Sie sind auf Seite 1von 31

Prosedur Pengelolaan Limbah Medis 17/08/2014 kesmas Kesehatan Lingkungan

Standar dan Prosedur Pengelolaan Limbah Medis Rumah Sakit Rumah sakit sebagai
tempat pelayanan kesehatan diantaranya melaksanakan kegiatan dalam katagori
diagnosa dan pengobatan, perawatan, bahkan tindakan rehabilitasi. Rumah sakit dari
aspek kesehatan lingkungan dapat berpotensi, antara lain :
1. Dapat menjadi media pemaparan atau penularan bagi para pasien, petugas maupun
pengunjung oleh agent (komponen penyebab) penyakit yang terdapat di dalam
lingkungan rumah sakit (Darpito, 2003).
2. Sebagai penghasil sampah dan limbah yang berdampak bagi kesehatan masyarakat
dan lingkungan sekitar. Sebagaimana rekan-rekan Sanitarian ketahui, dasar
pelaksanaan penyehatan lingkungan rumah sakit Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
Ruang lingkup kesehatan lingkungan sesuai Permenkes 1204 tahun 2004 antara lain :
1. Penyehatan ruang bangunan dan halaman rumah sakit.
2. Hygiene sanitasi makanan dan minuman.
3. Penyehatan air.
4. Pengelolaan limbah.
5. Penyehatan tempat pencucian linen (laundry).
6. Pengendalian serangga, tikus, dan binatang pengganggu.
7. Dekontaminasi melalui sterilisasi dan disinfeksi.
8. Pengamanan dampak radiasi.
Upaya kesehatan lingkungan rumah sakit bertujuan untuk mewujudkan lingkungan
rumah sakit baik in door ataupun out door yang aman, nyaman, dan sehat bagi para
pasien, pekerja, pengunjung dan masyarakat di sekitar rumah sakit, kejadian
pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh rumah sakit
dapat ditekan sekecil mungkin atau bila mungkin dihilangkan. Pengelolaan limbah dapat
didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan terhadap limbah mulai dari tahap
pengumpulan di tempat sumber, pengangkutan, penyimpanan serta tahap pengolahan
akhir yang berarti pembuangan atau pemusnahan. Tindakan pertama yang harus
dilakukan sebelum melakukan pengelolaan limbah dari tindakan preventif dalam bentuk
pengurangan volume atau bahaya dari limbah yang dikeluarkan ke lingkungan. Atau
minimasi limbah. Beberapa usaha minimasi meliputi beberapa tindakan seperti usaha
reduksi pada sumbernya, pemanfaatan limbah,daur ulang, pengolahan limbah, serta
pembuangan limbah sisa pengolahan.

Pemilahan Limbah Dilakukan pemilihan jenis limbah medis mulai dari sumber yang
terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi,
sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan dengan
kandungan logam berat yang tinggi. Pemisahan limbah berbahaya dari semua limbah
pada tempat penghasil limbah adalah kunci pembuangan yang baik. Tempat
Penampungan Sementara Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di
lingkungannya harus membakar limbahnya selambat- lambatnya 24 jam. Bagi rumah
sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka limbah medis harus dimusnahkan melalui
kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai insinerator untuk
dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya 24 jam apabila disimpan pada suhu ruang.
Transportasi Kantong limbah medis sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut
harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup.Pengangkutan limbah keluar
rumah sakit menggunakan kenderaan khusus. Kantong limbah medis harus aman dari
jangkauan manusia maupun binatang. Petugas yang menangani limbah, harus
menggunakan alat pelindung diri yang terdiri: Topi/helm, Masker, Pelindung mata,
Pakaian panjang (coverall), Apron untuk industri, Pelindung kaki/sepatu boot dan
sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves). Pengumpulan
Limbah Medis Pengumpulan limbah medis dari setiap ruangan penghasil limbah
menggunakan troli khusus yang tertutup. Penyimpanan limbah medis harus sesuai iklim
tropis yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24
jam. Persyaratan Pewadahan Limbah Medis Syarat tempat pewadahan limbah medis,
antara lain : Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan
mempunyai permukaan yang halus pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass. Di
setiap sumber penghasil limbah medis harus tersedia tempat pewadahan yang terpisah
dengan limbah non-medis. Kantong plastik di angkat setiap hari atau kurang
sehari apabila 2/3 bagian telah terisi limbah. Untuk benda-benda tajam hendaknya di
tamping pada tempat khusus (safety box) seperti botol atau karton yang aman. Sayarat
benda tajam harus ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol, jeregen
atau karton yang aman. Tempat pewadahan limbah medis infeksius dan sitotoksik yang
tidak langsung kontak dengan limbah harus segera dibersihkan dengan larutan
desinfektan apabila akan dipergunakan kembali, sedangkan untuk kantong plastik yang
telah di pakai dan kontak langsung dengan limbah tersebut tidak boleh
digunakan lagi. Label dan Wadah Limbah Medis Standar lain yang harus dipenuhi
dalam pewadahan limbah medis ini menyangkut penggunaan label yang sesuai dengan
kategori limbah. Detail warna dan lambah label pada wadah limbah medis sebagai
berikut : Standar pewadahan dan penggunaan kode dan label limbah medis ini
berfungsi untuk memilah-milah limbah diseluruh rumah sakit sehingga limbah dapat
dipisah-pisahkan di tempat sumbernya : Beberapa ketentuan juga memuat hal berikut
ini 1. Bangsal harus memiliki minimal dua macam tempat limbah, satu untuk limbah
medis (warna kuning) dan satunya lagi untuk non-medis (warna hitam).
2. Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah medis.
3. Semua limbah dari kantor, biasanya berupa alat- alat tulis, dianggap sebagai limbah
non-medis.
4. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah medis
dan perlu
dinyatakan aman sebelum dibuang. Sedangkan persyaratan yang ditetapkan sebagai
tempat pewadahan limbah non-medis sebagai berikut :
Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat, kedap air, dan mempunyai
permukaan yang halus pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass. Mempunyai tutup
yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori tangan. Terdapat minimal 1 (satu)
buah untuk setiap kamar atau sesuai dengan kebutuhan. Limbah tidak boleh dibiarkan
dalam wadahnya melebihi 3 x 24 jam atau apabila 2/3 bagian kantong sudah terisi oleh
limbah, maka harus diangkut supaya tidak menjadi perindukan vektor penyakit atau
binatang pengganggu

Komponen Pencemaran Air


05/06/2013 kesmas Kesehatan Lingkungan
Macam dan Karakteristik Pencemaran Air Defenisi pencemaaran air antara lain
disebutkan dalam PP.No.82 tahun 2001. Pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat energi atau komponen lain ke dalam air oleh
kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya. Air yang menyimpang
dari keadaan normalnya disebut air tercemar, ukuran air bersih dan tidak tercemar tidak
hanya ditentukan oleh kemurnian air. Biasanya air tercemar akan berubah, baik dari
segi warna, bau, dan lainnya. Sementara bahan pencemar dan perubahan
karakteristiknya dalam air atau badan air akan dipengaruhi oleh beberapa keadaan.
Perilaku pencemar dalam sistem perairan dipengaruhi oleh keseimbangan kelarutan
dimana suatu zat kimia bercampur dengan suatu cairan membentuk sebuah sistem
yang homogen. Badan air yang tercemar ditandai dengan warna gelap, berbau,
menimbulkan gas, mengandung bahan organik tinggi, kadar oksigen terlarut rendah,
matinya kehidupan di dalam air umumnya ikan dan air tidak lagi dapat dipergunakan
sebagai bahan baku air minum. Air limbah berperan dalam kehidupan karena selain
mengandung air juga didalamnya terdapat zat-zat organik, yang mungkin diperlukan
pada batasbatas tertentu. Oleh sebab itu ada dua peranan air limbah yaitu peranan
positif apabila air limbah dengan kualitas yang dikandung sesuai bagi peruntukkannya
antara lain untuk irigasi, perikanan, perkebunan, perindustrian, rumah tangga, rekreasi
dan lain-lain. Adapun peranan negatif bila air limbah dianggap tidak berguna bagi
kehidupan dan berpengaruh terhadap manusia dan lingkungan yaitu bila limbah cair
tidak sesuai dengan baku mutu limbah cair. Oleh karenanya mereka membuang begitu
saja tanpa mempertimbangkan segi negatif yang mungkin timbul terhadap sumber alam
yang berguna bagi kehidupan. Maksud pembuangan air limbah yang saniter adalah
untuk mengurangi pengaruh buruk air limbah terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan. Bahan buangan air limbah yang berasal dari kegiatan industri adalah
penyebab utama terjadinya pencemaran air, komponen pencemaran air terdiri dari:
1. Bahan Buangan Organik
Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau
terdegradasi oleh mikroorganisme, oleh karena itu bahan ini seharusnya tidak dibuang
ke lingkungan, karena akan dapat menaikkan populasi mikroorganisme di dalam air.
2. Bahan Buangan Anorganik
Bahan buangan anorganik pada umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk
dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini masuk
ke air lingkungan maka akan terjadi peningkatan ion logam di dalam air, seperti unsur
logam Timbal (Pb),Arsen (As), Kadmium (Cd), Air Raksa (Hg), Kroom (Cr), Nikel (Ni),
Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) yang banyak digunakan oleh industry elektronik,
elektroplating dan industri kimia serta fenol, formaldehid pada industri lem dan kayu
lapis.
3. Bahan Olahan Makanan
Air lingkungan yang mengandung bahan buangan olahan bahan makanan akan
mengandung banyak mikroorganisme, termasuk pula di dalamnya bakteri pathogen,
pembuangan limbah yang berasal dari industri pengolahan bahan makanan perlu
mendapat perhatian agar bakteri pathogen yang berbahaya bagi manusia tidak
berkembang biak di dalam lingkungan.
4. Bahan Cairan Berminyak
Lapisan minyak di permukaan air akan mengganggu kehidupan mikroorganisme di
dalam air hal ini disebabkan oleh lapisan minyak di permukaan air akan menghalangi
proses difusi oksigen dari udara ke air, menghalangi masuknya sinar matahari sehingga
fotosintesis oleh tanaman tidak dapat berlangsung dan di dalam lapisan minyak
terdapat zat-zat yang beracun seperti benzen dan toluene.

