Sie sind auf Seite 1von 20

LAPORAN KASUS

HIPERBILIRUBINEMIA

Pembimbing :

dr. Trie Hariweni, Sp. A

Disusun Oleh :

Ardy fiyansyah. S.ked

406152024

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
RUMAH SAKIT PELABUHAN JAKARTA
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR

IDENTITAS PASIEN
1. Nama : An. AD
2. Usia : 6 hari
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Alamat : jakarta

5. Suku : Jawa
6. Agama : Islam
7. Pekerjaan : -
8. Masuk RS : 5 Juni 2017

9. Dirawat ruang : Perinatologi


10. Keluar tanggal : 8 Juni 2017

11. No. RM : *** 768

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan Ibu pasien pada hari Rabu, 7 Juni
2017 pukul 09.00 WIB di Ruang perinatology RS Pelabuhan jakarta

Keluhan Utama
Bayi Tampak Kuning

Riwayat Perjalanan Penyakit


Ibu pasien datang ke Poli Anak RSPJ Jakarta dengan keluhan bayi tampak kuning 3
hari setelah melahirkan.

Riwayat BAB : Pasien BAB sejak lahir hari


Riwayat BAK : BAK lancer.

Riwayat Pengobatan
Mengkonsumsi ASI

2
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR

Riwayat Penyakit Dahulu


o Riwayat penyakit serupa disangkal.
o Pasien tidak pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.

Riwayat Lingkungan Sekitar


Riwayat orang di lingkungan sekitar pasien (rumah, sekolah) dengan sakit kuning
disangkal.

Riwayat Prenatal
Pemeriksaan Kehamilan : setiap bulan di bidan
Penyakit kehamilan : disangkal
Pendarahan selama kehamilan : disangkal
Obat yang diminum selama kehamilan : vitamin dan zat besi

Riwayat Kelahiran
o Kehamilan aterm, persalinan section caesaria ditolong dokter
o Langsung menangis, dan diberikan ASI.
o Berat badan lahir 3300 gram.
o Panjang badan 43 cm,
o lingkar kepala, lingkar dada saat lahir ibu pasien tidak ingat.

Riwayat Pemeriksaan Postnatal


Pemeriksaan postnatal dilakukan di bidan dan tidak ditemukan kelainan pada anak.

Riwayat Imunisasi
o Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya sudah dilakukan imunisasi lengkap.

3
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR

Usia (bulan) Vaksin yang didapatkan

0 Hepatitis B dan polio

1 Hepatitis B , BCG

2 Polio dan DPT

4 Polio dan DPT

6 Hepatitis B, polio, dan DPT

9 Campak

Riwayat makan dan Minum


Pasien mendapatkan ASI sampai sekarang.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien anak ketiga dari 3 bersaudara. Ayah bekerja sebagai karyawan swasta dan ibu
pasien ibu rumah tangga. Pasien membayar biaya perawatan di RS dengan BPJS kelas 3.

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 6 hari
Berat badan : 3000 gr
Tinggi Badan : 43 cm
IMT :

Perkembangan

Tidak ada gangguan perkembangan mental dan emosi (tidak dilakukan)

Psikomotor

Tengkurap :-

4
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR

Duduk dengan dibantu : -


Berdiri sendiri :-
Berjalan :-
Berbicara :-

Kesan : pertumbuhan dan perkembangan anak dalam batas normal sesuai usia

5
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR

Interpretasi:

PB/U = 0 (median) normal


BB/U = 0 (median) normal
IMT/U= 0 (median) normal

6
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR

PEMERIKSAAN FISIK
(7 Juni 2017)
Keadaan umum : Tampak Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda vital :

Nadi : 100 x/menit


Suhu : 36,9 C
Pernafasan : 36 x/menit

Kepala : Normocephali (LK : 32 cm )


