Sie sind auf Seite 1von 11

BAB I

PENDAHULUAN

Proses pemeriksaan laboratorium pada umumnya dibagi dalam tiga tahapan,


yaitu tahap praanalitik, analitik, dan pascaanalitik. Untuk mendapatkan hasil yang
teliti, tepat, cepat, dan dapat dipercaya, ketiga tahap tersebut harus dilakukan
dengan baik menurut prosedur yang telah ada, dalam waktu dan biaya yang
optimal.1
Tahap praanalitik dimulai sejak identifikasi dan persiapan pasien,
pengambilan, penampungan, pengiriman, dan penyimpanan bahan. Salah satu
bagian yang penting dalam tahap ini yaitu pemilihan antikoagulan yang tepat
untuk penampungan, penyimpanan dan pengiriman bahan.1
Antikoagulan adalah zat yang berfungsi untuk mencegah terjadinya
penggumpalan darah dengan cara mengikat kalsium atau dengan menghambat
pembentukan trombin yang diperlukan untuk mengkonversi fibrinogen menjadi
fibrin dalam proses pembekuan.2 Zat ini akan mencegah penggumpalan jika
dicampur dengan darah dalam proporsi yang sesuai.3
Ada berbagai macam antikoagulan, dengan kelebihan dan kekurangan
masing-masing untuk berbagai jenis pemeriksaan hematologi. Pada kesempatan
ini akan dibahas mekanisme kerja dan penggunaan empat macam antikoagulan,
yaitu EDTA, sitrat, heparin, dan natrium fluorida.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENGERTIAN

Antikoagulan adalah zat yang mencegah penggumpalan darah dengan cara


mengikat kalsium atau dengan menghambat pembentukan trombin yang
diperlukan untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses
pembekuan.2
Jika tes membutuhkan darah atau plasma, spesimen harus dikumpulkan dalam
sebuah tabung yang berisi antikoagulan dengan komposisi yang sesuai. Spesimen
dan antikoagulan harus dicampur hingga homogen segera setelah pengambilan
spesimen untuk mencegah pembentukan klot/mikroklot. Pencampuran dengan
perlahan sangat penting untuk mencegah hemolisis.2,3
Untuk kepentingan pemeriksaan hematologi, antikoagulan yang dipakai harus
memenuhi kriteria sebagai berikut:4
1. Tidak merubah bentuk sel darah merah
2. Tidak menyebabkan hemolisis
3. Dapat meminimalkan agregasi trombosit
4. Dapat meminimalkan gangguan pewarnaan dan bentuk leukosit
5. Mudah larut dalam darah

2.2 MEKANISME KERJA ANTIKOAGULAN

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antikoagulan yang sering digunakan dalam


pemeriksaan laboratorium dikelompokkan dalam 2 kelompok, yaitu:2
1. Zat yang mengikat kalsium
2. Zat yang menghambat aktifitas thrombin

2
2.2.1 Antikoagulan Pengikat Kalsium

Sebagian besar antikoagulan yang digunakan di laboratorium bekerja dengan


mengikat kalsium dan membentuk garam insoluble atau garam soluble un-ionized.
Seperti diketahui bahwa kalsium esensial dalam berbagai tahap pada mekanisme
pembekuan, maka ikatan kalsium pada antikoagulan dapat mencegah pembekuan
darah.5
Yang termasuk zat pengikat kalsium antara lain EDTA (ethylene diamine
tetraacetic acid), sitrat, oxalate, dalam berbagai bentuk garamnya.5

2.2.2 Zat yang Menghambat Trombin

Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain heparin, hirudin.2


Sebagai antikoagulan, heparin bekerja dengan:2
1. Menghalangi pembentukan trombin
2. Mempercepat pembentukan kompleks antitrombin III dengan
menginaktifkan faktor Xa dan mencegah pembentukan trombin dari
protrombin
3. Menginaktifasi faktor XIIa dengan cara mencegah terbentuknya fibrin
stabil

2.3 EDTA

Antikoagulan EDTA (ethylen diamine tetraacetic acid) adalah antikoagulan


yang paling sering dipakai. Tersedia dalam beberapa bentuk garamnya, yaitu
natrium (Na2EDTA), dipotasium (K2EDTA), tripotasium (K3EDTA). Bentuk
garam potasium lebih banyak digunakan untuk kepentingan komersial karena
lebih mudah larut. Serbuk K2EDTA adalah jenis antikoagulan yang
direkomendasikan oleh ICSH (International Counsil for Standardization in
Haematology) dan NCCLS(National Committee for Laboratory Standards).2,6