Indikator Utama Pencemaran Air


25/01/2013 kesmas Kesehatan Lingkungan
4 Indikator Utama Terjadinya Pencemaran Air Bila kita perhatikan, kondisi air yang
tercemar akan berubah dan mempunyai beberapa ciri khusus yang membedakan
dengan air bersih. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat energi atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga
kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi
sesuai peruntukkannya (PP.No.82 tahun 2001). Beberapa literatur menuliskan ciri air
tercemar ini, diantaranya (Djajadiningrat, 1992), menyatakan bahwa badan air yang
tercemar ditandai dengan warna gelap, berbau, menimbulkan gas, mengandung bahan
organik tinggi, kadar oksigen terlarut rendah, matinya kehidupan di dalam air umumnya
ikan dan air tidak lagi dapat dipergunakan sebagai bahan baku air minum Sedangkan
menurut Wardana (1999), indicator atau tanda air telah tercemar adanya perubahan
atau tanda yang dapat diamati melalui : 2-Perubahan pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen
Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam, sedangkan air
yang mempunyai pH yang lebih besar akan bersifat basa, Air limbah dan bahan
buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke sungai akan mengubah pH air yang
pada akhirnya dapat mengganggu kehidupan organisme di dalam air.
1- Perubahan Warna, Bau dan Rasa Air Bahan buangan dan air limbah dari kegiatan
industry yang berupa bahan anorganik dan bahan organic seringkali dapat larut di
dalam air.
Apabila bahan buangan dari air limbah dapat larut dan terdegradasi maka bahan
buangan dalam air limbah dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna air. Bau
timbul akibat aktifitas mikroba dalam air merombak bahan buangan organik terutama
gugus protein, secara biodegradasi menjadi bahan mudah menguap dan berbau.
2-Perubahan Suhu Air. Air Sungai suhunya naik mengganggu kehidupan hewan air
dan organisme lainnya karena kadar oksigen yang terlarut dalam air akan turun
bersamaan dengan kenaikan suhu. Padahal setiap kehidupan memerlukan oksigen
untuk bernafas, oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara yang secara lambat
terdifusi ke dalam air, semakin tinggi kenaikan suhu air makin sedikit oksigen yang
terlarut di dalamnya.
3-Timbulnya Endapan, Koloidal dan bahan terlarut Bahan buangan industri yang
berbentuk padat kalau tidak dapat larut sempurna akan mengendap didasar sungai dan
dapat larut sebagian menjadi koloidal, endapan dan koloidal yang melayang di dalam
air akan menghalangi masuknya sinar matahari sedangkan sinar matahari sangat
diperlukan oleh mikroorganisme untuk melakukan proses fotosintesis.
4-Mikroorganisme Bahan buangan industri yang dibuang ke lingkungan perairan akan
di degradasi oleh mikroorganisme, berarti mikroorganisme akan berkembang biak tidak
menutup kemungkinan mikroorganisme pathogen juga ikut berkembang biak.
Mikroorganisme pathogen adalah penyebab timbulnya berbagai macam penyakit.

Bahan Pencemaran Air


30/07/2013 kesmas Kesehatan Lingkungan
Komponen Utama Bahan Pencemaran Air Definisi pencemaaran air antara lain
disebutkan dalam PP.No.82 tahun 2001. Pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat energi atau komponen lain ke dalam air oleh
kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya. Air yang menyimpang
dari keadaan normalnya disebut air tercemar, ukuran air bersih dan tidak tercemar tidak
hanya ditentukan oleh kemurnian air (Wardana, 1999).
Biasanya air tercemar akan berubah, baik dari segi warna, bau, dan lainnya. Sementara
bahan pencemar dan perubahan karakteristiknya dalam air atau badan air akan
dipengaruhi oleh beberapa keadaan. Perilaku pencemar dalam sistem perairan
dipengaruhi oleh keseimbangan kelarutan dimana suatu zat kimia bercampur dengan
suatu cairan membentuk sebuah sistem yang homogen (Thibodeaux, 1979). Badan air
yang tercemar ditandai dengan warna gelap, berbau, menimbulkan gas, mengandung
bahan organik tinggi, kadar oksigen terlarut rendah, matinya kehidupan di dalam air
umumnya ikan dan air tidak lagi dapat dipergunakan sebagai bahan baku air minum
(Djajadiningrat, 1992).
Air limbah berperan dalam kehidupan karena selain mengandung air juga didalamnya
terdapat zat-zat organik, yang mungkin diperlukan pada batas batas tertentu. Oleh
sebab itu ada dua peranan air limbah yaitu peranan positif apabila air limbah dengan
kualitas yang dikandung sesuai bagi peruntukkannya antara lain untuk irigasi,
perikanan, perkebunan, perindustrian, rumah tangga, rekreasi dan lain-lain.
Adapun peranan negatif bila air limbah dianggap tidak berguna bagi kehidupan dan
berpengaruh terhadap manusia dan lingkungan yaitu bila limbah cair tidak sesuai
dengan baku mutu limbah cair. Oleh karenanya mereka membuang begitu saja tanpa
mempertimbangkan segi negatif yang mungkin timbul terhadap sumber alam yang
berguna bagi kehidupan.
Maksud pembuangan air limbah yang saniter adalah untuk mengurangi pengaruh buruk
air limbah terhadap kesehatan manusia dan lingkungan (Djabu at al., 1990).
Bahan buangan air limbah yang berasal dari kegiatan industri adalah penyebab utama
terjadinya pencemaran air, komponen pencemaran air terdiri dari (Wardana, 1999).:
1. Bahan Buangan Organik
Bahan buangan organik pada umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau
terdegradasi oleh mikroorganisme, oleh karena itu bahan ini seharusnya tidak dibuang
ke lingkungan, karena akan dapat menaikkan populasi mikroorganisme di dalam air.
2. Bahan Buangan Anorganik
Bahan buangan anorganik pada umumnya berupa limbah yang tidak dapat membusuk
dan sulit didegradasi oleh mikroorganisme. Apabila bahan buangan anorganik ini masuk
ke air lingkungan maka akan terjadi peningkatan ion logam di dalam air, seperti unsur
logam Timbal (Pb),Arsen (As), Kadmium (Cd), Air Raksa (Hg), Kroom (Cr), Nikel (Ni),
Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) yang banyak digunakan oleh industry elektronik,
elektroplating dan industri kimia serta fenol, formaldehid pada industri lem dan kayu
lapis (Wardana, 1999).
3. Bahan Olahan Makanan
Air lingkungan yang mengandung bahan buangan olahan bahan makanan akan
mengandung banyak mikroorganisme, termasuk pula di dalamnya bakteri pathogen,
pembuangan limbah yang berasal dari industri pengolahan bahan makanan perlu
mendapat perhatian agar bakteri pathogen yang berbahaya bagi manusia tidak
berkembang biak di dalam lingkungan.
4. Bahan Cairan Berminyak
Lapisan minyak di permukaan air akan mengganggu kehidupan mikroorganisme di
dalam air hal ini disebabkan oleh lapisan minyak di permukaan air akan menghalangi
proses difusi oksigen dari udara ke air, menghalangi masuknya sinar matahari sehingga
fotosintesis oleh tanaman tidak dapat berlangsung dan di dalam lapisan minyak
terdapat zat-zat yang beracun seperti benzen dan toluene.

