Sie sind auf Seite 1von 18

TUTORIAL KLINIK

TENSION TYPE HEADACHE (TTH)

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Penyakit Saraf
di RSUD H. Soewondo Kendal

Disusun Oleh:
Ainun Nafis Dwi Ramadani
30101206565

Pembimbing:
dr. Rr. Emmy Kusumawati, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


RSUD DR. H. SOEWONDO KENDAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2017

1
BAB I
PENDAHULUAN

Nyeri kepala merupakan gejala umum yang pernah dialami hampir semua orang dan
lebih dari 90% populasi pernah mengalami satu jenis sakit kepala. Setidak-tidaknya secara
episodik selama hidupnya. Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan pada
seluruh daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke daerah belakang kepala
(daerah oksipital dan sebagian daerah tengkuk).
Nyeri kepala dapat merupakan bagian dari gejala sisa (sekuele) akibat peningkatan
tekanan intrakranial, cedera kepala, tumor otak, ketegangan mata, sinusitis, perubahan
atmosfir, alergi makanan, strees emosional, alkohol, makanan, dan sebagainya. Daftar faktor-
faktor etiologi yang mugkin menjadi penyebab nyeri kepala tidak ada habisnya dan bersifat
individual. Ada tiga jenis nyeri kepala, berdasarkan klasifikasi Internasional Nyeri Kepala dari
IHS (International Headache Society) yang terbaru tahun 2004, terdiri atas Migraine, Tension
Type Headache (TTH), serta Cluster Headache dan cephalgia lainnya dari nyeri kepala primer
lainnya.
Sekitar 93% laki-laki dan 99% perempuan pernah mengalami nyeri kepala. TTH dan
nyeri kepala servikogenik adalah dua tipe kepala yang paling sering dijumpai. TTH adalah
bentuk paling umum nyeri kepala primer yang mempengaruhi hingga dua pertiga populasi.
Sekitar 78% orang dewasa pernah mengalami TTH setidaknya sekali dalam hidupnya. Tension
Type Headache atau nyeri kepala tipe tegang didefinisikan sebagai rasa berat atau tertekan
yang menetap, pada kedua sisi kepala yang timbul episodik dan berkaitan dengan stres, tetapi
dapat berulang hampir setiap hari tanpa adanya faktor psikologis.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Tension Type Headache atau nyeri kepala tipe tegang didefinisikan sebagai
rasa berat atau tertekan yang menetap, pada kedua sisi kepala yang timbul episodik
dan berkaitan dengan stres, tetapi dapat berulang hampir setiap hari tanpa adanya
faktor psikologis. Nyeri ini timbul karena kontraksi terus-menerus otot-otot kepala
dan tengkuk yaitu m.splenius kapitis, m.temporalis, m.maseter,
m.sternokleidomastoideus, m.trapezius, m.servikalis posterior, dan m.levator
skapula. Sifat nyerinya biasanya berupa rasa tertekan atau diikat, dari ringan-berat,
bilateral, tidak dipicu oleh aktivitas fisik dan gejala penyertanya tidak menonjol.
Tension headache ini juga dikenal sebagai stress headache, muscle contraction
headache, psychomiogenic headache, ordinary headache, and psikogenik headache.

2.2 Epidemiologi
Tension Type Headache terjadi 78% sepanjang hidup dimana Tension Type
Headache episodik terjadi 63% dan Tension Type Headache kronik terjadi 3%.
Tension Type Headache episodik lebih banyak mengenai pasien wanita yaitu
sebesar 71%, sedangkan pada pria sebanyak 56%. Biasanya mengenai umur 20- 40
tahun.

3
2.3 Etiologi
Etiologi dari tension headache ini belum diketahui secara pasti, namun
diduga disebabkan oleh beberapa faktor pencetus antara lain adalah cahaya yang
menyilaukan, stres psikososial, kecemasan, depresi, stres otot, marah, terkejut,
serta penggunaaan obat untuk tension headache yang berlebihan. Selain itu etiologi
lainnya seperti ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin, serotonin,
noerpinefrin, dan enkephalin.

