Sie sind auf Seite 1von 18

Pendahuluan

Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi
dan anak di Indonesia. Diperkirakan angka kesakitan berkisar diantara 150-430 per seribu
penduduk setahun.
Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal
dan cair. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/ RSCM, diare diartikan sebagai buang air
besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari
biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4
kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih
dari 3 kali.1
Buang air besar encer atau air ini dapat/ tanpa disertai lendir dan darah.
Berdasarkan waktu, diare dapat dibagi atas diare akut dan kronik. Batasan waktu untuk
diare kronik yaitu lebih dari 15 hari. Batasan waktu ini merupakan kesepakatan untuk
mempercepat pemastian diagnosis dan pengobatan, sedangkan pakar atau pusat studi lain
ada yang mengusulkan lebih dari 2 minggu, 3 minggu, atau 1 bulan.2
Diagnosis diferensial pada setiap anak bermur kurang dari dua tahun yang
menderita diare kronik dan hambatan pertumbuhan merupakan hal yang perlu dipikirkan.
Pada keadaan-keadaan ini perlu dipikirkan akan kemungkinan suatu sindrom pasca
enteritis, penyakit Coeliac, fibrosis kistik, giardiasis, kelainan anatomik dan saluran
intestinal maupun intoleransi terhadap susu sapi.6
Etiologi

Etiologi diare kronik sangat beragam dan tidak selalu hanya disebabkan oleh
kelainan usus.2
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu1 :
1. Faktor infeksi
a. infeksi enteral, yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak
i. infeksi bakteri : Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella,
Camphylobacter, Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
ii. infeksi virus : Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus,
Astrovirus, dan lain-lain.
iii. infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyoris,
Strongyloides), protozoa (Entamoeba, Histolytica, dan
lainnya), dan jamur (Candida albicans).
b. Infeksi parenteral, yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat
pencernaan, seperti otitis media akut (OMA), tonsilafaringitis,
bronkopneumonia, encephalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
2. Faktor malabsorbsi
a. malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi
laktosa.
b. malabsorbsi lemak
c. malabsorbsi protein
3. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
4. Faktor psikologis : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang, dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
Etiologi diare kronik berdasarkan kriteria tinja2

1. Tinja berlemak
a. Penyakit pankreas
b. Penyakit mukosa usus halus
c. Defisiensi garam empedu kualitatif atau kuantitatif
d. Sindrom pasca gastrektomi
e. PEM
f. Infeksi
2. Tinja berdarah
a. Penyakit usus inflamatorik
b. Kanker kolon & polip kolon
c. Lesi anal
d. Infeksi
e. Kolitis
f. Efek samping obat antibiotik
3. Tinja tidak berdarah & tidak berlemak
a. Kolitis mikroskopik
b. Intoleransi laktosa
c. Diare karena obat
d. Diare pasca reseksi usus
e. Infeksi usus halus
f. Alergi makanan
g. PEM
h. Defek imun primer
i. Penyakit Hirsprung
j. Diare kolera pankreati
4. Tinja encer
a. Obat eksogen seperti penggunaan laksan berlebihan dan makana/ obat
tertentu
b. Infeksi usus
c. Pertumbuhan bakteri
d. Infeksi HIV
e. Gangguan motilitas
f. Intoleransi makanan
g. Sindrom usus iritatif
h. Sindrom karsinoid
i. Malabsorbsi karbohidrat
j. Obat-obatan
k. Insufisiensi adrenal
l. Inkontinensia fekal
m. Alergi makanan

Patogenesis2

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah :


1. Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya
diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus
menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila persitaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya
dapat menimbulkan diare pula.
Patogenesis diare akut :

1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil
melewati rintangan asam lambung
2. Jasad renik tersebut berkembang biak (replikasi) di dalam usus halus.
3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik)
4. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.

Patogenesis diare kronik

Lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah infeksi


bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi, dan lain-lain.

