Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
Morbus Hansen
DOSEN PENGUJI:
dr. Hendrik Kunta Adjie, SpKK
Disusun oleh:
Ardy Fiansyah
406152024
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
KEPANITERAAN KLINIK
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. I
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Keluhan Utama : Punggung kaki kiri gatal sejak 4 tahun yang lalu
Os datang ke poli kulit dengan keluhan gatal di tungkai kaki kiri sejak 4 tahun yang lalu.
Ketika rasa gatal muncul Os sering menggaruk lesinya. Gatal yang dirasakan tidak terlalu berat,
tetapi tidak kunjung hilang. Os pernah berobat ke Rumah sakit 2 tahun yang lalu dan diberi obat
anti jamur namun tidak kunjung sembuh. Lesi kulit muncul pertama kali 4 tahun yang lalu di
tungkai kaki kiri, kemudian muncul di tangan kiri bawah. Os bekerja sebagai tukang ojek,
Keluarga dan teman kerja tidak mempunyai riwayat penyakit yang serupa.
Riwayat alergi (+) telur, Asma (-), DM (-), Hipertensi (-), maag (-)
C. Status Generalis
Suhu : Afebris
Berat Badan : 50 kg
D. STATUS DERMATOLOGI
1. Distribusi : Lokalisata
Lokasi : Pre Tibialis sinistra
Efloresensi : Makula erythema, berukuran plakat, tidak berbatas tegas disertai
likenifikasi
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
IB (Indeks Bakteri) = 2+
Os datang ke poli kulit dengan keluhan gatal di tungkai kaki kiri sejak 4 tahun yang lalu.
Ketika rasa gatal muncul Os sering menggaruk lesinya. Gatal yang dirasakan tidak terlalu berat,
tetapi tidak kunjung hilang. Os pernah berobat ke Rumah sakit 2 tahun yang lalu dan diberi obat
anti jamur namun tidak sembuh. Lesi kulit muncul pertama kali 4 tahun yang lalu di tungkai kaki
kiri, kemudian muncul di tangan kiri bawah. Os bekerja sebagai tukang ojek, Keluarga dan
teman kerja tidak mempunyai riwayat penyakit yang serupa.
Riwayat alergi (+) telur, Asma (-), DM (-), Hipertensi (-), maag (-)
1. Distribusi : Lokalisata
Lokasi : Pre Tibialis sinistra
Efloresensi : Makula erythema, berukuran plakat, tidak berbatas tegas disertai
likenifikasi
2. Distribusi : Lokalisata
Lokasi : Volar sinistra
Efloresensi : Makula hipopigmentasi berukuran plakat tidak berbatas tegas
G. DIAGNOSIS
Diagnosis Banding :
NeuroDermatitis
Tinea versikolor
Vitiligo
Diagnosis Kerja :
H. PENATALAKSANAAN
Rifampisin 300 mg 1 dd 2 No II
Dapsone 100 mg 1 dd 1 No XVIII
Klofazimin 50 mg 1 dd 1 No XVIII
Kompres gliserin pada lesi di pre tibialis
I. PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
ANALISA KASUS
TINJAUAN PUSTAKA
MORBUS HANSEN
A. Definisi
Morbus hansen atau yang lebih sering disebut lepra merupakan penyakit infeksi yang
kronik dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf
perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas,
kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.
Masalah epidemiologi masih belum terpecahkan, cara penularan belum diketahui pasti
hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui kontak langsung antarkulit yang lama dan erat.
Anggapan kedua ialah secara inhalasi, sebab M. leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam
droplet.
Masa tunas antara 40 hari sampai 40 tahun, umumnya beberapa tahun, rata-rata 3-5 tahun.
Penyebaran penyakit kusta dari suatu tempat ke tempat lain sampai tersebar di seluruh
dunia, tampaknya disebabkan oleh perpindahan penduduk yang terinfeksi penyakit tersebut.
Masuknya kusta ke pulau-pulau Melanesia termasuk Indonesia diperkirakan terbawa oleh orang-
orang Cina. Distribuasi penyakit ini tiap-tiap negara maupun dalam negara sendiri ternyata
berbeda-beda.
Faktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenesis kuman penyebab, cara penularan,
keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik yang berhubungan dengan kerentanan,
perubahan imunitas dan kemungkinan adanya reservoir diluar manusia.
Kusta bukan penyakit keturunan. Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel rambut,
kelenjar keringat dan air susu ibu, jarang didapat dalam urin. Sputum dapat banyak mengandung
M.leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas. Dapat menyerang semua umur, anak-anak
lebih rentan daripada orang dewasa. Di Indonesia penderita anak-anak dibawah umur 14 tahun
didapatkan 13%, tetapi anak di bawah umur 1 tahun jarang sekali. Frekuensi tertinggi terdapat
pada kelompok umur antar 25 35 tahun.
Kusta terdapat di mana-mana, terutama di Asia, Afrika, Amerika Latin, daerah tropis dan
subtropis, serta masyarakat yang sosial ekonominya rendah. Makin rendah sosial ekonomi makin
berat penyakitnya, sebaliknya faktor sosial ekonomi tinggi sangat membantu penyembuhan.
Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan ditakuti oleh karena dapat terjadi
ulserasi, mutilasi dan deformitas. Penderita kusta bukan menderita karena penyakitnya saja,
tetapi juga karena dikucilkan masyarakat sekitarnya. Hal ini akibat kerusakan saraf besar yang
C.ETIOLOGI
Kuman penyebab adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A. HANSEN
pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai sekarang belum juga dapat dibiakkan dalam media
artifisial. M. Leprae berbentuk basil dengan ukuran 3-8 m x 0,5 m, tahan asam dan alkohol
serta Gram Positif.
D. PATOGENESIS
Sebenarnya M. Leprae mempunyai patogenitas dan daya invasi yang rendah, sebab
penderita yang mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih
berat, bahkan dapat sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat
penyakit, tidak lain disebabkan oleh respons imun yang berbeda, yang menggugah timbulnya
reaksi granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh
karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik.
Bila basil M.leprae masuk kedalam tubuh seseorang, dapat timbul gejala klinis sesuai
dengan kerentanan orang tersebut. Bentuk tipe klinis bergantung pada sistem imunitas selular
Oleh Ridley & Jopling jenis penyakit Lepra dibagi menjadi TT, BT, BB, BL dan LL.
Oleh WHO penyakit lepra ini dibagi hanya menjadi 2 jenis, yaitu PB (Pausi Basiler) dan MB
(Multi Basiler). Di mana tipe TT, BT termasuk dalam Pausi Basiler dan BB, BL dan LL
termasuk dalam Multi Basiler. Pembagian PB dan MB dipakai untuk kepentingan pengobatan.
Yang dimaksud dengan kusta PB adalah kusta dengan BTA negatif pada pemeriksaan kerokan
kulit. Bila pada tipe-tipe tersebut disertai BTA positif, maka akan dimasukkan ke dalam kusta
MB. Pengobatan PB adalah dengan menggunakan MDT PB (Multi Drug Treatment Pausi
Basiler) sedangkan untuk MB dengan menggunakan MDT MB.
Kusta terkenal sebagai penyakit yang paling ditakuti karena deformitas atau cacat tubuh.
Orang awampun dengan mudah dapat menduga ke arah penyakit kusta. Yang penting bagi kita
sebagai dokter dan ahli kesehatan lainnya, bahkan barangkali para ahli kecantikan dapat
menduga ke arah penyakit kusta, terutma bagi kelainan kulit yang masih berupa makula
hipopigmentasi, hiperpigmentasi dan eritematosa.
Kelainan kulit pada penyakit kusta tanpa komplikasi dapat hanya berbentuk makula saja,
infiltrat saja atau keduanya. Penyakit kusta ini merupakan salah satu dari penyakit the great
imitator disease. Penyakit ini dapat menyerang ke saraf perifer sehingga perlu diperhatikan
pembesaran, konsistensi dan nyeri atau tidak pada syaraf. Gejala yang timbul bergantung akan
syaraf mana yang terkena, misal saraf ulnaris akan memberikan gejala clawing kelingking dan
jari manis, N. Medianus akan memberikan gejala clawing ibu jari, telunjuk dan jari tengah, N.
Radialis akan memberikan gejala wrist drow, N. Poplitea lateralis akan memberikan gejala foot
drop, N. tibialis posterior menyebabkan claw toes, N. Fasialis akan menyebabkan kelumpuhan
sebaian otot wajah dan N. Trigeminus yang aka menyebabkan anesthesi pada daerah wajah.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Bakterioskopik
Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis
dan pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan
2. Pemeriksaan Histopatologik
Pada pemeriksaan Histologik dapat ditemukan adanya sel Virchow atau sel lepra
atau sel busa yaitu merupakan histiosit (monosit) yang didalamnya ditemukan M. Lepra
dimana biasa itemukan pada penderita dengan SIS rendah atau lumpuh.
Gambaran histopatologik tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf
yang lebih nyata, tidak ada basil atau hnaya sedikit dan nonsolid. Pada tipe lepromatosa
terdapat kelim sunyi subepidermal (subepidermal clear zone), yaitu suatu daerah
langsung di bawah epidermis yang jaringannya tidak patologik. Didapati sel Virchow
dengan banyak basil. Pada tipe borderline terdapat campuran unsur-unsur tersebut.
3. Pemeriksaan Serologik
Pemeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh
seseorang yang terinfeksi oleh M.Leprae. Antibodi yang terbentuk dapat bersifat spesifik
terhadap M. Leprae, yaitu antibodi anti phenolic glycolipid-1 (PGL-1) dan antibodi
antiprotein 16 kD serta 35 kD. Pemeriksaan serologi dapat menggunakan ELISA, Uji
MLPA, dan ML dipstick.
