Beruflich Dokumente
Kultur Dokumente
ISSN : 1978-225X
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan mengembangkan teknik enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) untuk mendeteksi antibodi terhadap virus
bovine ephemeral fever (BEF). Pada penelitian ini dikembangkan uji ELISA langsung (direct ELISA) dan tidak langsung (indirect ELISA)
dengan menggunakan antibodi monoklonal (blocking ELISA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji direct ELISA tidak dapat digunakan
dengan baik karena terjadi positif palsu. Uji blocking ELISA bereaksi lebih baik dan dapat dikembangkan lebih lanjut untuk mendeteksi antibodi
terhadap penyakit BEF. Dapat disimpulkan bahwa pengembangan teknik deteksi dini terhadap BEF dengan mempergunakan antibodi
monoklonal dapat diterapkan dalam upaya pengawasan penyakit dan surveilans.
____________________________________________________________________________________________________________________
Kata kunci: ELISA, antibodi monoklonal, deteksi antibodi, bovine ephemeral fever
ABSTRACT
The objective of this study was to develop enzymelinked immunosorbent assay (ELISA) method to to detect antibody agauinst bovine
ephemeral fever (BEF) virus. Direct ELISA and indirect ELISA using monoclonal antibody (blocking ELISA) was developed in this study. The
results showed that direct ELISA test was unable to be used due to the occurrence of false positive result, whereas blocking ELISA test showed
better result and can be established as BEF antibody detection. In conclusion, the development of early technic toward BEF using monoclonal
antibody is able to be implemented in controlling and surveillance of the diseases.
____________________________________________________________________________________________________________________
Key words: ELISA, monoclonal antibody, antibody detection, bovine ephemeral fever
5
Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 9 No. 1, Maret 2015
(FBS) yang bebas bovine virus diarrhea (BVD) dan kamar selama semalam pada suhu 4 C atau 2 jam pada
mikoplasma. Sel lestari tersebut digunakan untuk suhu 37 C. Plat kemudin dicuci dengan phosphate
keperluan perbanyakan virus BEF dan pembuatan buffer solution (PBS)-tween (PBST) 0,05% sebanyak 3
antigen ELISA BEF. kali lalu tambahkan blocker 200 l. Plat diinkubasikan
kembali pada suhu kamar selama 2 jam dan cuci
Perbanyakan Virus BEF kembali dengan PBST sebanyak 5 kali. Pada saat
Sebanyak 15 virus BEF isolat lokal yang diperoleh inkubasi, serum kontrol positif dan negatif diencerkan
dari penelitian sebelumnya pada tahun 1989-1990 dalam PBS bergelatin 1%, dan dimasukkan 100 l pada
ditumbuhkan dan diperbanyak dalam sel lestari plat yang telah dicuci. Plat diinkubasikan pada suhu
BHK21, namun hingga pasase ke-2 tidak menunjukkan kamar selama 2 jam dan cuci kembali dengan PBST
adanya cythopathic effect (CPE), sehingga virus BEF sebanyak 5 kali. Selanjutnya, ditambahkan 100 l
standar dipesan dari AAHL Australia. Virus BEF substrat tetramethylbenzidine (TMB), lalu diinkubasi-
standar ditumbuhkan dan diperbanyak pada sel lestari kan pada ruang gelap selama 10 menit, dan stop reaksi
BHK-21. Virus BEF diinokulasikan pada tissue culture dilakukan dengan larutan asam sulfat (H2SO4) 0,1 M
flask volume 250 ml berisi sel lestari selapis BHK-21. sebanyak 100 l. Hasil pemeriksaan dibaca pada
Pengamatan kontaminasi dilakukan hingga keesokan ELISA reader dengan panjang gelombang 450 nm.
harinya. Sel lestari yang terkontaminasi pada hari ke-2 Sebagai pembanding, digunakan ELISA kit yang
segera dibuang. Pengamatan pertumbuhan virus diperoleh dari Virology Laboratory Elizabeth
dilakukan mulai hari ke-2 hingga ke-5 dengan melihat Macarthur Agriculture Institute (EMAI), Woodbridge
adanya CPE. Virus BEF mulai dipanen apabila Rd. Menangle, NSW, Australia.
