Sie sind auf Seite 1von 23

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan
emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Kondisi dialami secara subjektif dan
dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas sedang adalah respon
emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan
untuk bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan
kehidupan.

Perasaan tidak nyaman atau ketakutan yang tidak jelas dan gelisah disertai dengan
respon otonom (sumber terkadang tidak sepesifik atau tidak diketahui oleh individu),
perasan yang was-was untuk mengatasi bahaya. Ini merupakan sinyal peringatan
akan adanya bahaya dan memungkinkan individu untuk mengambil langkah untuk
menghadapi.

Kecemasan merupakan satu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai
dengan gejala somatis yang menandakan suatu kegiatan berlebih dari susunan
autonomic (Kaplan dan Saddock, 2005). Kecemasan adalah ketegangan, rasa tidak
aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak
menyenangkan tetapi sumbernya sebagian besar tidak diketahui dan berasal dari
dalam (DepKes RI, 1990).

Ansietas berbeda dengan takut. Takut adalah penilaian intelektual dari stimulus yang
mengancam dan obyeknya jelas. Individu tersebut dapat menggambarkan sumber
dari rasa takut. Ansietas dapat merupakan suatu sumber kekuatan dan energinya
dapat menghasilkan suatu tindakan yang destruktif atau konstruktif.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah respons
emosi tanpa objek, berupa perasaan takut dan kekhawatiran yang tidak jelas dan
berlebihan dan disertai berbagai gejala sumatif yang menyebabkan gangguan
bermakna dalam fungsi sosial atau penderitaan yang jelas bagi pasien.

B. Rentang respon ansietas


Rentang respon individu terhadap ansietas berfluktuasi antara respon adaptif dan
maladaptif.

Beberapa teori membagi ansietas kedalam emapt tingkat sesuai dengan rentang
respon ansietas yaitu :
1. Ansietas ringan
Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan akan kehidupan sehari-hari.
Pada tingkat ini lapang persepsi meningkat dan individu akan berhati-hati dan
waspada. Pada tingkat ini individu terdorong untuk belajar dan akan
menghasilkan pertumbuhan dan ktreativitas.
2. Ansietas sedang
Pada tingkat ini lapang persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu lebih
memfokuskan pada hal yang penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Sehingga seseorang mengalami perhatian yang
selektif namun dapat melakukan sesuatau yang lebih terarah.
3. Ansietas berat
Pada ansietas berat, lapang persepsi menjadi sangat menurun. Individu cenderung
memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain. Individu tidak
mampu berfikir berat lagi dan membutuhkan banyak pengarahan. Ansietas berat
sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk
memusatkan pada sesuatau yang terinci spesifik dan tidak dapat berfikir tentang
hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada satu area lain.

4. Ansietas panik
Pada tingkat ini individu sudah tidak dapat mengontrol diri lagi dan tidak dapat
melakukan apa-apa lagi walaupun sudah diberi pengarahan. Berhubungan dengan
terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya. Karena
mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Karena panik melibatkan
disorganisasi keperibadian. Dengan panik terjadi peningkatan aktivitas motorik,
menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang
menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak
sejalan dengan kehidupan, dan jika berlangsung lama, dapat terjadi kelelahan
yang sangat bahkan kematian.

C. Tabel Respon Fisiologis sesuai Tingkat Ansietas


Ada empat tingkat ansietas (peplau, 1952): ringan, sedang, berat, dan panic. Pada
masing-masing tahap, individu memperlihatkan perubahan perilaku, kemampuan
kognitif, dan respon emosional ketika berupaya menghadapi ansietas.

Tingkat Respon Ansietas


Tingkat Ansietas Respon fisik Respon Kognitif Respon Emosional
Ringan (1+) Ketegangan otot ringan, Lapang persepsi luas, Perilaku otomatis

sadar akan lingkungan, Terlihat tenang, percaya diri, Sedikit tidak sabar

Rileks atau sedikit Perasaan gagal sedikit, Aktivitas menyendiri


gelisah,
Waspada dan memerhatikan Terstimulasi
Penuh perhatian, banyak hal,
Tenang
Rajin. Mempertimbangkan informasi,

Tingkat pembelajaran optimal.

Lapang persepsi menurun.

Tidak perhatian secara selektif


Sedang (2+) Ketegangan otot sedang Tidak nyaman

Tanda-tanda vital Focus terhadap stimulus Mudah tersinggung


meningkat meningkat
Kepercayaan diri goyah
Pupil dilatasi mulai Rentang perhatian menurun
berkeringat Tidak sabar
Penyelesaian masalah menurun
Sering mondar mandir, Gembira
memukulkan tangan Pembelajaran terjadi dengan
memfokuskan.
Suara berubah bergetar,
nada suara tinggi

Kewaspadaan dan
ketegangan meningkat

Sering berkemih, sakit


kepala, pola tidur
berubah, nyeri
punggung.