2.4 Klasifikasi
Klasifikasi nyeri kepala tipe tegang/ Tension Headache menurut Ad Hoc Committee
of The International Headache Society adalah sebagai berikut :
1. Nyeri kepala tipe tegang episodik
a. Minimal mengalami 10 kali episode nyeri kepala, dimana jumlah hari dengan
nyeri kepala tersebut < 180 hari/tahun (<15 hari/bulan)
b. Nyeri kepala berlangsung antara 30 menit sampai 7 hari
c. Sekurang-kurangnya memiliki dua gambaran khas nyeri berikut ini :
- Kualitas nyeri seperti diikat atau ditekan
- Intensitas nyeri ringan sampai sedang
- Lokasi bilateral
- Tidak diperberat dengan berjalan menaiki tangga atau aktivitas fisik sejenis
d. Tidak ada mual atau muntah, tidak ada fotofobia dan fonofobia
2. Nyeri kepala tipe tegang kronik
a. Rata-rata frekuensi nyeri kepala > 15 hari/bulan (>180 hari/tahun) selama 6
bulan yang memenuhi kriteria 1b-1d diatas
b. Sekurang-kurangnya memiliki dua gambaran khas nyeri pada nyeri kepala
tipe tegang episodik
c. Tidak ada muntah, dan tidak lebih satu hal berikut : mual, fotofobia atau
fonofobia

4
2.5 Patofisiologi

Patofisiologi dari TTH sangat kompleks dan banyak faktor yang


mempengaruhinya, baik dari faktor sentral maupun perifer. Pada penderita TTH
didapati gejala yang menonjol yaitu nyeri tekan yang bertambah pada palpasi
jaringan miofascial perikranial. Impuls nosiseptif dari otot perikranial yang
menjalar ke kepala mengakibatkan timbulnya nyeri kepala dan nyeri yang
bertambah pada daerah otot maupun tendon tempat insersinya.
TTH adalah kondisi stres mental, non fisiologikal motor stres, dan miofasial
lokal yang melepaskan zat iritatif ataupun kombinasi dari ke tiganya yang
menstimuli perifer kemudian berlanjut mengaktivasi struktur persepsi supraspinal
pain, kemudian berlanjut lagi ke sentral modulasi yang masing-masing individu
mempunyai sifat self limiting yang berbeda-beda dalam hal intensitas nyeri
kepalanya.
Nyeri miofascial adalah suatu nyeri pada otot bergaris termasuk juga
struktur fascia dan tendonnya. Dalam keadaan normal nyeri miofascial di mediasi
oleh serabut kecil bermyelin (Aoc) dan serabut tak bermyelin (C), sedangkan
serabut tebal yang bermyelin (A dan AB) dalam keadaan normal mengantarkan
sensasi yang ringan/ tidak merusak (inocuous). Pada rangsang noxious dan
inocuous, seperti misalnya proses iskemik, stimuli mekanik, maka mediator

5
kimiawi terangsang dan timbul proses sensitisasi serabut Aoc dan serabut C yang
berperan menambah rasa nyeri tekan pada tension type headache.
Dulu dianggap bahwa kontraksi dari otot kepala dan leher yang dapat
menimbulkan iskemik otot sangatlah berperan penting dalam tension type headache
sehingga pada masa itu sering juga disebut muscle contraction headache. Akan
tetapi pada akhir-akhir ini pada beberapa penelitian yang menggunakan EMG
(elektromiografi) pada penderita tension type headache ternyata hanya
menunjukkan sedikit sekali terjadi aktifitas otot, yang tidak mengakibatkan iskemik
otot, jika meskipun terjadi kenaikan aktifitas otot maka akan terjadi pula adaptasi
protektif terhadap nyeri. Peninggian aktifitas otot itupun bisa juga terjadi tanpa
adanya nyeri kepala.
Untuk jenis TTH episodik biasanya terjadi sensitisasi perifer terhadap
nosiseptor, sedang yang jenis kronik berlaku sensitisasi sentral. Proses kontraksi
otot sefalik secara involunter, berkurangnya supraspinal descending pain inhibitory
activity, dan hipersensitivitas supraspinal terhadap stimuli nosiseptif amat berperan
terhadap timbulnya nyeri pada tension headache. Semua nilai ambang pressure pain
detection, thermal & electrical detection stimuli akan menurun di sefalik maupun
ekstrasefalik.