Morbus Hansen | Kepaniteraan Kulit | RS Husada
Fakultas kedokteran Universitas Tarumanagara 21 Agustus 2017 23 September 2017 Page 17
G. KOMPLIKASI (REAKSI KUSTA)
Reaksi kusta adalah interupsi dengan episode akut apda perjalanan penyakit yang
sebenarnya sangat kronik. Terdapat 2 reaksi Kust, yaitu ENL (Erythema Nodosum Leprosum)
dan reaksi reversal. ENL terutama timbul pada tipe lepromatosa polar dan dapat pula pada BL.
Pada kulit akan timbul gejala klinis yang berupa nodus eritema dan nyeri dengan tempat
predileksi di lengan dan tungkai. Bila mengenai organ lain dapat menimbulkan gejala seperti
iridosiklitis, neuritis akut, limfadenitis, artritis, orkitis dan nefritis yang akut dengan adanya
proteinuria. ENL dapat disertai gejala konstitusi dari ringan sampai berat yang dapat diterangkan
secara imunologik pula.
Gejala klinis reaksi reversal ialah umumnya sebagian atau seluruh lesi yang telah ada
bertambah aktif dan atau timbul lesi baru dalam waktu yang relatif singkat. Artinya lesi
hipopigmentasi menjadi eritema, lesi eritema menjadi makin eritematosa, lesi makula menjadi
infiltrat, lesi infiltrat makin infiltrat dan lesi lama menjadi bertambah luas. Tidak perlu seluruh
gejala harus ada, satu saja sudah cukup. Adanya gejala neuritis akut penting diperhatikan, karena
sangat menentukan pemberian pengobatan kortikosteroid, sebab tanpa gejala neuritis akut
pemberian kortikosteroid adalah fakultatif.
H. PENGOBATAN
Obat antikusta yang paling banyak dipakai pada saat ini adalah DDS (diaminodifenil
sulfon) kemudian klofazimin, dan rifampisin. Pengobatan ini sering disebut sebagai MDT (Multi
Drug Treatment). Obat alternatif lain yaitu ofloksasin, minosiklin dan klaritromisin.
Pengobatan MDT pada pasien yang masuk kedalam kategori MB, ia harus memakan
pengobatan rifampisin 600 mg setiap bulan, DDS 100 mg, dan klofazimin 50 mg setiap hari
selama 2-3 tahun. Selama pengobatan ini harus dilakukan pemeriksaan klinis setiap bulan dan
pemeriksaan bakteriologi setiap 3 bulan. Setelah 2-3 tahun pemeriksaan bakterioskopik harus (+),
bila masih (+) pengobatan dilanjutkan sampai hasil bakterioskopik (-). Setelah 2-3 tahun pasien
dinyatakan RFT (Release From Treatment), kemudian penderita harus melakukan pemeriksaan
klinis dan pemeriksaan bakterioskopik setiap tahun selama 5 tahun. Bila bakterioskopik tetap
negatif dan klinis tidak ada keaktifan baru maka dinyatakan bebas dari pengamatan atau disebut
RFC (Release From Control).
Bila terjadi resistensi rifampisin, biasanya akan resisten pula dengan DDS sehingga
hanya bisa mendapat klofazimin. Dalam hal ini rejimen pengobatan menjadi klofazimin 50 mg,
ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg setiap hari selama 6 bulan, diteruskan klofazimin 50
mg ditambah ofloksasin 40 mg atau minosiklin 100 mg setiap hari selama 8 bulan. Bagi
penderita MB yang menolak klofazimin dapat diberikan ofloksasi 400 mg/hari atau minosiklin
100 mg/hari selama 12 bulan. Alternatif lain ialah diberikan rifampisin 600 mg ditambah dengan
ofloksasin 400 mg dan minosiklin 100 mg dosis tunggal seiap bulan selama 24 bulan.
Pengobatan ENL dapat diberikan tablet kortikosteroid antara lain prednison. Dosisnya
bergantung pada berat ringannya raksi, biasanya prednison 15-30 mg sehari. Makin berat
reaksinya makin tinggi dosisnya. Sesuai dengan perbaikan reaksi, dosisnya diturunkan secara
bertahap sampai berhenti sama sekali.
Pengobatan reaksi reversal harus memperhatikan disertai adanya neuritis atau tidak.
Sebab kalau tanpa neuritis akut tidak perlu diberi pengobatan tambahan. Kalau ada neuritis akut,
obat pilihan pertama adalah kortikosteroid yang dosisnya juga disesuaikan dengan berat
ringannya neuritis. Biasanya diberikan prednison 40-60 mg sehari, kemudian diturunkan
perlahan-lahan.
I. PROGNOSIS
Relapse (penyakit baru setelah MDT telah diselesaikan) terjadi pada 0.01% 0.14%
pasien yang telah menyelesaikan MDT secara adekuat pada 10 tahun pertama. Kira-kira 5-10%
pasien mengalami reaksi reversal pada tahun pertama penderita menyelesaikan MDT.
Karena adanya penurunan sistem imun pada kehamilan, maka reaksi ENL dapat terjadi
pada wanita mengandung yang berumur kurang dari 40 tahun.
DAFTAR PUSTAKA