Jenis Mikroorganisme dalam Air Limbah


03/02/2014 kesmas Kesehatan Lingkungan
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Jumlah dan Jenis Mikroorganisme dalam Air
Limbah Pengolahan limbah secara biologi adalah pengolahan air limbah dengan
menggunakan mikroorganisme seperti ganggang, bakteri, protozoa, untuk menguraikan
senyawa organik dalam air limbah menjadi senyawa yang sederhana. Pengolahan
tersebut mempunyai tahapan seperti pengolahan secara aerob, anaerob dan fakultatif.
Pengolahan air limbah bertujuan untuk menghilangkan bahan organik, anorganik,
amoniak, dan posfat dengan bantuan mikroorganisme. Penggunaan saringan atau filter
telah dikenal luas guna menangani air untuk keperluan industri dan rumah tangga, cara
ini juga dapat diterapkan untuk pengolahan air limbah yaitu dengan memakai berbagai
jenis media filter seperti pasir dan antrasit.
Pada penggunaan sistem saringan anaerobik, media filter ditempatkan dalam suatu bak
atau tangki dan air limbah yang akan disaring dilalukan dari arah bawah ke atas. Bau :
Bau yang keluar dari dalam air dapat langsung berasal dari bahan buangan atau air
limbah kegiatan industri, atau dapat juga berasal dari hasil degradasi bahan buangan
oleh mikroba yang hidup di dalam air (Wardhana, 1999). Zat organik dalam limbah,
yang secara umum mewakili bagian yang mudah menguap dari seluruh benda padat
yang terdiri dari senyawa nitrogen, karbohidrat, lemak-lemak dan minyak- minyak
mineral, bentuknya tidak tetap dan membusuk dan mengeluarkan bau yang tidak sedap
(Mahida, 1993). Timbulnya bau pada air limbah secara mutlak dapat dipakai sebagai
salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air yang cukup tinggi (Wardhana,
1999).
Beberapa karakteristik fisik ini mencerminkan kualitas estetik dari air limbah (seperti
warna dan bau ), sedangkan karakteristik lain seperti pH dan temperatur dapat
memberikan dampak negatif pada badan air penerima.

Faktor faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme di dalam air
adalah : Sumber air :Jumlah dan jenis mikroorganisme di dalam air dipengaruhi oleh
sumber air seperti air laut, air hujan, air tanah dan air permukaan. Komponen nutrient
dalam air Secara alamiah air mengandung mineral-mineral yang cukup untuk
kehidupan mikroorganisme. Air buangan sering mengandung komponenkomponen
yang dibutuhkan oleh spesies mikroorganisme tertentu. Komponen beracun Bila
terdapat di dalam air akan mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang
terdapat di dalam air sebagai contoh asam-asam organik dan anorganik dapat
membunuh mikroorganisme dan kehidupan lainya dalam air. Organisme air Adanya
organism lain di dalam air dapat mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme air,
seperti protozoa dan plankton dapat membunuh bakteri. Faktor fisik Faktor fisik
seperti suhu, pH, tekanan osmotik tekanan hidrostatik, aerasi dan penetrasi sinar
matahari dapat mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat di dalam
air. Tujuan pemrosesan air limbah secara biologi adalah untuk menghilangkan bahan
organik dan anorganik yang terlarut dalam air yang sukar mengendap melalui proses
penguraian biologis, penguraian ini memerlukan oksigen pada proses aerobik dan pada
proses anaerobik berlangsung tanpa oksigen, proses biologis dapat digunakan untuk
meniadakan pospat kebanyakan sistem biologis dapat mentolerir naik turunnya suhu.
Pada pengolahan biologi air limbah, perlu dipertahankan agar mikroorganisme dapat
menunjukkan kemampuannya yang optimal seperti bakteri untuk mengambil bahan-
bahan organic dengan merancang peralatan dan sistem pengolahan yang sesuai untuk
pertumbuhan bakteri. Sebelum melakukan pengolahan perlu ditinjau bahwa pada
proses pengolahan air limbah pH harus berkisar 7 atau 6,5 9,5 karena semua proses
berlangsung pada suasana netral. Proses netralisasi pada umumnya dilakukan dengan
penambahan Ca(OH)2 kemudian dilakukan pengadukan agar reaksi antara asam dan
basa dapat berlangsung dengan baik (Djabu et al.,1 990).

Pengertian BOD, COD, TSS, pada Air Limbah


16/01/2013 kesmas Kesehatan Lingkungan
Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), and Total
Suspended Solid (TSS) sebagai Indikator Limbah Cair Air limbah adalah air yang
bercampur zat padat (dissolved dan suspended) yang berasal dari kegiatan rumah
tangga, pertanian, perdagangan dan industri. Oleh karena itu, dipastikan bahwa air
buangan atau air limbah industri bisa menjadi salah satu penyebab air tercemar jika
tidak diolah sebelum dibuang ke badan air. Komposisi air limbah sebagian besar terdiri
dari air (99,9 %) dan sisanya terdiri dari partikel-partikel padat terlarut (dissolved solid)
dan tersuspensi (suspended solid) sebesar 0,1 %. Partikel-partikel padat terdir dari zat
organik ( 70 %) dan zat anorganik ( 30 %), zat-zat organik terdiri dari protein ( 65%),
karbohidrat ( 25 %) dan lemak ( 10 %). Zat-zat organik tersebut sebagian besar
mudah terurai (biodegradable) yang merupakan sumber makanan dan media yang baik
bagi bakteri dan mikroorganisme lain. Adapun zat-zat anorganik terdiri dari grit, salts
dan metals (logam berat) yang merupakan bahan pencemar yang penting. Solids
(dissolved dan suspended) sangat cocok untuk menempel dan bersembunyinya
mikroorganisme baik yang bersifat saprophit mau pun pathogen (Djabu at al., 1990).
Terdapat beberapa parameter yang umum digunakan sebagai indikator kualitas air
limbah diantaranya adalah (Alaerts dan Santika, 1987) : BOD (Biological Oxygen
Demand) BOD merupakan parameter pengukuran jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
bekteri untuk mengurai hampir semua zat organik yang terlarut dan tersuspensi dalam
air buangan, dinyatakan dengan BOD5 hari pada suhu 20 C dalam mg/liter atau ppm.
Pemeriksaan BOD5 diperlukan untuk menentukan beban pencemaran terhadap air
buangan domestic atau industri juga untuk mendesain system pengolahan limbah
biologis bagi air tercemar. Penguraian zat organik adalah peristiwa alamiah, jika suatu
badan air tercemar oleh zat organik maka bakteri akan dapat menghabiskan oksigen
terlarut dalam air selama proses biodegradable berlangsung, sehingga dapat
mengakibatkan kematian pada biota air dan keadaan pada badan air dapat menjadi
anaerobik yang ditandai dengan timbulnya bau busuk. COD (Chemical Oxygen
Demand) COD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat
organik yang terdapat dalam limbah cair dengan memanfaatkan oksidator kalium
dikromat sebagai sumber oksigen. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air
oleh zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses biologis dan
dapat menyebabkan berkurangnya oksigen terlarut dalam air. TSS (Total Susppended
Solid) Zat yang tersuspensi biasanya terdiri dari zat organic dan anorganik yang
melayang-layang dalam air, secara fisika zat ini sebagai penyebab kekeruhan pada air.
Limbah cair yang mempunyai kandungan zat tersuspensi tinggi tidak boleh dibuang
langsung ke badan air karena disamping dapat menyebabkan pendangkalan juga dapat
menghalangi sinar matahari masuk kedalam dasar air sehingga proses fotosintesa
mikroorganisme tidak dapat berlangsung.