Berat (3+) Lapang persepsi terbatas Sangat cemas

Ketegangan otot berat Proses berfikir terpecah pecah Agitasi

Hiperventilasi Sulit berpikir Takut

Kontak mata buruk Penyelesaian masalah buruk Bingung

Pengeluaran keringat Tidak mampu Merasa tidak adekuat


meningkat mempertimbangkan informasi
Menarik diri
Bicara cepat, nada suara Hanya memperhatikan
tinggi ancaman Menyangkal

Tindakan tanpa tujuan Preokupasi dengan pikiran Ingin bebas


dan serampangan sendiri

Rahang menegang, Egosentri


menggertakan gigi
Kebutuhan ruang gerak
meningkat

Mondar-mandir,
berteriak

Meremas tangan, Persepsi sangat sempit


gemetar.
Pikiran tidak logis, terganggu
Flight, fight atau freeze
ketegangan otot sangat Kepribadian kacau
berat.
Tidak dapat menyelesaikan
Agitasi motorik kasar masalah.

Pupil dilatasi Focus pada pikiran sendiri.

Tanda-tanda vital Tidak rasional.


meningkat kemudian Merasa terbebas
menurun. Sulit memahami stimulus
eksternal. Merasa tidak mampu, tidak
Tidak dapat tidur percaya
Halusinasi, waham, ilusi
mungkin terjadi. Lepas kendali

Mengamuk, putus asa

Hormone stress dan Marah, sangat takut


Panik (4+) neurotransmitter
berkurang. Mengaharapkan hasil yang buruk

Wajah menyeringai, Kaget, takut


mulut menganga.
lelah

D. Etiologi
Kecemasan adalah respon psikologik terhadap stress yang mengandung
komponen fisiologik dan psikologik. Perasaan takut atau tidak tenang yang
sumbernya tidak dikenali. Kecemasan terjadi ketika seseorang merasa terancam baik
secara phisikis atau psykhologik (seperti harga diri, gambaran diri, atau identitas
diri). Selain itu, penyebab dari Ansietas yaitu dari faktor Neurobiologik dan
fisiologik.

1. Faktor Neurobiologik
Kimia otak dan faktor perkembangan penelitian menunjukkan bahwa sistem
saraf otonom atau nonadregenic yang menyebabkan seseorang mengalami
kecemasan lebih besar tingkatannya dari orang lain. Abnormalitas regulasi
substansi kimia otak seperti Serotonin dan GABA (gama-aminobutyric
acid) berperan dalam perkembangan cemas. Amygdala sebagai pusat komunikasi
antara bagian otak yang memproses input sensori dan bagian otak yang yang
menginterpretasikan input (amygdala mengidentifikasikan informasi sensori yang
masuk sebagai ancaman dan kemudian menimbulkan perasaan cemas atau
takut). Amygdala berperan dalam phobia, mengkoordinasikan rasa takut, memori,
dan emosi, dan semua respon fisik terhadap situasi yang penuh dengan stresor.
Locus Ceruleus, adalah satu area otak yang mengawali respon terhadap suatu
bahaya dan mungkin respon tersebut berlebihan pada beberapa individu
sehingga menyebabkan seseoranng mudah mengalami cemas (khususnya PTSD
{Post traumatic sindrom disorder}). Hippocampus bertanggung jawab
terhadap stimuli yang mengancam dan berperan dalam pengkodean informasi ke
dalam memori. Striatum, berperan dalam kontrol motorik yang terlibat
dalam OCD (Obsessive Compulsive Disorder). Penyakit fisik Exposure Of
Substance paparan bahaya atau trauma fisik dan psikologis.
2. Faktor Psikologik
- Marah
- Harga diri rendah
- Pemalu pada masa kanak-kanak
- Orang tua yang pemarah
- Terlalu banyak kritik
- Ketidak nyamanan dengan Agresi
- Seksual Abuse
- Mengalami peristiwa yang menakutkan.
3. Faktor Kognitif
Cemas sebagai manisfestasi dari penyimpangan berpikir dan
membuat persepsi/kebiasaan/prilaku individu memandang secara berlebihan
terhadap suatu bahaya.

Cemas itu timbul akibat adanya respons terhadap kondisi stres atau konflik.
Rangsangan berupa konflik, baik yang datang dari luar maupun dalam diri sendiri,
itu akan menimbulkan respons dari sistem saraf yang mengatur pelepasan hormon
tertentu. Akibat pelepasan hormon tersebut, maka muncul perangsangan pada
organ-organ seperti lambung, jantung, pembuluh daerah maupun alat-alat gerak.
Karena bentuk respon yanmg demikian, penderita biasanya tidak menyadari hal
itu sebagai hubungan sebab akibat.

E. Faktor predisposisi
Teori yang dikembangkan untuk menjelaskan penyebab ansietas adalah :
1. Teori Psikoanalitik
Menurut frued dalam Vedebeck, (2008), ansietas alamiah seseorang sebagai
stimulus untuk perilaku. Ia menjelaskan mekanisme pertahanan sebagai upaya
manusia untuk mengendalikan kesadaran terhadap ansietas. Misalnya, jika
seseorang memiliki pikiran dan perasaan yang tidak tepat sehingga meningkatkan
ansietas, ia merepresikan pikiran dan perasaan tersebut. Represi adalah proses
penyimpanan impuls yang tidak tepat kedalam bawah sadar sehingga impuls
tersebut tidak dapat diingat kembali. Karena perilaku memiliki makna, gejala-
gejala ansietas menandakan represi yang tidak lengkap. Individu yang mengalami
gangguan ansietas diyakini menggunakan secara berlebihan salah satu atau pola
tertentu dari beberapa mekanisme pertahanan, yang menempatkan individu
tersebut pada salah satu tahap perkembangan psikoseksual freud.