Pada beberapa literatur dan hasil penelitian disebutkan beberapa keadaan


yang berhubungan dengan terjadinya TTH sebagai berikut :
1. Disfungsi sistem saraf pusat yang lebih berperan daripada sistem saraf perifer
dimana disfungsi sistem saraf perifer lebih mengarah pada ETTH sedangkan
disfungsi sistem saraf pusat mengarah kepada CTTH.
2. Disfungsi saraf perifer meliputi kontraksi otot yang involunter dan permanen
tanpa disertai iskemia otot.
3. Transmisi nyeri TTH melalui nukleus trigeminoservikalis pars kaudalis yang
akan mensensitasi second order neuron pada nukleus trigeminal dan kornu
dorsalis (aktivasi molekul NO) sehingga meningkatkan input nosiseptif pada
jaringan perikranial dan miofasial lalu akan terjadi regulasi mekanisme perifer
yang akan meningkatkan aktivitas otot perikranial. Hal ini akan meningkatkan
pelepasan neurotransmitter pada jaringan miofasial.

6
4. Hiperflesibilitas neuron sentral nosiseptif pada nukleus trigeminal, talamus,
dan korteks serebri yang diikuti hipersensitifitas supraspinal (limbik) terhadap
nosiseptif. Nilai ambang deteksi nyeri (tekanan, elektrik, dan termal) akan
menurun di sefalik dan ekstrasefalik. Selain itu, terdapat juga penurunan
supraspinal decending pain inhibit activity.
5. Kelainan fungsi filter nyeri di batang otak sehingga menyebabkan kesalahan
interpretasi info pada otak yang diartikan sebagai nyeri.
6. Terdapat hubungan jalur serotonergik dan monoaminergik pada batang otak
dan hipotalamus dengan terjadinya TTH. Defisiensi kadar serotonin dan
noradrenalin di otak, dan juga abnormal serotonin platelet, penurunan beta
endorfin di CSF dan penekanan eksteroseptif pada otot temporal dan maseter.
7. Faktor psikogenik (stres mental) dan keadaan non-physiological motor stress
pada TTH sehingga melepaskan zat iritatif yang akan menstimulasi perifer dan
aktivasi struktur persepsi nyeri supraspinal lalu modulasi nyeri sentral. Depresi
dan ansietas akan meningkatkan frekuensi TTH dengan mempertahankan
sensitisasi sentral pada jalur transmisi nyeri.
8. Aktifasi NOS (Nitric Oxide Synthetase) dan NO pada kornu dorsalis.

Pada kasus dijumpai adanya stress yang memicu sakit kepala. Ada beberapa
teori yang menjelaskan hal tersebut yaitu:
1. Adanya stress fisik (kelelahan) akan menyebabkan pernafasan hiperventilasi
sehingga kadar CO2 dalam darah menurun yang akan mengganggu
keseimbangan asam basa dalam darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
alkalosis yang selanjutnya akan mengakibatkan ion kalsium masuk ke dalam
sel dan menimbulkan kontraksi otot yang berlebihan sehingga terjadilah nyeri
kepala.
2. Stress mengaktifasi saraf simpatis sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah
otak selanjutnya akan mengaktifasi nosiseptor lalu aktifasi aferen gamma
trigeminus yang akan menghasilkan neuropeptida (substansi P). Neuropeptida
ini akan merangsang ganglion trigeminus (pons).
3. Stress dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu alarm reaction, stage of resistance,
dan stage of exhausted.
Alarm reaction dimana stress menyebabkan vasokontriksi perifer yang akan
mengakibatkan kekurangan asupan oksigen lalu terjadilah metabolisme
7
anaerob. Metabolisme anaerob akan mengakibatkan penumpukan asam
laktat sehingga merangsang pengeluaran bradikinin dan enzim proteolitik
yang selanjutnya akan menstimulasi jaras nyeri.
Stage of resistance dimana sumber energi yang digunakan berasal dari
glikogen yang akan merangsang peningkatan aldosteron, dimana aldosteron
akan menjaga simpanan ion kalium.
Stage of exhausted dimana sumber energi yang digunakan berasal dari
protein dan aldosteron pun menurun sehingga terjadi deplesi K+. Deplesi
ion ini akan menyebabkan disfungsi saraf.