3
Garam litium juga memiliki efek antikoagulan yang efektif, namun daya
larutnya lebih rendah. Kelebihan garam litium ini adalah dapat digunakan untuk
pemeriksaan kimia.6
EDTA merupakan asam poliprotik yang terdiri dari empat gugus asam
karboksilat dan dua gugus amin dengan muatan negatifnya.7 EDTA sebagai
antikoagulan mengikat kalsium dan membentuk garam kalsium yang tidak larut,
dengan ikatan kelasi stoikiometrik. Ikatan ini lebih kuat dan lebih irreversible
dibanding ikatan kalsium dengan sitrat.1

Gambar 1. Reaksi pengikatan ion kalsium oleh EDTA

Garam EDTA + Ca2+ CaEDTA + 2 ion garamnya dengan muatan (+)

Perbandingan garam EDTA anhydrous yang digunakan adalah 1,2 mg per ml


darah. Untuk garam dipotasium sebanyak 1,5 2,2 mg per ml darah.6
EDTA sangat ideal untuk pemeriksaan hematologi, karena memenuhi
berbagai kriteria sebagai antikoagulan, yaitu tidak merubah bentuk SDM, tidak
menyebabkan hemolisis, dapat meminimalkan agregasi trombosit, dapat
meminimalkan gangguan pewarnaan pada pemeriksaan apusan, serta mudah larut
dalam darah. 1,4,7
Penggunaan EDTA antara lain untuk pemeriksaan hemoglobin (termasuk
elektroforese haemoglobin dan estimasi HbF), hematokrit, laju endap darah
(LED), hitung sel (trombosit, leukosit, retikulosit), apusan darah. Selain itu, dapat

4
juga digunakan dalam pemeriksaan mikrofilaria, BUN, protein plasma,
fibrinogen, glukosa, Coombs test.1,3,4,7
Stabilitas parameter hematologi dalam darah EDTA untuk hitung sel darah
optimal dalam 8 jam setelah pengambilan sampel, 48 jam untuk pemeriksaan
hemoglobin, dan 24 jam untuk parameter SDM yang menggunakan teknologi
impedance.6,7
Retikulosit bertahan hingga 72 jam pada suhu 40C, tapi pada suhu ruang,
hanya bertahan selama 6 jam.6
Leukosit stabil dalam 24 jam pada suhu 40C, demikian juga untuk hitung
jenisnya. Tetapi pada suhu kamar, leukosit (juga trombosit) hanya bertahan
selama 2 jam. Setelah itu, jumlahnya akan turun drastis, terutama untuk limfosit.
6,7

Efek penyimpanan juga berpengaruh pada monosit yaitu terbentuknya


vakuole dalam sitoplasma. Limfosit juga akan membentuk vakuole, inti tampak
lebih homogen pada pewarnaan, dan nukleusnya membentuk budding sehingga
tampak seperti dua atau tiga lobus.6
Bagaimanapun juga, EDTA masih mempunyai beberapa kekurangan, yaitu:
1,3,4,5,6,8

1. Konsentrasi EDTA yang berlebihan dapat


a. menyebabkan sel darah merah (SDM) dan leukosit mengecil dan
menyebabkan kesalahan dalam pemeriksaan MCV dan MCHC. Walau
tidak mempengaruhi konsentrasi hemoglobin.
b. menyebabkan pembengkakan trombosit sehingga tampak adanya
trombosit raksasa yang pada akhirnya mengalami fragmentasi
membentuk fragmen-fragmen yang masih dalam rentang pengukuran
trombosit oleh alat hitung otomatis. Jadi dapat terjadi peningkatan
palsu jumlah trombosit.
c. Tidak dapat memperlihatkan basophilic stippling.
2. Pada pemeriksaan limfosit, setelah beberapa jam, dapat terbentuk vakuole
dalam limfosit, sehingga menyerupai monosit.