Patofisiologi2

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari mekanisme/ patofisiologi seperti :
1. Diare osmotik terjadi peningkatan osmotik isi lumen usus
2. Diare sekretorik terjadi peningkatan sekresi cairan usus
3. Malabsorbsi cairan empedu, malabsorbsi lemak terjadi gangguan
pembentukan micelle empedu
4. Defek sistem pertukaran anion/ transpost elektrolit aktif di enterosit : terjadi
penghentian mekanisme transport ion aktif (pada Na+, K+, ATPase) di enterosit,
gangguan absorbsi Na+ dan air
5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal terjadi motilitas yang lebih cepat,
tak teratur sehingga isi usus tidak sempat diabsorbsi
6. Gangguan permeabilitas usus terjadi kelainan morfologi usus pada membran
epitel spesifik sehingga permeabilitas mukosa usus halus dan usus besar terhadap
air dan garam/ elektrolit terganggu.
7. Eksudasi cairan, elektrolit, dan mukus berlebihan terjadi peradangan dan
kerusakan mukosa usus.

Gejala Klinis1

Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuhnya meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin
disertai lendir atau darah. Warna tinja makin lama berubuah kehijua-hijauan karena
tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi
dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang
berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dapat disebabkan oleh
lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa, dan
elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan,
sedang, dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi dehidrasi
hipotonik, isotonik, dan hipertonik.
Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/ RSCM biasanya dirawat penderita
dehidrasi berat dengan rata-rata kehilangan cairan sebanyak 12 %. Pada dehidrasi
berat, volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan
gejala-gejala yaitu denyut jantung menjadi cepat, denyut nadi cepat, kecil, tekanan darah
menurun penderita menjadi lemah, kesadaran menurun (apatis, somnolen, dan kadang-
kadang sampai seporokomateus). Akibat dehidrasi, diuresis berkurang (oligouria sampai
anuria). Bila sudah ada asidosis metbolik, penderita akan nampak pucat dengan
pernafasan yang cepat dan dalam.
Pemeriksaan

1. Anamnesis2
Anamnesis sangat penting dalam menegakkan diagnosis etiologik. Dalam
melakukan diagnosis perlu ditanyakan hal-hal berikut ini :
a. waktu dan frekuensi diare
b. bentuk tinja
c. keluhan lain yang menyertai diare
d. obat
e. makanan/ minuman
f. lain-lain
2. Pemeriksaan fisik2
Kebanyakan gejala klinik tidak spesifik dan menunjukkan adanya malabsorbsi
nutrien dan defisiensi vitamin/ elektrolit. Tetapi adanya gejala klinik tertentu
menunjukkan adanya penyakit tertentu.
Meskipun 3 nutrien utama (karbohidrat, protein, lemak) dapat mengalami
malabsorbsi, gejala klinik biasanya mengikuti malabsorbsi karbohidat atau lemak.
Malabsorbsi protein atau asam amino dapat terjadi tidak terlihat secara klinik
kecuali berat sekali sehingga menimbulkan malnutrisi atau kerusakan transport
asam amino yang menimbulkan penyakit sistemik kongenital. Malabsorbsi
elektrolit dan air juga merupakan bagian dari patofisiologi diare malabsorbsi.
Tanda-tanda streatore (lemak berlebihan dalam tinja) yaitu tinja berwarna muda,
berbau busuk, cenderung mengambang, dan sulit dibersihkan dengan siraman air.
Kadang-kadang terlihat kilauan lemak di permukaan air. Hal ini menunjukkan
adanya maldigesti atau malabsorbsi lemak. Tinja yang mengambang selain karena
streatorea daoat juga disebabkan karena adanya produksi gas oleh bakteri.
Diare berdarah menunjukkan bahwa penyakit mengenai rektum atau kolon
kiri. Hal ini menunjukkan adanya ulcerasi mukosa. Gejala klinik tergantung dari
etiologi.
Gejala klinik diare tidak berdarah tidak streatorea juga tergantung etiologi.
Pasien dengan sindrom usus iritabel (IBS) biasanya keadaan umumnya baik dan
keluhan mereka tidak sesuai dengan keadaan umumnya. Diare lebih sering pada
pagi hari, jarang malam hari dan berganti-ganti dengan konstipasi dan disertai
nyeri abdomen. Penyakit ini biasanya disertai dispepsia fungsional dan keluhan
non-spesifik tak jelas lainnya. Seringkali pasien dapat menghubungkan antara
presipitasi dan tercetusnya diare dengan periode stres atau ketegangan. Gejala-
gejalanya akan berkurang bila mereka santai atau sedang dalam liburan. Diare
kadang-kadang merupakan gejala utama pasien tirotoksikosis, sehingga kita harus
berhati-hati bila ada pasien diare kronik disertai pembesaran kelenjar gondok atau
berdebar-debar, gemetaran/ tremor, penurunan berat badan, dan suhu badan
meningkat, dll biasanya disebabkan hiperfungsi kelenjar tiroid.
Kolitis mikroskopik, limfositik, dan kolagen ditandai dengan adanya diare
air kronik dengan gambaran endoskopi normal, timbul lebih sering pada
perempuan umur 50-60 tahun.
Diare tidak berdarah, tidak streatorea tersebut biasanya kontinu atau
intermiten, dengan remisi dan relaps timbul spontan atau dalam pengobatan.
Kadangkala timbul nyeri kolik abdomen, nausea, muntah. Keadaan umum
penderita biasanya baik, pemeriksaan laboratorium baik

