Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
A. Definisi
Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan
emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi dialami secara subjektif dan
dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas sedang adalah respon
emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan
untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan
kehidupan.
Perasaan tidak nyaman atau ketakutan yang tidak jelas dan gelisah disertai dengan
respon otonom (sumber terkadang tidak sepesifik atau tidak diketahui oleh individu),
perasan yang was-was untuk mengatasi bahaya. Ini merupakan sinyal peringatan
akan adanya bahaya dan memungkinkan individu untuk mengambil langkah untuk
menghadapi.
Kecemasan merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai
dengan gejala somatis yang menandakan suatu kegiatan berlebih dari susunan
autonomic (Kaplan dan Saddock, 2005). Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak
aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak
menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari
dalam (DepKes RI, 1990).
Ansietas berbeda dengan takut. Takut adalah penilaian intelektual dari stimulus yang
mengancam dan obyeknya jelas. Individu tersebut dapat menggambarkan sumber
dari rasa takut. Ansietas dapat merupakan suatu sumber kekuatan dan energinya
dapat menghasilkan suatu tindakan yang destruktif atau konstruktif.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respons
emosi tanpa objek, berupa perasaan takut dan kekhawatiran yang tidak jelas dan
berlebihan dan disertai berbagai gejala sumatif yang menyebabkan gangguan
bermakna dalam fungsi sosial atau penderitaan yang jelas bagi pasien.
Beberapa teori membagi ansietas kedalam emapt tingkat sesuai dengan rentang
respon ansietas yaitu :
1. Ansietas ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan akan kehidupan sehari-hari.
Pada tingkat ini lapang persepsi meningkat dan individu akan berhati-hati dan
waspada. Pada tingkat ini individu terdorong untuk belajar dan akan
menghasilkan pertumbuhan dan ktreativitas.
2. Ansietas sedang
Pada tingkat ini lapang persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu lebih
memfokuskan pada hal yang penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang
selektif namun dapat melakukan sesuatau yang lebih terarah.
3. Ansietas berat
Pada ansietas berat, lapang persepsi menjadi sangat menurun. Individu cenderung
memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain. Individu tidak
mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan. Ansietas berat
sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk
memusatkan pada sesuatau yang terinci spesifik dan tidak dapat berfikir tentang
hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada satu area lain.
4. Ansietas panik
Pada tingkat ini individu sudah tidak dapat mengontrol diri lagi dan tidak dapat
melakukan apa-apa lagi walaupun sudah diberi pengarahan. Berhubungan dengan
terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya. Karena
mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Karena panik melibatkan
disorganisasi keperibadian. Dengan panik terjadi peningkatan aktivitas motorik,
menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak
sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung lama, dapat terjadi kelelahan
yang sangat bahkan kematian.
sadar akan lingkungan, Terlihat tenang, percaya diri, Sedikit tidak sabar
Kewaspadaan dan
ketegangan meningkat
Mondar-mandir,
berteriak
D. Etiologi
Kecemasan adalah respon psikologik terhadap stress yang mengandung
komponen fisiologik dan psikologik. Perasaan takut atau tidak tenang yang
sumbernya tidak dikenali. Kecemasan terjadi ketika seseorang merasa terancam baik
secara phisikis atau psykhologik (seperti harga diri, gambaran diri, atau identitas
diri). Selain itu, penyebab dari Ansietas yaitu dari faktor Neurobiologik dan
fisiologik.
1. Faktor Neurobiologik
Kimia otak dan faktor perkembangan penelitian menunjukkan bahwa sistem
saraf otonom atau nonadregenic yang menyebabkan seseorang mengalami
kecemasan lebih besar tingkatannya dari orang lain. Abnormalitas regulasi
substansi kimia otak seperti Serotonin dan GABA (gama-aminobutyric
acid) berperan dalam perkembangan cemas. Amygdala sebagai pusat komunikasi
antara bagian otak yang memproses input sensori dan bagian otak yang yang
menginterpretasikan input (amygdala mengidentifikasikan informasi sensori yang
masuk sebagai ancaman dan kemudian menimbulkan perasaan cemas atau
takut). Amygdala berperan dalam phobia, mengkoordinasikan rasa takut, memori,
dan emosi, dan semua respon fisik terhadap situasi yang penuh dengan stresor.