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala-gejala yang dapat timbul pada tension headache adalah nyeri kepala
yang dirasakan seperti kepala berat, pegal seperti diikat tali yang melingkari kepala,
kencang dan menekan. Kadang-kadang disertai nyeri kepala yang berdenyut. Bila
berlangsung lama, pada palpasi dapat ditemukan daerah-daerah yang membenjol,
keras dan nyeri tekan. Dapat pula disertai gejala mual, kadang-kadang muntah,
vertigo, lesu, sukar tidur, mimpi buruk, sering terbangun menjelang pagi dan sulit
tidur kembali, hiperventilasi, perut kembung, sedih, hilangnya kemauan untuk belajar
atau bekerja, anoreksia dan keluhan depresi lainnya. Bisa juga nyeri dirasakan seperti
perasaan tegang yang menjepit di kepala dan nyeri berlokasi di daerah oksipito
servikal.
Bentuk akut dikaitkan dengan keadaan stres, kegelisahan dan atau kelelahan
temporer yang biasanya berlangsung satu atau 2 hari. Tipe kronis biasanya nyeri
bersifat bilateral, tidak mereda, dapat berlangsung siang maupun malam hari, dan
berlangsung sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun, terasa menekan, tidak
berdenyut dan sering dikaitkan dengan perasaan gelisah, depresi dan perasaan
tertekan.
Gejala yang lain dari nyeri kepala ini berupa konsentrasi yang lemah, perasaan
lelah dan iritabel. Kualitas nyeri kepala ini digambar sebagai nyeri yang tumpul dan
menetap. Sering tidak digambarkan sebagai rasa nyeri tetapi sebagai rasa berat atau
rasa tertekan atau juga rasa ketat. Pada 25% penderita serangan nyeri tumpul dapat
kemudian berubah menjadi rasa berat dan kadang-kadang ada kualitas berdenyut
(pulsasi). Nyeri kepala yang tumpul ini bisa berasal dari bangunan yang terletak
dalam di kulit. Pada beberapa keadaan, nyeri dapat dirasakan terlokalisir di satu
8
tempat misalnya : orang dengan kebiasaan mengerutkan dahi dapat merasakan nyeri
di daerah bitemporal, dan orang dengan kebiasaan leher lurus merasakan nyeri di
oksipital.
Gambaran intensitas nyeri pada nyeri kepala ini sebagai seakan-akan kepala
akan pecah, yang menunjukkan karakteristik histerik. Sedangkan durasi dari nyeri
kepala ini dapat kontinyu menetap sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan.
Penderita dapat melaporkan tak pernah sembuh dari nyeri kepalanya. Namun selama
perjalanan yang panjang itu intensitas nyerinya dapat menyusut dan mengembang dari
jam ke jam. Frekuensi nyeri akan dilaporkan setiap hari, ters menerus dan tak pernah
bebas nyeri kepala, pola temporalnya disebut pola undulasi (bergelombang), dimana
nyeri menetap kontinyu, periodisitasnya tak jelas dan awitannya tidak paroksismal.

Selain itu juga ada gelaja lain pada nyeri kepala tegang otot ini yaitu:
1. Fotofobia ringan namun konstan, mendorong penderita memakai kacamata hitam
walaupun hari mendung.
2. Gejala-gejala GI : nausea pada pagi hari, Vomitus (jarang), sendawa belebihan
dan mengeluarkan flatus.
3. Hiperventilitas, gangguan konsentrasi, kurang minat dalam bekerja dan
melakukan hobi, Gejala-gejala ini dapat ditafsirkan sebagai sindrom cemas
(anxietas).
4. Rasa nyeri di dada kiri, di punggung dan region koksigeus. Rasa nyeri ini
bersamaan gejala GI dan Gejala psikosomatik lainnya dapat ditafsirkan sebagai
sindrom depresi.

Banyak penderita yang mengalami nyeri kepala tegang otot walaupun tak ada
stress emosional yang berat. Pada nyeri kepala yang sudah berlangsung lama, faktor
pencetus bisa juga berlaku sebagai faktor yang memperberat sehingga akan
menambah intensitas nyerinya. Gerakan-gerakan pada jurusan tertentu dapat
memperberat nyerinya.
Pada tension headache biasanya tidak ditemukan kelainan organik, anemia
sedang dan tekanan darah sistemik yang sedikit tinggi atau rendah tidak relevan bagi
tension headache, yang menonjol adalah unsur fobia berupa sakit kepala kalau melihat
orang banyak, sakit kepala kalau berada ditempat yang tinggi atau sakit kepala kalau
naik lift, jenis fobia yang diproyeksikan dalam keluhan adalah agorafia (fobia
22
terhadap tempat yang luas dan ramai), akrofobia (fobia terhadap kecuraman),
klustrofobia (fobia terhadap ruang yang sempit). Tension headache yang diwarnai
dengan unsur histerik adalah klavus histerik yaitu sakit kepala yang terpusat pada
kalvarium. Sakit kepala semacam ini hampir selalu disertai gejala globus histerikus
yaitu perasaan seolah-olah tenggorokan dicekik atau kerongkongan tersumbat.
Nyeri kepala tension headache bisa berupa suatu aktivitas yang dapat
menyebabkan kepala berada pada 1 posisi dalam jangka waktu lama tanpa bergerak,
sehingga menyebabkan sakit kepala, aktivitas tersebut meliputi pengetikan atau
penggunaan computer, pekerjaan halus dengan tangan dan penggunaan mikroskop.
Tidur di dalam suatu ruangan yang dingin atau tidur dengan posisi leher yang salah
dapat mencetuskan sakit kepala jenis ini.

