Sie sind auf Seite 1von 8

Gambaran Rumah Potong Hewan ..................... (Intan Tolistiawaty, et.

al)

Gambaran Rumah Potong Hewan/Tempat Pemotongan Hewan


di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah
Discription of Slaughterhouse in Sigi District, Central Sulawesi
Intan Tolistiawaty*, Junus Widjaja, Rina Isnawati, Leonardo Taruk Lobo
Balai Litbang P2B2 Donggala, Badan Litbang Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI
Jl. Masitudju No.58 Labuan Panimba, Labuan, Donggala, Sulawesi Tengah, Indonesia

INFO ARTIKEL ABSTRACT/ABSTRAK

Article History: Slaughterhouse is a public service unit that works to supply safe, healthy, whole and halal
Received: 8 Oct. 2015 meat, also for monitoring and surveilance animal disease and zoonosis. The condition of a
Revised: 18 Dec. 2015 slaughterhouse is very affecting in the supply of healthy meat for people. This study aimed
Accepted: 21 Dec. 2015 to find out the eligible condition of slaughter house at Sigi District. The research included
analytical survey with cross sectional design, which done by observation and interview.
The research was conducted at Biromaru slaughter house and three pig slaughter house
Keywords: at Jono Oge Village from April to November 2014. The results of the study showed that the
slaughterhouse, condition of slaughter house at Sigi does not meet the standards set by the government, so
meat, it is necessary to do some improvement including the management, advice, and the
worthiness infrastructure.

Kata kunci: Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan unit pelayanan masyarakat dalam
Rumah Potong Hewan, penyediaan daging yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH), tempat pemantauan dan
Tempat Potong Hewan, survailans penyakit hewan serta zoonosis. Kondisi RPH yang baik sangat mendukung
daging, dalam penyediaan kebutuhan daging yang sehat bagi masyarakat. Penelitian ini
kelayakan bertujuan untuk mengetahui kondisi kelayakan RPH atau Tempat Pemotongan Hewan
(TPH) di Kabupaten Sigi. Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan
desain potong lintang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi
di RPH Biromaru dan tiga TPH Babi yang ada di Desa Jono Oge dari bulan April
November 2014 . Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi RPH/TPH di Kabupaten
Sigi tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah, sehingga
disarankan perlu adanya perbaikan infrastruktur meliputi manajemen, saran, dan
prasarana yang ada.
2015 Jurnal Vektor Penyakit. All rights reserved

*Alamat Korespondensi : email : drh.intantolis@gmail.com

PENDAHULUAN bangunan yang mempunyai disain dan


Pangan asal hewan perlu diawasi untuk kontruksi khusus yang digunakan sebagai
menjamin masyarakat agar memperoleh tempat pemotongan hewan. Ketentuan
daging yang layak untuk dikonsumsi. Daging mengenai RPH diatur dalam SK Menteri
merupakan bahan pangan yang memiliki Pertanian No. 555/Kpts/TN.240/9/1986 dan
potensi bahaya biologi, fisik, dan kimia yang ditetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI)
dapat terjadi selama proses penyediaannya 01-6159-1999 tentang rumah pemotongan
dari pemotongan hingga tersaji di meja hewan. RPH merupakan unit pelayanan
makan. Untuk menanggulangi hal tersebut masyarakat dalam penyediaan daging yang
maka diperlukan perhatian khusus dalam aman, sehat, utuh dan halal, sebagai tempat
penerapan kebersihan dan sanitasi selama pemotongan hewan yang benar, sebagai
proses penanganan hewan. Tahapan yang tempat pemantauan dan survailans penyakit
1
penting dalam penyediaan bahan pangan asal hewan serta zoonosis.
hewan terutama daging yang berkualitas dan Penanganan yang baik pada hewan
aman adalah tahap di Rumah Pemotongan diharapkan akan menghasilkan produk
Hewan (RPH). RPH adalah suatu kompleks daging yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal

45
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 9 No. 2, 2015 : 4552

(ASUH). Aman dimaksudkan agar daging yang di masyarakat sehat untuk dikonsumsi dan
dikonsumsi bebas dari bibit penyakit, Sehat bebas dari mikroba.
dimaksudkan daging mempunyai zat-zat yang
berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan, METODE
Utuh adalah daging tidak dicampurkan
Disain penelitian adalah potong lintang
dengan bagian lain dari hewan tersebut atau
dan dilakukan dari bulan AprilNovember
hewan lain, dan Halal adalah hewan dipotong
2015 di RPH Biromaru dan tiga TPH babi yang
sesuai dengan syariat agama Islam.2
ada di Desa Jono Oge. Untuk sampel
Jaminan atas produk yang dihasilkan wawancara dilakukan pada pekerja yang
dapat dilakukan mulai dari penerapan bersentuhan langsung dengan hewan atau
praktek beternak yang baik (Good Farming karkas yang ada di RPH/TPH.
Practice), praktek penanganan pascapanen
Bahan yang digunakan adalah form
yang baik (Good Handling Practice) meliputi
kuisioner, form observasi lingkungan RPH, dan
kebersihan peralatan atau mesin yang
pensil. Kegiatan yang dilakukan yaitu:
digunakan untuk penanganan, dan penerapan
Good Manufacuring Practice (GMP) atau Good 1. Wawancara dilakukan pada responden
Slaughtering Practice (GSP) pada tahap yang bekerja di TPH terutama pada
pengolahan sehingga produk yang dihasilkan responden yang menangani karkas baik
aman dan sehat untuk dikonsumsi. Selain itu sebelum ataupun sesudah dipotong.
dapat juga menerapkan Hazard Analysis 2. Observasi dilakukan untuk melihat
Critical Control Point (HCCP) yang sudah lingkungan sekitar tempat pemotongan
diakui dan diterapkan secara internasional.3 dan bagaimana tata cara penanganan
karkas di RPH/TPH.
RPH yang baik harus berada jauh dari
pemukiman penduduk dan memiliki saluran
pembuangan serta pengelolaan limbah yang
sesuai dengan Analisis Mengenai Dampak HASIL
Lingkungan (AMDAL). RPH bisa menjadi Pada hasil wawancara mengenai
sumber kontaminasi penyakit karena pengetahuan responden mengenai RPH atau
kemungkinan ternak yang dibawa untuk TPH (Tabel 1) didapatkan 6,7 % responden
dipotong berasal dari suatu daerah yang pernah mendapatkan penyuluhan atau
sedang ada dalam keadaan infeksi subklinis pelatihan mengenai rumah potong. Sebanyak
suatu penyakit. Kegiatan yang dilakukan di 96,7 % responden mengatakan adanya
RPH meliputi pemeriksaan sebelum kunjungan dokter hewan atau petugas
pemotongan (antemortem) dan sesudah poskeswan di RPH atau TPH. Penggunaan
pemotongan (postmortem). Pemeriksaan sabun untuk cuci tangan setelah atau sebelum
antemortem dilakukan untuk menangani hewan dan karkas sebesar 70 %
mengidentifikasi dan mencegah responden mengatakan tidak pernah
penyembelihan ternak yang terserang melakukannya.
penyakit terutama yang dapat menular pada Pada Tabel 2 terlihat hasil observasi pada
manusia yang mengkonsumsinya. RPH/TPH, variabel ketersediaan tempat
Pemeriksaan postmortem dilakukan untuk penampungan hewan sebanyak 75 % baik dan
m e m a s t i ka n ke l aya ka n d a g i n g ya n g sesuai dengan fungsi sedangkan 25 % tidak
dihasilkan aman dan layak diedarkan untuk baik. Variabel tempat penyembelihan 100 %
dikonsumsi masyarakat. Pemeriksaan tidak baik, begitu pula dengan variable
postmortem juga dilakukan melindungi penampungan pembuangan darah,
konsumen dari penyakit yang dapat penggunaan alat pelindung diri, pengerjaan
ditimbulkan karena makan daging atau karkas karkas, pengeluaran jeroan, dan pengemasan
yang tidak sehat dan melindungi konsumen daging jeroan. Sumber air dan ketersediaan
4
dari pemalsuan daging. air untuk cucitangan pada RPH/TPH 100 %
Penelitian ini bertujuan untuk baik. Pada Gambar 1 dan 2 juga terlihat
mengetahui kondisi kelayakan RPH/TPH di bagaimana kondisi dan situasi RPH sapi yang
Kabupaten Sigi sehingga daging yang beredar ada di Biromaru dan TPH Babi yang ada di

46
Gambaran Rumah Potong Hewan ..................... (Intan Tolistiawaty, et. al)

Desa Jono Oge yang masih belum sesuai


standar yang ada.