Ada 2 tipe kecemasan yaitu kecemasan primer dan kecemasan sekunder :


a. Kecemasan Primer
Kejadian traumatik yang diawali saat bayi akibat adanya stimulasi tiba-tiba dan
trauma pada saat persalinan, kemudian berlanjut dengan kemungkinan tidak
tercapainya rasa puas akibat kelaparan atau kehausan. Penyebab kecemasan
primer adalah keadaan ketegangan atau dorongan yang diakibatkan oleh faktor
eksternal.
b. Kecemasan Sekunder
Sejalan dengan peningkatan ego dan usia, frued melihat ada 2 jenis kecemasan
lain akibat konflik emosi diantara dua elemen kepribadian yaitu id dan
superego. Frued menjelaskan bila terjadi kecemasan maka posisi ego sebagai
pengembang id dan superego berada pada kondisi bahaya.

Dalam pandangan psikoanalitik ansietas adalah konflik emosional yang terjadi


antara dua elemen kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting
dan impuls primitif seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau
aku, berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan, dan
fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya. (Stuart &
Sundeen, 1998).
2. Teori Interpersonal
Menurut Vedebeck,(2008) berpendapat bahwa ansietas timbul dari masalah-
masalah dalam hubungan interpersonal. Pemberi keperawatan dapat
mengkomunikasikan ansietas kepada bayi atau anak melalui caranya mengasuh
yang tidak adekuat, gugup ketika menggendong atau memegang anak, dan pesan
yang berubah.

Cara mengkomunikasikan ansietas dari individu yang satu kepada individu yang
lain disebut empati. Ansietas yang ditunjukkan oleh bayi atau anak dapat
mengakibatkan disfungsi, misalnya kegagalan untuk mencapai tugas
perkembangan yang sesuai dengan usia. Pada individu dewasa, ansietas muncul
dari kebutuhan individu tersebut untuk menyesuaikan diri dengan norma dan nilai
kelompok budayanya. Semakin tinggi ansietas, semakin rendah kemampuan untuk
mengkomunikasikan dan menyelesaikan masalah dan semakin besar pula
kesempatan untuk terjadi gangguan ansietas.

Menurut Sulivan dalam Sulistiawati, (2005), mengemukakan bahwa kecemasan


timbul akibat ketidak mampuan untuk berhubungan interpersonal dan sebagai
akibat penolakan. Kecemasan bisa dirasakan bila individu mempunyai kepekaan
lingkungan. Kecemasan pertama kali ditentukan oleh hubungan ibu dan anak pada
awal kehidupannya, bayi berespon seolah-olah ia dan ibunya adalah satu unit.
Dengan bertambahnya usia, anak melihat ketidaknyamanan yang timbul akibat
tindakan sendiri dan diyakini bahwa ibunya setuju atau tidak setuju dengan
perilaku itu.

Adanya trauma seperti perpisahan dengan orang berarti atau kehilangan dapat
menyebabkan kecemasan pada individu. Kecemasan yang timbul pada masa
berikutnya muncul pada saat individu mempersepsikan bahwa ia akan kehilangan
orang yang dicintainya. Harga diri seseoarang merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan kecemasan .Orang yang mempunyai predisposisi mengalami
kecemasan adalah orang yang mudah terancam, mempunyai opini negatif
terhadap dirinya atau meragukan kemampuannya.(Susilawati, 2005).

Menurut pandangan interpersonal ansietas timbul dari perasaan takut terhadap


tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Ansietas juga berhubungan
dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan yang
menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah
terutama mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat. (Stuart &
Sundeen, 1998).
3. Teori Perilaku
Ahli teori perilaku memandang ansietas sebagai suatu yang dipelajari melalui
pengalaman individu. Sebaliknya, perilaku dapat diubah atau dibuang melalui
pengalaman baru. Ahli teori perilaku percaya bahwa individu dapat memodifikasi
perilaku maladaptif tanpa memahami penyebab perilaku tersebut. Mereka
menyatakan bahwa perilaku yang mengganggu, yang berkembang dan
mengganggu kehidupan individu dapat ditiadakan atau dibuang melalui
pengalaman berulang yang dipandu oleh seoarang ahli terapi terlatih. (Vedebeck,
2008).

Teori perilaku menyatakan bahwa kecemasan merupakan hasil frustasi akibat


berbagai hal yang mempengaruhi individu dalam mencapai tujuan yang
diinginkan misalnya memperoleh pekerjaan, berkeluarga, kesuksesan dalam
sekolah. Perilaku merupakan hasil belajar dari pengalaman yang pernah dialami.

Menurut pandangan perilaku ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala


sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap ansietas sebagai suatu dorongan
untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam approach dan untuk
menghindari kepedihan avoidance. Pakar tentang pembelajaran meyakini
bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dininya dihadapkan pada
ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan
selanjutnya. (Stuart & Sundeen, 1998. Susilawati 2005).
4. Teori Keluarga
Studi pada keluarga dan epidemiologi memperlihatkan bahwa kecemasan selalu
ada pada tiap-tiap keluarga dalam berbagai bentuk dan sifatnya
heterogen.(Susilawati, 2005).

Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang


biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas
dan antara gangguan ansietas dengan depresi.(Stuart & Sundeen, 1998).
5. Teori Biologik
Otak memiliki reseptor khusus terhadap benzodiazepin, reseptor tersebut
berfungsi membantu regulasi kecemasan. Regulasi tersebut berhubungan dengan
aktivitas neurotransmiter gamma amino butyric acid (GABA) yang mengontrol
aktivitas neuron dibagian otak yang bertanggung jawab menghasilkan
kecemasan. Bila GABA bersentuhan dengan sinaps dan berikatan dengan reseptor
GABA pada membran post-sinaps akan membuka saluran/pintu reseptor sehingga
terjadi perpindahan ion. Perubahan ini akan mengakibatkan eksitasi sel dan
memperlambat aktivitas sel. Penghambatan asam aminobutirik-gamma
neroreulator (GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme
biologis berhubungan dengan ansietas, sebagai mana halnya dengan endorfin.

Teori ini menjelaskan bahwa individu yang sering mengalami kecemasan


mempunyai masalah dengan proses neurotransmiter ini. Mekanisme koping juga
dapat terganggu karena pengaruh toksik, defisiensi nutrisi, menurunnya suplai
darah, perubahan hormon dan sebab fisik lainnya. Kelelahan dapat
meningkatkan iritabilitas dan perasaan cemas.(Susilawati, 2005).

F. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi ansietas dapat diklasifikasikan dalam dua jenis :
1. Ancaman terhadap integritas biologik
Merupakan ancaman terhadap kebutuhan dasar manusia, seperti kebutuhan akan
makanan, minuman, dan perumahan. Hal ini merupakan faktor umum penyebab
ansietas.
2. Ancaman terhadap rasa aman
Hal ini sulit digolongkan karena manusia unik. Ancaman keamanan diri meliputi ;
(1) tidak tercapainya harapan, (2) tidak terpenuhinya kebutuhan akan status, (3)
rasa bersalah atau pertentangan antara keyakinan diri dan prilaku, (4) tidak
mampu untuk mendapatkan penghargaan dari orang lain.

G. Proses Terjadinya/ patofisiologi


Kimia otak dan faktor perkembangan penelitian menunjukkan bahwa sistem saraf
otonom atau nonadregenic yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan
lebih besar tingkatannya dari orang lain. Abnormalitas regulasi substansi kimia otak
seperti Serotonin dan GABA (gamaaminobutyricacid) berperan dalam
perkembangan cemas. Amygdala sebagai pusat komunikasi antara bagian otak yang
memproses input sensori dan bagian otak yang menginterpretasikan input (amygdala
mengidentifikasikan informasi sensori yang masuk sebagai ancaman dan kemudian
menimbulkan perasaan cemas atau takut) . Amygdala berperan dalam phobia,
mengkoordinasikan rasa takut, memori, dan emosi, dan semua respon fisik terhadap
situasi yang penuh dengan stresor Locus Ceruleus, adalah satu area otak
yang mengawali respon terhadap suatu bahaya dan mungkin respon tersebut
berlebihanpada beberapa individu sehingga menyebabkan seseoranng mudah
mengalami cemas (khususnya PTSD {Post traumatic sindrom
disorder}). Hippocampus bertanggung jawab terhadap stimuli yang mengancam
dan berperan dalam pengkodean informasi ke dalam memori Striatum, berperan
dalam kontrol motorik yang terlibat dalam OCD (Obsessive Compulsive).

H. Gejala Kecemasan/ manifestasi klinik


Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas dan
terbagi dalam beberapa fase, yaitu :
1. Fase 1
Keadaan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh
mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari secepat-cepatnya).
Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari peningkatan
sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin.

Oleh karena itu, maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot
dan kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam
persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan
akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan punggung.
Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan
gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 1985).
Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf
yang mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah
informasi yang ada secara benar (Asdie, 1988).
2. Fase 2
Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot,
gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol
emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie, 1985). Labilitas emosi dapat
bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa saat kemudian
menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan dengan stres mudah diketahui.
Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang agak keras dapat menunjukkan
tanda adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie, 1988). Kehilangan motivasi
diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke
tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang
yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 1988).
3. Fase 3
Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap
saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan
gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi
kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga umumnya berupa
perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya
dengan stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti. intoleransi dengan
rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang
sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang
sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian (Asdie, 1988).