2.7 Diagnosis
Tidak ada tes khusus untuk menegakkan diagnosis TTH. Penderita yang
mempunyai riwayat pengobatan dan melakukan pemeriksaan fisik termasuk evaluasi
neurological yang cermat dapat membantu menegakkan diagnosis. Diagnosis pasti
dapat ditentukan dari anamnesa, riwayat medis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan tambahan pada TTH adalah pemeriksaan umum seperti tekanan
darah, fungsi cirkulasi, fungsi ginjal, dan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan
neurologi (pemeriksaan saraf cranial, dan intracranial particular), serta
pemeriksaanlainnya, seperti pemeriksaan mental status.
Pemeriksaan lainnya seperti pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi
(foto rontgen, CT Scan), Elektrofisiologik (EEG, EMG). Dapat juga nyeri myofascial
dapat di dideteksi dengan EMG jarum pada miofascial trigger point yang berukuran
kecil, hanya beberapa milimeter saja (tidak terdapat pada semua otot). Mediator
kimiawi substansi endogen seperti serotonin (dilepas dari platelet), bradikinin (dilepas
dari belahan precursor plasma molekul kallin) dan kalium (yang dilepas dari sel otot),
substance P dan Calcitonin Gene Related Peptide dari aferens otot berperan sebagai
stimulan sensitisasi terhadap nosiseptor otot skelet. Jadi pada saat ini yang dianggap
lebih berperan adalah nyeri miofascial terhadap timbulnya TTH.

22
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis Banding Tension Headache yaitu; Cluster Headache, Migren
headache, Abses Otak, Encephalitis, Glaucoma Acute Angle-Closure, Meningitis,
Otitis Media, Stroke, dan lain-lain.
Cluster headache
Cluster headache/nyeri kepala cluster adalah suatu sindrom nyeri kepala
neurovascular yang khas dan dapat disembuhkan, walaupun insidensinya jauh lebih
jarang daripada migren. Berbagai nama pernah digunakan untuk penyakit ini,
termasuk nyeri kepala histamin, nyeri kepala Horton, nyeri kepala migrenosa, dan
neuralgia nocturnal paroksismal. Tipe episodik adalah tipe tersering dan ditandai
dengan satu sampai tiga serangan singkat nyeri periorbita per hari selama periode 4
sampai 8 minggu (clusters) diikuti oleh interval bebas-nyeri yang lamanya rata-rata
1 tahun. Pola sakit kepala ini terjadi terutama pada pria dewasa muda (kisaran 20
sampai 50 tahun, laki-laki : perempuan rasio 5 : 1) dan ditandai oleh lokalisasi
orbital yang konsisten unilateral.
Patogenesis nyeri kepala cluster tidak diketahui. Tidak ada perubahan aliran
darah serebrum yang konsisten yang dibuktikan menyertai serangan nyeri. Pada
salah satu teori, patofisiologi dasar diperkirakan adalah sistem vascular trigeminus,
jalur akhir bersama, dengan nyeri dipicu secara siklis oleh suatu pemacu
(pacemaker) sentral yang terganggu. Pemacu mengalami modulasi oleh proyeksi-
proyeksi rafe dorsal serotonergik. Dengan demikian, baik nyeri kepala migren
maupun cluster mungkin disebabkan oleh kelainan neurotransmisi serotonergik,
walaupun dengan lokasi berbeda.

Manifestasi klinis cluster headache, dapat diilustrasikan berikut ini:


1. Sakit kepala serangan selalu terjadi pada sisi kepala yang sama. Rasa sakit ini
terutama dirasakan pada mata, dahi dan pelipis.
2. Rasa sakit mencapai maksimum dalam 10-20 menit. Setiap serangan
berlangsung dari setengah jam sampai dua jam, serangan dapat terjadi "pada
jadwal" pada waktu yang sama dari hari setiap hari (selama cluster), terutama
pada malam hari.
3. Sejumlah serangan dapat terjadi "dalam seri" dalam periode 24-jam.
4. Rasa sakit ini sangat intens, sering berdenyut-denyut.