3. Pemeriksaan Penunjang1
a. Laboratorium
i. Pengukuran pH tinja (pH<6, normal pH tinja 7-8)
ii. Penentuan kadar gula dalam tinja
iii. Lactose loading (tolerance) test
iv. Barium meal lactose
v. Biopsi mukosa usus halus dan ditentukan kadar enzim laktase
dalam mukosa tersebut
vi. Sugar chromatography dari tinja dan urin
Working Diagnosis

sindrom malabsorbsi intoleransi laktosa intoleransi susu sapi

Malabsorbsi

Penyakit usus halus seringkali disertai perubahan fungsi yang bermanifestasi


sebagai sindrom malabsorbsi. Malabsorbsi adalah terganggunya absorbsi satu atau
banyak zat gizi dalam mukosa usus, menyebabkan terjadinya gerakan makanan terdigesti
yang tidak memadai dari usus halus ke dalam darah atau limfatika.4
Malabsorbsi atau maldigesti harus dibedakan, karena meningkatnya kehilangan
zat gizi dalam feces dapata menggambarkan salah satu proses tersebut. Maldigesti adalah
kegagalan absorbsi zat gizi pada proses pemecahan proses kimiawi yang berlangsung
dalam lumen atau brush border mukosa usus.4

Defisiensi Laktase (Intoleransi Laktosa)

Defisiensi laktase merupakan jenis sindrom defiseiensi disakarida yang paling


sering terjadi. Laktase adalah enzim yang secara normal memecah laktosa (suatu
disakarida) menjadi glukosa dan galaktosa pada brush border usus, sehingga dapat terjadi
absorbsi. Laktosa merupakan karbohidat utama dalam susu, sehingga banyak penderita
intoleransi susu yang terbukti mengalami defisiensi laktase.4
Gejala diare dan nyeri abdomen rekuren terjadi hanya pada mereka dengan
aktivitas laktase yang rendah yang mengonsumsi produk berisi laktosa dalam jumlah
besar.5
Mekanisme patofisiologi yang menerangkan diare adalah sebagai berikut. Bila
laktosa yang tidak dihidrolisis masuk ke usus besar, dapat menimbulkan efek osmotik
yang menyebabkan masuknya air dalam lumen kolon. Bakteri kolon juga meragikan
laktosa sehingga menghasilkan asam laktat dan asam lemak yang mengiritasi kolon.
Akibatnya terjadi peningkatan motilitas usus akibat iritasi kolon dan diare hebat.4
Intoleransi laktosa

Definisi6

Merupakan sindrom klinik akibat sensititasi seseorang terhadap laktosa yang diabsorbsi
melalui mukosa usus halus yang permeabel. Sindrom ini ditandai dengan gejala klinik
yang khas, yaitu : muntah, diare kronis, malabsorbsi, gangguan pertumbuhan, dan pada
biosi usus halusnya ditemukan mukosa yang abnormal

