Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
HIPERBILIRUBINEMIA
Pembimbing :
Disusun Oleh :
406152024
IDENTITAS PASIEN
1. Nama : An. AD
2. Usia : 6 hari
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Alamat : jakarta
5. Suku : Jawa
6. Agama : Islam
7. Pekerjaan : -
8. Masuk RS : 5 Juni 2017
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan Ibu pasien pada hari Rabu, 7 Juni
2017 pukul 09.00 WIB di Ruang perinatology RS Pelabuhan jakarta
Keluhan Utama
Bayi Tampak Kuning
Riwayat Pengobatan
Mengkonsumsi ASI
2
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR
Riwayat Prenatal
Pemeriksaan Kehamilan : setiap bulan di bidan
Penyakit kehamilan : disangkal
Pendarahan selama kehamilan : disangkal
Obat yang diminum selama kehamilan : vitamin dan zat besi
Riwayat Kelahiran
o Kehamilan aterm, persalinan section caesaria ditolong dokter
o Langsung menangis, dan diberikan ASI.
o Berat badan lahir 3300 gram.
o Panjang badan 43 cm,
o lingkar kepala, lingkar dada saat lahir ibu pasien tidak ingat.
Riwayat Imunisasi
o Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sudah dilakukan imunisasi lengkap.
3
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR
1 Hepatitis B , BCG
9 Campak
Perkembangan
Psikomotor
Tengkurap :-
4
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan anak dalam batas normal sesuai usia
5
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR
Interpretasi:
6
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR
PEMERIKSAAN FISIK
(7 Juni 2017)
Keadaan umum : Tampak Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital :
Inspeksi : Bentuk dada normal, Simetris pada posisi statis dan dinamis, Retraksi
interkostal (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), stem fremitus normal, sama kuat dengan kiri
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
7
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR
Palpasi: Supel, tidak teraba massa, nyeri tekan (tidak dilakukan) epigastrium, hepar tidak
teraba, lien tidak teraba, ginjal tak teraba
Perkusi: Timpani pada seluruh regio abdomen, pekak alih (-), nyeri ketok CVA -/-
Auskultasi: Bising Usus (+) normal (20x/menit)
FOLLOW UP
Tanggal 05/6/2017 6/6/2017 7/16/2017 8/6/2017
(HR 1, HS 4) (HR 2, HS 5) (HR 3, HS 6) (HR 3, HS 6)
S: Tampak kuning Tampak kuning Kuning(+) (-)
berkurang
8
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Hematologi
Diagnosa Banding
Syndrome cringler najjer
Diagnosis Kerja
Hiperbilirubinemia
9
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR
PENATALAKSANAAN
Farmakologi
-
Non farmakologi
Mengedukasi pasien mengenai gejala-gejala dan penatalaksanaan awal icterus
Penatalaksanaan awal: asupan ASI . dan diberikan therapy sinar agar mengurangi
warna kuning pada bayi. Bila disertai tanda-tanda kedaruratan seperti syok (gelisah,
nafas cepat, bibir biru, tangan dan kaki dingin, kulit lembab), muntah terus-menerus,
kejang, kesadaran menurun, muntah darah, berak hitam maka segera bawa pasien
untuk dibawa ke tenaga kesehatan terdekat.
PROGNOSIS
ad Vitam : bonam
ad Fungtionam : bonam
ad Sanationam : bonam
10
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR
TINJAUAN PUSTAKA
Hiperbilirubinemia
TINJAUAN PUSTAKA
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah
terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak
dikendalikan(Mansjoer,2008). Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar,
tetap tergolong non patologis sehingga disebut Excess Physiological Jaundice. Digolongkan
sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice) apabila kadar serum
bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut Normogram Bhutani(Etika et al,2006).
Gambar 2.1 Kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut Normogram
Bhutani
Sumber : http://www.juliathomson.co.uk/guidelines/other-guidelines/neonatal-
jaundice/bhutanis-nomogram
Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah keadaan klinis
pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi
bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih(Sukadi,2008). Pada orang dewasa, ikterus akan
tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dl(>17mol/L) sedangkan pada neonatus baru tampak
apabila serum bilirubin >5mg/dl(86mol/L)(Etika et al,2006). Ikterus lebih mengacu pada
gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih
mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total.
2.2Klasifikasi
11
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-tandanya sebagai berikut
:
1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5% pada
neonatus kurang bulan.
3. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
2.3 Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh
beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat dibagi:
a) Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang
meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat
kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi
bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya
enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi
protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
c) Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah melekat ke sel otak.
12
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR
2.4 Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi dari penguraian
hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin. Sel
retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan
dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan
untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol
bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air(bilirubin tak
terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin
untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus
hati ,hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat
bilirubin ke asam glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem
empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan oleh bakteri
kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan
diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur
enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini
umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian
dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut
air bersama urin(Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul pada dewasa bila
serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul ikterus bila kadarnya
>7mg/dl(Cloherty et al, 2008).
Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira
6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit
mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus
obstruksi(bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning- kehijauan atau kuning kotor.
13
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR
Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat(Nelson, 2007).