Persyaratan Kesling Rumah Sakit


26/12/2012 kesmas Kesehatan Lingkungan
Kepmenkes Syarat Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit Rumah Sakit sebagai institusi
pelayanan kesehatan dimana di dalamnya terdapat bangunan, peralatan, manusia
(petugas, pasien dan pengunjung) dan kegiatan pelayanan kehatan, selain dapat
menghasilkan dampak positif berupa produk pelayanan kesehatan yang baik terhadap
pasien dan memberikan keuntungan retribusi bagi pemerintah dan lembaga pelayanan
itu sendiri, rumah sakit juga dapat menimbulkan dampak negatif berupa pengaruh buruk
kepada manusia, seperti sampah dan limbah rumah sakit yang dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan, sumber penularan penyakit dan menghambat proses
penyembuhan serta pemulihan penderita.
Sampah dan limbah rumah sakit sangat layak diduga banyak mengandung bahaya atau
resiko karena dapat bersifat racun, infeksius dan juga radioaktif (Suwarso, 1996). Selain
itu, karena kegiatan atau sifat pelayanan yang diberikan, maka rumah sakit bisa
menjadi depot segala macam penyakit yang ada di masyarakat, bahkan dapat pula
sebagai sumber distribusi penyakit karena selalu dihuni, dipergunakan, dan dikunjungi
oleh orang-orang yang rentan dan lemah terhadap penyakit. Di rumah sakit pula dapat
terjadi penularan baik secara langsung (crossinfection), melalui kontaminasi benda-
benda ataupun melalui serangga sehingga dapat mengancam kesehatan (vector borne
infection) masyarakat umum (Kusnoputranto, 1993) .Untuk mengantisipasi dampak
negatif yang tidak diinginkan dari institusi pelayanan kesehatan ini, maka dirumuskan
konsep sanitasi lingkungan yang bertujuan untuk mengendalikan faktor-faktor yang
dapat membahayakan bagi kesehatan manusia tersebut. Menurut WHO, sanitasi
lingkungan (environmental sanitation) adalah upaya pengendalian semua faktor
lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal
yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia.
Dalam lingkup rumah sakit, sanitasi berarti upaya pengawasan berbagai faktor
lingkungan fisik, kimiawi dan biologik di rumah sakit yang menimbulkan atau mungkin
dapat mengakibatkan pengaruh buruk terhadap kesehatan petugas, penderita,
pengunjung maupun bagi masyarakat di sekitar rumah sakit. (Musadad, 1993).
Dari pengertian di atas maka sanitasi rumah sakit
merupakan upaya dan bagian yang tidak terpisahkan
dari sistem pelayanan kesehatan di rumah sakit dalam
memberikan layanan dan asuhan pasien yang sebaik-
baiknya. Karena tujuan dari sanitasi rumah sakit
tersebut adalah menciptakan kondisi lingkungan
rumah sakit agar tetap bersih, nyaman, dan dapat
mencegah terjadinya infeksi silang serta tidak
mencemari lingkungan.
Keberadaan rumah sakit sebagai tempat
berkumpulnya orang sakit atau orang sehat yang
dapat menjadi sumber penularan penyakit dan
pencemaran lingkungan (gangguan kesehatan), maka
untuk mengatasi kemungkinan dampak negatif yang
ditimbulkan dari institusi pelayanan kesehatan,
khususnya rumah sakit ditetapkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/Menkes/
SK/X/2004 menetapkan persyaratan- persyaratan
kesehatan lingkungan rumah sakit.
Persyaratan yang harus dipenuhi instansi pelayanan
kesehatan, khususnya sanitasi lingkungan rumah sakit
antara lain mencakup: (1)Penyehatan Ruang Bangunan
dan Halaman Rumah Sakit,(2) Persyaratan Hygiene
dan Sanitasi Makanan Minuman, (3) PenyehatanAir, (4)
Pengelolaan Limbah, (5) Pengelolaan tempat
Pencucian (Laundry), (6) Pengendalian Serangga, Tikus
dan Binatang Pengganggu Lainnya, (7) Dekontaminasi
melalui Disinfeksi dan Sterilisasi, (8) Persyaratan
Pengamanan Radiasi,(9) Upaya Promosi Kesehatan dari
Aspek Kesehatan lingkungan.