Gejala klinis6 :
1. Diare kronik
merupakan gejala predominan, dan bila terdapat diare lebih dari dua minggu harus
dipikirkan adanya intoleransi susu sapi ini. Diare dapat berbentuk cair, oleh
karena adanya intoleransi laktosa sekunder, tetapi juga dapat pula mengandung
mukus. Seringpula disertai perdarahan gastrointestinal, yang dapat berupa
hematemesis maupun darah yang tampak jelas pada tinja ataupun pada
pemeriksaan mikroskopis. Perdarahan gastrointestinal ini dapat pula terjadi
karena kolitis akibat dari susu sapi. Akibat perdarahan ini dapat menyebabkan
anemia defisiensi zat besi.
2. Muntah
muntah merupakan gejala yang agak sering pada intoleransi laktosa susu sapi.
3. Gangguan pertumbuhan
hampir semua penderita intoleransi laktosa susu sapi mengalami gangguan
pertumbuhan. Kemungkinan gangguan pertumbuhan ini sering disertai dengan
nama sindrom Heiner : gejala gastrointestinal, gejala respirasi : penyakit paru
yang rekuren, anemia zat besi, dan pertambahan berat badan yang sedikit sekali.
4. Hipoproteinemia
Hipoproteinemia disebababkan oleh protein loosing enterophaty yang ditandai
kehilangan protein yang hebat melalui saluran pencernaan.
5. gejala-gejala lain
gejala-gejala lain yang jarang : obstipasi, stomatitis, nafsu makan menurun, kolik
abdominal, dan gejala obstruksi intestinal karena pembesaran kelenjar
mesenterika.

Kriteria diagnostik

Diagnosis intoleransi susu sapi didasarkan atas respon terhadap eliminasi dan
pemberian jenis makanan yang bersangkutan dan sampai sekarang belum ada tes
laboratorik yang sesuai.
Goldman dkk mengemukakan kriteria diagnostik sebagai berikut :
1. gejala-gejala menghilang sesudah eliminasi susu sapi
2. gejala-gelaja tampak kembali 48 jam sesudah pemberian susu sapi
3. reaksi-reaksi pada pemberian kembali susu sapi tersebut harus terjadi 3 kali
berturut-turut dengan gejala klinis yang sama baik mengenai masa timbulnya
maupun lama sindromnya.
Tahap pertama dari diagnosis adalah adanya kecurigaan terhadap gejala
intoleransi pada setiap pemberian susu sapi. Bila pada biopsi tampak adanya kelainan
mukosa usus dan tampak kemudian adanya respon klinis pada eliminasi susu sapi dari
diet penderita, maka diagnosis sementara dan intoleransi laktosa susu sapi dapat
ditegakkan.

Diagnosis banding
1. sindrom pasca enteritis
2. penyakit Coeliac
3. kelainan anatomik dari saluran intestinal
Dehidrasi7

Gejala utama adalah timbulnya diare, sedangkan gejala muntah dapat terjadi sebelum
atau sesudah diare. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit maka
gejala dehidrasi mulai tampak. Dehidrasi ini dibagi menurut banyaknya cairan yang
hilang, menjadi
1. dehidrasi ringan, jika kehilangan cairan 0-5% atau rata-rata 25 ml/kgBB
2. dehidrasi sedang, jika kehilangan cairan 5-10% atau rata-rata 75ml/kgBB
3. dehidrasi berat, jika kehilangan cairan 10-15% atau rata-rata 125ml/kgBB

Gejala klinik gastroenteritis dehidrasi dengan tingkat dehidrasi


Gejala klinik Dehidrasi ringan Dehidrasi sedang Dehidrasi berat
Kesadaran Compos mentis Gelisah Apatis sampai koma
Nadi <120/menit 120-140/menit >140/menit
Pernafasan Biasa Agak cepat Kusmaull
Ubun-ubun besar Agak cekung Cekung Cekung sekali
Mata Agak cekung Cekung Cekung sekali
Turgor dan tonus Biasa Agak kurang Kurang sekali

Penatalaksanaan untuk dehidrasi

1. Dehidrasi ringan atau sedang


Diberi garam oralit 2-5 gelas/ hari selama 2-3 hari. Asi tetap diberikan. Sebaiknya
pemberian oralit dengan sendok, tidak dengan botol, sebab dot pada botol dapat
merangsang tenggorok sehingga menimbulkan muntah. Adanya muntah tidak
merupakan kontraindikasi bagi pemberian oralit; dalam keadaan ini pemberian
sedikit-sedikit tapi sering dan bila muntah tidak dapat diatasi diberikan obat
antimuntah.
2. Dehidrasi berat
penderita dirawat di rumah sakit dab diberikan cairan intavena.