5
3. EDTA mengganggu pemeriksaan sebagai berikut:
a. Menyebabkan peningkatan palsu kadar alkalin fosfatase dengan
mengikat Mg++
b. Menurunkan daya ikat CO2 oleh hemoglobin, sehingga tidak dapat
digunakan untuk pemeriksaan analisa gas darah.
c. Mengganggu reaksi Jaffe pada pemeriksaan kreatinin
d. Karena EDTA tersedia dalam bentuk garam sodium dan potasium,
serta mengikat kalsium dalam plasma, maka konsentrasi Na+ dan K+
dalam plasma seolah-olah meningkat. Sedangkan pada pengukuran
kadar ion kalsium, maka akan sangat rendah karena diikat oleh EDTA.
4. Menyebabkan aglutinasi leukosit (netrofil dan limfosit).
5. Dapat menyebabkan perlekatan trombosit pada netrofil.
6. Pada pengukuran aktivitas monosit (melepaskan faktor jaringan dan faktor
nekrosis tumor), akan lebih rendah dibandingkan pada pengukuran dengan
antikoagulan sitrat dan heparin.
7. Hasil yang lebih rendah pada pengukuran aktivasi netrofil yaitu pengukuran
laktoferin yang pelepasannya diinduksi oleh lipopolisakarida.
8. EDTA tidak cocok untuk pemeriksaan fungsi trombosit dan uji koagulasi.
EDTA dapat mensupresi degranulasi trombosit.
9. Tidak dapat digunakan untuk pemeriksaan ion dalam plasma. EDTA
cenderung mengikat ion-ion positif.

2.4 SITRAT

Tersedia dalam bentuk trisodium sitrat dihidrat 3,2% dan 3,8%. Selain itu,
sitrat juga dapat dicampur dengan dextrose menjadi ACD (acid citrate dextrose)
atau CPD (citrate phosphate dextrose). 4
Bentuk trisodium sitrat 3,2% direkomendasikan oleh ICSH, International
Society for Trombosis and Hemostasis, dan CAP (College of American
Pathologist) untuk pengujian koagulasi dan agregasi trombosit serta morfologi

6
trombosit. Perbandingan yang digunakan adalah 1 bagian sitrat 3,2% dalam 9
bagian darah. 1,4
Trisodium sitrat 3,8% digunakan untuk pemeriksaan LED cara westergren
4,5
dengan perbandingan 1 bagian sitrat dalam 4 bagian darah. larutan ini
digunakan karena nilai referensi sebagai standard pemeriksaan dibuat berdasarkan
darah yang terdilusi.9
4,5
ACD adalah antikoagulan pilihan untuk darah transfusi. Namun kemudian
dikembangkan lagi dalam bentuk CPDA (citrate phosphate dextrose adenine). 5
Mekanisme kerjanya dengan membentuk garam kalsium sitrat yang tidak
larut. 4 Ikatan sitrat dengan kalsium merupakan ikatan ionik yang tidak stabil.1

Gambar 2. Reaksi pengikatan ion kalsium oleh sitrat

Garam sitrat + 3Ca++ Ca3sitrat + 3H+ + 3ion garamnya

Beberapa kekurangan antikoagulan sitrat, yaitu: 1,4,5


1. Mengganggu hasil pemeriksaan kimia.
Pemeriksaan sodium: hasil akan meningkat palsu karena tingginya kadar
sodium dalam garam trisodium sitrat.
Pemeriksaan ion kalsium: hasil akan sangat rendah palsu karena ion
kalsium diikat oleh sitrat.
Pemeriksaan kimia lain: hasil akan lebih rendah dari yang sebenarnya,
karena efek dilusi dari cairan sitrat.

7
2. Hanya bertahan beberapa jam.
3. Cenderung menyebabkan ukuran sel mengecil.
4. Umumnya tidak digunakan untuk hitung sel, karena darah yang digunakan
sudah diencerkan.

2.5 HEPARIN

Heparin merupakan antikoagulan alami dalam tubuh manusia. Ditemukan di


hati, basofil, dan sel mast. Antikoagulan heparin tersedia dalam bentuk cairan
maupun sediaan kering, yaitu bentuk garamnya dengan sodium, kalsium,
ammonium, dan litium. 4
Mekanisme kerja heparin adalah dengan menghambat pembentukan atau
aktivitas trombin dan faktor-faktor pembekuan (IX, X, XI, XII). 2,4
Konsentrasi optimum sebagai antikoagulan adalah 0,1-0,2 mg/ml darah. 4,5
Heparin merupakan antikoagulan pilihan untuk pemeriksaan PH darah dan
4,5
analisa gas darah untuk keseimbangan asam-basa. Hal ini karena heparin relatif
tidak mempengaruhi PH. Sedangkan antikoagulan lain (misalnya EDTA dan
sitrat) dapat menurunkan PH karena sifatnya yang sedikit asam.10
Heparin tidak merubah volume SDM, bahkan dalam jumlah yang berlebihan,
sehingga cocok untuk pemeriksaan fragilitas osmotik dan imunofenotiping.
Antikoagulan ini juga dapat digunakan untuk pemeriksaan enzim SDM seperti
G6PD dan PK. 1,4,5
Beberapa kekurangan heparin, yaitu: 1,4,5,7
1. Menyebabkan clumping leukosit dan trombosit, sehingga tidak dapat
digunakan untuk pemeriksaan hitung sel.
2. Mengganggu hasil pewarnaan leukosit.
3. Merupakan antikoagulan yang paling mahal.
4. Darah akan beku dalam 8-12 jam, karena heparin bukan mencegah
pembekuan, melainkan menunda pembekuan.
5. Tidak cocok untuk pemeriksaan aglutinasi dan koagulasi maupun determinasi
fibrinogen plasma.