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan


Tentang RPH/TPH di Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014
Status Responden
No Variabel
n %
1 Penyuluhan dan Pelatihan
- Ya 2 6,7
- Tidak 28 93,3
2 Kunjungan Petugas Keswan
- Ya 29 96,7
- Tidak 1 3,3
3 Cuci tangan dengan sabun
- Ya 9 30
- Tidak 21 70

Gambar 1. Situasi RPH Biromaru Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah


Tahun 2014

Gambar 2. Kondisi Pemotongan di TPH Babi Desa Jonooge Kabupaten Sigi


Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2014

47
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 9 No. 2, 2015 : 4552

Tabel 2. Hasil Observasi Terhadap RPH Sapi dan TPH Babi di Kabupaten Sigi,
Sulawesi Tengah Tahun 2014
Status RPH/TPH
No Variabel
n %
1 Tempat Penampungan Hewan
- Tidak Baik 1 25
- Baik 3 75
2 Tempat Penyembelihan
- Tidak Baik 4 100
- Baik 0 0
3 Penampungan Pembuangan Darah
- Tidak Baik 4 100
- Baik 0 0
4 Penggunaan Alat Pelindung Diri
- Tidak Baik 4 100
- Baik 0 0
5 Pengerjaan Karkas
- Tidak Baik 4 100
- Baik 0 0
6 Pengeluaran Jeroan
- Tidak Baik 4 100
- Baik 0 0
7 Pengemasan Daging dan Jeroan
- Tidak Baik 4 100
- Baik 0 0
8 Sumber Air
- Tidak Baik 0 0
- Baik 4 100
9 Ketersedian air untuk cuci tangan
- Tidak Baik 0 0
- Baik 4 100

PEMBAHASAN terutama dokter hewan sangat diperlukan di


Hasil observasi pada RPH/TPH RPH. Dokter Hewan atau tenaga paramedis
menunjukkan tempat penyembelihan, sangat diperlukan untuk memeriksa hewan
penampungan darah, penggunaan alat sebelum atau sesudah dilakukan
pelindung diri, pengerjaan karkas, penyembelihan. Hal ini bertujuan untuk
pengeluaran jeroan, dan pengemasan daging memastikan bahwa hewan yang disembelih
dan jeroan dalam kondisi yang tidak baik atau dalam keadaan sehat dan layak. Begitu pula
tidak sesuai dengan persyaratan yang ada. Hal dengan produk karkas yang dihasilkan
tesebut dapat menyebabkan tingginya angka seharusnya harus diperiksa dan dinyatakan
kejadian penyakit parasit usus pada hewan sehat oleh petugas kesehatan di RPH sebelum
5
ternak. Penyuluhan dan pelatihan yang dipasarkan.
kurang diberikan kepada para pekerja Pada penelitian ini terlihat adanya
membuat mereka tidak memahami tugas yang kunjungan dari dokter hewan ataupun
akan dilakukan di RPH dan bekerja petugas kesehatan hewan tetapi kinerjanya
berdasarkan pengetahuan mereka saja. Selain kurang. Karena berdasarkan observasi di RPH
itu akibat tidak adanya penyuluhan, para tidak dilakukan pemeriksaan hewan baik
pekerja tidak mengetahui standar yang harus sebelum atau sesudah pemotongan. Hewan
dikerjakan agar mendapatkan produk karkas yang akan dipotong langsung diturunkan dari
yang ASUH. Petugas kesehatan hewan mobil pengangkut untuk disembelih dan