I. Gangguan-gangguan Kecemasan
Fobia, panik, gangguan kecemasan menyeluruh, Stress pasca trauma dan gangguan
obsesif-kompulsif merupakan gangguan yang berpusat pada kecemasan. Pada kali ini
akan dibahas mengenai gangguan kecemasan. Gangguan-gangguan kecemasan itu
meliputi:
1. Gangguan Fobia
Kata fobia berasal dari kata Yunani phobos, berarti takut. Takut adalah perasaan
cemas dan agitasi sebagai respon terhadap suatu ancaman.
Gangguan Fobia adalah ketakutan terhadap suatu benda atau kejadian atau situasi
tertentu yang sedemikian besarnya sehingga orang akan selalu berusaha
menghindarkan diri. Fobia spesifik ialah rasa takut yang tidak rasional terhadap
suatu objek (objek fobia) atau situasi misalnya serangga atau hewan, ruang kecil,
air, elevator atau terbang. Objek atau situasi tersebut menyebabkan individu
mengalami ansietas yang ekstrem atau menimbulkan respon panik.

Ada beberapa kategori fobia spesifik :


- Fobia lingkungan alam : rasa takut terhadap badai, air, ketinggian, atau
fenomena alam lain.
- Fobia injeksi: darah, jarum suntik.
- Fobia situsional : rasa takut berada dalam situasi tertentu.
- Fobia hewan : rasa takut terhadap hewan atau serangga. Rasa takut ini sering
muncul pada masa kanak-kanak dan dapat terus berlanjut sampai dewasa.
- Tipe lain fobia spesifik, misalnya rasa takut tersesat ketika mengemudi jika
tidak dapat berbelok kekanan ( bukan ke kiri) untuk mencapai tujuan.

Gejala fobia spesifik :

- Rasa takut yang tidak rasional terhadap suatu objek, misalnya hewan,
lingkugan (air, badai, ketinggian), prosedur medis invasive, atau situasi
(jembatan, terowongan, ruang kecil, elevator, terbang).
- Respon ansietas yang cepat 3+ sampai respon panic 4+ terhadap objek yang
ditakuti.
- Klien mengetahui respon ekstrem dan beerlebihan terhadap suatu situasi.
- Melakukan upaya menghindari objek fobia.
- Perilaku mengganggu hubungan interpersonal, performa kerja, atau aktivitas
hidup lainnya.
Fobia social

suatu kategori fobia yang berbeda, individu menjadi sangat cemas sampai panic
atau tidak mampu ketika menghadapi situasi yang melibatkan banyak orang,
misalnya menghadiri acara social ssendirian, berinteraksi dengan lawan jenis atau
orang yang belum dikenal dan menyampaikan keluhan (DSM-IV-TR, 2000).

Gejala fobia social :

- Rasa takut yang terus menerus dan tidak rasional dalam berbicara di depan
public atau acara-acara social lain.
- Rasa takut merendahkan diri sendiri di depan teman sebaya atau dalam situasi
ketika klien merasa orang lain akan menilai perilaku atau martabatnya.
- Respon ansietas berat sampai panic (3+ sampai 4+) ketika menghadapi situasi
social yang ditakuti.
- Klien memahami bahwa rasa takutnya ekstrem dan berlebihan.
- Perilaku mengganggu hubungan interpersonal, performa kerja, atau aktivitas
hidup lainnya.
2. Gangguan Agorafobia
Agorafobia berasal dari bahasa Yunani yang berarti takut kepada pasar yang
sugestif untuk ketakutan berada di tempat-tempat terbuka dan ramai. Orang-orang
dengan agoraphobia takut untuk pergi berbelanja di took-toko yang penuh sesak;
berjalan di jalan ramai; menyebrangi jembatan; naik bus, kereta api, atau mobil;
makan dirumah makan; atau keluar dari rumah.

Gejala gangguan panic dengan Agorafobia:


Klien mengalami tingkat ansietas atau takut tertinggi yang berlangsung 15 samapi
30 menit disertai empat atau lebih gejala gangguan panic, selain itu ada gejala-
gejala berikut :
- Takut terhadap tempat atau situasi yang individu yakin bahwa serangan panic
atau perilaku yang memalukan akan terjadi atau terhadap tempat atau situasi
yang diyakini tidak mungkin melarikan diri darinya.
- Menghindari tempat atau situasi tersebut, distress yang ekstrem.
- Individu menyadari bahwa responnya ekstrem.

Gejala Agorafobia tanpa Gangguan panic:

- Sangat khawatir akan memperlihatkan perilaku seperti panic ketika berada


diluar rumah atau ketika berada di blok atau kota tempat tinggal, berada
bersama orang lain dilingkungan luar rumah.
- Menghindari situasi tersebut atau menoleransi hanya ketika merasa stress dan
takut.
- Individu menyadari bahwa responnya ekstrem.
3. Ganguan Panik
Serangan panik adalah suatu episode ansietas yang cepat, intens dan meningkat
yang berlangsung 15 sampai 30 menit, ketika individu mengalami ketakutan
emosional yang besar juga ketidak nyamanan fisiologis.

Gangguan panik mencakup munculnya serangan panic yang berulang dan tidak
terduga. Serangan-serangan panic melibatkan reaksi kecemasan yang intens
disertai dengan simtom-simtom fisik seperti jantung berdebar-debar; nafas cepat,
nafas tersengal, atau kesulitan bernafas, berkeringat banyak dan rasa lemas serta
pusing tujuh keliling (glas, 2000).