22
5. Serangan biasanya disertai dengan temua objektif sebagai berikut:
a. Sindrom Horner dari mata ipsilateral.
b. Sebuah red eye, berlinang air dan eritema periorbital.
c. Terjadi peningkatan sekresi hidung sehingga hidung membesar.

Migren
Migren adalah gangguan periodik yang ditandai oleh nyeri kepala unilateral
dan kadang-kadang bilateral yang dapat disertai muntah dan gangguan visual.
Nyeri kepala berulang dengan serangan nyeri yang berlangsung 4-72 jam. Sifat
nyeri, ialah berdenyut, intensitas nyerinya sedang sampai berat, semakin terasa
berat dengan adanya aktivitas. Secara umum migrain dapat dibagi dalam:
1. Migren tanpa aura (Migren Umum)
Pada migren yang jenis ini tidak ditemukan aura, tetapi dapat ditemukan gejala
prodormal seperti mengantuk, perubahan mood, dan rasa lapar.
2. Migren dengan aura (Migren Klasik)
Pada migren jenis ini nyeri kepala didahului oleh adanya gejala neurologi
fokal yang berlangsung sementara atau disebut juga aura. Gejala visual
meliputi pandangan gelap yang berupa kilasan gelap yang cepat. Aura
umumnya membaik setelah 15 hingga 20 menit, dimana setelah itu timbul
nyeri kepala. Nyeri terasa seperti ditusuk- tusuk dan lebih berat jika batuk,
mengejan atau membungkuk. Nyeri kepala terjadi selama beberapa jam,
umumnya antara 4 hingga 72 jam. Pasien lebih suka berbaring di ruangan yang
gelap dan tidur. Gejala yang menyertai adalah fotofobia, mual, muntah, pucat
dan dieresis.

Faktor-faktor pencetus yang dapat menimbulkan migrain adalah:


1. Perubahan hormon
Estrogen dan progesteron merupakan hormon utama yang berkaitan dengan
serangan migren. Penurunan konsentrasi estrogen dan progesteron pada fase
Luteal siklus menstruasi merupakan saat terjadinya serangan migren. Nyeri
kepala migrain dipicu oleh turunnya kadar 17-b estradiol plasma saat akan
haid.
2. Makanan

22
Makanan yang sering menyebabkan nyeri kepala pada beberapa orang antara
lain: Makanan yang bersifat vasodilator (histamin, contoh anggur merah,
natrium nitrat), vasokonstriktor (tiramin, contoh; keju; feniletilamanin, contoh;
coklat, kafein), dan zat tambahan pada makanan (natrium nitrit, mososodium
glutamat/MSG dan aspartam).
3. Stress
4. Rangsangan sensoris misalanya bau menyegat seperti tinner dan asap rokok.

Migrain dan nyeri kepala tipe tegang memiliki beberapa karakteristik yang
mirip, tetapi terdapat beberapa perbedaan penting:
1. Sifat nyeri pada migrain biasanya berdenyut, sementara pada nyeri kepala tipe
tegang biasanya stabil.
2. Nyeri pada migrain sering hanya mempengaruhi satu sisi kepala, sedangkan
pada tension headache, biasanya mempengaruhi kedua sisi kepala.
3. Keluhan nyeri kepala disertai mual atau muntah, kepekaan terhadap cahaya
dan suara, atau aura ditemukan hanya pada nyeri kepala Migren.
4. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa migrain dan tension headache
mungkin terkait.

2.9 Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan pada nyeri kepala Tension Headache ini dapat
berupa teknik relaksasi pencegahan dan penghindaran situasi stress. Pada beberapa
orang, suatu pengobatan sehari dapat membantu, secara khas dapat digunakan
Trisiklik antidepresan, bahkan untuk orang-orang tanpa depresi.
Pencegahan lain meliputi penggunaan bantal yang berbeda atau mengubah
posisi tidur, posisi saat membaca harus benar, saat bekerja atau melakukan aktivitas
lain yang dapat menyebabkan sakit kepala. Latihan leher dan bahu harus sering
terutama saat mengetik, menggunakan computer atau pekerjaan lain. Selain itu juga
harus cukup tidur dan istirahat atau pemijitan otot dapat mengurangi sakit kepala.
Mandi atau berendam air panas/dingin dapat membebaskan sakit kepala untuk
sebagian orang.