Dampak Limbah Cair Pada Kesehatan


03/01/2014 kesmas Kesehatan Lingkungan
Pengertian dan Sifat Fisik, Kimia, dan Biologis
Limbah Cair
Penurunan kualitas lingkungan hidup, salah satunya
disebabkan pencemaran yang telah melebihi ambang
batas. Sumber pencemar yang cukupbesar saat ini
umumnya dihasilkan oleh air limbah aktifitas rumah
tangga,meskipun juga tidak mengesampingkan air
limbah industri yang semakin harisemakin dirasakan
peningkatan pencemarannya di dalam badan air.
Air limbah industri mengandung bahan pencemar
yang dapat berupa bahanpencemaran umum dan
bahan beracun. Bahan pencemaran umum adalah
bahan-bahan yang secara tidak langsung
membahayakan kesehatan manusia, yaitu
bahanorganik, lumpur, minyak, asam dan alkali,
garam nutrien (garam N dan P), warna,bau, panas, dan
bahan anorganik. Air limbah yang mengandung bahan
bahan pencemar tersebut apabila tingkat
konsentrasinya cukup tinggi akan
mengganggupengguna air, membuat kehidupan
manusia pengguna air menjadi tidak nyaman,atau
merusak ekosistem (Agustina. 2006).
Apabila air limbah yang mengandung bahan
pencemar tersebut langsungdialirkan ke lingkungan
(seoerti sungai atau badan air lainnya), akan
mengakibatkan terjadinya pencemaran padabadan air
tersebut. Pemerintah telah menetapkan baku mutu
efluen dan baku mutubeberapa badan air sesuai
dengan peruntukannya. Baku mutu menetapkan
kualitasdan debit maksimal yang harus dipenuhi.
Kualitas effluent dalam baku mutu ditetapkan dengan
memberikan batasan kadar maksimalbeberapa
parameter bahan pencemar yang terdapat dalam
effluent suatu jenisindustri. Pengelolaan air limbah
ditujukan agar effluent dapat memenuhi bakumutu
yang dipersyaratkan. Baku mutu air limbah juga
menetapkan debit maksimaleffluent, sehingga
pengambilan air juga akan terkendali dan dapat
menjagaketersediaan sumber air baik air permukaan
maupun air tanah dalam. Akan tetapikarena
kurangnya pengawasan dan tingkat kesadaran dari
pelaku usaha, seringterjadi penyumbatan muka air
tanah dangkal sehingga kekurangan air bersih
dibeberapa tempat yang merupakan area industri dan
padat penduduk.
Berdasarkan hal tersebut maka keberadaan air limbah
mutlak dikelola agar tidak melampaui ambang batas
toleransi lingkungan. Salah satu dasar hukum yang
mengatur pengelolaan ini terkait dengan IPAL.
Instalasi ini sangat penting, sesuai Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun
2001dinyatakan bahwa Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) sangat diperlukandalam upaya
menurunkan kadar parameter pencemar dalam
limbah, agardiperoleh limbah cair dengan kualitas
baik dan memenuhi baku mutu yangdipersyaratkan.
Penerapan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
pada industri merupakan salah satu penanganan
limbah cair yang harus dilakukan oleh
kegiatanIndustri, mengingat limbah ini lazimnya
dibuang ke perairan umum, sedangkan disisi lain
perairan umum dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan masyarakatsekitar.
Air limbah, sesuai dengan sumber asalnya,
mempunyai komposisiyang sangat bervariasi pada
setiap tempat dan saat. Akan tetapi secara garis besar
zat zat yang terdapat didalam air limbah secara
detail (kandungan dan sifat-sifatnya), mempunyai sifat
yang dibedakan menjadi tiga bagian besar antara lain
sifat fisik,kimia dan bologis. Cara pengukuran yang
dilakukan untuk mengetahui sifat
tersebutdilaksanakan secara berbeda beda sesuai
dengan keadaannya. Analisa jumlah dan satuan
biasanya diterapkan untuk penelaahan bahan
kimia,sedangkan analisa dengan menggunakan
penggolongan banyak diterapkanapabila menganalisa
kandungan biologisnya (Sugiharto, 1987).
1. Sifat fisik air limbah, bahwa derajat kekotoran air
limbah sangat dipengaruhi oleh sifat fisik yang
mudah terlihat seperti kandungan zat padat
sebagai efek estetika, kejernihan,bau, warna dan
temperatur.
2. Sifat kimia air limbah, bahwa kandungan bahan
kimia yang ada di dalam air limbah dapat
berpengaruh negatif pada lingkungan melalui
berbagai cara. Bahan organik terlarut dapat
menghabiskan oksigen dalam limbah serta akan
menimbulkanbau dan rasa yang tidak sedap pada
penyediaan air bersih. Serta dapat berakibat vatal
jika mengandung bahan beracun seperti unsur-
unsur logam berat.
3. Sifat biologis air limbah. Pada dasarnya
pemeriksaan biologis di dalam air limbah
dimaksudkan untukmengidentifikasi apakah ada
bakteri-bakteri patogen berada didalam air
limbah. Sifat biologis ini diperlukan untuk
mengukur kualitas airterutama bagi air yang
dipergunakan sebagai air minum serta
untukkeperluan lainnya. Selain itu juga untuk
menaksir tingkat kekotoranair limbah sebelum
dibuang ke badan air.
Dasar Hukum Pelaksanaan AMDAL
10/01/2013 kesmas Kesehatan Lingkungan
Dasar Hukum yang Digunakan dalam Penyusunan
Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL)
Beberapa peraturan yang berhubungan dengan
penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL).
Dasar Hukum Umum
1. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 Tentang
Kesehatan
2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang
lalu Lintas dan Angkutan Jalan
3. PP No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan
4. KepMen LH No. 12/MENLH/3/ 1994 tentang
Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
5. KepMen LH No. 13/MENLH/3/ 1994 tentang
Pedoman Susunan Keanggotaan dan Tata Kerja
Komisi AMDAL
6. KepMen LH No. 14/MENLH/3/ 1994 tentang
Pedoman Umum Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Upaya Pemantauan
7. KepMen LH No. 15/MENLH/3/ 1994 tentang
Pembentukan Komisi AMDAL Terpadu
8. KepMen LH No. 42/MENLH/1 1/ 1994 tentang
Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan
9. KepMen LH No. 54/MENLH/1 1/ 1995 tentang
Pembentukan Komisi AMDAL Terpadu/ Multisektor
dan Regional
10. KepMen LH No. 55/MENLH/1 1/ 1995 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Regional
11. KepMen LH No. 57/MENLH/12/ 1995 tentang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Usaha atau
Kegiatan Terpadu/Multisektor
12. KepMen LH No. 02/MENLH/1/ 1998 tentang
Penetapan Pedoman Baku Mutu Lingkungan
13. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 86 Tahun 2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
DASAR HUKUM AMDAL
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 tentang
Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan
Hidup
3. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor. 17 Tahun 2012 tentang Pedoman
Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis
Dampak Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan.
4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012 Tentang
Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang
Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup
5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 03 Tahun 2010 Tentang Baku Mutu Air
Limbah Bagi Kawasan Industri
6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Dokumen
Lingkungan Hidup Bagi Usaha Dan/Atau Kegiatan
Yang Telah Memiliki Izin Usaha Dan/Atau Kegiatan
Tetapi Belum memiliki dokumen lingkungan hidup
7. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2009
tentang Kawasan Industri
8. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor Tahun 2007 Tentang Dokumen Pengelolaan
Dan Pemantauan Lingkungan Hidup Bagi Usaha
Dan/Atau Kegiatan Yang Tidak Memillki Dokumen
Pengelolaan Lingkungan Hidup
9. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999
tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau
Perusakan Laut
10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999
tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air
11. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air
12. KepMen LH No. 30/MENLH/1 0/ 1999 tentang
Panduan Penyusunan Dokumen Pengelolaan
Lingkungan
13. KepMen LH No. 42/MENLH/1999 tentang Pedoman
Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan
14. KepMen LH No. 2 Tahun 2000 tentang Pedoman
PenilaianDokumen AMDAL
15. KepMen LH No. 4 Tahun 2000 tentang Panduan
Penyusunan AMDAL Kegiatan Pembangunan
Permukiman Terpadu
16. KepMen LH No. 5 Tahun 2000 tentang Panduan
Penyusunan AMDAL Kegiatan Pembangunan di
Daerah Lahan Basah
17. KepMen LH No. 40 Tahun 2000 tentang Pedoman
Tata KerjaKomisi Penilai AMDAL
18. KepMen LH No. 41 Tahun 2000 tentang Pedoman
Pembentukan Komisi Penilai AMDAL Kabupaten/
Kota
19. KepMen LH No. 42 Tahun 2000 tentang Susunan
Keanggotaan Komisi Penilai Tim Teknis Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
20. KepMen LH No. 17 Tahun 2001 tentang Jenis
Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib
Dilengkapi Dengan AMDAL
21. KepMen LH No. 86 Tahun 2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
22. KepMen LH No. 30 Tahun 2001 tentang Pedoman
Pelaksanaan Audit Lingkungan Hidup Yang
diwajibkan
23. KepMen LH No. 45 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan
24. Laporan Pelaksanaan Rencana Pengelolaan
Lingkungan Hidup ( RKL) dan Rencana Pemantauan
Lingkungan Hidup (RPL)
DASAR HUKUM PENGENDALIAN PENCEMARAN
UDARA
1. PP. No, 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara
2. Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Pengesahan Vienna Convention for The Ozone
3. Layer dan Montreal Protocol on Substances that
Deplete The Ozone Layer as Adjusted and
Amanded by The Second Meeting of The Parties
London, 29-27 June 1990
4. KepMen LH No. Kep-35/MenLH/10/ 1993 tentang
Amabng Batas Emisi Gas Buang Kendaraan
Bermotor.
5. UU No, 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United
Nations Framework Convention on Climate Change
(Konvensi Kerangka Kerja PBB Mengenai
Perubahan Iklim).
6. KepMen LH No. 13/MENLH/ 3/1995 tentang Baku
Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak..
7. KepMen LH No. Kep-15/MENLH/4/ 1996 tentang
tentang Program Langit Biru.
8. KepMen LH No. Kep-16/MENnLH/4/ 1996 tentang
Penetapan Prioritas P{ropinsi Dati I Program Langit
Biru.
9. KepMen LH No. Kep-14/MENLH/11/ 1996 tentang
Baku Tingkat Kebisingan.