Penatalaksanaan untuk diare

1. Medika mentosa3
Farmakoterapi diare harus dilakukan pada pasien yang menunjukkan gejala diare
yang signifikan dan terus-menerus (persisten). Obat anti diare non-spesifik
biasanya tidak mengacu pada patofisiologi penyebab diare; prinsip pengobatan ini
hanya menghilangkan gejala pada kasus diare akut yang ringan. Obat-obatan ini
kebanyakan bekerja dengan menurunkan motilitas usus, dan sedapat mungkin
tidak boleh diberikan pada penderita penyakit diare akut yang disebabkan oleh
organisme.
a. Senyawa intralumen
i. senyawa-senyawa pembentuk massa dan bersifat hidroskopik.
Koloid hidrofilik seperti psilium, polikarbofil, dan
karboksimetilselulosa menyerap air dan meningkatkan massa
feces. Obat-obat ini biasanya digunakan untuk konstipasi,
tetapi kadang-kadang berguna untuk diare kronis ringan pada
pasien yang menderita sindrom iritasi usus. Mekanisme efek
ini belum jelas, tetapi diduga melibatkan modifikasi tekstur,
yakni perubahan dalam viskositas feces dan penurunan
fluiditas feces. Beberapa obat ini juga dapat mengikat toksin
bakteri dan garam empedu. Campuran kaolin dan pektin
merupakan obat yang dapat meredakan gejala diare ringan.
ii. Kolestiramin
Kolestiramin adalah suatu resin penukar anion yang efektif
mengikat asam empedu dan beberapa toksin bakteri.
Kolestiramin berguna untuk pengobatan diare yang diinduksi
oleh garam empedu, seperti pada pasien yang mengalami
reaksi ilium distal. Namun penggunaan obat ini untuk diare
akibat infeksi biasanya dihindari karena dapat menurunkan
bersihan patogen dari usus.
iii. Bismut
Senyawa bismut telah digunakan untuk mengobati berbagai
gejala dan penyakit pada gastrointestinal selama berabad-abad,
walaupun mekanisme kerjanya masih sedikit sekali dipahami.
Bismut diduga memiliki efek antisekretori, antiradang, dan
antimikroba ; selain itu juga dapat meredakan mual dan kram
abdomen. Bismut subsalisilat telah lama digunakan secara
efektif untuk pencegahan dan pengobatan diare pada
wisatawan, tetapi bismut subsalisilat mungkin juga efektif
untuk bentuk diare lain yang bersifat episodik dan tanpa
sindrom.
b. Obat-obat antimotilitas dan antisekretorik
i. Opioid
Opioid masih terus digunakan secara luas untuk mengatasi
diare dan bekerja melalui beberapa mekanisme yang berbeda,
diperantarai terutama oleh reseptor opioid atau pada saraf
enterik, sel epitel, dan otot. Mekanisme ini meliputi efek pada
motilitas usus, sekresi usus, atau absorbsi. Antidiare yang
umum digunakan seperti difenoksilat, difenoksin, dan
loperamid
ii. Loperamid
Loperamid merupakan obat antidiare turunan piperidin
butiramid yang aktif secara oral. Obat ini meningkatkan waktu
transit usus halus dan juga waktu transit dari mulut ke sekum.
Loperamid juga meningkatkan tonus sfingter anal, efek yang
berguna secara terapeutik untuk pasien yang tidak dapat
mengontrol anal. Selain itu, loperamid memiliki aktivitas
antisekretorik untuk melawan toksin kolera dan beberapa
bentuk toksin E.coli.
iii. Difenoksilat dan Difenoksin
Difenoksilat dan difenoksin merupakan turunan piperidin yang
secara struktur berhubungan dengan meperidin. Difenoksin
merupakan metabolit aktif difenoksilat dan juga digunakan
untuk mengatasi diare.
c. Agonis reseptor -adrenergik
Agonis reseptor 2-adrenergik dapat menstimulasi absorbsi dan
menghambat sekresi cairan dan elektrolit, dan juga meningkatkan
waktu transit usus dengan cara berinteraksi dengan reseptor spesifik
pada banyak lokasi reseptor termasuk di neurin enterik dan enterosit.
d. Oktreotid
Oktreotid merupakan analog oktapeptida somatostatin dan efektif
menghambat diare sekresi parah yang disebabkan oleh tumor
pankreasi hormon pada pankreas dan saluran gastrointestinal.
Mekanisme obat ini tampaknya melibatkan penghambatan sekresi
hormon dan bukan efek proabsorbstif. Obat ini juga aktif pada pasien
sindrom dumping.
e. Obat-obat lain
Bloker saluran kalsium seperti verapanil dan nifedipin dapat
mengurangi motilitas dan meningkatkan absorbsi elektrolit dan air di
usus. Kenyataannya, konstipasi merupakan efek samping yang
bermakna dari obat-obat ini. Namun akibat efek sistemiknya serta
adanya obat lain, obat ini jarang digunakan untuk penyakit diare.
Berberin merupakan suatu alkaloid tanaman dan dapat menghasilkan
efek antididare melalui aktivitas antimikrobanya dan juga aktivitas
antisekretori dan antimotilitas.
2. Non-medika mentosa1
a. Diberikan susu rendah laktosa atau Free laktose milk formula selama 2-3
bulan, kemudian diganti kembali ke susu formula yang biasa.
b. Pada intoleransi laktosa sementara, sebaiknya diberikan susu rendah
laktosa selama 1 bulan sedangkan pada penderita dengan intoleransi
laktosa primer diberikan susu bebas laktosa.