48
Gambaran Rumah Potong Hewan ..................... (Intan Tolistiawaty, et. al)

ketika sudah berupa karkas langsung dibawa peternak lebih memilih untuk memotong di
ke pasar untuk dijual, bahkan didapatkan tempatnya sendiri dan juga mengenai nominal
adanya pemotongan sapi betina bunting. re t r i b u s i u n t u k p e m o t o n g a n b e l u m
Padahal dokter hewan atau petugas kesehatan menghasilkan kata sepakat antara
hewan di RPH bertugas untuk melakukan pemerintah dan peternak .
pemeriksaan pada hewan sebelum dilakukan Observasi di sekitar RPH/TPH
penyembelihan (antemortem) dan pada menunjukkan bahwa hampir semua tempat
daging dan karkas yang akan dijual ke pasar tidak memenuhi syarat sesuai Standar
( p o s t m o r te m ) s e h i n g ga a m a n u n t u k Nasional Indonesia (SNI) 01-6159-1999
dikonsumsi oleh masyarakat. Pemotongan tentang rumah pemotongan hewan. Produk
sapi betina bunting tidak dibenarkan dalam karkas yang sehat bisa diperoleh jika RPH
Undang Undang Nomor 18 Tahun 2009, akan tersebut menerapkan praktek kebersihan dan
tetapi di beberapa RPH di Jawa dan Nusa sanitasi yang baik meliputi kebersihan
Tenggara terlihat adanya pemotongan sapi personal, bangunan, peralatan, proses
betina produktif. Hal tersebut diakibatkan produksi, penyimpanan, dan distribusi serta
kurangnya pasokan sapi lokal jantan dan ditambahkan kehalalan dan kesejahteraan
lemahnya pengawasan dan pengendalian hewan.
6
terhadap pemotongan sapi betina produktif. Bangunan RPH sapi yang ada merupakan
Menurut tenaga kesehatan hewan di RPH gedung tua dan fasilitas yang ada juga tidak
Biromaru, pelaksanaan pengawasan memang berfungsi sebagaimana mestinya. Menurut
tidak berjalan, karena kurangnya anggaran Buku Statistik Peternakan tahun 2003
untuk biaya pengganti sapi sehingga bila terdapat 777 RPH sapi/kerbau yang
ditemukan adanya penyembelihan sapi betina merupakan warisan zaman Belanda sehingga
bunting dibiarkan saja. tidak memenuhi syarat baik lingkungan,
Kinerja petugas kesehatan di RPH masih higiene, dan sanitasi. Terlihat gedung banyak
kurang karena rendahnya pemahaman akan kerusakan, lantai yang berlubang-lubang,
tugasnya ataupun karena keterbatasan sarana dinding yang kotor, tidak ada tempat
yang dimiliki. Di RPH Biromaru, petugas penggantung hewan, dan proses
kesehatan tidak dapat bertindak ketika penyembelihan yang dilakukan secara
mendapati peternak memotong sapi betina tradisional. Secara umum hal tersebut tidak
bunting atau malah membiarkannya karena memenuhi syarat higiene daging sehingga ada
dinas tidak mempunyai anggaran untuk biaya kecenderungan untuk terkontaminasi
pengganti sapi tersebut . Dalam hal mikroorganisme.
7

pemotongan pun tidak ada pemeriksaan Letak RPH/TPH juga dekat dengan
kesehatan pada sapi yang akan dipotong pemukiman penduduk atau berada dalam
karena sapi yang datang ke RPH langsung pemukiman penduduk. Hal ini tidak sesuai
dibawa untuk dipotong, padahal menurut dengan persyaratan RPH yang harus jauh dari
pengamatan, sapi tersebut sakit (pincang) pemukiman penduduk agar tidak
yang semestinya ditunda untuk dipotong. menimbulkan ancaman biologis bagi
Pe m o to n g a n d i T P H b a b i , t i d a k masyarakat. RPH/TPH bisa menjadi sumber
didampingi oleh dokter hewan ataupun kontaminasi mikroorganisme patogen ternak
petugas kesehatan hewan. Hal ini terjadi yang berasal dari suatu daerah endemis
karena pemotongan dilakukan secara mandiri penyakit atau dalam keadaan infeksi sub klinis
oleh masyarakat sehingga dokter hewan sehingga kemungkinan akan terjadi
kesulitan untuk mengawasi. RPH khusus penularan.
8

untuk pemotongan babi sudah dibuatkan Hewan yang akan dipotong sebaiknya
disekitar peternakan babi yang ada di Desa ditempatkan terlebih dahulu di tempat
Jono Oge untuk memudahkan pengawasan penampungan hewan selama kurang lebih 12
dari dinas pertanian dan peternakan akan jam. Hal ini dimaksudkan agar hewan bisa
tetapi tidak digunakan. Alasan para peternak diistirahatkan dan tidak stres. Pengistirahatan
belum menggunakan karena prasarana yang ini penting karena ternak yang habis bekerja
disediakan masih belum memadai sehingga jika langsung disembelih tanpa