Mata : Edema palpebra -/-, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik-/-, pupil bulat,
isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya +/+
Telinga : DBN
Hidung : epistaksis -/-
Mulut : Gusi berdarah (-),Caries (-), stomatitis di bibir, mukosa bukal kanan-
kiri,lidah, palatum durum (-), Tonsil T1-T1, hiperemis -/-, detritus -/-, mukosa
faring tidak hiperemis, mukosa mulut kering.
Cor
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tak tampak
Palpasi : Pulsasi ictus cordis teraba di ICS V midclavicula line sinistra teraba 2 cm,
tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur -, gallop -
Pulmo

Inspeksi : Bentuk dada normal, Simetris pada posisi statis dan dinamis, Retraksi
interkostal (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), stem fremitus normal, sama kuat dengan kiri
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : SDV +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi: Perut datar

7
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR

Palpasi: Supel, tidak teraba massa, nyeri tekan (tidak dilakukan) epigastrium, hepar tidak
teraba, lien tidak teraba, ginjal tak teraba
Perkusi: Timpani pada seluruh regio abdomen, pekak alih (-), nyeri ketok CVA -/-
Auskultasi: Bising Usus (+) normal (20x/menit)

Ekstremitas: akral hangat, sianosis -/-, CRT< 2 detik,

FOLLOW UP
Tanggal 05/6/2017 6/6/2017 7/16/2017 8/6/2017
(HR 1, HS 4) (HR 2, HS 5) (HR 3, HS 6) (HR 3, HS 6)
S: Tampak kuning Tampak kuning Kuning(+) (-)
berkurang

O: KU Tampak lemah Tampak lemah Tampak lemah Tampak lemah


Kesadaran Compos mentis Compos mentis Compos mentis Compos mentis
Nadi 110 100 110 110
Suhu 36,9 36,8 36,9 36,9
RR 39 39 39 39
Mata CA -/- , SI -/- CA -/- , SI -/- CA -/- , SI -/- CA -/- , SI -/-
Cor Bunyi jantung S1- Bunyi jantung S1-S2 Bunyi jantung S1- Bunyi jantung S1-
S2 reguler, murmur reguler, murmur (-), S2 reguler, murmur S2 reguler, murmur
(-), gallop (-) gallop (-) (-), gallop (-) (-), gallop (-)
Pulmonal Suara vesikuler di Suara vesikuler di Suara vesikuler di Suara vesikuler di
seluruh lapang paru, seluruh lapang paru, seluruh lapang seluruh lapang
ronkhi -/-, wheezing ronkhi -/-, wheezing paru, ronkhi -/-, paru, ronkhi -/-,
-/- -/- wheezing -/- wheezing -/-
Abdomen Flat, supel, BU (+), Flat, supel, BU (+), Flat, supel, BU (+), Flat, supel, BU (+),
Tali pusar segar Tali pusar segar Tali pusar segar Tali pusar segar
Kulit Turgor baik, Turgor baik, Turgor baik, Turgor baik,
kuning kuning kuning
Ekstremitas Akral hangat, Akral hangat, Akral hangat, Akral hangat,

8
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR

Oedema -/- Oedema -/- Oedema -/- Oedema -/-


A: Hiperbillirubinemia Hiperbillirubinemia HIperbillirubinemia Hiperbillirubinemia
P: ASI ASI ASI ASI
Light therapy Light Therapy Light therapy Light therapy

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan 5/6/2017 7/7/2017 8/7/2017 Nilai rujukan

Hematologi

Bilirubin Total HH 20.4 13.2 11.2 10.3

Diagnosa Banding
Syndrome cringler najjer

Diagnosis Kerja
Hiperbilirubinemia

9
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR

PENATALAKSANAAN
Farmakologi
-

Non farmakologi
Mengedukasi pasien mengenai gejala-gejala dan penatalaksanaan awal icterus
Penatalaksanaan awal: asupan ASI . dan diberikan therapy sinar agar mengurangi
warna kuning pada bayi. Bila disertai tanda-tanda kedaruratan seperti syok (gelisah,
nafas cepat, bibir biru, tangan dan kaki dingin, kulit lembab), muntah terus-menerus,
kejang, kesadaran menurun, muntah darah, berak hitam maka segera bawa pasien
untuk dibawa ke tenaga kesehatan terdekat.