10. KepMen LH No 49/MENLH/ 11/1996 Baku Tingkat
Getaran.
11. KepMen LH No 50/MENLH/ 11/1996 Baku Tingkat
Kebauan..
12. KepMen LH No 45/MENLH/ 11/1997 tentang Indeks
Standar Pencemar Udara.
13. KepMen LH No. 129 Tahun 2003 tentang Baku
Mutu Emisi Usaha dan atau Kegiatan Minyak dan
Gas Bumi.
14. KepMen LH No. 141 Tahun 2003 tentang Ambang
Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe
Baru dan Kendaraan Bermotor Yang Sedang
Diproduksi.
15. Kep.Kepala BAPEDAL No Kep.-205/ BAPEDAL/07/1
996 tentang Pedoman Tehnik Pencemaran Udara
Sumber Tidak Bergerak
DASAR HUKUM PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR
1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 92/MENKES/PER/IV/2010
TentangPersyaratan Kualitas Air Minum
2. PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas
Air , Pengendalian Pencemaran AIr
3. KepMen LH No. Kep-35/MenLH/7/ 1995 tentang
Program Kali Bersih (PROKASI H)
4. KepMen LH No. Kep-35A/ MenLH /7/ 1995 tentang
Program Penilaian Kinerja Perusahaan/ Kegiatan
Usaha Dalam Pengendalian Pencemaran di
Lingkup Kegiatan PROKASIH (Proper Prokasih)
5. KepMen LH No. 51/MenLH/10/ 1995 tentang Baku
Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri
6. KepMen LH No. 52/MENLH/10/ 1995 tentang Baku
Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hoteli
7. KepMen LH No. 58/MENLH/10/ 1995 tentang Baku
Mutu LimbahCair Bagi Kegiatan Rumah Sakit
8. KepMen LH No. 42/MENLH/10/1996 tentang Baku
Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas
Serta Panas Bumi
9. KepMen LH No. 09/MENLH/4/ 1997 tentang
Perubahan KepMen LH No. 42 Tahun 1996 tentang
Baku Mutu Limbah Cair BagiKegiatan Minyak dan
Gas Serta Panas Bumi
10. KepMen LH No. 03/MENLH/1/1998 tentang Baku
Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri
11. KepMen LH No. 28 Tahun 2003 tentang Pedoman
Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah dan
Industri Minyak Sawit Pada Tanah di Perkebunan
Kelapa Sawit
12. KepMen LH No. 29 Tahun 2003 tentang Pedoman
Syarat dan Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air
13. Limbah dan Industri Minyak Sawit Pada Tanah di
PerkebunanKelapa Sawit
14. KepMen LH No. 37 Tahun 2003 tentang Metode
Analisis Kualitas Air Permukaan dan Pengambilan
Contoh Air Permukaan
15. KepMen LH No. 110 Tahun 2003 tentang Pedoman
Penetapan Daya Tampung BebanPencemaran Air
Pada Sum ber Air
16. KepMen LH No. 111 Tahun 2003 tentang Pedoman
Mengenai Syarat dan Tata Cara PerizinanSerta
Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air
atau Sumber Air
17. KepMen LH No. 112 Tahun 2003 tentang Baku
Mutu Air Limbah Domestik
18. KepMen LH No. 113 Tahun 2003 tentang Baku
Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan atau Kegiatan
Pertambangan Batu Bara
19. KepMen LH No. 114 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pengkajian tentang Pedoman Pengkajian Untuk
Menetapkan Kelas Air
20. KepMen LH No. 115 Tahun 2003 tentang Pedoman
Penentuan Status Mutu Air
21. KepMen LH No. 142 Tahun 2003 tentang
Perubahan KepMen LH No. 111 Tahun 2003
tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara
Perizinan Serta Pedoman Kajian Pembuangan Air
Limbah ke Air atau Sumber Air
22. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air
DASAR NUKUM KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM
DAN LINGKUNGAN HIDUP
1. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sunber
Daya Alamdan Lingkungan Hidup.
2. Instruksi Mendagri No. 34/1990 tentang
Pengelolaan Kawasan Lindung Daerah
3. UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan,
Ikan dan Tumbuhan.
4. UU No. 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United
Nations Conservation on Biological Diversity
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
MengenaiKeanekaragan Hayati)
5. Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1987 tentang
Pengesahan Amandemen 1979 atas Conservation
on International Trade in Endangered Species of
Wild Fauna an Flora 1973.
6. UU No. 21 Tahun 2004 tentang Keamanan Hayati
Atas Konvensi Tentang Keanekaragaman Hayati.
DASAR HUKUM PENGELOLAAN LIMBAH B3
1. PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun
2. PP No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan PP No.
18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
3. PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun
4. Kep. Dirjen Batan No. 119/DJ/III/1992 tentang
Pedoman Teknis Penyusunan AMDAL Untuk
5. Kegiatan Nuklir di Bidang Nuklir Non Reaktor
6. Kep. Dirjen Batan No. 294/DJ/IX/1992 tentang Nilai
Batas Radioaktif di Lingkungan
7. Kep. Dirjen Batan No. 445/DJ/XII/ 1992 tentang
Pedoman Teknis Penyusunan AMDAL Untuk
Pembangunan Pusat Listrik Tenaga Nuklir
8. Keppres No. 61 Tahun 1993 tentang Pengesahan
Basel Convention of The Control of Transboundary
Movements of Hazardous Wastes and Their
Disposal. Dirjen Batan No. 294/DJ/IX/ 1992 tentang
Nilai Batas Radioaktif di Lingkungan
9. KepMen LH No. 128 Tahun 2003 tentang Tata Cara
dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah
Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi Oleh
Minyak
DASAR HUKUM PENGENDALIAN PENCEMARAN/
KERUSAKAN LAUT
1. PP. No, 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran dan/atau Perusakan Laut.
2. Keppres No. 103 Tahun 1963 tentang Lingkungan
Maritim.
3. Keppres No. 46 Tahun 1986 tentang Pengesahan
International Convention for The Prevention of
4. Pollution from Ship 1973, and The Protocol of 1978
Relating in The Filuship 1993.
5. Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung
6. Keppres No. 65 Tahun 1990 tentang Pengesahan
International for The Safety of Life at The Sea 1974.
7. Keppres No. 55 Tahun 1993 tentang Tata Cara
Pembebasan Lahan.
8. KepMen LH No. 45/MENLH/ 11/1996 tentang
Program Pantai Lestari.
9. KepMen LH No. 45/MENLH/ 11/1996 tentang
Pembentukan Tim Pengarah dan Tim Teknis
Program Pantai Lestari.
10. KepMen LH No. 47/MENLH/ 11/1996 tentang
Penetapan Prioritas Propinsi Dati I Program Pantai
Lestari.
11. KepMen LH No. 4/MENLH/11/2001 tentang
Kerusakan Terumbu Karang.
12. KepMen LH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu
Air Laut.
13. KepMen LH No. 179 tentang Ralat Atas KepMen LH
No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.
DASAR HUKUM PENGENDALIAN KERUSAKAN LAHAN
1. KepMen LH No. 43/ MENLH/10/1996 tentang
Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau
Kegiatan Penambanagn Bahan Galian Golongan C
Jenis Lepas di Daratan..
2. PP No. 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian
Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa
3. PP No. 4 Tahun 2003 tentangPengendalian
Kerusakan dan atau Pencemaran Lingkungan
Hidup Yang Berkaitan Dengan Kebakaran Hutan
dan atau Lainnya.
DASAR HUKUM KELEMBAGAAN
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
2. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi,
dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik
Indonesia, sebagaimana telah diubah beberapa
kali terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 94
Tahun 2006;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 07 tahun 2010 Tentang
Sertifikasi kompetensi penyusun dokumen analisis
mengenai Dampak lingkungan hidup dan
persyaratan lembaga pelatihan Kompetensi
penyusun dokumen analisis mengenai dampak
Lingkungan hidup
4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 06 tahun 2006 tentang Pedoman Umum
Standardisasi Kompetensi Personil dan Lembaga
Jasa Lingkungan
5. Keputusan Presiden No. 10 Tahun 2000 tentang
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.
6. PP No. 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedian
Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Hidup di Luar Pengadilan
7. KepMen LH No. 07/ MENLH/2001 tentang Pejabat
Pengawasan Lingkungan Hidup dan Pejabat
Pengawas Lingkungan Hidup Daerah
8. Keputusan Bersama Meneg LH dan Kepala Badan
Kepegawaian Negara No. 08 & 22 Tahun 2002
tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional
Pengendali Dampak Lingkungan Hidup dan Angka
Kreditnya
9. KepMen LH No. 56 Tahun 2002 tentang Pedoman
Umum Pengawasan Penaatan Lingkungan Hidup
Bagi Pejabat Pengawas.
10. KepMen LH No. 58Tahun 2002 tentang Tata Kerja
Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup di
PropinsiKabupaten/Kota.
11. Kep. MENPAN Nomor : 47/KEP/M.PAN//8/2002
tentang Jabatan Fungsional Pengendalian Dampak
Lingkungan Hidup dan Angka Kreditnya.
12. Keputusan Bersama Men PAN dan Mendagri
Nomor : 01 /SKB/M.PAN/4/2003 dan Nomor 17
Tahun 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2003 tentang
Pedoman Organisasi Perangkat Daerah dan
Peraturan Pemerintah.
13. Keputusan Presiden No. 100 Tahun 2004 tentang
TunjanganJabatan Fungsuional Pengendali
Dampak Lingkungan.
14. KepMen LH No. 145 Tahun 2004 tentang Petunjuk
Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengendali
Dampak Lingkungan dan Angka Kreditnya.
15. KepMen LH No. 146 Tahun 2004 tentang Pedoman
Kualifikasi Pendidikan Untuk Jabatan Fungsional
Pengendali Dampak Lingkungan.
16. KepMen LH No. 147 Tahun 2004 tentang Kode Etik
Profesi Pengendali Dampak Lingkungan.
17. KepMen LH No. 197 Tahun 2004 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Di
Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
18. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
19. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional.
20. UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
21. PP No. 54 Tahun 2000 tentan Lembaga Penyedia
Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Hidup di Luar Pengadilan.
22. KepMen LH No. 37/MENLH/7/ 1995 tentang
Pedoman Pelaksanaan Kebersihan Kota dan
Pemberian Penghargaan Adipura.
23. KepMen LH No. 14/MENLH/3/ 1995 tentang
Pembentukan Tim Pengarah dan Tim Penilaian
Kebersihan Kota Dalam Rangka Pemberian
Penghargaan Adipura.
24. KepMen LH No. 19 Tahun 2004 tentang Pedoman
Pengelolaan Pengaduan Kasus Pencemaran dan
atau Perusakan Lingkungan