22
2.10 Penatalaksanaan
Pada nyeri kepala tension headache penatalaksanaan yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
1. Terapi Psikofisiologis
Terapi ini dapat berupa terapi relaksasi, program untuk mengatasi stres, serta
tehnik ayap balik hayati (biofeedback). Dengan modalitas terapi tersebut, frekuensi
tension headache serta beratnya penyakit dapat berkurang. Strategi pengelolaan
stress mungkin sangat menolong pada tension headache. Perubahan cara hidup
mungkin diperlukan untuk nyeri kepala tension headache kronik. Cara tersebut
meliputi istirahat yang cukup dan latihan, perubahan dalam pekerjaan atau
kebiasaan relaksasi ataupun perubahan yang lain
2. Fisioterapi
Terapi ini berupa latihan pengendoran otot-otot, misalnya latihan relaksasi,
yoga, semedi, diatermi, kompres hangat, TENS (Transcutaneus electrical nerve
stimulation) ataupun terapi akupuntur. Terapi fisik dan teknik relaksasi ini dapat
memberikan keuntungan pada kasus-kasus khusus.
3. Farmakoterapi
Terdiri atas terapi abortif yang bertujuan untuk menghentikan atau
mengurangi serangan penyakit pada tension headache tipe episodik, serta terapi
pencegahan/preventif untuk terapi jangka panjang yang bermanfaat pada tension
headache kronik, namun dapat juga digunakan pada tension headache tipe
episodik. Obata-obatan yang dapat digunakan pada pengobatan tension headache
yaitu :
a. Analgetikum /Non Streoid Anti Infalammatory Drugs (NSAIDs)
Dapat menghilangkan rasa nyeri kepala ringan dan sedang, bila sebelumnya
diberi obat yang memacu gastrointestinal. Obat-obat yang dapat digunakan
yaitu :
Asam Asetilsalisilat 500 mg tablet dengan dosis 1500 mg/hr
Metampiron 500 mg tablet dengan dosis 1500 mg/hr
Glafein 200 mg tablet dengan dosis 600-1200 mg/hr
Asam Mefenamat 250-500 mg tablet dengan dosis 750-1500 mg/hr
Ibuprofen 400-800 mg tablet dengan dosis < 2400 mg/hr
b. Hipnotik-sedatif/antiansietas

22
Kerjanya terutama merupakan potensiasi inhibisi neuron dengan asam gamma-
aminobutirat (GABA) sebagai mediator. Efek sampingnya berupa inkoordinasi
motorik, ataksia, gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan
koordinator berpikir, bingung, disartria, mulut kering dan rasa pahit. Obat-obat
yang dapat digunakan yaitu :
Klordiazepoksid 5 mg tablet dengan dosis 15-30 mg/hr
Klobazam 10 mg tablet dengan dosis 20-30 mg/hr
Lorazepam 1-2 mg tablet dengan dosis 3-6 mg/hr
Diazepam 2-5 mg tablet dengan dosis 2-10 mg/hr
c. Antidepresan
Cara kerjanya dengan memblokade pengambilan kembali noradrenalin dan
memblokade aktivitas kolinergik, adrenergik, dan reseptor histamin. Efek
sampingnya adalah mengantuk, mulut kering, mata kabur dan sukar berak.
Obat-obatan yang dapat digunakan misalnya :
Amitriptilin 10/25 mg tablet dengan dosis 150-300mg/hr
Maprotiline 25/50/75 mg tablet dengan dosis 25-75 mg/hr
Amineptine 100 mg tablet dengan dosis 200 mg/hr
d. Antagonis serotonin
Sebaiknya diberikan dalam bentuk sediaan injeksi atau spray nasal, jika
pemberian oral tidak memungkinan saat ada gejala mual atau muntah.
Golongan obat ini bekerja dengan cara meningkatkan kadar neurotransmitter
serotonin di otak. Obat yang digunakan yaitu :
Metysergid 2 mg tablet dengan dosis 4-6 mg/hr
Sumatriptan 100 mg tablet dengan dosis 300 mg/hr
Fluoksetin 10 mg tablet dengan dosis maksimal 60 mg/hr
e. Agonis selektif reseptor 2
Obat yang digunakan yaitu tizanidin. Cara kerjanya adalah dengan mencegah
mengecilnya dan melebarnya pembuluh darah secara abnormal. Bekerja pada
rangsangan sentral neuron-neuron penghambat. Efek sampingnya adalah
mengantuk, mulut kering dan depresi. Beberapa penelitian menyatakan bahwa
tizanidin ternyata efikasius, aman dan dapat ditoleransi pada terapi profilaksis
nyeri kepala harian.