pembentukan CPE mencapai lebih dari 80%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Antigen BEF
Pembuatan antigen BEF didasarkan pada metoda Penumbuhan Virus BEF
Zakrzeweski et al. (1992) yang dimodifikasi. Sel lestari Hasil penelitian menunjukkan bahwa virus BEF
BHK-21 diperbanyak dan dibuat monolayer (sel selapis) mulai tumbuh pada hari ke-2, dan menunjukkan
pada beberapa flask plastik. Media penumbuh tersebut adanya CPE hingga >80% pada hari ke-3 hingga hari
dibuang, selanjutnya digunakan sebagai kontrol negatif. ke-5 pada sel lestari BHK-21. Menurut Ogawa (1999),
Sel lestari BHK-21 lainnya diinokulasikan dengan virus biakan sel lestari BHK-21 merupakan biakan sel
BEF, lalu diinkubasikan pada suhu 37 C selama 30 menit, lestari yang sensitif untuk pengembangbiakan virus
kemudian ditambahkan media baru DMEM, antibiotik BEF, di samping biakan sel lestari lainnya seperti
kanamisin, dan FCS 10%. Pengamatan CPE dilakukan hamster lung.
selama 3-5 hari. Sel lestari yang tidak diinfeksi juga
diperlakukan sama seperti yang terinfeksi BEF. Penumbuhan Isolat Lokal BEF
Apabila CPE telah terbentuk dan mencapai lebih Nandi dan Negy (1999) melaporkan bahwa BEF
dari 80%, maka sel lestari tersebut dipanen dengan dapat tumbuh dengan baik pada biakan sel lestari
mengocok flask tersebut agar sel-selnya terlepas. Sel BHK-21, hamster lung, vero, dan Aedes albopictus.
lestari tersebut kemudian dituang dalam botol sentrifus Namun demikian, penumbuhan 15 virus BEF isolat
dan disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 lokal yang diperoleh pada tahun 1989-1990, tidak
menit untuk membuang sel debris. Selanjutnya, berhasil tumbuh pada biakan jaringan BHK-21. Isolat
supernatan diambil dan disentrifus dengan kecepatan lokal tersebut diperoleh dari tangki N 2 cair dan freezer
30.000 rpm selama 90 menit. Pelet/endapan yang -70 C. Hal ini dapat disebabkan karena virus tersebut
dihasilkan dilarutkan dalam larutan bufer tris EDTA telah mati selama penyimpanan dengan kurun waktu
NaCl (TEN) sebanyak 0,5 ml dan disimpan dalam suhu 12-13 tahun tanpa mengalami pasase sebelumnya.
-70 C hingga siap dititrasi. Titrasi antigen dilakukan Pasase virus untuk tetap tumbuh perlu dilakukan
menggunakan checkerboard untuk mengetahui dalam jangka waktu tertentu. Hal tersebut tidak
pengenceran optimum dari antigen dan conjugate yang dilakukan sehingga pada saat diperlukan virus BEF
digunakan untuk uji ELISA selanjutnya. isolat lokal telah mati selama penyimpanan.
Kemungkinan lain, dapat disebabkan karena suhu
Optimasi ELISA penyimpanan yang tidak stabil. Nitrogen cair yang
Antigen, conjugat, enceran serum, dan waktu uji tidak tepat waktu diisi, menyebabkan suhu tidak
dioptimasi berdasarkan pengenceran yang dibuktikan mencapai suhu optimum. Perbedaan suhu yang
dengan adanya perbedaan reaksi secara nyata antara drastis dapat menginaktifkan virus BEF. Demikian
kontrol serum positif dan negatif. Kontrol serum pula penyimpanan dalam freezer -70 C, memerlukan
negatif yang digunakan adalah FCS. aliran listrik yang stabil, sehingga suhu optimum
dapat terjaga. Mengingat virus BEF sangat rentan
Uji ELISA terhadap perubahan suhu, yang dapat berakibat
Plat ELISA dilapisi oleh antigen dengan menurunnya viabilitas virus tersebut, maka diperlukan
pengenceran optimum (1:1000) dengan menggunakan penanganan yang optimal, terlebih lagi jika disimpan
bufer bikarbonat (pH 9,6), diinkubasikan pada suhu untuk waktu yang relatif lama.
6
Jurnal Kedokteran Hewan Indrawati Sendow, dkk
7
Jurnal Kedokteran Hewan Vol. 9 No. 1, Maret 2015
Tabel 1. Hasil optical density titrasi antigen dan conjugate dengan berbagai pengenceran
Conjugate
Antigen BEF 1:1000 1:2000 1:4000 1:8000
1:100 2.192 2,382 1,193 0,759
1:200 2,166 1,858 1,281 0,711
1:400 2,158 1,837 1, 296 0,736
1:800 2,105 1,840 1.291 0,75
1:1600 0759 0,716 0,751 0,75
Tabel 2. Perbandingan optical density ELISA dengan menggunakan antibodi monoklonal antibodi (MAb) terhadap BEF
Ag Bbalitvet + MAB ELISA kit + MAB Direct ELISA (Ag Bbalitvet) tanpa MAB
+ - + - + -
Serum Lapang 0,093 0,457 0,13 1,645 1,268 0,785
Serum standard AAHL 0,086 0,394 NT NT 0,987 0,799
Serum kit 0,062 0,512 0,234 1,450 1,375 0,892
Serum + lemah kit 0,175 0,512 0,605 1,450 NT NT
Serum FCS 0,658 1,671 0,116
MAB= monoklonal antibodi; Bbalitvet= Balai Besar Penelitian Veteriner; FCS= fetal calf serum
Tabel 3. Hasil uji serologis dari sampel serum sapi yang diperoleh dari beberapa daerah di Propinsi Jawa Barat, dengan menggunakan
uji blocking ELISA BEF, pada tahun 2012
Lokasi Breed sapi Jumlah % (+) ELISA
DKI Jakarta FH 45 20 (44%)
Sukabumi FH 30 7 (23%)
Lembang FH 30 0 (0%)
Bandung/Pangalengan FH 30 0 (0%)
Total 135 27 (20%)
Hasil pendahuluan ini membuktikan bahwa uji Murray, M.D. 1997. Possible vectors of bovine ephemeral fever in
the 196768 epizootic in northern Victoria. Aust. Vet. J. 75:220-
ELISA dengan menggunakan monoklonal antibodi
224.