Gambaran klinis ikterus fisiologis:
a) Tampak pada hari 3,4
b) Bayi tampak sehat(normal)
c) Kadar bilirubin total <12mg%
d) Menghilang paling lambat 10-14 hari
e) Tak ada faktor resiko
f)Sebab: proses fisiologis(berlangsung dalam kondisi fisiologis)(Sarwono et al, 1994)
Gambaran klinik ikterus patologis:
a) Timbul pada umur <36 jam
b) Cepat berkembang
c) Bisa disertai anemia
d) Menghilang lebih dari 2 minggu
e) Ada faktor resiko
f) Dasar: proses patologis (Sarwono et al, 1994)
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa
hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih
jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama
pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita
sedang mendapatkan terapi sinar(Etika et al, 2006).
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan sederhana
adalah dengan penilaian menurut Kramer(1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan
pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada,lutut dan lain-lain.
Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau
kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan
tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya(Mansjoer et al, 2007).
14
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR
Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan
penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan
penyebab ikterus tersebut(Etika et al, 2006).
Pemeriksaan serum bilirubin(direk dan indirek) harus dilakukan pada neonatus yang
mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi- bayi yang tergolong
resiko tingggi terserang hiperbilirubinemia berat.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab ikterus
antara lain adalah golongan darah dan Coombs test, darah lengkap dan hapusan darah,
hitung retikulosit, skrining G6PD dan bilirubin direk. Pemeriksaan serum bilirubin total harus
diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum
albumin juga harus diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar atau transfusi tukar(Etika et
al, 2006).
Diagnosis banding
15
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR
nonsferositosis(defisiensi G6PD)
Atresia biliaris, Hepatitis neonatal Kista koledokusm, Sepsis(terutama infeksi saluran kemih),
Stenosis pilorik
Anjuran Pemeriksaan
Kadar bilirubin serum berkala Hb, Ht, retikulosit,sediaan hapus darah golongan darah
ibu/bayi, uji Coomb
Uji fingsi tiroid, Uji tapis enzim G6PD, Gula dalam urin Pemeriksaan terhadap sepsis Urin
mikroskopik dan biakan
2.7 Penatalaksanaan
16
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR
karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dengan dosis
tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun sesudah terapi tukar.
c) Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini
d) Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan
mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air. e)Mengeluarkan bilirubin secara
mekanik melalui transfusi tukar(Mansjoer et al, 2007).
Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:
Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah sakit.
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut : 1)
Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka
pakaian bayi.
2) Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya
agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.
3) Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk
mendapatkan energi yang optimal.
4) Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena
cahaya dapat menyeluruh.
5) Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
6) Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
7) Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.
2.8 Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak.
Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan tidak jelas antara lain: bayi tidak mau
menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu,
17
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR
kejang tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat biasanya
menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran,
paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis.
18
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR
DAFTAR PUSTAKA
1. Wong RJ, Stevenson DK, Ahlfors CE, Vreman HJ. Neonatal Jaundice: Bilirubin physiology and
clinical chemistry. NeoReviews 2007;8:58-67.
2. Sukadi A. Hiperbilirubinemia. In: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A,
penyunting. Buku Ajar Neonatologi (Edisi Ke-1). Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010; p.
147-53.
3. Hansen TWR. Jaundice, neonatal. E. Medicine [homepage on the Internet]. 2011 [updated 2011
June 15; cited 2011 October 15]. Available from: http://www.emedicine.medscape.com/a
rticle/974786-overview.
4. Halamek LP, Stevenson DK. Neonatal jaundice and liver disease. In: Fanaroff AA, Martin RJ,
editors. Neonatal- perinatal Medicine. Disease of the Fetus and Infant (Seventh Edition). St Louis:
Mosby Inc, 2002; p.1309-50.
hyperbilirubinemia. In: Cloherty JP , Eichenwaald EC, Stark AR, editors. Manual of Neonatal Care
(Fifth Edition). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2004; p.185-221.
6. Monagan T. Hyperbilirubinemia risk factors [homepage on the Internet]. 2010 [updated 2010 Mei
6; cited 2011 Oktober 15]. Available from: http://www.livestrong.com/article/1400 65-
hyperbilirubinemia-risk-factors/.
7. Maisels MJ. Neonatal Hyperbilirubinemia. In: Klaus MH, Fanaroff AA, editors. Care of the High-
Risk Neonate (Fifth Edition). Philadelphia: WB Saunders Co, 2001; p.324-62.
8. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors. Nelson Textbook of Pediatrics (17th Edition).
Philadelphia PA: Saunders; 2004.
9. Porter ML, Dennis BL. Hyperbilirubinemia in the term newborn. American Family Physician.
2002; 65:599-606.
10. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Hyperbilirubinemia. In: Gomella TL,
editor. Neonatology; Management procedures, on-call problems, disease and drugs. New York: Lange
Medical Book/McGraw- Hill Co, 2004; p.381-95.
11. Hiperbilirubinemia. [homepage on the internet]. Nodate [updated 02 February 2010; cited 2011
October 15]. Available from: http://forum.um.ac.id/ index.php? topic=8421.0.
12. Hiperbilirubinemia. [homepage on the internet]. Nodate [cited 2011 Oktober 15]: Available from:
http://medica store.com/penyakit/392/Hiperbilirubine mia.
13. Mengenal ikterus neonatorum. [homepage on the internet]. Nodate [cited 2011 Oktober 17].
Available from: http://www.smallcrab.com/anak-anak/ 535-mengenal-ikterus-neonatorum.
19
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR
20