Gejala gangguan panik:


Serangan panic berulang adalah episode intermiten tingkat ansietas atau rasa takut
paling tinggi yang berlangsung 15 sampai 30 menit, disertai empat atau lebih
gejala berikut :
- Frekuensi jantung cepat, jantung berdegup keras, atau frekuensi jantung sangat
meningkat.
- Berkeringat.
- Gemetar, menggigil.
- Merasa tidak mampu bernafas
- Merasa tersedak
- Nyeri dada
- Mual atau distress gastrointestinal
- Pening pusing atau merasa ingin pingsan
- Merasa segala sesuatu tidak nyata atau merasa terpisah dari diri sendiri
(depersonalisasi)
- Khawatir menjadi gila atau kehilanagn kendali
- Takut akan segera menignggal
- Kesemutan
- Hot flash, kedinginan sampai menggigil
- Khawatir akan berulangnya serangan panic dengan menghindari tempat atau
orang yang membuat serangan panic muncul.

Kriteria dari penderita panik adalah apabila dalam tiga minggu terdapat sekurang-
kurangnya tiga kali serangan panik dan individu tersebut tidak dalam keadaan
kerja fisik yang berat, atau dalam situasi yang mengancam kehidupan. Para
pengidap gangguan ini biasanya akan mengkonsumsi minuman yang beralkohol,
menelan obat-obatan, dan secara sadar selalu menghindari situasai yang kiranya
akan menimbulkan penyakitnya ini sebagai usaha untuk menenangkan diri.

4. Gangguan Kecemasan Menyeluruh.


Gangguan ini memiliki kriteria diagnosis, diantaranya yaitu:

Kecemasan yang menyeluruh dan menetap, yang ditandai oleh:


- Ketegangan motorik
- Hiperaktif syaraf otonomik
- Rasa khawatir berlebihan tentang hal yang akan datang
- Kewaspadaan yang berlebihan
- Suasana perasaan cemas berlangsung selama paling sedikit satu bulan.
- Tidak disebabkan oleh gangguan-gangguan jiwa lainnya.

Menurut aliran Psikoanalitik penyebab dari gangguan kecemasan menyeluruh ini


adalah konflik antara id dan ego yang tidak disadari, sementara menurut teori
belajar disebabkan karena kondisioning klasik dari rangsangan luar, dan menurut
kognitif-behavioral lebih memfokuskan pada kontrol dan ketidakberdayaan.

5. Stress Pasca Trauma


Gangguan mental ini ditandai dengan kecemasan yang akut dan berulang setelah
pengalaman yang traumatic, yaitu kejadian yang mengancam keselamatan jiwa.
Misalnya pemerkosaan, bencana alam, kecelakaan dan lain-lain.

Reaksi penderita traumatik adalah berupa ketakutan yang hebat,mudah terkejut,


tidak berdaya, cemas, depresi, mati rasa, dan lain-lain. Kejadian-kejadian yang
menyebabkan individu mengingat pada hal yang traumatic adalah:
- Ingat kembali dalam bentuk bayangan.
- Sering bermimpi buruk tentang hal yang traumatik.
- Merasakan seolah-olah kejadian berlangsung kembali.
- Timbul reaksi fisiologis ketika dihadapkan pada hal yan mengingatkan
kejadian traumatik.
- Distress ketika dihadapkan pada hal yang mengingatkan traumatic.

Akibatnya individu akan berusaha untuk menghindari hal yang berhubungan


dengan trauma serta menunjukkan gejala yang tak mampu berespons atau
menghadapi masalahnya. Gejala yang dilakukan individu biasanya:

- Berusaha menghindari pikiran, percakapan, dan perasaan yang mengingatkan.


- Menghindari aktivitas, tempat, dan orang yang mengingatkan.
- Tidak mampu mengingat hal penting dari kejadian.
- Menurunnya aktivitas secra mencolok.
- Merasa tersisish dari orang lain.
- Emosinya terbatas.
- Memandang masa depan suram.

Selama mengalami stress pascatrauma individu akan mengalami gejala-gejala


seperti sulit tidur, sulit konsentrasi, sering terkejut dan lain-lain. Namun tidak
semua korban kejadian traumatik mengalami stress pasca trauma. Treatment yang
diberikan pada penderita stress pasca trauma adalah melalui terapi kelompok,
maka dengan cara ini diharapkan penderita mendapatkan support dari teman-
temannya.

6. Gangguan stress akut


Gangguan stress akut sama dengan gangguan stress pasca trauma, yakni individu
mengalami suatu situasi traumatic, tetapi respon yang muncul bersifat lebih
disosiatif. Individu merasa bahwa peristiwa tersebut tidak nyata, berpikir bahwa ia
tidak nyata, dan melupakan bebrapa aspek peristiwa tersebut melalui amnesia,
keterpishan emosional dan ketidak sadarn yang membingungkan terhadap
lingkungan (DSM-IV-TR, 2000).
7. Gangguan Obsesif-kompulsif.
Istilah obsesi menunjuk pada suatu idea yang mendesak kedalam pikiran.
Obsesif merupakan pikiran, ide, atau dorongan yang intrusive dan berulang yang
sepertinya berada diluar kemampuan seseorang untuk mengendalikannya.

