orang dengan orang lainnya, dimana
dapat berupa hubungan sahabat, keluarga, seks,event,profesi.
Berdasarkan uraian diatas kelompok merasa perlu untuk membuat suatu alat ukur yang
dapat digunakan untuk melihat tingkat kesepian individu, terutama kepada para pengguna
aktif sosial media. Kemudian dengan alat ukur tersebut dapat menjadi tolak ukur bagi
individu dalam mengevaluasi diri, terutama dalam hal perasaan kesepian.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kesepian/Loneliness
Loneliness diartikan oleh Peplau & Perlman (dalam Brage, Meredith & Woodward,
1998) sebagai perasaan dirugikan dan tidak terpuaskan yang dihasilkan dari kesenjangan
antara hubungan sosial yang diinginkan dan hubungan sosial yang dimiliki. Deaux, Dane
& Wrightsman (1993) menyimpulkan bahwa ada tiga elemen dari defenisi loneliness yang
dikemukakan oleh Peplau & Perlman, yaitu:
a) Merupakan pengalaman subyektif, yang mana tidak bisa diukur dengan observasi
sederhana.
b) Loneliness merupakan perasaan yang tidak menyenangkan.
c) Secara umum merupakan hasil dari kurangnya/terhambatnya hubungansosial.
Menurut Robert Weiss (dalam Santrock, 2003), loneliness merupakan reaksi dari
ketidak adaan dari jenis-jenis tertentu dari hubungan. Loneliness terjadi ketika adanya
ketidak adanya kesesuaian antara apa yang diharapkan seseorang dan kenyataan dari
kehidupan interpersonalnya, sehingga seseorang menjadi merasa sendiri dan kesepian
(Burger, 1995). Selanjutnya, loneliness dapat disertai oleh berbagai macam emosi negatif
seperti depresi, kecemasan, ketidakbahagiaan,ketidakpuasan, menyalahkan diri sendiri
(Anderson, 1994) dan malu (Jones, Carpenter & Quintana, 1985).
Loneliness yaitu, suatu keadaan mental dan emosional yang terutama dicirikan oleh
adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain
(Bruno, 2000). Menurut Brehm & Kassin, loneliness adalah perasaan kurang memiliki
hubungan sosial yang diakibatkan ketidakpuasan dengan hubungan sosial yang ada (dalam
Dayakisni & Hudaniah, 2003).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa loneliness
merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan disebabkan adanya ketidaksesuaian
antara hubungan sosial yang diharapkan dengan kenyataan kehidupan interpersonalnya
yang berdampak terjadinya hambatan atau berkurangnya hubungan sosial yang dimiliki
seseorang.
Weiss (dalam Santrock, 2003) menyebutkan ada dua bentuk loneliness yang
berkaitan dengan tidak tersedianya kondisi sosial yang berbeda-beda, yaitu:
Menurut Young (dalam Weiten & Lloyd, 2006) loneliness dapat dibagi menjadi
dua bentuk berdasarkan durasi loneliness yang dialaminya, yaitu:
a) Transient loneliness yaitu, perasaan loneliness yang singkat dan muncul sesekali,
yang banyak dialami individu ketika kehidupan sosialnya sudah cukup layak.
Transient loneliness menghabiskan waktu yang pendek dan fase, seperti ketika
mendengarkan sebuah lagu atau ekspresi yang mengingatkan pada seseorang
yang dicintai yang telah pergi jauh (Meer dalam Newman & Newman, 2006).
b) Transitional loneliness yakni ketika individu yang sebelumnya sudah merasa
puas dengan kehidupan sosialnya menjadi loneliness setelah mengalami
gangguan dalam jaringan sosialnya tersebut. Misalnya, meninggalnya orang yang
dicintai, bercerai atau pindah ke tempat baru.
c) Chronic loneliness adalah kondisi ketika individu merasa tidak dapat memiliki
kepuasan dalam jaringan sosial yang dimilikinya setelah jangka waktu tertentu.
Chronic loneliness menghabiskan waktu yang panjang dan tidak dapat
dihubungkan dengan stressor yang spesifik. Orang yang mengalami chronic
loneliness bisa saja berada dalam kontak sosial namun tidak memperoleh tingkat
intimasi dalam interaksi tersebut dengan orang lain (Berg & Peplau, 1982).