22
Serangan akut berespon terhadap aspirin dan obat AINS lainnya seperti
asam asetilsalisilat, metampiron maupun asam mefenamat. Untuk tindakan
profilaksis diberikan pengobatan amitriptilin, atau pemberian kembali inhibitor
selektif serotonin dan tizanidin sangat berguna dalam beberapa kasus. Meski
banyak pasien berespon terhadap benzodiazepin seperti diazepam, obat-obat ini
harus dibatasi penggunaannya karena memiliki potensi adiktif.
Selain ketiga jenis terapi diatas adapula cara-cara lain yang bisa digunakan
untuk meredakan nyeri pada tension headache, diantaranya yaitu :
1. Botulinum toksin A (BTX A), adalah obat yang poten untuk beberapa penyakit
berat yang berhubungan dengan kenaikan tonus otot. Meskipun mekanismenya
belum diketahui secara pasti, diduga BTX A mempunyai target menurunkan
Substance P, dan sebagai relaksan otot.
2. Injeksi dengan anastesi lokal, misalnya injeksi prokain, prokain-kofein
kompleks, lidokain dan lain-lain, atau yang lebih dikenal dengan istilah injeksi
trigger point, yang juga membantu mempercepat penyembuhan.

2.11 Prognosis
TTH pada kondisi dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak
membahayakan. Nyeri ini dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan
menyelesaikan masalah yang menjadi latar belakangnya jika penyebab TTH berupa
pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh dengan terapi obat berupa analgesia.
TTH biasanya mudah diobati sendiri. Progonis penyakit ini baik dan dengan
penatalaksanaan yang baik maka > 90 % pasien dapat disembuhkan.

2.12 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan sakit kepala kronis meliputi
depresi, cemas, gangguan tidur, dan masalah fisik dan psikologis lainnya. Komplikasi
TTH adalah rebound headache yaitu nyeri kepala yangdisebabkan oleh penggunaan
obat -obatan analgesia seperti aspirin, asetaminofen, dll yang berlebihan.

22
BAB III
KESIMPULAN

Tension Type headache atau nyeri kepala tipe tegang didefinisikan sebagai rasa berat
atau tertekan yang menetap, pada kedua sisi kepala yang timbul episodik dan berkaitan
dengan stres, tetapi dapat berulang hampir setiap hari tanpa adanya faktor psikologis. Nyeri
ini timbul karena kontraksi terus-menerus otot-otot kepala dan tengkuk. Klasifikasi tension
headache terbagi dua yaitu nyeri kepala tipe tegang episodik dan nyeri kepala tipe tegang
kronik. Diagnosis dapat ditegakan dengan anamnesis sesuai gejala klinis pasien. Terapi pada
tension headache meliputi psikofisiologis, fisioterapi, farmakoterapi seperti analgetik,
antianxietas, antidepresan, antagonis serotonin, agonis selektif reseptor 2. Prognosis pada
tension headache umumnya baik.

22
DAFTAR PUSTAKA

Anurogo D. Tension Type Headache. CDK-24 2014;41(3):186-91


Bennett, G. Cecil Textbook of Medicine 21st Edition Vol.2. Saunders Company,
Philadelphia; 2000. p.2066-2069
Ambre, J.J. 1993. Drug Evaluations Annual. American Medical Association, Chicago;
1993. p.133-136.
Mardjono. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat, Jakarta; 1988.p.90-91
Price A. Sylvia, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC . 2005. p.1096
Price, S.A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4. EGC, Jakarta;
1994.p.975
Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid II. Media
Aesculapius FKUI, Jakarta; 2001.p41-43
Wibowo, Samekto dan Abdul Gofir. Farmakoterapi dalam Neurologi. Salemba
Medika, Jakarta; 2001.p108-111
A.A.Bgs.Ngr.Nuartha, Harsono et al. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua. Gajah
Mada University Press, Yogyakarta; 1996.p243-244
Singh, Manish K. Muscle Contraction Tension Headache. http://emedicine.com//
Diakses pada tanggal 10 Oktober 2006

22

Das könnte Ihnen auch gefallen