Locus Ceruleus, adalah satu area otak yang mengawali respon terhadap suatu
bahaya dan mungkin respon tersebut berlebihan pada beberapa individu
sehingga menyebabkan seseoranng mudah mengalami cemas (khususnya PTSD
{Post traumatic sindrom disorder}). Hippocampus bertanggung jawab
terhadap stimuli yang mengancam dan berperan dalam pengkodean informasi ke
dalam memori. Striatum, berperan dalam kontrol motorik yang terlibat
dalam OCD (Obsessive Compulsive Disorder). Penyakit fisik Exposure Of
Substance paparan bahaya atau trauma fisik dan psikologis.
2. Faktor Psikologik
- Marah
- Harga diri rendah
- Pemalu pada masa kanak-kanak
- Orang tua yang pemarah
- Terlalu banyak kritik
- Ketidak nyamanan dengan Agresi
- Seksual Abuse
- Mengalami peristiwa yang menakutkan.
3. Faktor Kognitif
Cemas sebagai manisfestasi dari penyimpangan berpikir dan
membuat persepsi/kebiasaan/prilaku individu memandang secara berlebihan
terhadap suatu bahaya.
Cemas itu timbul akibat adanya respons terhadap kondisi stres atau konflik.
Rangsangan berupa konflik, baik yang datang dari luar maupun dalam diri sendiri,
itu akan menimbulkan respons dari sistem saraf yang mengatur pelepasan hormon
tertentu. Akibat pelepasan hormon tersebut, maka muncul perangsangan pada
organ-organ seperti lambung, jantung, pembuluh daerah maupun alat-alat gerak.
Karena bentuk respon yanmg demikian, penderita biasanya tidak menyadari hal
itu sebagai hubungan sebab akibat.
E. Faktor predisposisi
Teori yang dikembangkan untuk menjelaskan penyebab ansietas adalah :
1. Teori Psikoanalitik
Menurut frued dalam Vedebeck, (2008), ansietas alamiah seseorang sebagai
stimulus untuk perilaku. Ia menjelaskan mekanisme pertahanan sebagai upaya
manusia untuk mengendalikan kesadaran terhadap ansietas. Misalnya, jika
seseorang memiliki pikiran dan perasaan yang tidak tepat sehingga meningkatkan
ansietas, ia merepresikan pikiran dan perasaan tersebut. Represi adalah proses
penyimpanan impuls yang tidak tepat kedalam bawah sadar sehingga impuls
tersebut tidak dapat diingat kembali. Karena perilaku memiliki makna, gejala-
gejala ansietas menandakan represi yang tidak lengkap. Individu yang mengalami
gangguan ansietas diyakini menggunakan secara berlebihan salah satu atau pola
tertentu dari beberapa mekanisme pertahanan, yang menempatkan individu
tersebut pada salah satu tahap perkembangan psikoseksual freud.
Cara mengkomunikasikan ansietas dari individu yang satu kepada individu yang
lain disebut empati. Ansietas yang ditunjukkan oleh bayi atau anak dapat
mengakibatkan disfungsi, misalnya kegagalan untuk mencapai tugas
perkembangan yang sesuai dengan usia. Pada individu dewasa, ansietas muncul
dari kebutuhan individu tersebut untuk menyesuaikan diri dengan norma dan nilai
kelompok budayanya. Semakin tinggi ansietas, semakin rendah kemampuan untuk
mengkomunikasikan dan menyelesaikan masalah dan semakin besar pula
kesempatan untuk terjadi gangguan ansietas.