Dampak Limbah Medis


12/07/2013 kesmas Kesehatan Lingkungan
Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan
dan Kesehatan
Limbah yang dihasilkan oleh kegiatan sarana
pelayanan kesehatan, khususnya rumah sakit, bila
tidak ditangani dengan benar akan dapat mencemari
lingkungan. Berbagai upaya penting dilakukan,
sehingga pengelolaan limbah rumah sakit dapat
dilakukan optimal, sehingga masyarakat dapat
terlindungi dari bahaya pencemaran lingkungan dan
penyakit menular yang bersumber dari limbah rumah
sakit.
Karakteristik utama limbah rumah sakit adalah adanya
limbah medis (karena selain limbah medis, rumah
sakit juga menghasilkan limbah domestik, bahkan
limbah radio aktif). Limbah non-medis adalah limbah
yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar
medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman,
dan halaman dan lainnya. Limbah medis adalah
limbah yang berasal dari kegiatan pelayanan medis.
Berbagai jenis limbah medis yang dihasilkan dari
rumah sakit dan unit pelayanan medis lainnya dapat
membahayakan dan menimbulkan gangguan
kesehatan terutama pada saat pengumpulan,
penampungan, penanganan, pengangkutan dan
pembuangan serta pemusnahan.
Menurut WHO, beberapa jenis limbah rumah sakit
dapat membawa risiko yang lebih besar terhadap
kesehatan, yaitu limbah infeksius (15% s/d 25%) dari
jumlah limbah rumah sakit. Diantara limbahlimbah
ini adalah limbah benda tajam (1%), limbah bagian
tubuh (1%), limbah obat-obatan dan kimiawi (3%),
limbah radioaktif dan racun atau termometer rusak (<
1%).
Pada dasarnya limbah rumah sakit adalah semua
limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan
kegiatan penunjang lainnya. Limbah rumah sakit
dapat berbentuk padat, cair, dan gas yang dihasilkan
dari kegiatan diagnosis pasien, pencegahan penyakit,
perawatan, penelitian, imunisasi terhadap manusia
dan laboratorium yang mana dapat dibedakan antara
limbah medis maupun non medis yang merupakan
sumber bahaya bagi kesehatan manusia maupun
penyebaran penyakit di lingkungan masyarakat
Limbah rumah sakit adalah semua limbah yang
dihasilkan dari kegiatan rumah sakit yang terdiri dari
limbah medis dan non-medis Limbah medis adalah
limbah yang terdiri dari limbah infeksius, limbah
patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah
sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah
kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan
logam berat yang tinggi.
Beberapa pengaruh yang ditimbulkan oleh
keberadaan limbah rumah sakit, khususnya terhadap
penurunan kualitas lingkungan dan terhadap
kesehatan antara lain, terhadap gangguan
kenyamanan dan estetika, terutama disebabkan
karena warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau
phenol, bau feses, urin dan muntahan yang tidak
ditempatkan dengan baik dan rasa dari bahan kimia
organik. Penampilan rumah sakit dapat memberikan
efek psikologis bagi pemakai jasa, karena adanya
kesan kurang baik akibat limbah yang tidak ditangani
dengan baik.
Limbah Medis
Limbah medis rumah sakit juga dapat menyebabkan
kerusakan harta benda. Dapat disebabkan oleh garam-
garam terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur
dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar
rumah sakit. Selain itu limbah rumah sakit
menyebabkan gangguan atau kerusakan tanaman dan
binatang. Hal ini terutama karena senyawa nitrat
(asam, basa dan garam kuat), bahan kimia,
desinfektan, logam nutrient tertentu dan fosfor.
Terhadap gangguan kesehatan manusia, limbah medis
rumah sakit terutama karena berbagai jenis bakteri,
virus, senyawa-senyawa kimia, desinfektan, serta
logam seperti Hg, Pb, Chrom dan Cd yang berasal dari
bagian kedokteran gigi. Gangguan kesehatan dapat
dikelompokkan menjadi gangguan langsung adalah
efek yang disebabkan karena kontak langsung dengan
limbah tersebut, misalnya limbah klinis beracun,
limbah yang dapat melukai tubuh dan limbah yang
mengandung kuman pathogen sehingga dapat
menimbulkan penyakit dan gangguan tidak langsung
dapat dirasakan oleh masyarakat, baik yang tinggal di
sekitar rumah sakit maupun masyarakat yang sering
melewati sumber limbah medis diakibatkan oleh
proses pembusukan, pembakaran dan pembuangan
limbah tersebut.
Limbah medis rumah sakit juga dapat menyebabkan
gangguan genetik dan reproduksi. Meskipun
mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui
secara pasti, namun beberapa senyawa dapat
menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan
system reproduksi manusia, misalnya pestisida (untuk
pemberantasan lalat, nyamuk, kecoa, tikus dan
serangga atau binatang pengganggu lain) dan bahan
radioaktif.
Limbah medis rumah sakit juga dapat menyebabkan
infeksi silang. Limbah medis dapat menjadi wahana
penyebaran mikroorganisme pembawa penyakit
melalui proses infeksi silang baik dari pasien ke
pasien, dari pasien ke petugas atau dari petugas ke
pasien. Pada lingkungan, adanya kemungkinan
terlepasnya limbah ke lapisan air tanah, air
permukaan dan adanya pencemaran udara,
menyebabkan pencemaran lingkungan karena limbah
rumah sakit.
Secara ekonomis, dari beberapa kerugian di atas pada
akhirnya menuju kerugian ekonomis, baik terhadap
pembiayaan operasional dan pemeliharaan, adanya
penurunan cakupan pasien dan juga kebutuhan biaya
kompensasi pencemaran lingkungan. Orang yang
kesehatannya terganggu karena pencemaran l
ingkungan apalagi sampai cacat atau meninggal,
memerlukan biaya pengobatan dan petugas kesehatan
yang berarti beban sosial ekonomi penderitanya,
keluarganya dan masyarakat.

Dasar Hukum Baku Mutu Lingkungan


23/07/2013 kesmas Kesehatan Lingkungan
Baku Mutu Lingkungan dan Dasar Hukumnya
Baku mutu lingkungan menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,
energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/
atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya
dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur
lingkungan hidup.
Baku mutu lingkungan ini berfungsi untuk
menentukan terjadinya pencemaran lingkungan
hidup. Sedangkan Baku mutu lingkungan hidup
meliputi baku mutu air; baku mutu air limbah; baku
mutu air laut; baku mutu udara ambien; baku mutu
emisi; baku mutu gangguan; dan baku mutu lain
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Secara prinsip setiap orang diperbolehkan untuk
membuang limbah ke media lingkungan hidup, sal
dapat memnuhi beberapa persyaratan, antra lain
memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan
mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/
walikota sesuai dengan kewenangannya.
Fungsi Baku Mutu Lingkungan adalah untuk
mengatakan atau menilai bahwa lingkungan telah
rusak atau tercemar dan untuk mengetahui telah
terjadi perusakan atau pencemaran lingkungan
digunakan. nilai ambang batas merupakan batas-batas
daya dukung, daya tenggang dan daya toleransi atau
kemampuan lingkungan. Nilai ambang batas tertinggi
dan terendah dari kandungan zat-zat, mahluk hidup
atau komponen-komponen lain dalam setiap interaksi
yang berkenaan dengan lingkungan khususnya yang
mempengaruhi mutu lingkungan. Dapat dikatakan
lingkungan tercemar apabila kondisi lingkungan telah
melewati ambang batas (batas maksimum dan batas
minimum) yang telah ditetapkan berdasarkan baku
mutu lingkungan. telah menetapkan baku mutu air
pada sumber air, baku mutu limbah cair, baku mutu
udara ambien, baku mutu udara emisi dan baku mutu
air laut. (Bapedal, 2001).
Menurut undang-undang tentang pengelolahan
lingkungan hidup No. 23/1997, limbah adalah sisa
suatu usaha dan/atau kegiatan. Sedangkan, limbah
bahan berbahaya dan beracun adalah sisa suatu
usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan
berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/
atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia, serta makhluk hidup
lain.
Limbah cair adalah semua bahan buangan yang
berbentuk cair yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme pathogen, bahan kimia beracun, dan
radioaktivitas. Baku mutu limbah cair rumah sakit
adalah batas maksimal limbah cair yang
diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari suatu
kegiatan rumah sakit.
Menurut Nomor PP No. 18/1999 Jo. PP No.85/1 999,
bahwa limbah medis termasuk limbah B3 definisi
limbah B3 menurut PP No.18/1 999 Jo. PP No.85/1999
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
disingkat B3 adalah sisa atau suatu usaha dan / atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/
atau beracun yang karena sifat dan/atau
persentasinya dan/atau jumlah, baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau
merusak lingkungan hidup dan/atau membahayakan
lingkungan hidup kesehatan.

Masalah Limbah Medis dan Limbah B3


16/08/2013 kesmas Public Health
Definisi, Karakteristik, dan Masalah Limbah Medis
dan Limbah B3
Berdasarkan kajian WHO (1999), rata-rata produksi
limbah rumah sakit di negara-negara berkembang
sekitar 1-3 kg/TT.hari, sementara di negara-negara
maju (Eropa, Amerika) mencapai 5-8 kg/TT.hari.
Sedangkan berdasarkan kajian dan perkiraan Depkes
RI timbulan limbah medis dalam satu tahun berkisar
8.132 ton dari 1.686 RS seluruh Indonesia. Pada tahun
2003, timbulan limbah medis dari Rumah Sakit sekitar
0,14 kg/TT.hari. Komposisi limbah medis ini antara lain
terdiri dari: 80% limbah non infeksius, 15% limbah
patologi & infeksius, 1% limbah benda tajam, 3%
limbah kimia & farmasi, >1% tabung & termometer
pecah (Ditjen PP & PL, 2011).
Sementara berdasarkan kajian Depkes RI dan WHO,
pada tahun 2009 di 6 Rumah sakit di Kota Medan,
Bandung dan Makasar, menunjukkan bahwa 65%
Rumah Sakit telah melakukan pemilahan antara
limbah medis dan limbah domestik (kantong plastik
kuning dan hitam), tetapi masih sering terjadi salah
tempat dan sebesar 65% RS memiliki insinerator
dengan suhu pembakaran antara 530 800 C, akan
tetapi hanya 75% yang berfungsi. Pengelolaan abu
belum dilakukan dengan baik. Selain itu belum ada
informasi akurat timbulan limbah medis karena 98%
RS belum melakukan pencatatan (Ditjen PP & PL, 2011)
.
Pengertian Limbah Medis dan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3)
Pengertian limbah medis menurut EPA/U.S
Environmental Protection Agency (2011), adalah semua
bahan buangan yang dihasilkan dari fasilitas
pelayanan kesehatan, seperti rumah sakit, klinik, bank
darah, praktek dokter gigi, dan rumah sakit/klinik
hewan, serta fasilitas penelitian medis dan
laboratorium. Sementara Depkes RI (2002)
memberikan pengertian limbah medis sebagai limbah
yang berasal dari perawatan gigi, veterinary, farmasi
atau sejenis, serta limbah rumah sakit pada saat
dilakukan perawatan/ pengobatan atau penelitian.
Pengertian limbah medis sesuai Peraturan Pemerintah
Nomor 18 jo 85 Tahun 1999, limbah medis termasuk
kedalam kategori limbah berbahaya dan beracun
dengan kode limbah D227. Sedangkan limbah bahan
berbahaya dan beracun (B3) merupakan sisa suatu
usaha dan atau kegiatan yang mengandung B3 yang
karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat mencemarkan dan atau merusak
lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya. Sedangkan
menurut PP No. 74 Tahun 2001, B3 adalah bahan yang
karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak
lingkungan hidup, dan atau membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta makhluk hidup lainnya.
Menurut PP No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. , karakteristik
limbah berbahaya dan beracun (B3) antara lain:
1. Mudah meledak (Explosive) adalah limbah yang
melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas
dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan
cepat dapat merusak lingkungan.
2. Mudah terbakar (Ignitable dan Flamable) adalah
limbah yang bila berdekatan dengan api, percikan
api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah
menyala atau terbakar dan bila telah menyala
akan terus terbakar hebat dalam waktu lama.
3. Bersifat reaktif adalah limbah yang menyebabkan
kebakaran karena melepaskan atau menerima
oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak
stabil dalam suhu tinggi.
4. Beracun (Toxic) adalah limbah yang mengandung
racun yang berbahaya bagi manusia dan
lingkungan. Limbah B3 dapat menimbulkan
kematian atau sakit bila masuk ke dalam tubuh
melalui pernapasan, kulit atau mulut. Penentuan
sifat racun untuk identifikasi limbah ini dengan
menggunakan bahan baku konsentrasi TCLP
(Toxicity Characteristic Leaching Prosedure).
5. Menyebabkan infeksi (Infectious) adalah limbah
laboratorium yang terinfeksi penyakit atau limbah
yang mengandung kuman penyakit, seperti bagian
tubuh manusia yang diamputasi dan cairan tubuh
manusia yang terkena infeksi.
6. Bersifat Korosif
7. Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit
8. Mempunyai pH 2 untuk limbah bersifat asam
dan 12,5 untuk limbah yang bersifat basa.

