Sie sind auf Seite 1von 4

Fokus pengkajian typoid menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010 :114) yaitu:

a. Riwayat kesehatan sekarang


Mengapa pasien masuk rumah sakit dan apa keluhan utama pasien,sehingga dapat ditegakan
prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
b. Riwayat kesehatan sebelumnya
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam keluarga pasien ada yang sakit seperti pasien.
d. Riwayat Psikososial
Intrapersonal : Perasaan yang dirasakan klien (cemas atau sedih )
Interpersonal : Hubungan dengan orang lain
e. Pola fungsi kesehatan
Kaji tanda dan gejala meningkatnya suhu tubuh terutama malam hari,nyeri kepala,lidah
kotor,epistaksis dan penurunan kesadaran.
Pola nutrisi dan metobolisme : Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi
gangguan pada usus halus.
f. Pola istirahat dan tidur
Selama sakit pasien merasakan tidak dapat istirahat karena sakit pada perutnya,mual,dan
kadang diare.
g. Pemeriksaan fisik
a) Kesadaran dan keadaan umum pasien
Kaji kesadaran pasien dari sadar, tidak sadar, mengetahui berat ringannya prognosis
penyakit
b) Kaji TTV dan pemeriksaan fisik kepala kaki ( Inspeksi,Auskultasi,Palpasi dan Perkusi
)TD,Nadi,Respirasi,Temperatur yang merupakan tolak ukur dari pasien.Kaji penurunan BB
terjadi peningkatan gangguan nutrisi

E. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan typoid menurut Nanda (2015: 180)
a. Nyeri b.d proses peradangan
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake cairan yang tidak adekuat
c. Resiko kekurangan cairan b.d intake yang tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh

F. Fokus Intervensi
1. Nyeri b.d proses peradangan
Tujuan : Nyeri teratasi
Kreteria Hasil :Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,mampu menggunakan tehnik nonfarmalogi
untuk mengurangi nyeri,mencari bantuan)
Intervensi :
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,kualitas dan faktor presipitasi.
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien.
d. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri.
e. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake cairan yang tidak
adekuat
Tujuan : Anak mengonsumsi nutrisi yang adekuat
Kreteria Hasil : Anak mengonsumsi nutrisi yang adekuat
Intervensi :
a. Berikan makanan yang mengandung cukup cairan,rendah serat,tinggi protein dan tidak
menimbulkan gas untuk memudahkan penyerapan dan mencegah perlukaan gas.
b. Jika kesadaran masih baik,berikan makanan lunak dengan lauk pauk yang dicincang (hati dan
daging),dan sayuran labu siam atau wortel yang dimasak lunak sekali. Boleh juga diberikan
tahu,telur setengah matang yang direbus. Susu diberikan 2x1 gelas atau lebih,jika makanan
tidak habis berikan susu ekstra.
c. Berikan makanan cair per sonde jika kesadaran sudah menurun dan berikan kalori sesuai
dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap 3 jam termasuk makan ekstra seperti sari
buah atau bubur kacang hijau yang dihaluskan. Jika kesadaran membaik,makanan dialihkan
secara bertahap dari cair ke lunak.
d. Pasang infus dengan cairan glukosa dan NaCl jika kondisi pasien payah (memburuk), seperti
menderita delirium. Jika keadaan sudah tenang,berikan makanan per sonde,disamping infus
masih diteruskan makanan per sonde merupakan setengah dari jumlah kalori,sementara
setengahnya lagi masih per infus. Secara bertahap dengan melihat kemajuan pasien,bentuk
makanan beralih kemakanan biasa,untuk memenuhi kebutuhan nutrisi,cairan dan elektrolit.
e. observasi intake dan output,untuk memantau pemasukan dan haluaran.

3. Resiko kekurangan cairan b.d intake yang tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh
Tujuan : Anak mengonsumsi cairan yang adekuat
Kreteria Hasil: Anak mengonsumsi cairan yang adekuat
Intervensi :
1. Berikan makanan yang mengandung cukup cairan,rendah serat,tinggi protein dan tidak
menimbulkan gas untuk memudahkan penyerapan dan mencegah perlukaan gas.
2. Jika kesadaran masih baik,berikan makanan lunak dengan lauk pauk yang dicincang (hati dan
daging),dan sayuran labu siam atau wortel yang dimasak lunak sekali. Boleh juga diberikan
tahu,telur setengah matang yang direbus. Susu diberikan 2x1 gelas atau lebih,jika makanan
tidak habis berikan susu ekstra.
3. Berikan makanan cair per sonde jika kesadaran sudah menurun dan berikan kalori sesuai
dengan kebutuhannya. Pemberiannya diatur setiap 3 jam termasuk makan ekstra seperti sari
buah atau bubur kacang hijau yang dihaluskan. Jika kesadaran membaik,makanan dialihkan
secara bertahap dari cair ke lunak.
4. Pasang infus dengan cairan glukosa dan NaCl jika kondisi pasien payah (memburuk),seperti
menderita delirium. jika keadaan sudah tenang,berikan makanan per sonde,disamping infus
masih diteruskan. Makanan per sonde merupakan setengah dari jumlah kalori,sementara
setengahnya lagi masih per infus. Secara bertahap dengan melihat kemajuan pasien,bentuk
makanan beralih kemakanan biasa,untuk memenuhi kebutuhan nutrisi,cairan dan elektrolit.
5. Observasi intake dan output,untuk memantau pemasukan dan haluaran.
1. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia
dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai.
Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi
berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun
tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
Teknik pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini
disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu
pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat
bakteremia berlangsung.
Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan
berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan
darah dapat positif kembali.
Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia
sehingga biakan darah negatif.
Pengobatan dengan obat anti mikroba
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.
4. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan
typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh
salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.

Das könnte Ihnen auch gefallen