Adanya trauma seperti perpisahan dengan orang berarti atau kehilangan dapat
menyebabkan kecemasan pada individu. Kecemasan yang timbul pada masa
berikutnya muncul pada saat individu mempersepsikan bahwa ia akan kehilangan
orang yang dicintainya. Harga diri seseoarang merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan kecemasan .Orang yang mempunyai predisposisi mengalami
kecemasan adalah orang yang mudah terancam, mempunyai opini negatif
terhadap dirinya atau meragukan kemampuannya.(Susilawati, 2005).
F. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi ansietas dapat diklasifikasikan dalam dua jenis :
1. Ancaman terhadap integritas biologik
Merupakan ancaman terhadap kebutuhan dasar manusia, seperti kebutuhan akan
makanan, minuman, dan perumahan. Hal ini merupakan faktor umum penyebab
ansietas.
2. Ancaman terhadap rasa aman
Hal ini sulit digolongkan karena manusia unik. Ancaman keamanan diri meliputi ;
(1) tidak tercapainya harapan, (2) tidak terpenuhinya kebutuhan akan status, (3)
rasa bersalah atau pertentangan antara keyakinan diri dan prilaku, (4) tidak
mampu untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain.
Oleh karena itu, maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot
dan kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam
persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan
akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan punggung.
Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan
gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 1985).
Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf
yang mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah
informasi yang ada secara benar (Asdie, 1988).
2. Fase 2
Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot,
gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol
emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie, 1985). Labilitas emosi dapat
bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa saat kemudian
menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan dengan stres mudah diketahui.
Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang agak keras dapat menunjukkan
tanda adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie, 1988). Kehilangan motivasi
diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke
tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang
yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 1988).
3. Fase 3
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap
saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan
gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi
kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga umumnya berupa
perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya
dengan stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti. intoleransi dengan
rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang
sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang
sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian (Asdie, 1988).
I. Gangguan-gangguan Kecemasan
Fobia, panik, gangguan kecemasan menyeluruh, Stress pasca trauma dan gangguan
obsesif-kompulsif merupakan gangguan yang berpusat pada kecemasan. Pada kali ini
akan dibahas mengenai gangguan kecemasan. Gangguan-gangguan kecemasan itu
meliputi:
1. Gangguan Fobia
Kata fobia berasal dari kata Yunani phobos, berarti takut. Takut adalah perasaan
cemas dan agitasi sebagai respon terhadap suatu ancaman.
Gangguan Fobia adalah ketakutan terhadap suatu benda atau kejadian atau situasi
tertentu yang sedemikian besarnya sehingga orang akan selalu berusaha
menghindarkan diri. Fobia spesifik ialah rasa takut yang tidak rasional terhadap
suatu objek (objek fobia) atau situasi misalnya serangga atau hewan, ruang kecil,
air, elevator atau terbang. Objek atau situasi tersebut menyebabkan individu
mengalami ansietas yang ekstrem atau menimbulkan respon panik.
- Rasa takut yang tidak rasional terhadap suatu objek, misalnya hewan,
lingkugan (air, badai, ketinggian), prosedur medis invasive, atau situasi
(jembatan, terowongan, ruang kecil, elevator, terbang).
- Respon ansietas yang cepat 3+ sampai respon panic 4+ terhadap objek yang
ditakuti.
- Klien mengetahui respon ekstrem dan beerlebihan terhadap suatu situasi.
- Melakukan upaya menghindari objek fobia.
- Perilaku mengganggu hubungan interpersonal, performa kerja, atau aktivitas
hidup lainnya.
Fobia social
suatu kategori fobia yang berbeda, individu menjadi sangat cemas sampai panic
atau tidak mampu ketika menghadapi situasi yang melibatkan banyak orang,
misalnya menghadiri acara social ssendirian, berinteraksi dengan lawan jenis atau
orang yang belum dikenal dan menyampaikan keluhan (DSM-IV-TR, 2000).
- Rasa takut yang terus menerus dan tidak rasional dalam berbicara di depan
public atau acara-acara social lain.