dapat dikembangkan sebagai pengganti ELISA kit yang Nandi, S. and B.S. Negi. 1999. Bovine ephemeral fever: A review.
harus diimpor dari luar negeri. Hasil penelitian ini Comp. Immunol. Microbiol. Infect. Dis. 22:81-91.
memotivasi penelitian lebih lanjut, dengan pembuatan Ogawa, T. 1992. Epidemiological investigation of Bovine Ephemeral
Fever in Kyushu island in Japan during fall of 1998. Preventive
monoklonal antibodi terhadap BEF yang dilanjutkan
Vet. Med. 14:69-76.
dengan validasi, sensitivitas, dan spesifisitas uji. Soleha, E., I. Sendow, and Tarmudi. 1992. Survey serologik bovine
ephemeral fever (BEF) di Kalimantan Selatan sehubungan
KESIMPULAN dengan beberapa kasus BEF tahun 1991. Penyakit Hewan.
14(44):67-70.
Uren, M.F., T.D. St. George, and H. Zakrzewski. 1989. The effect of
Pengembangan teknik deteksi dini terhadap BEF anti-inflammatory agents of the clinical expression of bovine
dengan mempergunakan antibodi monoklonal dapat ephemeral fever. Vet. Microbiol. 19:99-111.
diterapkan dalam upaya pengawasan penyakit dan Walker, P.J. 2005. Bovine ephemeral fever in Australia and the
world. Microbiol. Immunol. 292:57-80.
surveilans.
Wang, FI., A.M. Hsu, and K.J. Huang. 2001. Bovine ephemeral
fever in Taiwan. J. Vet. Diagn. Invest. 13:462-467.
DAFTAR PUSTAKA Yeruham, I., M. Van-Ham, D. Bar, H. Yadin, and D. Tiomkin.
2003. Bovine ephemeral fever in dairy cattle herds-economic
Hsieh, Y.C., S.H. Chen, C.C. Chou, L.J. Ting, C. Itakura, and F.I. aspects of 1999 outbreak in the Jordan Valley. Vet. Rec.
Wang. 2005. Bovine ephemeral fever in Taiwan (2001-2001). J. 153:180-182.
Vet. Med. Sci. 67(4):411-416. Zakrzewki, H., D.H. Cybinski, and P.J. Walker. 1992. A blocking
Kato, T., M. Aizawa, K. Takayoshi, T. Kokuba, T. Yanase, H. ELISA for the detection of specific antibodies to bovine
Shirafuji, T. Tsuda, and M. Yamakawa. 2009. Phylogenetic ephemeral fever virus. J. Immunol. Methods. 151:289-297.
relationship of the G gene sequence of bovine ephemeral fever Zheng, F.Y., G.Z. Lin, C.Q. Qiu, J.Z. Zhou, X.A. Cao, and X.W.
virus isolated in Japan, Taiwan, and Australia. Vet. Microbiol. Gong. 2010. Serological detection of bovine ephemeral fever
137:217-223. virus using an direct ELISA based on antigenic site G1 in Pichia
Mellor, P.S. 1996. Culicoides: Vectors, climate change, and disease pastoris. Vet. J. 185:211-215.
risk. Vet. Bull. 66:301-306. Zheng, FY., G.Z. Lin, C.Q. Qiu, J.Z. Zhou, X.A. Cao, and X.W.
Montaz, H., S. Nejat, M. Moazeni, and M. Riahi. 2012. Molecular Gong. 2009. Development and application of G1-ELISA for
epidemiology of Bovine ephemeral fever virus in cattle and detection of antibodies against bovine ephemeral fever virus.
buffaloes in Iran. Revue. Md. Vt. 163(8-9):415-418. Res. Vet. Sci. 87:211-212