PROGNOSIS
ad Vitam : bonam
ad Fungtionam : bonam
ad Sanationam : bonam

10
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR

TINJAUAN PUSTAKA
Hiperbilirubinemia

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah
terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak
dikendalikan(Mansjoer,2008). Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar,
tetap tergolong non patologis sehingga disebut Excess Physiological Jaundice. Digolongkan
sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice) apabila kadar serum
bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut Normogram Bhutani(Etika et al,2006).

Gambar 2.1 Kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut Normogram
Bhutani

Sumber : http://www.juliathomson.co.uk/guidelines/other-guidelines/neonatal-
jaundice/bhutanis-nomogram

Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah keadaan klinis
pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi
bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih(Sukadi,2008). Pada orang dewasa, ikterus akan
tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dl(>17mol/L) sedangkan pada neonatus baru tampak
apabila serum bilirubin >5mg/dl(86mol/L)(Etika et al,2006). Ikterus lebih mengacu pada
gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih
mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total.

2.2Klasifikasi

Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.

2.2.1 Ikterus fisiologi


Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta tidak
mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi karena ikterus. Adapun
tanda-tanda sebagai berikut :
1. Timbul pada hari kedua dan ketiga
2. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.

11
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR

5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.


6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.

2.2.2 Ikterus Patologi


Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubin

mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-tandanya sebagai berikut
:
1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.

2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5% pada
neonatus kurang bulan.
3. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.

5. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.


6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. (Arief ZR, 2009. hlm. 29)

2.3 Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh
beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat dibagi:
a) Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang
meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat
kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi
bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya
enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi
protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.

c) Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah melekat ke sel otak.

d) Gangguan dalam eksresi


Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar
hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat

12
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR

infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.


(Hassan et al.2005)

2.4 Patofisiologi

Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi dari penguraian
hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin. Sel
retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan
dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan
untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol
bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air(bilirubin tak
terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin
untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus
hati ,hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat
bilirubin ke asam glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk)(Sacher,2004).

Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem
empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan oleh bakteri
kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan
diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur
enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini
umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian
dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut
air bersama urin(Sacher, 2004).

Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul pada dewasa bila
serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul ikterus bila kadarnya
>7mg/dl(Cloherty et al, 2008).

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan


hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati(karena rusak) untuk
mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan
hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua
keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai
tertentu(sekitar 2- 2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian
menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice(Murray et al,2009).

2.5 Manifestasi klinis

Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira
6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit
mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus
obstruksi(bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning- kehijauan atau kuning kotor.

13
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR

Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat(Nelson, 2007).
Gambaran klinis ikterus fisiologis:
a) Tampak pada hari 3,4
b) Bayi tampak sehat(normal)
c) Kadar bilirubin total <12mg%
d) Menghilang paling lambat 10-14 hari
e) Tak ada faktor resiko
f)Sebab: proses fisiologis(berlangsung dalam kondisi fisiologis)(Sarwono et al, 1994)
Gambaran klinik ikterus patologis:
a) Timbul pada umur <36 jam

b) Cepat berkembang
c) Bisa disertai anemia
d) Menghilang lebih dari 2 minggu
e) Ada faktor resiko
f) Dasar: proses patologis (Sarwono et al, 1994)

2.6 Diagnosis

2.6.1 Anamnesis

a)Riwayat kehamilan dengan komplikasi(obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi


intrauterine, infeksi intranatal)
b)Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
c)Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya

d)Riwayat inkompatibilitas darah


e)Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa(Etika et al, 2006).
2.6.2 Pemeriksaan fisik

Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa
hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih
jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama
pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita
sedang mendapatkan terapi sinar(Etika et al, 2006).

Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan sederhana
adalah dengan penilaian menurut Kramer(1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan
pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada,lutut dan lain-lain.
Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau

kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan
tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya(Mansjoer et al, 2007).