49
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 9 No. 2, 2015 : 4552

pengistirahatan akan menghasilkan daging Kabupaten Sigi, masing-masing karyawan


yang berwarna gelap, keras, dan kering (dark menggunakan satu pisau, tanpa melakukan
cutting meat) serta dapat menurunkan penggantian dan perendaman dalam air
keawetannya. Pengistirahatan ini berguna panas > 820 C. Pembagian daerah kotor dan
untuk menentukan rekomendasi penilaian daerah bersih pun tidak ada. Penyembelihan
kelayakan ternak untuk disembelih, hingga pembagian karkas dilakukan pada satu
5
disembelih bersyarat atau tidak disembelih. tempat. Terlihat juga lantai RPH Biromaru
Pada RPH Sapi Biromaru, sapi yang akan yang sudah berlubang dan tidak kedap air.
dipotong tidak ditempatkan di kandang Untuk TPH babi, sedikit lebih baik karena
penampungan melainkan langsung digiring lantai TPH rata dan tidak berlubang, tetapi
untuk dipotong. Adapun kandang tidak ditemukan adanya pembagian daerah
penampungan digunakan hanya untuk tempat bersih dan kotor.11
sementara sapi yang antri untuk dipotong. Pembuangan limbah berupa darah dan isi
Pada TPH babi sedikit lebih baik karena babi- rumen dari hewan yang dipotong di RPH sapi
babi yang dipotong berasal dari peternakan atau di TPH babi, kebanyakan langsung ke
sendiri yang dikandangkan. Dari kedua RPH saluran air yang mengalir ke sawah atau
sapi dan TPH babi tidak terlihat adanya sungai. Hal tersebut tidak sesuai dengan SNI
pemeriksaan antemortem pada hewan 1999, dimana ada kecenderungan untuk
sebelum dipotong. Kondisi TPH babi yang menularkan mikroorgansime yang berbahaya
tidak memiliki kandang isolasi dan juga surat bagi manusia sangat tinggi. Seharusnya
keterangan sehat yang dikeluarkan oleh pembuangan limbah didesain agar tidak
dokter hewan membuat produk hasil yang mencemari tanah, mudah diawasi dan
dikeluarkan dari TPH tidak terjamin dirawat, dijaga agar tidak menjadi sarang
keamanannya.9 tikus. Pembuangan limbah yang ada di
Penyembelihan di RPH terdapat empat RPH/TPH juga tidak sesuai dengan prosedur
titik kendali kritis yaitu pelepasan kulit, yang menyatakan RPH/TPH harus
pengeluaran jeroan, pemisahan tulang dan mempunyai bak pengendap pada saluran
pendinginan. Titik-titik ini harus dapat buangan cairan yang menuju sungai atau
dikendalikan agar pencemaran mikroba pada selokan sehingga limbah cairan yang keluar
12
daging dapat ditekan sehingga daging yang dari RPH/TPH aman bagi lingkungan.
dihasilkan aman untuk dikonsumsi. Selama Dari keempat TPH/RPH yang ada hanya
proses penyembelihan di RPH disarankan satu TPH babi yang mempunyai bak
para pekerja menggunakan dua pisau dengan pengendap untuk limbahnya sebelum
cara bergantian. Salah satu pisau direndam dialirkan ke sungai. TPH babi yang lain,
o
dalam air panas >82 C untuk menghindari langsung membuang limbah ke saluran air
pencemaran silang. Hal ini juga telah diatur yang menuju ke sungai begitu pula dengan
dalam SK Menteri Pertanian No. 413 tahun RPH sapi. Akan tetapi pada RPH sapi, limbah
1992 tentang pemotongan hewan dan rumen disimpan terlebih dahulu di ruangan
pengamanan daging serta hasil ikutannya. tersendiri, pembuangan limbah tersebut akan
Ruangan tempat penyembelihan harus dilakukan seminggu sekali.
mempunyai penerangan yang cukup, lantai Salah satu syarat teknis RPH/TPH adalah
terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah kecukupan ketersediaan air dimana
korosif, tidak licin, mudah dibersihkan dan dibutuhkan 200 galon per hari per ekor sapi
disucihamakan dan landai ke arah saluran dewasa. Air yang digunakan adalah air yang
pembuangan. Permukaan lantai harus rata, dapat diminum (potable) dan memenuhi
tidak ada celah atau lubang. Untuk standar baku internasional untuk air minum
penyembelihan dibagi menjadi dua bagian (air berkaporit, tidak mengandung bakteri
yakni pertama, daerah kotor untuk tempat coliform atau E. coli dalam 100 ml). Pada
pemingsanan, pemotongan, dan tempat kedua tempat RPH/TPH hal ini sudah
pengeluaran darah. Kedua, daerah bersih terpenuhi karena terlihat cukupnya air yang
untuk tempat penimbangan karkas dan digunakan pada saat pemotongan hewan.
tempat keluar karkas.10 Pada RPH/TPH di Untuk sarana mencuci tangan tidak terpenuhi,