Prognosis1
Pada kelainan primer (kongenital) prognosis kurang baik, sedangkan pada
kelainan yang di dapat (sekunder) prognosis-nya baik.

Penutup
Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi
dan anak di Indonesia.1
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah : gangguan osmotik,
gangguan sekresi, dan gangguan motilitas usus.2
Defisiensi laktase merupakan jenis sindrom defiseiensi disakarida yang paling
sering terjadi. Laktase adalah enzim yang secara normal memecah laktosa (suatu
disakarida) menjadi glukosa dan galaktosa pada brush border usus, sehingga dapat terjadi
absorbsi. Laktosa merupakan karbohidat utama dalam susu, sehingga banyak penderita
intoleransi susu yang terbukti mengalami defisiensi laktase.4
Gejala klinis yang biasanya tampak adalah mula-mula bayi dan anak menjadi
cengeng, gelisah, suhu tubuhnya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada,
kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir atau darah. Anus dan
daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam
sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat
diabsorbsi oleh usus selama diare.
Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala
dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun
besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.1
Terapi untuk anak dengan intoleransi latosa adalah dengan diberikan susu rendah
laktosa atau Free laktose milk formula selama 2-3 bulan, kemudian diganti kembali ke
susu formula yang biasa. Pada intoleransi laktosa sementara, sebaiknya diberikan susu
rendah laktosa selama 1 bulan sedangkan pada penderita dengan intoleransi laktosa
primer diberikan susu bebas laktosa.1
Prognosis pada kelainan primer (kongenital) prognosis kurang baik, sedangkan
pada kelainan yang di dapat (sekunder) prognosis-nya baik.1

Daftar Pustaka
1. Staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI. Buku kuliah 1 ilmu kesehatan anak.
Cetakan kesebelas. Jakarta : FKUI; 2007.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Shimardibrata MK, Setiadi S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I. Edisi ke-4. Jakarta: FKUI; 2009.
3. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri rudolph volume 2.
Jakarta: EGC; 2007.
4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit EGC; 2006.
5. Goodman, Gilman. Dasar farmakologi terapi volume 1. Jakarta: EGC; 2008.
6. Suharyono, et all. Gastroenterologi anak praktis. Jakarta: FKUI; 1988.
7. Agus Purwadianto, Budi Sampurna. Kedaruratan medik. Jakarta : Binarupa
aksara; 2000.

Das könnte Ihnen auch gefallen