Dasar Hukum Pengelolaan Limbah


03/08/2013 kesmas Kesehatan Lingkungan
Undang-Undang dan Peraturan terkait Pengelolaan
Sampah dan Limbah
Beberapa peraturan dan undang-undang di Indonesia
yang terkait dengan pengelolaan limbah antara lain :
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan pada Pasal 163 tentang Kesehatan
Lingkungan : Upaya kesehatan lingkungan ditujukan
untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat,
baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32
Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Pasal 69 : Setiap orang dilarang:
melakukan perbuatan yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan
perundangundangan ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media
lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
membuang limbah ke media lingkungan hidup;
membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan
hidup;
melepaskan produk rekayasa genetik ke media
lingkungan hidup yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;
melakukan pembukaan lahan dengan cara
membakar;
menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat
kompetensi penyusun amdal; dan/ atau
memberikan informasi palsu, menyesatkan,
menghilangkan informasi,
merusak informasi, atau memberikan keterangan
yang tidak benar.
Pada asal 88 : Setiap orang yang tindakannya,
usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3,
menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/
atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap
lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas
kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur
kesalahan. Sedangkan pada Pasal 58 : Setiap orang
yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut,
mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan,
membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib
melakukan pengelolaan B3.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah, pasal 22 tentang Pengelolaan,
Penanganan Sampah:
1. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan
pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah,
dan/atau sifat sampah.
2. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan
pemindahan sampah dari sumber sampah ke
tempat penampungan sementara atau tempat
pengolahan sampah terpadu.
3. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah
dari sumber dan/atau dari tempat penampungan
sampah sementara atau dari tempat pengolahan
sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan
akhir.
4. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik,
komposisi, dan jumlah sampah.
5. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk
pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan
secara aman.
Keputusan menteri kesehatan Nomor: 1204/
MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit: Bahwa Rumah Sakit sebagai
sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya
orang sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi
tempat penularan penyakit serta memungkinkan
terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan
kesehatan;
Sedangkan beberapa peraturan ataukesepakatan
internasional yang terkait dengan pengelolaan limbah
sebagai berikut (WHO, 2005):
The Basel Convention, Konvensi ini membahas
tentang pergerakan limbah berbahya lintas negara.
Hanya limbah berbahaya resmi yang dapat diekspor
dari negara yang tidak memiliki fasilitas atau keahlian
untuk memusnahkan limbah tertentu secara aman ke
negara lain
The populler pays Principle, merupakan prinsip
pencemar yang membayar, dimana semua penghasil
limbah secara hukum dan finansial bertanggung
jawab untuk menggunakan metode yang aman dan
ramah lingkungan di dalam pembuangan limbah
yang mereka hasilkan.
The precautionary principle, merupakan sebuah
prinsip pencegahan, dimana prinsip kunci yang
mengatur masalah perlindungan kesehatan dan
keselamatan.
The duty of care principle, merupakan prinsip yang
menetapkan bahwa siapa saja yang menangani atau
mengelola zat berbahaya atau peralatan yang terkait
dengannya, secara etik bertanggung jawab untuk
menerapkan kewaspadaan tinggi di dalam
menjalankan tugasnya.
Pengelolaan Limbah Medis
The proximity principle, sebuah prinsip kedekatan,
dimana penangananan pembuangan limbah
berbahaya sebaiknya dilakukan di lokasi yang
sedekat mungkin dengan sumbernya untuk
meminimalkan risiko yang mungkin ada dalam
pemindahannya. Semua penduduk harus mendaur
ulang atau membuang limbah yang dihasilkan di
dalam area lahan milik mereka.

Dasar Hukum Pengelolaan Limbah dan Sampah


02/04/2014 kesmas Kesehatan Lingkungan
Beberapa Peraturan terkait Pengelolaan Sampah
dan Limbah
Beberapa peraturan dan undang-undang di Indonesia
yang terkait dengan pengelolaan limbah antara lain :
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan pada Pasal 163 tentang Kesehatan
Lingkungan : Upaya kesehatan lingkungan ditujukan
untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat,
baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Pasal 69 : Setiap orang dilarang:
melakukan perbuatan yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup;
memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan
perundangundangan ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
memasukkan limbah yang berasal dari luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia k e
media lingkungan hidup Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
membuang limbah ke media lingkungan hidup;
membuang B3 dan limbah B3 ke media lingkungan
hidup;
melepaskan produk rekayasa genetik ke media
lingkungan hidup yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan;
melakukan pembukaan lahan dengan cara
membakar;
menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat
kompetensi penyusun amdal; dan/ atau
memberikan informasi palsu, menyesatkan,
menghilangkan informasi,
merusak informasi, atau memberikan keterangan
yang tidak benar.
Pada asal 88 : Setiap orang yang tindakannya,
usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3,
menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/
atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap
lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas
kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur
kesalahan. Sedangkan pada Pasal 58 : Setiap orang
yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut,
mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan,
membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib
melakukan pengelolaan B3.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah, pasal 22 tentang Pengelolaan,
Penanganan Sampah :
Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan
pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah,
dan/atau sifat sampah.
Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan
pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat
penampungan sementara atau tempat pengolahan
sampah terpadu.
Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari
sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah
sementara atau dari tempat pengolahan sampah
terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir.
Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik,
komposisi, dan jumlah sampah.
Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk
pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara
aman.
Keputusan menteri kesehatan Nomor: 1204/MENKES/
SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit: Bahwa Rumah Sakit sebagai sarana
pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang
sakit maupun orang sehat, atau dapat menjadi tempat
penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya
pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan;
Sedangkan beberapa peraturan atau kesepakatan
internasional yang terkait dengan pengelolaan limbah
sebagai berikut (WHO, 2005):
The Basel Convention, Konvensi ini membahas
tentang pergerakan limbah berbahya lintas negara.
Hanya limbah berbahaya resmi yang dapat diekspor
dari negara yang tidak memiliki fasilitas atau keahlian
untuk memusnahkan limbah tertentu secara aman ke
negara lain
The populler pays Principle, merupakan prinsip
pencemar yang membayar, dimana semua penghasil
limbah secara hukum dan finansial bertanggung
jawab untuk menggunakan metode yang aman dan
ramah lingkungan di dalam pembuangan limbah
yang mereka hasilkan.
The precautionary principle, merupakan sebuah
prinsip pencegahan, dimana prinsip kunci yang
mengatur masalah perlindungan kesehatan dan
keselamatan.
The duty of care principle, merupakan prinsip yang
menetapkan bahwa siapa saja yang menangani atau
mengelola zat berbahaya atau peralatan yang terkait
dengannya, secara etik bertanggung jawab untuk
menerapkan kewaspadaan tinggi di dalam
menjalankan tugasnya.
The proximity principle, sebuah prinsip kedekatan,
dimana penangananan pembuangan limbah
berbahaya sebaiknya dilakukan di lokasi yang
sedekat mungkin dengan sumbernya untuk
meminimalkan risiko yang mungkin ada dalam
pemindahannya. Semua penduduk harus mendaur
ulang atau membuang limbah yang dihasilkan di
dalam area lahan milik mereka.

Das könnte Ihnen auch gefallen