50
Gambaran Rumah Potong Hewan ..................... (Intan Tolistiawaty, et. al)

karena pada kedua tempat tidak ditemukan Procedure slaughter at the Government
walaupun hanya sederhana misalnya Abattoir in West Java. In: Seminar Nasional
disediakan sabun pencuci tangan disamping Peternakan Berkelanjutan ke 5 Fapet Unpad.;
kran air. Menurut SNI 1999, sarana untuk 2013.
mencuci tangan harus ada dan didisain 2. Zulfanita, Arifin H, Priyono. Keamanan Dan
Pengamanan Pangan Produk Daging Sapi
sedemikian rupa agar tangan tidak
Bermutu Dan Halal Di Indonesia. SURYA
menyentuh kran air setelah selesai mencuci AGRITAMA-Fakultas Pertan. 2013;2:6375.
tangan, dilengkapi dengan sabun dan
3. Gustiani E. Pengendalian Cemaran Mikroba
pengering tangan seperti lap yang senantiasa pada Bahan Pangan Asal Ternak (Daging dan
diganti, kertas tissue atau pengering mekanik. Susu) Mulai dari Peternakan Sampai
Jika menggunakan kertas tisu, maka Dihidangkan. J Litbang Pertan.
disediakan pula tempat sampah tertutup yang 2009;28(80):96100.
dioperasikan dengan menggunakan kaki. 4. Kartasudjana R. Proses Pemotongan Ternak Di
RPH. Modul Budi. Jakarta: Departemen
KESIMPULAN Pendidikan Nasional; 2011.
5. Prastowo Y. Pedoman Memperoleh Daging
RPH/TPH yang ada di Kabupaten Sigi baik
Segar. 2014.
milik pemerintah maupun perseorangan
6. Tawaf R, Rachmawan O, Firmansyah C.
belum memenuh syarat dan layak sesuai
Pemotongan Sapi Betina Umur Produktif Dan
dengan SNI 01-6159-1999. Kondisi RPH Di Pulau Jawa Dan Nusa
Tenggara. In: Workshop Nasional:Konservasi
SARAN dan Pengembangan Sapi Lokal.; 2013:114..
Perlu adanya perbaikan infrastruktur 7. Peternakan DBP. Statistik Peternakan Tahun
2003. Jakarta: Dinas Pertanian; 2003.
meliputi manajemen, sarana dan prasarana
yang ada di RPH/TPH sesuai syarat yang 8. BSN. SNI tentang Rumah Potong Hewan No 01-
6159-1999.; 1999:123.
berlaku. Perlu adanya penyuluhan bagi
9. Lawu MR, Yuliawati S, Saraswati LD.
karyawan yang bekerja di RPH/TPH mengenai
Gambaran Pelaksanaan Rumah Pemotongan
alur kerja dan pembagian tugas kerja. Hewan Babi ( Studi Kasus di Rumah
Pemotongan Hewan Kota Semarang ). J
UCAPAN TERIMA KASIH Kesehat Masy. 2014;2:127131.
Terima kasih kami ucapkan kepada 10. Hellyward K, Yuni A. Kondisi Tempat
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sigi dan Pemotongan Hewan Bandar Buat Sebagai
Penyangga Rumah Pemotongan Hewan (Rph)
Kepala UPTRPH Kabupaten Sigi serta teman-
Kota Padang. J Peternak Indones.
teman dari Balai Llitbang P2B2 Donggala yang 2 0 1 2 ; 5 3 ( 2 ) : 1 6 0 .
membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. doi:10.1017/CBO9781107415324.004.
11. BSN. Standar Nasional Indonesia 3932:2008
DAFTAR PUSTAKA Mutu karkas dan daging sapi.; 2008:114.
1. Tawaf R, Peternakan F, Padjadjaran U. 12. Suardana IW. Karakterisasi limbah cair rumah
Kelayakan Fisik dan Teknis Prosedure potong hewan pesanggaran. J Anim Prod.
Pemotongan di RPH Pemerintah Jawa Barat 2007;9(2):116122.
Abstract Physical and Technical Feasibility

51
Jurnal Vektor Penyakit, Vol. 9 No. 2, 2015 : 4552

52

Das könnte Ihnen auch gefallen