- Rasa takut merendahkan diri sendiri di depan teman sebaya atau dalam situasi
ketika klien merasa orang lain akan menilai perilaku atau martabatnya.
- Respon ansietas berat sampai panic (3+ sampai 4+) ketika menghadapi situasi
social yang ditakuti.
- Klien memahami bahwa rasa takutnya ekstrem dan berlebihan.
- Perilaku mengganggu hubungan interpersonal, performa kerja, atau aktivitas
hidup lainnya.
2. Gangguan Agorafobia
Agorafobia berasal dari bahasa Yunani yang berarti takut kepada pasar yang
sugestif untuk ketakutan berada di tempat-tempat terbuka dan ramai. Orang-orang
dengan agoraphobia takut untuk pergi berbelanja di took-toko yang penuh sesak;
berjalan di jalan ramai; menyebrangi jembatan; naik bus, kereta api, atau mobil;
makan dirumah makan; atau keluar dari rumah.
Gangguan panik mencakup munculnya serangan panic yang berulang dan tidak
terduga. Serangan-serangan panic melibatkan reaksi kecemasan yang intens
disertai dengan simtom-simtom fisik seperti jantung berdebar-debar; nafas cepat,
nafas tersengal, atau kesulitan bernafas, berkeringat banyak dan rasa lemas serta
pusing tujuh keliling (glas, 2000).
Kriteria dari penderita panik adalah apabila dalam tiga minggu terdapat sekurang-
kurangnya tiga kali serangan panik dan individu tersebut tidak dalam keadaan
kerja fisik yang berat, atau dalam situasi yang mengancam kehidupan. Para
pengidap gangguan ini biasanya akan mengkonsumsi minuman yang beralkohol,
menelan obat-obatan, dan secara sadar selalu menghindari situasai yang kiranya
akan menimbulkan penyakitnya ini sebagai usaha untuk menenangkan diri.
Sementara istilah kompulsif menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak
dapat ditahan untuk melakukan sesuatu. Dan pikiran obsesif sering membawa
dampak munculnya tindakan kompulsi. Kompulsi ialah tingkah laku yang
repetitive atau tindakan mental repetitive yang dirasakan oleh seseorang sebagai
suatu keharusan atau dorongan yang harus dilakukan.
Gangguan panic tanpa Dikarakteristik oleh serangan panic yang tidak diduga yang
agoraphobia terjadi berulang dan agorafobia.
Agoraphobia tanpa riwayat Dicirikan oleh adanya agoraphobia dan gejala yang menyerupai panic,
gangguan panic tanpa serangan panic yang tidak diduga.
Fobia spesifik Dicirikan oleh kecemassan yang signifikan secra klinis, yang dipicu
oleh pengenalan terhadap objek atau situasi spesifik yang menyebabkan
takut, sering menimbulkan perilaku menghindar.
Fobia social
Dicirikan oleh kecemasan yang signifikan secara klinis, yang dipicu
oleh pengenalan terhadap jenis situasi social atau penampilan social;
sering menimbulkan perilaku menghindar.
Gangguan obsesif-kompulsif
Dicirikan oleh obsesi yang menyebabkan kecemasan atau distress yang
khas dan /atau kompulsi (yang dilakukan untuk menetralkan kecemasan)
Gangguan stress pascatraumatiDicirikan oleh pengalaman yang berulang tentang suatu kejadian yang
sangat traumatic, diiringi oleh gejala peningkatan rangasangan dan
dengan penghindaran stimulus yang dikaitkan dengan trauma.
Gangguan kecemasan tidakMeliputi memberikan kode pada gangguan yang disertai kecemasan
spesifik. yang menonjol atau fobia penghindaraan yang tidak memenuhi criteria
untuk setiap gangguan kecemasan spesifik (atau gejala kecemasan
mengenai terdapatnya informasi yang tidak adekuat atau kontradiksi)
K. Sumber dan Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor
utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang
mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan
kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan,
mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa,
berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain,
membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005).