8
6. Pada pemeriksaan kimia, hasil-hasil tertentu akan dipengaruhi (sesuai dengan
bentuk garam heparin), yang memberikan hasil tinggi yang palsu.
7. Tidak dapat digunakan untuk pemeriksaan PCR karena heparin menghambat
aktivitas enzim.

2.6 NATRIUM FLUORIDA

Natrium fluorida (NaF) mempunyai peran sebagai antikoagulan (namun


merupakan antikoagulan yang lemah) dan antiglikolitik. NaF cocok untuk
pemeriksaan gula darah karena menghambat enzim glikolitik. 4,5
Sebagai antikoagulan, dua molekul NaF akan berikatan dengan satu ion
kalsium membentuk CaF2 dan melepaskan dua ion Na+. Sedangkan sebagai
antiglikolisis, NaF bekerja dengan menghambat enzim enolase dalam jalur
glikolitik.11
Konsentrasi fluorida yang digunakan adalah 2,5 mg per ml darah.11
Beberapa kekurangan NaF, yaitu: 4
1. Beracun.
2. Tidak dapat digunakan untuk pemeriksaan alkalin fosfatase, amilase, dan
asam urat karena NaF menghambat kerja enzim.

9
BAB III
SIMPULAN

Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan laboratorium yang bermutu, sangatlah


penting untuk menggunakan antikoagulan yang tepat.
Hingga saat ini, belum ada antikoagulan yang ideal untuk semua jenis
pemeriksaan laboratorium, sehingga perlu diketahui kelebihan dan kekurangan
masing-masing antikogulan untuk masing-masing jenis pemeriksaan yang
diperlukan.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Ochei J, Kolhatkar A. Medical Laboratory Science, Theory and Practice.


1st ed. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited;
2000.

2. Tahono, Sidharta BRA, Pramudianti MID. (eds). Buku Ajar Phlebotomy.


Surakarta: Sebelas Maret University Press; 2012.

3. Sood R. Text Book of Medical Laboratory Technology. New Delhi:


Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2006.

4. Anonym. Anticoagulants. Available from URL:


http://compepid.tuskegee.edu/syllabi/pathobiology/pathology/clinpath/cha
pter1.html.

5. Nayak R, et al. Essentials in : Hematology & Clinical Pathology. 1st ed.


New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2012.

6. Bain JB, et al. Dacie and Lewis: Practical Haematology. 11th ed. Churchill
Livingstone: Elsevier; 2012.

7. Banfi G, et al. The role of ethylenediamine tetraacetic acid (EDTA) as in


vitro anticoagulant for diagnostic purposes. Clin Chem Lab Med.
2007;45(5):565-76. Available from URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17484616.

8. Garza D, McBride KB. 6th ed. Phlebotomy Handbook. New Jersey:


Pearson Education Inc; 2002.

9. Jou JM, et al. ICSH review of The Measurement of The Erytrocyte


Sedimentation Rate. International Journal of Laboratory Hematology.
2010. Available from URL :
http://www.islh.org/web/downloads/ICSH_Standards/Sed%20Rate%20IJL
H%202011.pdf.

10. Sood P, et al. interpretation of Arterial Blood Gas. Indian Journal of


Critical Care Medicine. 2010:14(2):57-64. Available from URL:
http://www.ijccm.org/article.asp?issn=0972-
5229;year=2010;volume=14;issue=2;spage=57;epage=64;aulast=Sood.

11. Guder WG, et al. 3rd revised ed. Samples: From the Patient to the
Laboratory. Germany: wiley-VCH verlag gmbh & co; 2003.

11

Das könnte Ihnen auch gefallen