14
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR

Derajat Ikterus pada Neonatus menurut Kramer


Zona Bagian tubuh yang kuning Rata-rata serum bilirubin indirek

1. 1 Kepala dan leher 100


2. 2 Pusat-leher 150
3. 3 Pusat-paha 200
4. 4 Lengan+Tungkai 250
5. 5 Tangan+Kaki >250

Tabel 2.1 Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer


Sumber:Arif Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran jilid 2,edisi Media Aesculapius FK
UI.2007:504

Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan
penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan
penyebab ikterus tersebut(Etika et al, 2006).

2.6.3 Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan serum bilirubin(direk dan indirek) harus dilakukan pada neonatus yang
mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi- bayi yang tergolong
resiko tingggi terserang hiperbilirubinemia berat.

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab ikterus
antara lain adalah golongan darah dan Coombs test, darah lengkap dan hapusan darah,
hitung retikulosit, skrining G6PD dan bilirubin direk. Pemeriksaan serum bilirubin total harus
diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum
albumin juga harus diukur untuk menentukan pilihan terapi sinar atau transfusi tukar(Etika et
al, 2006).

Penegakan diagnosis ikterus neonatarum berdasarkan waktu kejadiannya:

Waktu Hari ke-1

Hari ke-2 s.d ke-5

Hari ke-5 s.d ke-10

Hari ke- 10 atau lebih

Diagnosis banding

*Penyakit hemolitik Inkompatibilitas darah(Rh,ABO) Sferositosis. Anemia hemolitik

15
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR

nonsferositosis(defisiensi G6PD)

Kuning pada bayi prematur Kuning fisiologik, Sepsis


Darah ekstravaskular, Polisitemia Sferositosis kongenital

Sepsis, Kuning karena ASI Def G6PD, Hipotiroidisme Galaktosemia, Obat-obatan

Atresia biliaris, Hepatitis neonatal Kista koledokusm, Sepsis(terutama infeksi saluran kemih),
Stenosis pilorik

Anjuran Pemeriksaan

Kadar bilirubin serum berkala Hb, Ht, retikulosit,sediaan hapus darah golongan darah
ibu/bayi, uji Coomb

Hitung jenis darah lengkap


Urin mikroskopik dan biakan urin, Pemeriksaan terhadap infeksi bakteri, golongan darah
ibu/bayi, uji Coomb

Uji fingsi tiroid, Uji tapis enzim G6PD, Gula dalam urin Pemeriksaan terhadap sepsis Urin
mikroskopik dan biakan

Uji serologi TORCH, Alfa fetoprotein, alfa1antitripsin, Kolesistografi, Uji Rose-Bengal

Sumber:Levine Ml,Tudehope D.Thearle J.Essentials of Neonatal Medicine Brookes:Waterloo


1990:165

Tabel 2.2 Penegakan diagnosis ikterus neonatarum berdasarkan waktu kejadiannya

Sumber:Arif Mansjoer.Kapita Selekta Kedokteran jilid 2,edisi Media Aesculapius FK


UI.2007:505

2.7 Penatalaksanaan

Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut:


a) Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini kerjanya lambat,
sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus yang terjadi bukan
disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai lagi.
b) Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin(misalnya
menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan albumin untuk memperbaiki
transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa hipoalbuminemia.
Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam
plasma. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya

16
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR

karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dengan dosis
tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun sesudah terapi tukar.
c) Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini
d) Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan
mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air. e)Mengeluarkan bilirubin secara
mekanik melalui transfusi tukar(Mansjoer et al, 2007).
Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:

1) Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek 20mg%


2) Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam
3) Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
4) Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat <14mg% dan uji Coombs direct positif(Hassan et
al, 2005).

f) Menghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan kompetitor inhibitif


terhadap heme oksigenase. Ini masih dalam penelitian dan belum digunakan secara rutin.
g) Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara intravena(500- 1000mg/Kg
IV>2) sampai 2 hingga 4 jam telah digunakan untuk mengurangi level bilirubin pada janin
dengan penyakit hemolitik isoimun. Mekanismenya belum diketahui tetapi secara teori
immunoglobulin menempati sel Fc reseptor pada sel retikuloendotel dengan demikian dapat
mencegah lisisnya sel darah merah yang dilapisi oleh antibody(Cloherty et al, 2008).

Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah sakit.
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut : 1)
Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan membuka
pakaian bayi.
2) Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan cahaya
agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.
3) Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik untuk
mendapatkan energi yang optimal.
4) Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang terkena
cahaya dapat menyeluruh.
5) Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
6) Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
7) Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.

2.8 Komplikasi

Terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak.
Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan tidak jelas antara lain: bayi tidak mau
menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu,

17
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR

kejang tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi yang selamat biasanya
menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gangguan pendengaran,
paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis.

18
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR

DAFTAR PUSTAKA

1. Wong RJ, Stevenson DK, Ahlfors CE, Vreman HJ. Neonatal Jaundice: Bilirubin physiology and
clinical chemistry. NeoReviews 2007;8:58-67.

2. Sukadi A. Hiperbilirubinemia. In: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A,
penyunting. Buku Ajar Neonatologi (Edisi Ke-1). Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2010; p.
147-53.

3. Hansen TWR. Jaundice, neonatal. E. Medicine [homepage on the Internet]. 2011 [updated 2011
June 15; cited 2011 October 15]. Available from: http://www.emedicine.medscape.com/a
rticle/974786-overview.

4. Halamek LP, Stevenson DK. Neonatal jaundice and liver disease. In: Fanaroff AA, Martin RJ,
editors. Neonatal- perinatal Medicine. Disease of the Fetus and Infant (Seventh Edition). St Louis:
Mosby Inc, 2002; p.1309-50.

5. Martin CR, Cloherty JP. Neonatal

hyperbilirubinemia. In: Cloherty JP , Eichenwaald EC, Stark AR, editors. Manual of Neonatal Care
(Fifth Edition). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2004; p.185-221.

6. Monagan T. Hyperbilirubinemia risk factors [homepage on the Internet]. 2010 [updated 2010 Mei
6; cited 2011 Oktober 15]. Available from: http://www.livestrong.com/article/1400 65-
hyperbilirubinemia-risk-factors/.

7. Maisels MJ. Neonatal Hyperbilirubinemia. In: Klaus MH, Fanaroff AA, editors. Care of the High-
Risk Neonate (Fifth Edition). Philadelphia: WB Saunders Co, 2001; p.324-62.

8. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors. Nelson Textbook of Pediatrics (17th Edition).
Philadelphia PA: Saunders; 2004.

9. Porter ML, Dennis BL. Hyperbilirubinemia in the term newborn. American Family Physician.
2002; 65:599-606.

10. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Hyperbilirubinemia. In: Gomella TL,
editor. Neonatology; Management procedures, on-call problems, disease and drugs. New York: Lange
Medical Book/McGraw- Hill Co, 2004; p.381-95.

11. Hiperbilirubinemia. [homepage on the internet]. Nodate [updated 02 February 2010; cited 2011
October 15]. Available from: http://forum.um.ac.id/ index.php? topic=8421.0.

12. Hiperbilirubinemia. [homepage on the internet]. Nodate [cited 2011 Oktober 15]: Available from:
http://medica store.com/penyakit/392/Hiperbilirubine mia.

13. Mengenal ikterus neonatorum. [homepage on the internet]. Nodate [cited 2011 Oktober 17].
Available from: http://www.smallcrab.com/anak-anak/ 535-mengenal-ikterus-neonatorum.

14. American Academy of Pediatrics. Subcommitteee on hyperbilirubinemia. Management of


hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Clinical Practice Guidelines.
Pediatrics. 2004;114:297-316.

19
Ilmu Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak RSP Jakarta
Ardy Fiansyah (406152024) FK UNTAR

Mathindas, Wilar, Wahani; Hiperbilirubinemia pada neonatus S9

15. Emedicine. Ikterus pada


[homepage on the Internet]. 2010 [cited 2011 Oktober 17]. Available from:
http://tumbuhsehat.com/index.

16. Ramasethu J. Neonatal Hyperbilirubinemia.

20

Das könnte Ihnen auch gefallen