Sebaliknya, individu yang memiliki kemampuan sosial tinggi, yaitu meliputi
mampu bersahabat, kemampuan komunikasi, kesesuaian perilaku nonverbal dan
respon terhadap orang lain, memiliki sistem dukungan sosial yang lebih baik dan
tingkat kesepian yang rendah (Rokach, Bacanli & Ramberan, 2000).
Gierveld dan Tillburg (1990, h.265) mengemukakan tiga dimensi kesepian yaitu,
Pada tes ini mengukur tentang hal-hal yang dikuasai, pengetahuan, dan
rencana kedepan. Tes ini disajikan dengan struktur dan tujuan yang jelas agar subjek
mengetahui arah jawaban yang dikehendaki oleh peneliti, serta petunjuk bagaimana
cara pengerjaan harus jelas dan sesederhana mungkin (Azwar, 2015).
Tes ini dirancang untuk mengungkap perilaku individu apabila berada pada
situasi-situasi tertentu dengan tujuan utamanya adalah untuk mengetahui apa yang akan
cenderung dilakukan bukan perilaku apa yang biasanya dilakukan (Azwar, 2015).
2.2.2.1 Realibilitas
2.2.2.2 Validitas
Anastasi & Urbina (2007) menyatakan bahwa validitas suatu tes itu
menggambarkan apa yang hendak diukur oleh tes dan seberapa tepat dan baik tes
tersebut mengukurnya. Menurut Azwar (2012) terdapat tipetipe validitas yaitu,
1. Content validity
2. Criterion validity
3. Predictive validitydapat dilihat dari korelasional antara skor tes dengan skor
performansi yang hendak diprediksikan pada masa yang akan datang.
METODE PENELITIAN
2. Berdomisili di Jakarta
Menurut Kerlinger & Lee (2000), jumlah sampel pada penelitian kuantitatif
minimal 30 subjek. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Guilford &Fruchter (2004),
bahwa jumlah sampel yang mendekati penyebaran normal adalah 30 orang. Oleh karena
itu, penelitian kali ini akan mengambil sampel sebesar 76 subyek.
Metode pengambilan sampel yang akan digunakan pada penelitian kali ini adalah
teknik purposive sampling. Berdasarkan teknik ini, siapa saja yang ditemukan oleh
penelitian dapat dijadikan sampel apabila sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan
sebelumnya (Sugiyono, 2011).
Alat ukur ini termasuk alat ukur kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan
penelitian yang bertujuan untuk memperolah data berupa angka (Sugiyono, 2011). Alat
ukur ini merupakan alat ukur kemampuan non kognitif yaitu alat ukur yang digunakan
untuk mengukur tingkat kesepian atau loneliness. Alat ukur kemampuan non kognitif akan
mengukur performansi tipikal (Azwar, 2016).
Muhammadin Maulia Pijarhati & Christia Mellia. 2014. Hubungan Antara Dimensi-Dimensi
Loneliness dan Penggunaan Social Network Sites pada Dewasa Muda di Indonesia.
FPSI UI
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/23562/Chapter%20II.pdf;
Kusumasari Bevaola. November 2014.Social Media dan Eksklusi Remaja dalam Perumusan
Deaux, Dane & Wrightsman, S. (1993). Social Psychology in the 90s. (2nd Ed). California:
http://eprints.ung.ac.id/2146/5/2013-1-69201-281409095-bab2-26072013030624.pdf
http://repository.uin-suska.ac.id/6665/3/BAB%20II.pdf
Boyd, D.M.,Ellison, Nicole B., 2007,Social Network Sites: Definition, History, and
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/37140/Chapter%20II.pdf?sequence=4
Anastasi, A., & Urbina, S. (2007). Tes Psikologi Psychological Testing. Edisi Ketujuh.
Jakarta: PT Indeks
Azwar, Saifuddin. (2012). Reliabilitas dan Validitas. Edisi 4. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kerlinger, F . N., & Lee, H. B. (2000). Foundation of Behavioral Research (4thEd). Forth