Sie sind auf Seite 1von 10

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

I. KONSEP TEORI FRAKTUR


A. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atautulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer, 2007).
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan
fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang,
baik berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat & joy, 2005).
B. Klasifikasi
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, klavicula, ulna, radius dan kruris dst)
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melaluikedua korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang
tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah
a. Fraktur Komunitif
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur segmental
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.
4. Berdasarkan posisi fragmen
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) : garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser) terjadi pergeseran ragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen.
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur tertutup (Closed ), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulangdengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tampak komplikasi. pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang
berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu :
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1 : Fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3) Tingkat 2 :Fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagiandalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
aman sindroma kompartement.
b. Fraktur terbuka (Open/Compound ), bila terdapat hubungan antara
hubunganantara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan
kulit. Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
1) Grade 1 : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
2) Grade 11: luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif
3) Grade 111 :sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensif.
6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma
a. Fraktur transversal
fraktur yang arahnya melintang pada tulang danmerupakan akibat trauma
angulasi atau langsung.
b. Fraktur oblik
fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadapsumbu tulang dan
meruakan akibat trauma angulasi juga.
c. Fraktur spiral
fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma
rotasi.
d. Fraktur Kompresi
fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke
arah permukaan lain.
e. Fraktur avulsi
fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang.

7. Berdasarkan kedudukan tulangnya


a. Tidak adanya dislokasi.
b. Adanya dislokasi
1) At axim : membentuk sudut.
2) At lotus : fragmen tulang berjauhan.
3) At longitudinal : berjauhan memanjang.
4) At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek
8. Berdasarkan posisi frakur !ebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial.
c. 1/3 distal
9. Fraktur Kelelahan
Fraktur akibat tekanan yang berulang ulang.
10. Fraktur patologis
Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
C. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak,
dan bahkan kontraksi otot ekstrem (smeltzer,2002). Umumnya fraktur disebabkan
oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang. Fraktur
cenderung terjadi pada laki-laki, biasanya fraktur terjadi pada umur di bawah 45
tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan, atau luka yang
disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, sedangkan pada orang tua,
perempuan lebih sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan
dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon
pada menopause (reeves,2001). . Etiologi / Predisposisi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasa nya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan
fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
a. Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan
sakit nyeri.
c. Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara Spontan
Disesbabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan
orang yang bertugas dikemiliteran.
D. Patofisiologi
Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang keras akibat
kecelakaan yang mengenai tulang akan mengakibatkan tulang menjadi patah dan
fragmen tulang tidak beraturan atau terjadi discontinuitas di tulang tersebut.
Fraktur dapat berupa fraktur terbuka dimana ujung tulang yang patah menembus
keluar dari kulit sehingga berhubungan dengan dunia luar atau dapat berupa fraktur
tertutup dimana ujung tulang yang patah masih berada didalam kulit. Ujung tulang
yang patah sangat tajam dan berbahaya bagi jaringan disekitarnya, karena saraf dan
pembuluh darah berada didekat tulang sehingga sering kali terkena jika terjadi
fraktur. Lesi neurovaskuler ini dapat terjadi karena laserasi oleh ujung atau karena
peningkatan tekanan akibat pembengkakan atau hematoma.
Fraktur tertutup dapat sama berbahayanya dengan fraktur terbuka karena jaringan
lunak yang cidera sering kali mengeluarkan darah cukup banyak. Perlu diingat bahwa
setiap ada kerusakan kulit didekat daerah fraktur dapat dianggap sebagai jalan masuk
bagi kontaminasi. Fraktur terbuka memiliki resiko terjadinya kontaminasi
disampinghilangnya darah. Jika fragmen tulang yang keluar atau menembus kulit
dimasukan lagi, maka ujung tulang yang telah terkontaminasi bakteri akan
menyebabkan bakteri ikut masuk kedalam jaringan sehingga dapat menyebabkan
infeksi. Infeksi ini akan menyebabkan sulitnya penyembuhan tulang dan dapat
menyebabkan komplikasi sepsis. ( Diklat Ambulan Gawat Darurat 118. 2007).
E. Manifestasi Klinis

Menurut Black,1993 manifestasi klinis dari fraktur cruris adalah:


1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi,
hematoma, dan edema
2. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
3. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat
diatas dan dibawah tempat fraktur
4. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit

F. Komplikasi
a. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam
posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal
c. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
d. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang
berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu
tempat.
e. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada
fraktur.
f. Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor
resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40
tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
g. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu
yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan
lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi
paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil
h. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam.
Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat
i. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis
iskemia.
j. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf
simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena
nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan rongent : merupakan lokasi / luasnya fraktur / trauma, da
jenis fraktur.

2. Scan tulang, tomogram, CT scan / MRI : memperlihatkan tingkat


keparahan fraktur, juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.

3. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskular

4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau


menurun (perdarahan bermakna pda sisi fraktur atau organ jauh pada
multipel trauma). Peningkatan jumlah SDP adalah stress normal setelah
trauma

5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.

6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi


multipel atau cedera hati. Pemeriksaan Penunjang ( Doenges, M.1999).

H. Penatalaksanaan
1. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-fragmen
tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula.
2. Imobilisasi fraktur. Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
a. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan
b. Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
c. Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan)
dipantau
d. Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi
disuse dan meningkatkan peredaran darah. (Doengoes, 1993).

II. ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR


A. Pengkajian
I. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal
MRS, diagnosa medis.
II. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang
lain.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit pagets yang menyebabkan fraktur
patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik
5. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat

III. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum
Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung
pada keadaan klien.
2. Tanda-Tanda Vital
Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
3. Pengkajian Persistem
B. DIAGNOSA Keperawatan
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.
2. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
3. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
4. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d
kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,
kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
C. Intervensi
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan
lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka operasi.

Tujuan:
Nyeri berkurang sampai dengan hilang dalam waktu 2-3 hari
Kriteria Hasil :
Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang, ekspresi wajah santai, dapat
menikmati waktu istirahat dengan tepat, dan mampu melakukan teknik relaksasi
dan aktivitas sesuai dengan kondisinya.
Intervensi:
a. Kaji tingkat nyeri klien
R/ Mengetahui rentang respon klien tentang nyeri.
b. Tinggikan dan sokong ekstremitas yang sakit.
R/ Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan mengurangi rasa
nyeri.
c. Pertahankan bidai pada posisi yang sudah ditetapkan.
R/ Mengurangi kerusakan yang lebih parah pada daerah fraktur.
d. Mempertahankan tirah baring sampai tindakan operasi.
R/ Mempertahankan kerusakan yang lebih parah pada daerah fraktur.
e. Dengarkan keluhan klien.
R/ Mengetahui tingkat nyeri klien.
f. Ajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri (latihan nafas dalam).
R/ Meningkatkan kemampuan koping dalam menangani nyeri.
g. Kolaborasikan dengan dokter mengenai masalah nyeri.
R/ Intervensi tepat mengatasi nyeri.
2. Gangguan mobilisasi fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi)
Tujuan:
Klien dapat mobilisasi seperti biasanya dalam waktu 2-3 hari

Kriteria Hasil :
Klien dapat mobilisasi sendiri, dapat melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan orang
lain.
Intervensi:
a. Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Sebagai data dasar untuk menentukan tindakan keperawatan.
b. Kaji tingkat kemampuan pasien dalam beraktivitas, mobilisasi secara mandiri.
R/ Menentukan tingkat keperawatan sesuai kondisi pasien.
c. Bantu pasien dalam pemenuhan higiene, nutrisi, eliminasi yang tidak dapat
dilakukan sendiri.
R/ Kerjasama antara perawat dengan pasien yang baik mengefektifkan pencapaian
hasil dari tindakan keperawatan yang dilakukan.
d. Dekatkan alat-alat dan bel yang dibutuhkan klien.
R/ Klien dapat segera memenuhi kebutuhan yang dapat dilakukan.
e. Libatkan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pasien.
R/ Kerjasama antara perawat dan keluarga akan membantu dalam mencapai tujuan
yang diinginkan.
f. Anjurkan dan bantu klien untuk mobilisasi fisik secara bertahap sesuai kemampuan
pasien dan sesuai program medik.
R/ Mobilisasi dini secara bertahap membantu dalam proses penyembuhan.
3. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup)
Tujuan : Meminimalkan terjadinya kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil : Pasien menyatakan ketidaknyamanan hilang dan mencapai
penyembuhan luka sesuai waktu.
Intervensi :
a. Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman luka, perhatikan jaringan nekrotik dan kondisi
di sekitar luka.
Rasional :Untuk menentukan intervensi selanjutnya, mengetahui indikasi,
keefektifan intervensi dan terapi yang diberikan.
b. Massase kulit dan penonjolan tulang.
Raional : Menurunkan tekanan pada area yang peka.
c. Ubah posisi pasien dengan sering.
Rasional : Meminimalkan risiko terjadinya kerusakan kulit (decubitus).
d. Kaji posisi cincin bebat pada otot traksi.
Rasional : Posisi yang tidak tepat dapat menyebabkan cidera kulit.
e. Beri bantalan di bawah kulit yang terpasang traksi.
Rasional : Meminimalkan tekanan pada area yang terpasang gips atau traksi.
f. Lakukan perawatan pada area kulit yang terpasang gips atau traksi ataupun yang
dilakukan tindakan bedah.
Rasional : Mencegah terjadinya kerusakan kulit.
h. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan topikal.
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan.
i. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit.
Rasional : Mempercepat proses penyembuhan.

Das könnte Ihnen auch gefallen