Sementara istilah kompulsif menunjuk pada dorongan atau impuls yang tidak
dapat ditahan untuk melakukan sesuatu. Dan pikiran obsesif sering membawa
dampak munculnya tindakan kompulsi. Kompulsi ialah tingkah laku yang
repetitive atau tindakan mental repetitive yang dirasakan oleh seseorang sebagai
suatu keharusan atau dorongan yang harus dilakukan.

Persamaan antara obsesi dan kompulsi adalah sebagai berikut:


- Suatu pikiran atau dorongan kuat mendesak kedalam alam bawah sadar secara
terus menerus.
- Timbul perasaan takut yang hebat dan penderita berusaha untuk
menghilangkan pikiran atau dorongan itu.
- Dirasakan sebagai hal yang asing, tidak disukai, tidak dapat diterima, dan tidak
dapat ditekan.
- Penderita tetap sadar, tetap mengenal wajar dan tidak wajar rasional dan tidak
rasional walaupun obsesi atau kompulsi sangat hebat.
- Penderita merasakan suatu kebutuhan yang besar atau melawan obsesi atau
kompulsi.

Pada gangguan jenis obsesif-kompulsif ini individu yang mengalaminya akan


berusaha menghilangkan kecemasannya dengan merangkai pemikiran dan
perbuatan yang dilakukan berulang-ulang. Penderita menyadari bahwa pikiran dan
perbuatannya tersebut tidak dapat diterima nalar dan logika yang sehat, tidak pada
tempatnya atau tidak sesuai dengan keadaan, tetapi ia tidak dapat
menghilangkannya dan tidak mengerti mengapa mempunyai dorongan yang
begitu kuat untuk berfikir dan berbuat demikian, apabila tidak melakukannya
maka akan mengalami atau timbul kecemasan yang hebat.

J. Kategori Gangguan Ansietas

Gangguan Kecemasan DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder)


Gangguan Kecemasan Definisi
Serangan Panik Suatu periode yang mempunyai cirri tersendiri, rasa kekuatiran,
ketakutan atau terror yang besar, muncul tiba-tiba, sering berhubungan
dengan perasaan akan datangnya malapetaka.

Kecemasan mengenai, atau penghindaran dari tempat atau situasi yang


dirasa sulit dighindari (atau memalukan), atau saat tidak terdapatnya
Agorafobia
bantuan pada saat mengalami serangan panic atau gejala yang
menyerupai panic.

Gangguan panic tanpa Dikarakteristik oleh serangan panic yang tidak diduga yang
agoraphobia terjadi berulang dan agorafobia.

Agoraphobia tanpa riwayat Dicirikan oleh adanya agoraphobia dan gejala yang menyerupai panic,
gangguan panic tanpa serangan panic yang tidak diduga.
Fobia spesifik Dicirikan oleh kecemassan yang signifikan secra klinis, yang dipicu
oleh pengenalan terhadap objek atau situasi spesifik yang menyebabkan
takut, sering menimbulkan perilaku menghindar.

Fobia social
Dicirikan oleh kecemasan yang signifikan secara klinis, yang dipicu
oleh pengenalan terhadap jenis situasi social atau penampilan social;
sering menimbulkan perilaku menghindar.
Gangguan obsesif-kompulsif
Dicirikan oleh obsesi yang menyebabkan kecemasan atau distress yang
khas dan /atau kompulsi (yang dilakukan untuk menetralkan kecemasan)

Gangguan stress pascatraumatiDicirikan oleh pengalaman yang berulang tentang suatu kejadian yang
sangat traumatic, diiringi oleh gejala peningkatan rangasangan dan
dengan penghindaran stimulus yang dikaitkan dengan trauma.

Gangguan stress akut


Dicirikan oleh gejala yang sama dengan gangguan stress pascatraumatic
yang terjadi segraa, menyusul kejadian yang sangat traumatic.

Dicirikan oleh mengalami kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan


Gangguan kecemasan umum
dan terus menerus selama minimal 6 bulan.
Gangguan kecemasan karena
Dicirikan oleh gejala kecemasan yang menonjol, yang diduga
kondisi medikasi umum.
merupakan konsekuensi fisiologik langsung dari kondisi medis umum.
Gangguan kecemasan karena
Dicirikan oleh gejala kecemasan yang menonjol, yang diduga
penggunaan zat.
merupakan konsekuensi fisiologis langsung dari penyalahgunaan obat-
obatan, medikassi, atau pajanan terhadap toksin.

Gangguan kecemasan tidakMeliputi memberikan kode pada gangguan yang disertai kecemasan
spesifik. yang menonjol atau fobia penghindaraan yang tidak memenuhi criteria
untuk setiap gangguan kecemasan spesifik (atau gejala kecemasan
mengenai terdapatnya informasi yang tidak adekuat atau kontradiksi)
K. Sumber dan Mekanisme Koping
Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor
utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang
mengalami kecemasan ia mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan
kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan,
mekanisme koping yang biasanya digunakan adalah menangis, tidur, makan, tertawa,
berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain,
membatasi diri pada orang lain (Suliswati, 2005).

Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang, berat dan panik


membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati (2005), mekanisme koping yang
dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu :
1. Task oriented reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas. Tujuan yang ingin
dicapai dengan melakukan koping ini adalah individu mencoba menghadapi
kenyataan tuntutan stress dengan menilai secara objektif ditujukan untuk
mengatasi masalah, memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
a. Perilaku menyerang digunakan untuk mengubah atau mengatasi hambatan
pemenuhan kebutuhan.
b. Perilaku menarik diri digunakan baik secara fisik maupun psikologik untuk
memindahkan seseorang dari sumber stress.
c. Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara seseorang
mengoperasikan, mengganti tujuan, atau mengorbankan aspek kebutuhan
personal seseorang.
2. Ego oriented reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping ini tidak selalu
sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini seringkali digunakan untuk
melindungi diri, sehingga disebut mekanisme pertahanan ego diri biasanya
mekanisme ini tidak membantu untuk mengatasi masalah secara realita. Untuk
menilai penggunaan makanisme pertahanan individu apakah adaptif atau tidak
adaptif, perlu di evaluasi hal-hal berikut :
a. Perawat dapat mengenali secara akurat penggunaan mekanisme pertahanan
klien.
b. Tingkat penggunaan mekanisme pertahanan diri terebut apa pengaruhnya
terhadap disorganisasi kepribadian.
c. Pengaruh penggunaan mekanisme pertahanan terhadap kemajuan kesehatan
klien.
d. Alasan klien menggunakan mekanisme pertahanan

Das könnte Ihnen auch gefallen

  • Trend Dan Issu
    Trend Dan Issu
    Dokument8 Seiten
    Trend Dan Issu
    frida_siagian
    Noch keine Bewertungen
  • Field Project
    Field Project
    Dokument14 Seiten
    Field Project
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • Bab II Syok Sepsis
    Bab II Syok Sepsis
    Dokument25 Seiten
    Bab II Syok Sepsis
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • Ansietad PDF
    Ansietad PDF
    Dokument88 Seiten
    Ansietad PDF
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • Leaflet Hipertensi
    Leaflet Hipertensi
    Dokument2 Seiten
    Leaflet Hipertensi
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa PDF
    Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa PDF
    Dokument366 Seiten
    Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa PDF
    fanijessica
    Noch keine Bewertungen
  • Check List Seminar Proposa1
    Check List Seminar Proposa1
    Dokument2 Seiten
    Check List Seminar Proposa1
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • 6 Leaflet-Ansietas
    6 Leaflet-Ansietas
    Dokument3 Seiten
    6 Leaflet-Ansietas
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • Dokumentasi Pengkajian Jiwa Tim 01
    Dokumentasi Pengkajian Jiwa Tim 01
    Dokument1 Seite
    Dokumentasi Pengkajian Jiwa Tim 01
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • Bab V
    Bab V
    Dokument6 Seiten
    Bab V
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokument1 Seite
    Daftar Isi
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • Halaman Pengesahan Semua Fiks
    Halaman Pengesahan Semua Fiks
    Dokument6 Seiten
    Halaman Pengesahan Semua Fiks
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • Laporan Pendahuluan Fraktur Lumbal
    Laporan Pendahuluan Fraktur Lumbal
    Dokument17 Seiten
    Laporan Pendahuluan Fraktur Lumbal
    Shelly Dwi Anggraini
    100% (1)
  • BAB III Pengkajian Kasus
    BAB III Pengkajian Kasus
    Dokument18 Seiten
    BAB III Pengkajian Kasus
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • 6 Leaflet-Ansietas
    6 Leaflet-Ansietas
    Dokument3 Seiten
    6 Leaflet-Ansietas
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • BAB III Pengkajian Kasus
    BAB III Pengkajian Kasus
    Dokument18 Seiten
    BAB III Pengkajian Kasus
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • BAB II Jiwa
    BAB II Jiwa
    Dokument9 Seiten
    BAB II Jiwa
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • 4 Perencanaan
    4 Perencanaan
    Dokument3 Seiten
    4 Perencanaan
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • 4.3 Abstrak
    4.3 Abstrak
    Dokument1 Seite
    4.3 Abstrak
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • Leaflet Hipertensi
    Leaflet Hipertensi
    Dokument2 Seiten
    Leaflet Hipertensi
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • Bab Iv Pembahasan
    Bab Iv Pembahasan
    Dokument2 Seiten
    Bab Iv Pembahasan
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • 4.3 Abstrak
    4.3 Abstrak
    Dokument1 Seite
    4.3 Abstrak
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • Leaflet Asi
    Leaflet Asi
    Dokument2 Seiten
    Leaflet Asi
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • 49 97 2 PB PDF
    49 97 2 PB PDF
    Dokument8 Seiten
    49 97 2 PB PDF
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • 49 97 2 PB PDF
    49 97 2 PB PDF
    Dokument8 Seiten
    49 97 2 PB PDF
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • 4.3 Abstrak
    4.3 Abstrak
    Dokument1 Seite
    4.3 Abstrak
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • 4.3 Abstrak
    4.3 Abstrak
    Dokument1 Seite
    4.3 Abstrak
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • 49 97 2 PB PDF
    49 97 2 PB PDF
    Dokument8 Seiten
    49 97 2 PB PDF
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen
  • 4.3 Abstrak
    4.3 Abstrak
    Dokument1 Seite
    4.3 Abstrak
    Shelly Dwi Anggraini
    Noch keine Bewertungen